2.1.3 Epidemiologi Demam Berdarah Dengue
Menurut Susanna 2011 , dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan virus genus flavivirus famili Flaviviridae dan vektornya adalah nyamuk Aedes dari
subgenus Stegomya spesies Ae. Aegypti. Flaviviridae adalah virus berselubung kecil 40-50 nm dengan untai tunggal, genom RNA+ sense, simetri kapsidnya
tidak dapat diidentifikasi. Spesies yang berperan sebagai vektor sekunder yakni Ae. Albopictus, Ae. Polynesiensis, dan Ae. finlaya neveus, yang dapat
menyebabkan Demam Dengue DD, Demam Berdarah Dengue DBD, dan Syndrome Shock Dengue SSD.
Aedes aegypti adalah spesies nyamuk tropis dan subtropis yang ditemukan di bumi biasanya antara garis lintang 35 Utara dan 35 Selatan kira-kira berhubungan
dengan musim dingin isoterm 10°C WHO, 1999. Ae. aegypti tersebar luas di wilayah Asia Tenggara dan terutama di daerah perkotaan. Di wilayah yang agak
kering misalnya India, Ae. aegypti merupakan vektor perkotaan dan populasinya secara khas berfluktuasi bersama air hujan dan kebiasaan penyimpanan air. Pada
negara lain di Asia Tenggara yang curah hujannya melebihi 200 mmtahun, populasi Ae. aegypti ternyata lebih stabil dan ditemukan di daerah perkotaan,
pinggiran kota dan daerah pedesaan karena kebiasaan penyimpanan air secara tradisional di Indonesia, Myanmar dan Thailand kepadatan nyamuk mungkin
lebih tinggi di daerah pinggiran kota daripada di daerah perkotaan WHO, 2004. Distribusi Ae. aegypti juga dibatasi oleh ketinggian. Ketinggian merupakan faktor
yang terpenting untuk membatasi penyebaran nyamuk Ae. aegypti. Ini biasanya ditemukan di atas ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut. Ketinggian yang
Universitas Sumatera Utara
rendah kurang dari 500 meter memiliki tingkat kepadatan nyamuk sedang sampai berat. Sementara daerah pegunungan di atas 500 meter memiliki
populasi nyamuk yang rendah. Di negara-negara Asia Tenggara ketinggian 1000 sampai 1500 meter di atas permukaan laut merupakan batas bagi penyebaran Ae.
aegypti. Di bagian dunia lain spesies ini dapat ditemukan di wilayah yang jauh lebih tinggi misalnya di Colombia sampai mencapai 2200 meter WHO, 2004.
Ae. aegypti adalah salah satu vektor nyamuk yang paling efisien untuk arbovirus arthropod-borne viruses karena nyamuk ini sangat antropofilik dan hidup dekat
manusia dan sering hidup di dalam rumah. Wabah dengue juga telah disertai dengan Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan banyak spesies kompleks
Aedes scutellaris. Setiap spesies mempunyai distribusi geografisnya masing- masing namun mereka adalah vektor epidemik yang kurang efisien dibanding Ae.
aegypti. Faktor penyulit pemusnahan vektor adalah bahwa telur-telur Ae. aegypti dapat bertahan dalam waktu lama terhadap desikasi pengawetan dengan
pengeringan, kadang selama lebih dari satu tahun WHO, 2005. Demam dengue dapat terjadi di daerah perkotaan maupun pedesaan. Di daerah
perkotaan yang bertindak sebagai vektor utama adalah nyamuk Ae. aegypti sedangkan di daerah pedesaan nyamuk Aedes albopictus namun tidak jarang
kedua spesies tersebut dijumpai baik di daerah pedesaan maupun perkotaan. Hewan primata merupakan sumber infeksi Dengue di daerah hutan
Soedarto,2007. Ae. Aegypti tersebar luas di wilayah tropis dan subtropis Asia Tenggara dan
terutama di sebagian besar wilayah perkotaan. Penyebaran Ae.aegypti di pedesaan
Universitas Sumatera Utara
akhir-akhir ini relatif sering terjadi yang dikaitkan dengan pembangunan sistem persediaan air pedesaan dan perbaikan sistem transportasi
Di wilayah yang agak kering, misalnya, India, Ae. aegypti merupakan vektor perkotaan dan populasinya secara khas berfluktuasi bersama air hujan dan
kebiasaan penyimpanan air. Pada negara lain di Asia Tenggara yang curah hujannya melebihi 200 cm per tahun, populasi Ae. aegypti ternyata lebih stabil
dan ditemukan di daerah perkotaan, pinggiran kota, dan daerah pedesaan. Karena kebiasaan penyimpanan air secara tradisional di Indonesia, Myanmar dan
Thailand kepadatan nyamuk mungkin lebih tinggi di daerah pinggiran kota daripada di daerah perkotaan. WHO, 2004
Urbanisasi cenderung menambah jumlah habitat yang sesaui untuk Ae. aegypti. Di beberapa kota yang banyak sekali tumbuhan, baik Ae. aegypti maupun Ae.
albopictus dapat ditemukan, tetapi Ae. aegypti umumnya merupakan spesies yang dominan, bergantung pada ketersediaan dan tipe habitat larva dan tingkat
urbanisasi yang ada. Di Singapura, misalnya, indeks taksiran tertinggi untuk Ae. aegypti ternyata berada di rumah yang kumuh, rumah toko ruko, dan di rumah
susun dengan banyak kamar. Ae. albopictus, di sisi lain, tampaknya tidak berkaitan dengan tipe perumahan, tetapi lebih banyak ditemukan di ruang terbuka
dan bertumbuhan. WHO, 2004 Menurut Rezeki 2004, Di Indonesia demam berdarah dengue DBD pertama
kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta, kasus pertama dilaporkan pada tahun
1969. Kemudian DBD berturut-turut dilaporkan di Bandung dan Yogyakarta
Universitas Sumatera Utara
1972. Epidemi pertama di luar Jawa dilaporkan pada tahun 1972 di Sumatera Barat dan Lampung, disusul oleh Riau, Sulawesi Utara dan Bali 1973. Pada
tahun 1974, epidemi dilaporkan Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Pada tahun 1994 DBD telah menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, kasus Demam Berdarah Dengue DBD di Kota Medan yang ditularkan melalui Ae. aegypti di tiga kecamatan yaitu
Kecamatan Medan Barat, Medan Perjuangan dan Medan Tuntungan merupakan kategori wilayah yang rendah, sedang dan tinggi kasus DBD secara berturut-turut
selama tiga periode Januari 2010 sampai Desember 2012. Kasus Demam
Berdarah Dengue pada tahun 2012 di Kecamatan Medan Perjuangan dengan Incidance Rate berada di warna kuning range IR 5 sampai 1010.000 penduduk,
Kecamatan Medan Barat berada pada warna biru range IR 11 sampai 1610.000 penduduk, Kecamatan Medan Tuntungan berada pada warna merah dengan range
IR 16 sampai 3710.000 penduduk.
2.2 Vektor Penularan DBD