Universitas Sumatera Utara
menganalogikan data-data tersebut menjadi lebih mudah dipahami adalah sebuah ketentuan tersendiri bagi jurnalisme lingkungan hidup. Peneliti memasukkan
katagorisasi ini dengan bertujuan untuk melihat sejauh mana Harian Waspada menerapkan prinsip liputan berkelanjutannya dalam konteks analogi data dan
angka. Hasilnya adalah sebagai berikut : Tabel 4.5
Analogi Data dan Angka Frekuensi
Persentase Ada
2 3,22
Tidak Ada 60
96,78 Jumlah
62 100
Sumber : Hasil Pengkodingan Tabel diatas menunjukkn bahwa hanya 2 teks berita yang menyertakan
analogi data dan angka dalam tulisannya. Angka tersebut hanya sebesar 3,22 dari 62 teks berita yang diteliti. Sementara itu, 60 teks berita tidak menyertakan
analogi data dan angka atau sebesar 96,78. Persentase kemunculan analogi data dan angka relatif kecil jika dibandingkan dengan frekuensi angka dan data
statistik yang muncul yaitu 23 teks berita atau sebesar 37,10. Hanya 8,69 dari keseluruhan data statistik yang menggunakan analogi untuk memudahkan
pembaca dalam membaca pemberitaan terkait kabut asap 2015. Data ini cukup disayangkan, karena dari keseluruhan data yang muncul, frekuensi kemunculan
analogi data dan angka dalam pemberitaan kabut asap 2015 bahkan tidak mencapai 10.
4.1.1.5 Informasi Spekulatif
Jurnalis harus menghindar sejauh mungkin dari informasi yang bersifat spekulatif atau menduga-duga, apalagi hal tersebut menyangkut tentang
kepentingan linkungan hidup. Jurnalis lingkungan harus senantiasa mengecek otentisitas data dan sumber dari narasumber-narasumber terpercaya. Untuk itu
wartawan linkungan hidup perlu untuk terjun langsung ke tempat kejadian untuk
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan liputan yang komprehensif dan valid. Masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan informasi secara tepat dan jelas, sementara wartawan
berkewajiban menyediakan informasi tersebut. Tabel 4.6
Ketentuan Pemberitaan Lingkungan Hidup : Informasi Spekulatif Frekuensi
Persentase Ada
2 3,22
Tidak Ada 60
96,78 Jumlah
62 100
Sumber : Hasil Pengkodingan Berdasarkan Tabel diatas dapat diketahui bahwa hanya 3,22 teks berita
yang memasukkan unsur-unsur spekulasi didalamnya, angka tersebut sama dengan 2 teks berita dari 62 teks yang diteliti. Sementara itu 96,78 atau 60 teks
berita tidak terdapat informasi yang bersifat spekulasi. Hal ini dikarenakan Harian Waspada
senantiasa menyertakan informasi, data, dan angka dari sumber yang memiliki kredibilitas dan kapasitas yang baik dibidangnya masing-masing.
Gambar 2 Teks Berita yang berisi informasi spekulatif
Sumber : Harian Waspada Edisi 07 Oktober 2015
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Melalui judul teks berita diatas dapat diketahui dengan jelas bahwa teks berita ini cenderung tendensius dan berlebihan. Walaupun kondisi kabut asap kian
parah, kata “menggila” kurang tepat dalam menggambarkan keadaan yang ada. Belum lagi di Lead berita diatas terdapat kata “dinilai” dan dari keseluruhan isi
berita tidak ada data pasti yang menyebutkan seberapa jauh jarak pandang. Teks berita diatas memenuhi kriteria sebagai teks yang berisi informasi spekulatif.
4.1.1.6 Penyebutan Dampak
Berita lingkungan adalah berita yang memuat masalah lingkungan ke media massa. Pemuatan tersebut memiliki tujuan tertentu. Selain melaporkan
peristiwa yang sudah atau akan terjadi, pemberitaan lingkungan juga harus menjelaskan
dampak dari sebuah kejadian kerusakan lingkungan, agar dikemudian hari kejadian serupa dapat dicegah atau diprediksi kedatangannya.
Penyebutan dampak dalam konteks jurnalisme lingkungan bertujuan untuk menciptakan rasa peduli dan rasa memiliki terhadap lingkungan hidup, agar dapat
dijaga kelestariannya. Hal ini juga terkait fungsi kontrol media untuk dapat mengawasi bagaimana dampak yang terjadi akibat dari upaya pengrusakan
lingkungan. Berikut ini penulis menyajikan data frekuensi kemunculan pemaparan
dampak dalam pemberitaan kabut asap 2015 pada Harian Waspada Edisi 01 September-13 November 2015 :
Tabel 4.7 Frekuensi Penyebutan Dampak
Frekuensi Persentase
Ada 44
70,97 Tidak Ada
18 29,03
Jumlah 62
100 Sumber : Hasil Pengkodingan
Berdasarkan tabel diatas, kemunculan teks berita yang menyertakan dampak dari peristiwa kabut asap 2015 adalah sebesar 44 teks berita dengan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
43.18
40.90 6.82
4.55 4.55
Dampak Kesehatan Dampak Ekonomi
Sosial pendidikan
ekologi
persentase 70,97. Semantara itu, terdapat 18 teks berita atau 29,03 yang tidak menyertakan dampak dari aspek apapun. Dampak yang disebutkan dalam
pemberitaan kabut asap 2015 terdiri dari dampak ekologis, kesehatan, pendidikan, ekonomi, sosial dan budaya. Dampak yang paling banyak disebutkan dalam
pemberitaan kabut asap 2015 adalah dampak kesehatan dengan frekuensi kemunculan sebesar 19 teks berita dengan persentase sebesar 43,18, diikuti
dengan dampak ekonomi 18 kali muncul dengan persentase sebesar 40,90. Selanjutnya dampak sosial terdapat di 3 teks berita denngan persentase sebesar
6,82, terakhir dampak ekologi dan pendidikan masing-masing 4,55 dengan frekuensi kemunculan masing-masing dua kali. Berikut ini diagram frekuensi
penyebutan dampak yang ditimbulkan oleh fenomena kabut asap pada pemberitaan kabut asap 2015 oleh Harian Waspada.
Grafik 1 Frekuensi Penyebutan Dampak Pada Pemberitaan Kabut Asap 2015
Berdasarkan diagram diatas, Harian Waspada tidak menempatkan dampak ekologis sebagai fokus utama dalam pemberitaan terkait kabut asap 2015. Padahal
pada teorinya, jurnalisme lingkungan seharusnya fokus dalam pemberitaan terkait kepentingan lingkungan hidup. Jurnalisme lingkungan pada dasarnya
mengedepankan masalah-masalah lingkungan dalam pemberitaannya. Padahal telah jelas terlihat bahwa fenomena kabut asap merupakan masalah kerusakan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
lingkungan sebagai imbas dari kebakaran hutan dan lahan. Menyebutkan dampak serta bahaya yang disebabkan dari kebakaran hutan dan lahan dari aspek ekologis
harusnya lebih diutamakan, tentu dengan tidak mengenyampingkan aspek lain. Padahal dampak lingkungan yang ditimbulkan dari lahan yang terbakar sangatlah
berbahaya, diantaranya berkurangnya lahan resapan air, berkurangnya cadangan oksigen, mengancam punahnya kenekaragaman flora dan fauna, menghancurkan
habitat satwa, menghancurkan keseimbangan hidup manudia, hewan, dan tumbuhan, dapat memicu konflik horizontal, dan lain sebagainya. Sebaliknya,
dampak yang paling banyak disebutkan adalah dampak kesehatan yaitu tentang penyakit ISPA yang banyak menjangkiti masyarakat, diikuti dampak ekonomi
seperti produksi karet menurun, nelayan terganggu dalam proses mencari ikan, dan sistem operasional bandara yang terganggu akibat kabut asap tersebut.
4.1.1.7 Penyebutan Solusi