Universitas Sumatera Utara
sumber : http:e-journal.uajy.ac.id1916 Tabel di atas menjelaskan bahwa berita-berita lingkungan hidup adalah
berita yang memuat persoalan atau permasalahan lingkungan hidup di dalamnya. Abrar menyatakan bahwa selain itu berita lingkungan juga bisa mengundang
konflik kepentingan berbagai pihak. Sehingga dalam penerapannya berita lingkungan hidup selain membutuhkan ketrampilan jurnalistik yang standar, juga
membutuhkan pengetahuan yang cukup komperhensif tentang hubungan alam, manusia, pembangunan dan ekonomi secara holistik, dampak fisik dan sosial
kerusakan lingkungan hidup termasuk bagaimana cara menanggulangi kerusakan lingkungan hidup tersebut 1993: 9.
2.1.5 Kode Etik Jurnalisme Lingkungan
Ditinjau dari segi bahasa, kode etik berasal dari dua bahasa, yaitu “kode” berasal dari bahasa Inggris “code” yang berarti sandi, pengertian dasarnya dalah
ketetuan atau petunjuk yang sistematis. Sedangkan “etika” berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti watak atau moral. Dari pengertian itu, kemudian
dewasa ini kode etik secara sederhana dapat diartikan sebagai himpunan atau kumpulan etika dengan kata lain, kode etik jurnalistik adalah himpunan etika
profesi kewartawanan. Wartawan selain dibatasi oleh ketentuan hukum, seperti Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, juga harus berpegang kepada kode
etik jurnalistik. Tujuannya adalah agar wartawan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya, yaitu mencari dan menyajikan informasi. Di Indonesia
terdapat banyak kode etik jurnalistik. Hal tersebut dipengaruhi oleh banyaknya 8. Fenomena alam alami
7.Masalah-malasah lingkungan
8. Iklim yang tidak normal dan bencana alam
9. Penggunaan produk dan teknologi
yang ramah
lingkungan 10. Organisasi lingkungan
dan aktivitasnya undang, peraturan dan hukum
lingkungan. 4.Berkaitan dengan
masalah teknologi yang berhubungan dengan
pelestarianpersoalan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
organisasi wartawan di Indonesia, untuk itu kode etik juga berbagai macam, antara lain Kode Etik Jurnalistik Persatuan Wartawan Indonesia KEJ-PWI, Kode
Etik Wartawan Indonesia KEWI, Kode Etik Jurnalistik Aliansi Jurnalis Independen KEJ-AJI, Kode Etik Jurnalis Televisi Indonesia, dan lainnya.
Kode Etik Jurnalistik menempati posisi yang sangat vital bagi wartawan, bahkan dibandingkan dengan perundang-undangan lainnya yang memiliki sanksi
fisik sekalipun, Kode Etik Jurnalistik memiliki kedudukan yang sangat istimewa bagi wartawan. M. Alwi Dahlan sangat menekankan betapa pentingnya Kode Etik
Jurnalistik bagi wartawan. Menurutnya, Kode Etik setidak-tidaknya memiliki lima fungsi, yaitu:
a. Melindungi keberadaan seseorang profesional dalam berkiprah di bidangnya;
b. Melindungi masyarakat dari malpraktik oleh praktisi yang kurang profesional;
c. Mendorong persaingan sehat antarpraktisi; d. Mencegah kecurangan antar rekan profesi;
e. Mencegah manipulasi
informasi oleh
narasumber https:id.wikipedia.orgwikiKode_etik_jurnalistik.
Joseph L. Blast 2000 dalam artikel Environmental Journalism: A Little Knowledge is Dangerous
mengatakan bahwa pengetahuan tentang lingkungan serba sedikit yang dimiliki jurnalis justru membahayakan. Hal ini muncul karena
hanya sedikit wartawan yang memiliki latar belakang pengetahuan ilmiah sehingga mereka rentan terhadap manipulasi para aktifis lingkungan karena di
satu sisi mengabaikan pendapat ilmiah para pakar. Ketidaksiapan sumber daya manusia dalam sebuah institusi media kemudian menjadi salah satu kendala
terwujudnya jurnalisme lingkungan yang baik. Untuk itu, Para akademisi dan praktisi media yang tergabung dalam Center of Journalism, memiliki kesadaran
akan perlunya sebuah standar etik khusus bagi jurnalisme lingkungan. Pada tahun 1998, dilakukan ratifikasi code of ethics dalam event 6th World Congress of
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Environmental Journalism yang diselenggarakan di Colombo, Sri Lanka. Adapun
poin-poin yang diratifikasi: 1. Jurnalis lingkungan harus menginformasikan kepada publik tentang hal-
hal yang menjadi ancaman bagi lingkungan mereka, baik yang berskala global, regional, maupun lokal.
2. Tugas para jurnalis adalah untuk meningkatkan kesadaran publik akan isu- isu lingkungan. Jurnalis harus berusaha untuk melaporkan dari beragam
pandangan yang berkaitan dengan lingkungan. 3. Tugas jurnalis tidak hanya membangun kewaspadaan masyarakat akan
hal-hal yang mengancam lingkungan mereka, tetapi juga menempatkan hal tersebut sebagai upaya pembangunan berkelanjutan. Jurnalis harus
berusaha untuk menuliskan solusi-solusi untuk persoalan lingkungan. 4. Jurnalis harus mampu memelihara jarak dari berbagai kepentingan baik itu
kepentingan perusahaan, pemerintah, politisi, dan organisasi sosial dengan tidak memasukkan kepentingan mereka. Sebagai aturan, jurnalis harus
melaporkan sebuah isu dari berbagai sisi, terutama isu lingkungan yang syarat dengan kontroversi.
5. Jurnalis harus menghindar sejauh mungkin dari informasi yang sifatnya spekulatifdugaan
dan komentar-komentar
tendensius. Ia
harus memastikan otentisitas narasumber, baik dari kalangan industri, aparat
pemerintah, atau dari aktivis lingkungan. 6. Jurnalis lingkungan harus mengembangkan keadilan akses informasi dan
membantu pihak-pihak, baik institusi maupun perorangan untuk mendapatkan informasi tersebut.
7. Jurnalis harus menghargai dan menjamin hak hak dari individu korban yang terkena dampak kerusakan lingkungan, bencana alam, dan
sejenisnya. 8. Jurnalis lingkungan tidak boleh ragu untuk mengoreksi informasi yang ia
yakini sebagai
sebuah kebenaran,
atau untuk
menghilangkan keseimbangan opini publik dengan hanya menganalisis aspek tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Jurnalisme lingkungan mengedepankan masalah-masalah lingkungan dalam pemberitaannya. Lingkungan tempat tinggal manusia dan mahkluk lainnya
tak luput dari kerusakan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia. Kerusakan tersebut terdiri dari eksploitasi laut, reklamasi, penebangan liar, aktivitas
pertambangan ilegal dan termasuk pembakaran hutan dan lahan yang
menyebabkan kabut asap. Marakanya pembangunan yang tak mengikutsertakan konsep keberlanjutan menjadi salah satu akibat dari kerusakan lingkungan. Maka
dari itu Abrar menyatakan bahwa jurnalisme lingkungan adalah cara-cara jurnalistik yang mengedepankan masalah lingkungan hidup yang berpihak kepada
kesinambungan lingkungan hidup Abrar, 1993: 9. Jurnalis lingkungan hidup perlu berpihak kepada lingkungan hidup dimana
kelestarian lingkungan hidup adalah tempat dimana manusia tinggal dan bergantung pada alam. Pemberitaan mengenai lingkungan hidup sebaiknya tuntas
dan memasukkan solusi ke dalam pemberitaannya. Solusi yang tuntas ini bisa dilihat dari hubungan antara beberapa kegiatan manusia dengan bidang ekonomi,
ekologi dan energi. Oleh sebab itu surat kabar merupakan media yang cocok untuk memuat berita lingkungan hidup, dimana surat kabar dapat memberikan
kesempatan kepada pembacanya untuk mengembangkan daya analisisnya. Abrar:1993:6
2.1.6 Surat Kabar Sebagai Media Penyebar Informasi Lingkungan