BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Analisis Kondisi Awal
Analisis kondisi awal meliputi analisis kadar air eceng gondok, analisis kandungan hemiselulosa-selulosa-lignin eceng gondok, analisis kadar gula inokulum
Candida utilis , dan uji aktivitas campuran enzim. Detail hasil analisis tersebut
dilampirkan di Lampiran A. Adapun hasil analisis tersebut dirangkum dalam Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Rangkuman Hasil Analisis Kondisi Awal
Keterangan Nilai
Kadar air batang eceng gondok 92,1 ± 0,3
Kadar air daun eceng gondok 87,0 ± 0,7
Kadar air bubur eceng gondok 94,4 ± 0,1
Kadar hemiselulosa eceng gondok 37,50
Kadar selulosa eceng gondok 27,78
Kadar lignin eceng gondok 5,99
Kadar gula inokulum C. utilis 0,166 mgml
Aktivitas campuran enzim pertama 0,1209 FPUml
Aktivitas campuran enzim kedua 0,2487 FPUml
Hasil analisis kandungan kimia eceng gondok menunjukkan bahwa hemiselulosa yang paling banyak diikuti selulosa. Dalam berbagai literatur,
kandungan kimia eceng gondok yang dilaporkan cukup bervariasi antara satu sama lainnya, namun masih menunjukkan tren yang hampir serupa Sornvoraweat dan
Kongkiattikajorn, 2010.
Universitas Sumatera Utara
4.2. Pengaruh Metode Praperlakuan pada Fermentasi
Metode praperlakuan mempengaruhi pelepasan gula dari biomassa. Dalam penelitian ini, setelah praperlakuan, sebanyak 15 ml campuran enzim kasar masing-
masing dari Trichoderma reesei dan Aspergillus niger ditambahkan ke dalam kaldu fermentasi, diikuti penambahan 0,5 g Saccharomyces cerevisiae granular, lalu
difermentasi selama 24 jam dalam inkubator pada 20
o
C. Hasil penelitian untuk metode praperlakuan yang diuji dalam penelitian ini ditunjukkan dalam Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Perbandingan Berbagai Metode Praperlakuan dalam Fermentasi Selama 24 Jam pada 20
o
C Dari semua praperlakuan yang dilakukan dalam studi ini, Dilute Acid
Pretreatment DAP menghasilkan jumlah etanol dan gula tertinggi. Dalam banyak
literatur, DAP dianggap paling efektif walaupun praperlakuan lain LHW Liquid Hot Water
dan sterilisasi pada kondisi tertentu dianggap memadai atau mampu menyamai metode ini Eshtiaghi et al. 2012; Merina dan Trihadinigrum, 2011.
0.0 0.4
0.8 1.2
1.6 2.0
Sterilisasi DAP
LHW Biologi
K o
n se
n tr
as i
g L
Jenis praperlakuan
Gula Etanol
Universitas Sumatera Utara
Pada DAP, sebagian gula tidak terkonversi. Hal ini disebabkan oleh adanya gula pentosa yang tidak dapat difermentasi oleh Saccharomyces. Pada metode tanpa
praperlakuan sterilisasi dan LHW, hasil kedua praperlakuan hampir serupa, baik dari kadar etanol maupun gulanya. Hal ini mungkin disebabkan suhu operasi
keduanya yang cukup dekat. Untuk praperlakuan biologis, kendati pelepasan gulanya lebih tinggi, konsentrasi etanol sampel lebih rendah kontradiksi hasil. Hasil gula
yang lebih tinggi mungkin disebabkan oleh adanya enzim tambahan dari jamur akar putih, sedangkan rendahnya konsentrasi etanol mungkin disebabkan oleh terjadinya
inhibisi Saccharomyces oleh jamur akar putih, atau terkonversinya gula etanol ke produk lain. Hasil analisis dengan GC menunjukkan adanya senyawa volatil yang
tidak diketahui dalam kaldu fermentasi hasil praperlakuan biologis, mengindikasikan terbentuknya produk lain yang mungkin disebabkan melalui konsumsi gula ataupun
etanol. Lebih lanjut, dalam sebuah eksperimen yang dilakukan terpisah, diketahui bahwa jamur akar putih bersifat selective decay hampir tidak mengkonsumsi
selulosa. Hasil eksperimen ini juga didukung data dari beberapa literatur Awasthi et al
. 2013; Eshtiaghi et al. 2012; Satyanagalakhsmi et al. 2011. Sehingga, penyebab rendahnya kadar etanol dapat disebabkan melalui dua kasus: inhibisi Saccharomyces
oleh jamur akar putih ataupun sinergi Saccharomyces dan jamur akar putih yang menghasilkan produk lain. Baik kasus pertama maupun kasus kedua menunjukkan
bahwa kehadiran jamur akar putih mengganggu produksi etanol tetapi tidak
Universitas Sumatera Utara
mengganggu pelepasan gula dari selulosa. Hal ini menunjukkan bahwa praperlakuan biologis dapat dimodifikasi agar memberikan hasil yang lebih baik.
4.3. Pengaruh Kadar Magnesium Sulfat pada Fermentasi