Danau Toba dan Masalah Eceng Gondok Produksi Bioetanol dari Eceng Gondok dan Perkembangannya

Akan tetapi, eceng gondok yang hidup di kondisi yang berbeda mungkin memiliki variasi komposisi karena akar mereka menyerap polutan secara alami Jafari, 2010. Lebih jauh lagi, sebuah studi oleh Mahmood et al. 2005 menunjukkan bahwa di bawah pengaruh limbah tekstil, eceng gondok mengalami penurunan ukuran secara anatomis. Kondisi yang sama kemungkinan besar juga dialami eceng gondok di perairan Danau Toba yang tercemar. Namun, besar pengaruh hal tersebut dalam produksi bioetanol masih belum dapat dipastikan.

2.4. Danau Toba dan Masalah Eceng Gondok

Danau Toba merupakan danau terbesar Indonesia dan terletak di provinsi Sumatera Utara, 176 km ke barat ibukota provinsi, Medan. Danau Toba memiliki panjang 87 km dari barat laut ke Tenggara dan lebar 27 km, dan berada 904 meter di atas permukaan laut dengan kedalaman 505 meter. Danau tersebut merupakan salah satu tujuan wisata penting. Daerah resapannya seluas 3.704 km 2 , meliputi sebagian area dari lima kabupaten. Kualitas air di danau ini telah terpengaruh secara negatif oleh buangan air domestik, peternakan ikan, polusi minyak dan polusi biologis Moedjodo et al. 2006; Worldlake, 2012. Sejak 1990, eceng gondok telah tampak mengambang di daerah Parapat, menandakan dimulainya eutrofikasi danau tersebut Moedjodo et al. 2006. Setelah itu, berbagai masalah mulai bermunculan, mulai dari terganggunya penangkapan ikan sampai meluasnya tempat perkembangbiakan vektor penyakit Opande et al. Universitas Sumatera Utara 2004. Walaupun sejumlah konsep sudah diberikan untuk mengatasi masalah lingkungan tersebut, merealisasikan konsep ini terbukti susah karena perbedaan persepsi dan konflik kepentingan antara pemegang saham Moedjodo et al. 2006. Ledakan pertumbuhan eceng gondok dalam danau ini telah dihubungkan dengan polusi fosfor dan nitrogen. Idealnya, jalan terbaiknya adalah menekan masukan limbah. Akan tetapi, terbatasnya limbah yang bisa dikurangi dan lamanya waktu operasi telah menyebabkan cara ini tidak efektif. Jelas kiranya bahwa populasi eceng gondok harus dikendalikan. Mukhopadhyay dan Chatterjee 2010 mengusulkan cara pengendalian yang ramah lingkungan dengan menggunakannya sebagai bahan baku murah dalam proses inovatif biokonversi ke etanol.

2.5. Ulasan Teknologi Produksi Bioetanol

Teknologi produksi bioetanol saat ini proses generasi pertama menggunakan gula tebu danatau biji-bijian dan umbi – umbian berbasis tepung terutama jagung dan kentang sebagai substrat utama. Akan tetapi oleh karena dampak negatifnya pada harga makanan dan sekuritas makanan, trend saat ini sedang bergeser ke biomassa lignoselulosa. Ada dua proses lignoselulosa yang tersedia, proses enzimatis dan proses termokimia. Proses enzimatis umumnya melibatkan hidrolisis biomassa lignoselulosa ke gula diikuti fermentasi gula ke etanol lihat Gambar 2.2. Proses termokimia menggunakan jalur gasifikasi dan jalur pirolisis Joshi et al. 2011; Foust et al. 2009; Piccolo dan Bezzo, 2007. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.2. Tahapan dalam Produksi Bioetanol Secara Umum Joshi et al. 2011 Untuk biomassa lignoselulosa herbal, proses enzimatis lebih cocok Foust et al . 2009. Penjelasan lengkap tentang praperlakuan, hidrolisissakarifikasi, fermentasi dan skema terintegrasi proses ini akan diuraikan dalam tiap sub bagian. Universitas Sumatera Utara Untuk saat ini, etanol selulosa masih kurang diminati karena keuntungannya yang marginal. Beberapa alasan yang menyebabkannya antara lain: a. Teknologi praperlakuan yang ada kurang efisien atau terlalu mahal dan banyak kelemahan yang menyertainya. b. Harga enzim terlalu tinggi. c. Konversi oleh mikroba masih terbatas. Sebagai contoh, Zymmomonas mobilus yang lebih toleran dari ragi hanya mampu mentolerir konsentrasi etanol sampai 16 saja. Teknologi ini diperumit lagi oleh masalah-masalah umum bioreaktor seperti kontaminasi mikroba, tidak stabilnya proses, problematika daur ulang dan washout mikroba, serta pemrosesan akhir yang sukar. Khusus untuk proses fermentasi lignoselulosa, tingginya kekentalan pada loading padatan tinggi menyebabkan masalah pengadukan Huang et al. 2011. Walau begitu, teknik-teknik untuk mengatasi masalah – masalah ini telah banyak dikembangkan.

2.5.1. Metode Praperlakuan

Salah satu rintangan utama dalam hidrolisis selulosa adalah karakteristik substrat yang tidak mendukung hidrolisis selulosa. Karakteristik ini kemudian dimodifikasi agar hidrolisis berlangsung lebih efisien Huang et al. 2011. Sebab itulah, praperlakuan memiliki dampak besar pada seluruh operasi dan biasanya merupakan bagian paling mahal Joshi et al. 2011. Praperlakuan umumnya berguna Universitas Sumatera Utara untuk membuka struktur lignoselulosa agar dapat diakses enzim seperti dalam Gambar 2.3 Huang et al. 2011; Sanderson, 2006 dalam Neves et al. 2007. Beberapa masalah umum dalam praperlakuan adalah terbentuknya produk penghambat, pembukaan struktur lignin – hemiselulosa – selulosa kurang efektif, terlalu banyak selulosa terdegradasi, perlunya biaya kapital peralatan atau operasi yang mahal, daur ulang senyawa kimianya mahal, terbentuknya limbah, ataupun kondisi operasi yang tidak aman Geddes et al. 2011; Huang et al. 2011; Menon dan Rao, 2012; Neves et al. 2007. Sejumlah cara praperlakuan dijabarkan dalam Tabel 2.2. Praperlakuan yang telah dilakukan biasanya bertujuan untuk meningkatkan akses enzim, menghilangkan lignin, dan mengganggu kristalinitas selulosa. Dalam banyak studi, meningkatkan akses enzim dianggap lebih penting daripada menghilangkan lignin Zhu, 2011; Huang et al. 2011. Ahn et al. 2012 juga menunjukkan bahwa praperlakuan yang menghasilkan konten selulosa tinggi lebih penting dibanding dengan yang menghasilkan konten lignin rendah. Selain hal-hal di atas, hal yang perlu diperhatikan adalah terbentuknya pseudo-lignin dalam metode pretreatment tertentu Hu et al. 2003. Praperlakuan yang ada dikembangkan untuk mengurangi limbah, kerusakan, inhibitor, gula nonfermentable, meningkatkan hasil gula, dan mengurangi biaya praperlakuan Kumar et al. 2009; Houghton et al. 2006. Secara garis besar, praperlakuan fisik biasanya memerlukan energi besar, sedangkan praperlakuan biologis memerlukan waktu lama. Praperlakuan kimiawi menggunakan bahan kimia, Universitas Sumatera Utara dan peralatan yang mahal Taherzadeh dan Karimi, 2008. Dalam penelitian ini, beberapa jenis praperlakuan dipilih dan dibandingkan untuk mengetahui metode yang paling sesuai dengan prioritas kesederhanaan, keamanan, dan ramah lingkungan. Gambar 2.3. Perubahan Struktur Mikro Akibat Praperlakuan Houghton et al. 2006

2.5.2. Metode Hidrolisis

Tahap hidrolisis mentransformasi selulosa ke gula terfermentasi. Dua metode umum hidrolisis adalah hidrolisis asam dan hidrolisis enzimatis. Metode hidrolisis lain adalah hidrolisis termal yang sangat jarang digunakan. Hidrolisis enzimatis lebih dipilih karena bekerja pada suhu wajar, menghasilkan yield tinggi dengan jumlah yang sedikit, merupakan senyawa alami yang dapat terbiodegradasi dan ramah lingkungan Wyman, 1994. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.2. Berbagai Metode Praperlakuan Metode Praperlakuan Keterangan Literatur Praperlakuan asam: asam encer, dan asam pekat Menghidrolisa hemiselulosa dan merusak struktur kristal selulosa, tapi menghasilkan produk samping inhibitor, dan memerlukan peralatan tahan korosi. Biasanya menggunakan H 2 SO 4 , tetapi asam fosfat dikatakan menghasilkan lebih sedikit produk samping beracun dan dapat digunakan pada reaktor baja antikarat. Jenis asam encer memberi yield rendah sedangkan jenis asam pekat menghasilkan produk samping, mendegradasi selulosa dan memerlukan biaya daur ulang mahal. Eshtiaghi et al. 2012 Merina dan Trihadinigrum, 2011 Satyanagalakshmi et al. 2011 Sornvoraweat dan Kongkiattikajorn, 2010 Sassner et al. 2008 Praperlakuan alkalibasa Memisahkan lignin dan sebagian hemiselulosa, dan meningkatkan reaktivitas selulosa. Biasanya menggunakan NaOH, CaOH 2 , urea atau Ammonia SAA, ARP. NaOH juga meningkatkan derajat polimerisasi dan kristalinitas selulosa. Ammonia juga mengembangkan substrat yang tersisa. Eshtiaghi et al. 2012 Aswathy et al. 2010 Taherzadeh dan Karimi 2008 Hamelinck et al. 2005 Teymouri et al. 2005 Praperlakuan dengan agen pengoksidasi: hidrogen per-oksida, asam per asetat Yield setinggi 98 berhasil dicapai. Saha dan Cotta, 2007 Teixeira et al. 1999 Gould, 1984 Praperlakuan dengan pelarut organik Melarutkan lignin dan sebagian hemiselulosa tapi memerlukan peralatan dengan tekanan tinggi. Pelarut organik yang sudah digunakan misalnya metanol, etanol, aseton, etilen glikol, trietilen glikol, dan alkohol tetrahidrofurfuril. Yamashita et al. 2010 Pan et al. 2005 Steam explosion , ammonia fiber expansion explosion, acid catalyzed steam explosion Bahan dipanaskan pada suhu dan tekanan tinggi kemudian didekompresi ke tekanan atmosfir secara tiba-tiba. Masih belum praktis karena butuh energi besar dan peralatan mahal. Huang et al. 2011 Hamelinck et al. 2003 Universitas Sumatera Utara Tabel 2.2. Berbagai Metode Praperlakuan lanjutan Metode Praperlakuan Keterangan Literatur Liquid Hot Water LHW Menghidrolisa hemiselulosa menggunakan air bersuhu tinggi 160 – 190 o C dan tekanan tinggi 30 bar. Eshtiaghi et al. 2012 Kim et al. 2009 Perez et al. 2007 Hamelinck dan Faaij, 2006 Praperlakuan cairan ionik Berbagai cairan ionik yang ada dapat diatur untuk melarutkan selulosa, ataupun lignin. Substrat dilarutkan dalam cairan ionik dan dipanaskan kemudian dipresipitasi dengan antisolven. Proses ini merupakan teknologi baru dan lebih cocok untuk biomassa berkayu. Muhammad et al. 2012 Sathitsuksanoh et al. 2012 Guragain et al. 2011 Lee et al. 2009 Granstorm et al. 2008 Kosan et al. 2008 Praperlakuan mikrobial Jamur akar putih, coklat, dan lunak Basidiomycetes telah banyak digunakan untuk mendepolimerisasi substrat lignoselulosa tanpa banyak produk samping inhibitor Chandel et al. 2011b Zhong et al. 2011 Cardona et al. 2007 Penggilingan Ekstrusi Tanpa mempengaruhi lignin dan hemiselulosa, meningkatkan aksesibilitas dan merubah kristalinitas selulosa. Merupakan salah satu metode paling efektif tetapi kurang cocok diterapkan di industri. Penggilingan dilakukan dalam hampir semua proses di laboratorium. Harun et al. 2011 Merina dan trihadinigrum, 2011 Satyanagalakshmi et al. 2011 Eshtiaghi et al. 2012; Muhammad et al. 2012; Sathitsuksanoh et al. 2012; Chandel et al. 2011b; Geddes et al. 2011; Guragain et al. 2011; Harun et al. 2011; Huang et al. 2011; Joshi et al. 2011; Merina dan Trihadinigrum, 2011; Satyanagalakshmi et al. 2011; Aswathy et al. 2010; Sornvoraweat dan Kongkiattikajorn, 2010; Kim et al. 2009; Lee et al . 2009; Granstorm et al. 2008; Kosan et al. 2008; Neves et al. 2007; Hamelinck dan Faaij, 2006; Wyman, 1994 Universitas Sumatera Utara Hidrolisis asam menggunakan berbagai asam mineral pada suhu tinggi, walaupun proses sering mendegradasi glukosa ke hidroksimetil furfural HMF dan produk samping beracun lain, atau mencapai yield rendah. Harga asam, daur ulang, dan pengolahan limbahnya masih menjadi masalah dalam hidrolisis asam. Gambar 2.4. Aktivitas Enzim dalam Hidrolisis Selulosa Wyman, 1994 Hidrolisis enzimatis memanfaatkan 3 kelompok enzim untuk berfungsi dengan baik Lihat Gambar 2.4. Pertama, 1,4- -D-glukan glukanohidrolase EC 3.2.1.3 dan 1,4- -D-glukan 4-glukanohidrolase EC 3.2.1.4, dikenal sebagai endo- 1,4- -glukanase, memotong rantai selulosa secara acak. Kemudian, 1,4--D-glukan glukohidroliase EC 3.2.1.74 dan 1,4- -D-glukan selobiohidroliase EC 3.2.1.91, dikenal sebagai ekso-1,4- -glukanase berturut-turut membebaskan D-glukosa dan D- selobiosa pada ujung selulosa. Akhirnya, -D-glukosidase EC 3.2.1.21, dikenal Universitas Sumatera Utara juga sebagai selobiase, mengubah selobiosa menjadi D-glukosa Joshi et al. 2011; Geddes et al. 2011; Neves et al. 2007; Wyman, 1994. Selulase komersial dan produksi on-site selulase dapat digunakan. Kebanyakan glukanase diproduksi Trichoderma ressei jamur akar halus sedangkan selobiase dari Aspergillus niger Barta et al. 2010 dalam Geddes et al. 2011; Kaur et al . 2007 dalam Joshi et al. 2011. Gambar 2.5. Berbagai Senyawa Turunan Hidrolisis Asam Chandel et al. 2011b Salah satu perbedaan terbesar hidrolisis asam dan enzim adalah produk samping hidrolisis asam yang sangat beragam dan bersifat menginhibisi Lignin Cellulose Hemicellulose Others  Phenolics Vanillin, Syringaldehyde, 4- hydroxybenzoic acid, ferulic acid, etc  5-hydroxymethyl furfural HMF  Furfurals  5-hydroxymethyl furfural HMF  Weak acids Acetic acid, Formic acid, Levulinic acid  Tannins  Terpenes  Resins  Heavy metals  Hibbert ketones Universitas Sumatera Utara pertumbuhan. Selain itu, jenis hidrolisis asam menghasilkan limbah dan memerlukan penanganan khusus. Oleh sebab itulah, proses hidrolisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan jenis hidrolisis enzim. Berbagai jenis produk samping hasil hidrolisis asam dapat dilihat pada Gambar 2.5.

2.5.3. Fermentasi dan Skema Proses Terpadu

Ragi Saccharomyces cerevisiae merupakan mikroorganisme yang paling disukai dalam fermentasi heksosa. Selain ragi, Pichia stipitis dan Candida shehatae juga mampu memfermentasi heksosa dan pentosa ke etanol Parekh et al. 1986 dalam Joshi et al. 2011. Gorsek dan Zajsek 2010 menemukan bahwa dalam jangkauan suhu 16 o C sampai 30 o C, produksi etanol oleh ragi meningkat. Di samping intensifikasi proses, penggembangan juga dilakukan dalam sistem bioreaktor misalnya external loop liquid-lift bioreactor, circulating loop bioreactor , bioreaktor membran, ultrasonic airlift reactors, fluidized bed reactor Stang et al. 2001; Roble et al. 2003; Huang et al. 2011. Sistem bioreaktor yang dikembangkan biasanya mengangkat isu-isu mengenai masalah viskositas campuran yang tinggi sehingga mengurangi transfer massa ataupun merujuk pada upaya integrasi proses ekstraksi etanol secara simultan dalam proses kontiniu sehingga mengurangi inhibisi produk. Beberapa skema proses yang sering digunakan dalam produksi bioetanol dirangkum dalam Tabel 2.3. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.3. Skema Proses Terpadu dalam Produksi Bioetanol Skema Proses Terpadu Keterangan Separated hydrolysis and fermentation SHF Tahap hidrolisis selulosa dan fermentasi dipisah sehingga mengurangi interaksi antar tahap. Kelemahan: sering kali produk akhir hidrolisis menghambat kerja enzimnya dan membatasi kinerjanya. Simultaneous saccharification and fermentation SSF atau Hybird Hydrolysis and Fermentation HHF Tahap hidrolisis selulosa dan fermentasi digabung. Secara umum meningkatkan kinetika fermentasi dan ekonomi karena mengurangi akumulasi gula yang menginhibisi enzim dan adanya etanol mengurangi kontaminasi mikroba. Kelemahan: kondisi optimal enzim dan mikroba mungkin berbeda dan banyak gula dipakai untuk pertumbuhan ragi. Simultaneous saccharification and cofermentation SSCF Sama seperti SSF tetapi fermentasi pentose juga diintegrasikan ke dalam proses. Kelemahan: sama seperti SSF tapi lebih rumit lagi. Consolidated BioProcessing CBP atau Direct Microbial Conversion DMC Produksi selulase, hidrolisis substrat, dan fermentasi dilakukan dalam satu tahapan. Kelemahan CBPDMC: tidak ada mikroba alami yang mampu memproduksi selulase sekaligus memfermentasi hidrolisat harus menggunakan mikroba hasil rekayasa genetik dan proses terbentur oleh wujud alami suspensi yang berserat rheologi aliran. Joshi et al. 2011; Geddes et al. 2011; Neves et al. 2007

2.5.4. Strategi-strategi yang Diterapkan untuk Meningkatkan Tiap Proses

Selain pengembangan teknologi dan mikroorganisme dalam proses itu sendiri, beberapa strategi juga telah dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi tiap proses. Beberapa di antara strategi-strategi tersebut adalah detoksifikasi hidrolisat, penambahan additif, immobilisasi sel dan enzim, penambahan antibiotikagen antibakteri, penambahan enzim xilanase dan pektinase, penggunaan bakterijamur Universitas Sumatera Utara anaerob penghasil selulosom danatau strain flokulen Chandel et al. 2011b; Huang et al . 2011; Najafpour et al. 2004; Rakin et al. 2009; Maye, 2011. Berbagai cara detoksifikasi telah tersedia misalnya evaporasi vacuum, separasi membran, netralisasi, overliming, activated charcoal pretreatment, resin penukar ion, ekstraksi dengan etil asetat, aklimatisasi mikrobial, detoksifikasi mikrobial in-situ, dan detoksifikasi enzimatis. Dari cara-cara yang ada, detoksifikasi biologislah yang paling menguntungkan Chandel et al. 2011b. Detoksifikasi biologis dapat dilakukan dengan simultaneous detoxification and enzymatic production , simultaneous detoxification and fermentation, dan cara lainnya. Penggunaan aditif seperti Tween 20, Tween 80, polietilen glikol PEG, bovine serum albumin BSA, dapat mengurangi adsorpsi selulase ke lignin dan menjaga kestabilan enzim. Sebuah kelas protein non katalitik seperti ekspansin, protein mirip ekspansin, dan swollenins, diketahui dapat mengubah struktur selulosa walau penjelasan mengenai cara kerja protein ini masih sebatas spekulasi Huang et al . 2011. Aditif lain seperti ion Mg 2+ dapat meningkatkan toleransi ragi S. cerevisiae terhadap etanol melalui penurunan permeabilitas membran plasma Hu et al. 2003.

2.6. Produksi Bioetanol dari Eceng Gondok dan Perkembangannya

Penelitian mengenai pembuatan bioetanol dari eceng gondok dapat dilihat di Tabel 2.4. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa hampir semua penelitian berkutat pada optimisasi bagian proses ataupun pengembangan mikroba yang ada. Sementara Universitas Sumatera Utara berbagai studi telah dilakukan, hasil-hasil tersebut belum diterapkan di industri karena sebab-sebab seperti: yield etanol yang rendah; teknik pemrosesan yang kompleks dan lama; penggunaan bahan kimia, peralatan, ataupun alur proses yang mahal; dan teknik yang tidak ramah lingkungan. Dalam penelitian ini akan dicoba teknik pemrosesan yang berbeda yaitu fermentasi non-steril yang dilangsungkan bersamaan dengan hidrolisis hemiselulosa-selulosa, isomerisasi xilosa dan ekstraksi etanol serta sistem daur-ulang larutan fermentasi.

2.7. Komponen – Komponen dalam Produksi Bioetanol