Selulosa Komponen – Komponen dalam Produksi Bioetanol

berbagai studi telah dilakukan, hasil-hasil tersebut belum diterapkan di industri karena sebab-sebab seperti: yield etanol yang rendah; teknik pemrosesan yang kompleks dan lama; penggunaan bahan kimia, peralatan, ataupun alur proses yang mahal; dan teknik yang tidak ramah lingkungan. Dalam penelitian ini akan dicoba teknik pemrosesan yang berbeda yaitu fermentasi non-steril yang dilangsungkan bersamaan dengan hidrolisis hemiselulosa-selulosa, isomerisasi xilosa dan ekstraksi etanol serta sistem daur-ulang larutan fermentasi.

2.7. Komponen – Komponen dalam Produksi Bioetanol

2.7.1. Selulosa

Selulosa merupakan glukan paling penting yang tersusun oleh sakarida homopolimer selobiosa yang terdiri dari dua molekul -D-glukosa yang terikat dalam ikatan -1–4- glikosidik dan dapat berputar untuk membentuk ikatan intramolekul dan intermolekul Bobleter, 2005. Dalam banyak penelitian, eceng gondok dikeringkan untuk mempermudah penanganannya, tetapi selulosa mengalami modifikasi fisik berupa penciutan disebut juga hornifikasi yang dapat menghambat sakarifikasi saat didehidrasi Arantes dan Saddler, 2011; Zhu, 2011; Houghton et al. 2006. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.4. Berbagai Penelitian mengenai Bioetanol dari Eceng Gondok Judul Penelitian Metodologi Hasil Abdel-Fattah dan Abdel-Naby, 2012. Pretreatment and enzymic saccharification of water hyacinth cellulose - Praperlakuan: NaOH, alkalin H 2 O 2 , asam perasetat, NaClO 2 , kombinasi NaClO 2 dengan NaOH, alkalin H 2 O 2 , atau asam perasetat. - Hidrolisis: enzimatis dengan selulase - Variasi: metode praperlakuan, penambahan gula dan etanol, penambahan selobiase, dan waktu sakarifikasi hidrolisis Hasil terbaik dicapai dengan kombinasi praperlakuan NaClO 2 selama 1 jam dan asam perasetat selama 15 menit pada 100 o C. Penambahan 8 glukosa ataupun 8 etanol menginhibisi enzim. Sedangkan penambahan selobiase meningkatkan konversi selulosa. Ahn et al. 2012. Optimization of pretreatment and saccharification for the production of bioethanol from water hyacinth by Saccharomyces cerevisiae - Praperlakuan: dicuci, akar dibuang, dikeringkan, ditepungkan, kemudian diolah dalam larutan NaOH 1, 3, 5, 7, 10 wv pada suhu 60 o C 24 jam atau 100 o C 2 jam. Lalu didinginkan dan diolah dengan H 2 O 2 0,1; 0,5; 1; 2; 3; dan 6 vv selama 24 jam. - Hidrolisis: enzimatis dengan Cellulast 1.5 L and Viscozyme L dengan konsentrasi 1, 5, 10, 15, 20–25 vv dan rasio 1:9, 3:7, 5:5, 7:3, dan 9:1 selama 112 jam. - Mikroba fermentasi: Saccharomyces cerevisiae KCTC 7928 - Mode: SHF - Variasi: konsentrasi NaOH, suhu dan waktu praperlakuan dengan NaOH, konsentrasi H 2 O 2 , konsentrasi enzim, rasio enzim, konsentrasi eceng gondok mula-mula 2,5 dikonsentrasikan dengan faktor 2, 5, 7, 10 dan 15. Konversi glukosa 71,42 dicapai untuk NaOH 7 pada 100 o C dan H 2 O 2 2. Rasio enzim terbaik 5:5 dan konsentrasi 1. Konversi glukosa tertinggi untuk 25 gl eceng gondok adalah 74. Yield etanol tertinggi 0,35 gg biomassa. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.4. Berbagai Penelitian mengenai Bioetanol dari Eceng Gondok lanjutan Judul Penelitian Metodologi Hasil Eshtiaghi et al. 2012. Preliminary study for bioconversion of water hyacinth Eichhornia crassipes to bioethanol - Praperlakuan: dibersihkan, dipotong-potong dan dikeringkan. Selanjutnya: i. 10 g tepung dicampur ke 1, 3, 5, 7 dan 9 ww larutan asam sulfat sampai 100 ml dan diautoklaf pada 121 o C selama 15 menit ii. 10 g tepung dicampur ke 1, 2, 3, 4, dan 5 ww larutan NaOH sampai 100 ml dan dipanaskan pada 85 o C selama 1 jam iii. 2 g tepung dicampur ke 20 ml air dan dipanaskan pada 160 o C dan 200 o C selama 10 menit - Hidrolisis: enzimatis dengan Crystalzyme 200 XL, Cellulast 1.5 L FG, Alcalase 2.5 L DX, Validase ANC-L dan Xylanase rasio 1:1:1:1:1 dengan konsentrasi 0,8 ww pada 55 o C selama 12 jam - Mikroba fermentasi: Saccharomyces cerevisiae 0,2 g 50 ml sampel - Mode: SHF - Variasi: metode praperlakuan, konsentrasi asam, konsentrasi alkali, suhu pemanasan air, konsentrasi enzim 0,8 ww dan 4 ww dan lama fermentasi Konversi gula optimum mencapai 50,5 dengan praperlakuan asam dan enzim dengan konsentrasi 4. Yield etanol 1,5 vw mampu dicapai dalam 3 hari, lebih dari 3 hari hanya ada sedikit efek. Takagi et al. 2012. Efficient bioethanol production from water hyacinth Eichhornia crassipes by both preparation of the saccharified solution and selection of fermenting yeasts - Praperlakuan: dicuci, dikeringkan, ditepungkan, kemudian 3, 6 atau 9 g tepung dicampur ke 100 ml asam sulfat 3 vv dan diautoklaf pada 121 o C selama 1 jam. Hidrolisat kemudian dinetralkan dengan BaOH 2 sampai pH 4,5. - Hidrolisis: enzimatis dengan selulase GC220 0 – 1000 IU pada 50 o C selama 24 jam, diikuti evaporasi vakum pada 70 o C untuk pengentalan. - Mikroba fermentasi: masing – masing 0,1 g per 100 ml Saccharomyces cerevisiae NBRC10217 Saccharomyces cerevisiae sake yeast No.7 Saccharomyces cerevisiae brewers’ yeast BSRIYB23-3 Saccharomyces cerevisiae TY2 Pichia stipitis NBRC1689 - Mode: SHF - Variasi: loading eceng gondok, konsentrasi selulase, dan jenis mikroba fermentasi Kadar etanol setinggi 9,6 1,1 gl berhasil dicapai untuk larutan terkonsentrasi. Konsentrasi selulase optimum 400 IU. Loading eceng gondok di atas 3 g tidak memberi dampak positif. Jenis mikroba yang memberikan hasil maksimum adalah S. cerevisiae TY2 Universitas Sumatera Utara Tabel 2.4. Berbagai Penelitian mengenai Bioetanol dari Eceng Gondok lanjutan Judul Penelitian Metodologi Hasil Guragain et al . 2011. Comparison of some new pretreatment methods for second generation bioethanol production from wheat straw and water hyacinth - Praperlakuan: crude glycerol CG, ionic liquid IL, dan dilute acid pretreatment DAP - Hidrolisis: enzimatis dengan selulase dari T. reesei - Mikroba fermentasi: Saccharomyces cerevisiae - Mode: - - Variasi: metode praperlakuan dan jenis substrat eceng gondok dan wheat straw jerami CG dan DAP lebih baik dari IL. Harun et al. 2011 Effect of physical pretreatment on dilute acid hydrolysis of water hyacinth EICHHORNIA CRASSIPES - Praperlakuan: steaming 121 3 o C, 30 menit, boiling 100 3 o C, 30 menit, dan ultrasonication - Hidrolisis: asam sulfat 5 pada suhu 121 3 o C, 60 menit - Variasi: metode praperlakuan, besar daya ultrasonication, dan lama ultrasonication Produksi gula tertinggi 155,13 mg gulag massa kering diperoleh dari sampel yang dilumatkan. Kurniati et al . 2011. Modification of surface structure and crystallinity of water hyacinth Eichhornia crassipes following recombinant α-L- arabinofuranosidase abfa treatment - Praperlakuan: dipotong, dibersihkan, dikeringkan, dan ditepungkan. - Hidrolisis: enzimatis dengan α-L-arabinofuranosidase dengan rasio enzim intraselular dan ekstraselular 1:10, 1:8, 1:4, 1:2, 1:1 pada 70 o C selama 1, 2, 4, 8, 12, dan 24 jam. - Variasi: perbandingan enzim intraselular P dan enzim ekstraselular S analisa aktivitas, perbandingan enzim intraselular P dan enzim ekstraselular S konsentrasi gula pereduksi, lama hidrolisis Aktivitas enzim terbaik pada rasio P:S = 1:10 sampai 1:0. Rasio P:S = 1:2 menghasilkan konsentrasi gula pereduksi terbesar. Waktu hidrolisis terbaik 8 jam. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.4. Berbagai Penelitian mengenai Bioetanol dari Eceng Gondok lanjutan Judul Penelitian Metodologi Hasil Merina dan Trihadinigrum, 2011. Produksi bioetanol dari eceng gondok Eichhornia crassipes dengan Zymomonas mobilis dan Saccharomyces cerevisiae - Praperlakuan: dibersihkan, dikeringkan, dan ditepungkan. Selanjutnya: i. 25 g tepung dicampur ke 420 ml asam sulfat 2 vv disetir 7 jam diikuti netralisasi dan penambahan buffer ii. pemanasan 121 o C, 30 menit diikuti penambahan air dan buffer - Hidrolisis: likuifikasi A. niger dan pemanasan diikuti atau tanpa sakarifikasi S. cerevisiae dan pemanasan - Mikroba fermentasi: masing-masing Saccharomyces cerevisiae Zymomonas mobilis - Mode: SSF - Variasi: metode praperlakuan, seeding ratio likuifikasi 440 vv dan 840 vv, ada tidaknya sakarifikasi, dan jenis mikroba fermentasi. Kadar etanol tertinggi 0,27 dicapai dengan pemanasan, likuifikasi dengan seeding ratio 840 vv dan sakarifikasi diikuti fermentasi 3 hari oleh S. cerevisiae . Sari et al. 2011. The Kinetic of Biodegradation Lignin in Water Hyacinth Eichhornia Crassipes by Phanerochaete Chrysosporium using Solid State Fermentation SSF Method for Bioethanol Production, Indonesia. - Praperlakuan: dipotong, dikeringkan, ditepungkan, lalu 15 g tepung dicampur air dengan perbandingan 1:3 dan diautoklaf selama 20 menit pada 121 o C. - Delignifikasi: i. Dengan jamur akar putih Phanerochaete chrysosporium selama 8 minggu ii. Dengan gabungan Pleurotus osterotus dan Phanerochaete chrysosporium selama 8 minggu - Variasi: metode delignifikasi Delignifikasi sampai 67,23 berhasil dicapai pada minggu ke 8. Selulosa dan hemiselulosa terurai 11,01 dan 36,57. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.4. Berbagai Penelitian mengenai Bioetanol dari Eceng Gondok lanjutan Judul Penelitian Metodologi Hasil Satyanagalakshmi et al . 2011. Bioethanol production from acid pretreated water hyacinth by separate hydrolysis and fermentation. - Praperlakuan: dibersihkan, dikeringkan, digiling dengan knife mill, kemudian 10 g biomassa dicampur ke: i HCl 2 vv; ii H 2 SO 4 2 vv; iii asam asetat 30 vv; iv asam formiat 30 vv dan diautoklaf 121 o C, 1 jam diikuti netralisasi dengan NaOH, pencucian dan pengeringan. - Hidrolisis: enzimatis dengan selulase komersial Zytex - Mikroba fermentasi: Saccharomyces cerevisiae - Mode: SHF - Variasi: konsentrasi asam 1-7 wv, loading biomassa 5; 7,5; 10; 12,5; 15 dan 17,5 ww, jenis surfaktan Tween 80, Triton X-100, dan PEG, konsentrasi surfaktan 0,01; 0,02; 0,05; 0,1 dan 0,2, konsentrasi selulase 10, 30, 50, 70 FPUg biomassa, suhu 80 o , 100 o 121 o C, dan waktu inkubasi 15 – 90 menit Hasil terbaik 0,292 wv etanol untuk waktu inkubasi 24 jam, loading biomassa 12,5 ww, surfaktan Triton X-100 0,1, dan konsentrasi selulase 70 FPU. Kondisi praperlakuan optimum dicapai dengan 4 asam sulfat pada loading padatan 10 ww pada suhu 121 o C selama 75 menit. Tanti et al. 2011. Fermentasi Hidrolisat Eceng Gondok Menjadi Bioetanol Menggunakan Pichia stipitis. - Praperlakuan: pencucian, pengecilan ukuran, dan pengeringan pada 80 o C selama 24 jam, diikuti sterilisasi dengan autoklaf pada 121 o C selama 15 menit. - Hidrolisis: termal pada 175 o C dan tekanan 8 – 10 bar 10 g eceng gondok per 200 ml aquades - Mikroba fermentasi: Pichia stipitis NRRL Y-7124 - Mode: SHF - Variasi: suhu 25 dan 30 o C, dan laju pengadukan 75 dan 150 rpm Yield etanol tertinggi 58,356 gegs diperoleh pada variasi suhu 25 o C dan pengadukan 75 rpm. Ma et al. 2010. Combination of biological pretreatment with mild acid pretreatment for enzymatic hydrolysis and ethanol production from water hyacinth. - Praperlakuan: i. Dengan asam sulfat 0,25 saja ii. Dengan asam sulfat 0,25 dan jamur akar putih Echinodontium taxodii iii. Dengan asam sulfat 0,25 dan jamus akar coklat Antrodia sp. 5898 - Hidrolisis: enzimatis - Mikroba fermentasi: Saccharomyces cerevisiae - Mode: SHF - Variasi: metode praperlakuan, suhu praperlakuan dan lama praperlakuan Yield etanol tertinggi 0,192 gg massa kering dicapai untuk copraperlakuan asam sulfat dan E. taxodii selama 10 hari. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.4. Berbagai Penelitian mengenai Bioetanol dari Eceng Gondok lanjutan Judul Penelitian Metodologi Hasil Mukhopadhyah dan Chatterjee, 2010. Bioconversion of water hyacinths hydrolysate into ethanol - Praperlakuan: 0,1 N H 2 SO 4 dan 1 wv NaOH kemudian dicuci, dikeringkan dan digiling - Hidrolisis: enzimatis dengan selulase dari Trichoderma reesei ATCC 26921 dan - glukosidase dari Aspergillus phoenicis ATCC 52007 - Mikroba fermentasi: Saccharomyces cerevisiae MTCC 171 tahap 1 diikuti Pachysolen tannophilus MTCC 1077 tahap 2 - Mode: SHF, SSF, SBB, PH-SSF - Variasi: mode proses Yield etanol tertinggi 0,21 0,011 gg substrat dicapai dengan mode PH-SSF. Sornvoraweat dan Kongkiattikajorn, 2010. Separated Hydrolysis and Fermentation of Water Hyacinth Leaves for Ethanol Production - Praperlakuan: dibersihkan, dikeringkan, digiling, kemudian 1,5 g bubuk diautoklaf dalam 100 ml asam sulfat 0,1 M selama 10 – 90 menit, suhu 120 – 135 o C. - Hidrolisis: enzimatis dengan selulase, -amilase, xilanase, amiloglukosidasie, dan pektinase dalam 0,1 M Na 3 PO 4 , 48 jam, 50 o C. - Mikroba fermentasi: monokultur dan co-kultur Saccharomyces cerevisiae TISTR 5048 Saccharomyces cerevisiae KM 1195 Saccharomyces cerevisiae KM 7253 Candida tropicalis TISTR 5045 - Mode: SHF - Variasi: waktu praperlakuan, suhu praperlakuaan, dan jenis mikroba fermentasi Yield 0,27 gg biomassa dan utilisasi gula 0,51 dicapai pada suhu 30 0,2 o C dan pH 5,0 0,2 dengan ko- kultur S. cerevisiae TISTR 5048 dan C. tropicalis TISTR 5045. Kondisi optimum praperlakuan dicapai pada 135 o C dan 30 menit, dan sakarifikasi 24 jam pada 50 o C. Masami et al. 2008. Ethanol production from the water hyacinth Eichhornia crassipes by yeast isolated from various hydrospheres - Praperlakuan: dibersihkan, dikeringkan, lalu digiling - Hidrolisis: 3 g bubuk ditambah ke 50 ml asam sulfat encer 0,5 – 4 vv suhu 121 o C, waktu 0,5 – 1,5 jam kemudian dinetralkan dan disaring. - Mikroba fermentasi: Saccharomyces cerevisiae 484 dari Sungai Katsuragawa Saccharomyces cerevisiae K7 dan 11 strain lain - Mode: SHF - Variasi: konsentrasi asam sulfat, waktu hidrolisis Hasil terbaik 1,77 0,4 gl etanol diperoleh untuk hidrolisis dengan asam sulfat encer 1 vv suhu 121 o C dan waktu 1 jam. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.4. Berbagai Penelitian mengenai Bioetanol dari Eceng Gondok lanjutan Judul Penelitian Metodologi Hasil Mishima et al. 2008. Ethanol production from candidate energy crops: Water hyacinth Eichhornia crassipes and water lettuce Pistia stratiotes L. - Praperlakuan: - - Hidrolisis: - - Mikroba fermentasi: masing-masing Saccharomyces cerevisiae NBRC 2346 Escherichia coli KO11 strain rekombinan - Mode: SHF, SSF - Variasi: Jenis biomassa eceng gondok dan water lettuce, jenis mikroba fermentasi, dan mode proses. Hasil terbaik 16,9 gl etanol dicapai untuk substrat eceng gondok dengan proses SSF menggunakan E. coli KO11. Isarankura-Na- Ayudhya et al. 2007. Appropriate Technology for the Bioconversion of Water Hyacinth Eichhornia crassipes to Liquid Ethanol: Future Prospects for Community Strengthening and Sustainable Development - Praperlakuan: dibersihkan, dipotong-potong, dihancurkan, lalu dikeringkan - Hidrolisis: 100 g tepung eceng gondok dicampur dengan 1 atau 10 H 2 SO 4 sampai 1000 ml, lalu diautoklaf pada 121 o C selama 15 menit. Kemudian didinginkan, disaring, dipanaskan ke 60 o C, ditambah NaOH dan CaOH 2 sampai pH 10, ditambah 10 g neopepton, pH disesuaikan ke 5,6, lalu ditambah air sampai 1000 ml. - Mikroba fermentasi: Candida shehatae TISTR 5843 - Mode: SHF - Variasi: jenis substart sabouraud dextrose broth, sabouraud xylose broth, hidrolisat eceng gondok, dan konsentrasi asam sulfat Yield etanol tertinggi 0,19 gg atau 1,01 gl pada konsentrasi asam sulfat 10. Jurnal asal tidak berhasil diperoleh; Jenis penelitian hanya sampai tahap hidrolisis saja Universitas Sumatera Utara Walaupun kebanyakan polisakarida larut dalam air, selulosa tidak larut dalam air karena ikatan hidrogen intra dan intermolekuler Kajiwara dan Miyamoto, 2005. Alomorf selulosa ada 4: selulosa I, selulosa II, selulosa III, dan selulosa IV. Dari alomorf ini, selulosa I lah yang paling banyak ditemukan di alam. Selulosa I sendiri tersusun oleh kombinasi fasa triklinik I  dan fasa monoklinik I  Perez dan Mazeau, 2005. Polimerasi dan kristalinitas selulosa bervariasi dan mempengaruhi sifat hidrolitiknya Lihat Gambar 2.6 dan 2.7. Gambar 2.6. Kiri: Unit Penyusun Selulosa, Selobiosa; Kanan: Fasa Selulosa Monoklinik I  dan Triklinik I  Perez dan Mazeau, 2005 Universitas Sumatera Utara Supermolecular Architecture Gambar 2.7. Ringkasan Informasi Struktural Selulosa Kondo, 2005

2.7.2. Hemiselulosa