78
Kemampuan menulis crepen dinilai dengan delapan kriteria, yaitu: 1 kesesuaian cerita dengan tema; 2 Pengembangan konflik; 3akta cerita yang
meliputi tokoh, alur, latar; 4 pemilihan judul; 5 kepaduan unsur-unsur cerita; 6 penggunaan gaya bahasa; 7 penggunaan pilihan kata; 8 penulisan huruf,
kata, dan tanda baca. Berdasarkan hasil penelitian, 57 siswa yang nilainya berada pada
kategori sedang dan 14 siswa yang nilainya berada pada kategori tinggi telah memenuhi kriteria tersebut. Siswa sudah dapat membuat cerpen yang
mengedepankan tokoh, alur, dan latar. Hanya saja siswa belum banyak mencapai indikator maksimal. Misalnya pada kriteria konflik, siswa sudah mempunyai
konflik dalam tulisannya namun belum mampu membuat pembaca terkesan. Sudut pandang yang digunakan juga masih kurang bervariasi, masih banyak siswa
yang menggunakan sudut pandang orang pertama pelaku utama. Kekurangan siswa yang lainnya adalah penggunaan gaya bahasa dan pemilihan kata yang
masih kaku sehingga cerita terkesan kurang hidup. Jumlah siswa yang mendapatkan skor cukup baik adalah 48 + 193 = 241
atau setara 71 dari sampel penelitian. Sampel sekolah hanya tiga, yaitu SMA N 3 Boyolali, SMA N 1 Nogosari, dan SMA N 1 Kemusu. Dari ketiga sekolah,
jumlah sampel yang diambil sebanyak 340 siswa. Ketiga sekolah ini adalah sekolah yang mewakili kategorinya, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Dengan
demikian, wajar apabila terdapat 71 siswa yang mendapat skor cukup baik
79
dalam menulis cerpen. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat kepandaian siswa yang menjadi sampel penelitian.
4. Hubungan antara Kebiasaan Membaca Cerita dengan Kemampuan
Menulis Cerpen Siswa
Berdasarkan pembahasan pada setiap variabel di atas, dapat diketahui bahwa kebiasaan membaca siswa berada pada kategori sedang. Hal tersebut
berkaitan dengan kerangka berpikir yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa seseorang yang mempunyai kebiasaan membaca cerita yang tinggi maka
akan memiliki kemampuan menulis yang tinggi, begitu pula sebaliknya. Hasil pengujian hipotesis menemukan bahwa kebiasaan membaca cerita
mempunyai hubungan dengan kemampuan menulis cerpen. Nilai t
hitung
t
tabel
11,391 1.967 dan p value lebih kecil dari taraf signifikansinya yaitu 0 5. Hal ini menunjukkan hubungan yang parsial antara dua variabel. Besarnya
koefisien determinasi R
2
untuk variabel Kebiasaan membaca cerita sebesar 0,289 yang artinya adalah variabel kebiasaan membaca cerita memberikan
kontribusi sebesar 28,9 terhadap kemampuan menulis cerpen. Dengan demikian, semakin tinggi kebiasaan membaca cerita maka semakin tinggi pula
kemampuan menulis cerpen siswa. Adanya pengaruh kebiasaan membaca cerita secara parsial dengan
kemampuan menulis cerpen sesuai dengan kajian pustaka yang dikemukakan oleh Mappiare melalui Djaali, 2007: 128, bahwa kebiasaan adalah cara bertindak
yang diperoleh dari kegiatan belajar secara berulang-ulang yang pada akhirnya
80
menjadi menetap dan bersifat otomatis. Kebiasaan yang telah terbentuk tidak memerlukan konsentrasi dan perhatian dalam melakukannya. Kebiasaan dapat
berjalan terus meskipun individu memikirkan atau memperhatikan hal lain. Hal tersebut juga berlaku pada kebiasaan membaca cerita. Kebiasaan membaca cerita
akan terbentuk apabila seorang individu mempunyai minat membaca yang tinggi sehingga sikap untuk selalu membaca dapat tumbuh dan dilakukan tanpa adanya
paksaan. Seseorang dikatakan mempunyai kebiasaan membaca apabila ia mempunyai perhatian terhadap cerita, mempunyai waktu khusus untuk membaca,
mengikuti jalan cerita dengan serius, mempunyai tujuan serta manfaat saat membaca cerita.
Cerita merupakan karangan yang berisi tentang bagaimana sebuah peristiwa terjadi, menyatukan berbagai unsur seperti tema, tokoh, latar, alur, dan
sebagainya. Cerita sendiri mempunyai berbagai macam jenis, seperti cerita pendek, cerita bersambung, cerita berbingkai, cerita rakyat, dan lain-lain. Cerpen
merupakan salah satu bagian dari cerita tersebut. Dengan demikian, kebiasaan membaca cerita mempunyai hubungan dengan kemampuan menulis cerpen siswa.
Kebiasaan membaca cerita dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen. Dengan terbiasa membaca cerita, individu akan
memiliki wawasan dan pengetahuan luas tentang berbagai macam cerita dan dapat digunakan sebagai referensi ketika menulis cerita.
Hasil pengujian hipotesis pada penelitian ini menyatakan bahwa kebiasaan membaca cerita berpengaruh terhadap kemampuan menulis cerpen. Hal ini bisa