Analisis Data Keterbatasan Penelitian

Tipe batu yang dihasilkan oleh PT. Indonesia Putra Pratama adalah sebagai berikut: Tabel 5.1 Tipe Batu Hasil Produksi PT. Indonesia Putra Pratama Tipe Batu Ukuran Batu Abu batu 0 -5 mm Screening 1.1 6 -12 mm Split 1.2 13 – 23 mm Split 2.3 24 – 31 mm Split 3.5 32 – 50 mm Split 5.7 51 – 70 mm Base Coarse AB tergantung permintaan Bolder stone 100 mm Sirdam Ex crusher Setelah proses pemecahan selesai, batu split dikirim kepada pelanggan tanpa proses pengemasan dengan menggunakan kapal tongkang. Bagan 5.1 Proses Pengolahan Batu Split di PT. Indonesia Putra Pratama Adapun proses yang banyak menghasilkan debu adalah proses pemecahan batu, baik pemecahan primer dan sekunder. Debu yang dihasilkan dari proses pengolahan ini merupakan debu yang melayang di udara suspended particulate matter. Hal ini terjadi karena adanya proses pengolahan yang menjadikan batu menjadi abu batu dengan ukuran 0-5 mm. Debu yang dihasilkan dari proses pengolahan tentu berbahaya bagi pekerja. Oleh karena itu, PT. Indonesia Putra Pratama melakukan pengendalian berupa wet dust suppression systems dengan Proses Pengolahan Keterangan Material dasar adalah batu andesit boldes Batu dipecah menggunakan jaw crusher Batu dipecah lagi menjadi ukuran lebih kecil menggunakan jaw crusher Batu disortir menggunakan mesin pengayak Batu split dengan berbagai ukuran Pengiriman batu split ke pelanggan Material awal Pemecahan primer Pemecahan sekunder Penyortiran Hasil batu Pengiriman kategori plain water sprays yaitu dengan menggunakan air untuk membasahi bahan yang dapat menghasilkan debu sehingga bahan tersebut cenderung tidak menghasilkan debu. Batu pada proses pemecahan dibasahi menggunakan air untuk meminimalisir debu yang dihasilkan. Penyiraman ini dilakukan pada proses pemecahan batu, baik pemecahan primer dan sekunder, yang berlangsung selama proses pemecahan berjalan. Berdasarkan penuturan pekerja dilapangan, penyiraman yang dilakukan cukup efektif untuk meminimaliris debu yang ada dibandingkan ketika tidak dilakukan penyiraman. Hal ini dikaitkan dengan berkurangnya keluhan batuk dan sesak napas yang dialami pekerja saat dilakukannya penyiraman dibandingkan dengan tidak dilakukannya penyiraman. Gambar 5.1 Penyiraman Pada Proses Pemecahan Batu Namun, dari hasil pengamatan diketahui bahwa penyiraman yang dilakukan belum optimal dikarenakan tidak adanya nozzle pada ujung selang yang digunakan untuk penyiraman. Nozzle sangat penting pada sistem penyiraman. Nozzle yang biasa digunakan pada wet dust suppression systems adalah flat-spray nozzles karena dapat menghasilkan butiran air lebih besar sehingga penyiraman lebih optimal. Oleh karena itu, perusahaan disarankan untuk menggunakan nozzle pada ujung selang yang digunakan untuk melakukan penyiraman sehingga penyiraman lebih optimal dan dapat lebih meminimalisir debu yang dihasilkan. Gambar 5.2 Gambar 5.3 flat-spray nozzles wet dust suppression systems Sumber: www.osha.gov Sumber: www.osha.gov

5.2 Analisis Univariat

5.2.1 Gambaran Kapasitas Vital Paru KVP Pada Pekerja Pengolahan

Batu Split PT. Indonesia Putra Pratama Cilegon Tahun 2015 Kapasitas vital paru pada pekerja dalam penelitian ini diketahui melalui hasil pengukuran spirometri dari Laboratorium Biomed Cilegon. Berikut ini adalah gambaran pengukuran kapasitas vital paru pekerja PT. Indonesia Putra Pratama: Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Kapasitas Vital Paru Pekerja Pengolahan Batu Split PT. Indonesia Putra Pratama Cilegon Tahun 2015 Kapasitas Vital Paru Jumlah Presentase Tidak normal 5 20,8 Normal 19 79,2 Total 24 100 Berdasarkan tabel 5.2 diperoleh hasil distribusi kapasitas vital paru dari 24 pekerja pengolahan batu split yang memiliki KVP tidak normal sebanyak 5 pekerja 20,8.

5.2.2 Gambaran Kadar Debu PM

1,0 Pada Proses Pengolahan Batu Split PT. Indonesia Putra Pratama Cilegon Tahun 2015 Kadar debu PM 1,0 diperoleh dari pengukuran yang dilakukan di area pengolahan batu split. Area pengolahan terdiri dari tiga tempat, yaitu plant 1, plant 2 dan plant 3. Pengukuran kadar debu PM 1,0 dilakukan selama 45 menit dengan menggunakan interval waktu, yaitu siang 10.00-14.00, sore 14.00- 18.00 dan malam 18.00-22.00. Berikut ini adalah gambaran kadar debu PM 1,0 pada proses pengolahan batu split PT. Indonesia Putra Pratama: Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Kadar Debu PM 1,0 Pada Proses Pengolahan Batu Split PT. Indonesia Putra Pratama Cilegon Thaun 2015 Kadar Debu PM 1,0 Jumlah Presentase Tidak memenuhi syarat NAB 2 mgm 3 17 70,8 Memenuhi syarat NAB ≤ 2 mgm 3 7 29,2 24 100 Tabel 5.3 menunjukkan bahwa 17 pekerja 70,8 dari 24 pekerja pengolahan batu split berada pada lingkungan kerja dengan kadar debu yang tidak memenuhi NAB.

5.2.3 Gambaran Kadar Debu PM

2,5 Pada Proses Pengolahan Batu Split PT. Indonesia Putra Pratama Cilegon Tahun 2015 Kadar debu PM 2,5 diperoleh dari pengukuran yang dilakukan di area pengolahan batu split. Area pengolahan terdiri dari tiga tempat, yaitu plant 1, plant 2 dan plant 3. Pengukuran kadar debu PM 1,0 dilakukan selama 45 menit dengan menggunakan interval waktu, yaitu siang 10.00-14.00, sore 14.00- 18.00 dan malam 18.00-22.00. Berikut ini adalah gambaran kadar debu PM 2,5 pada proses pengolahan batu split PT. Indonesia Putra Pratama: Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Kadar Debu PM 2,5 Pada Proses Pengolahan Batu Split PT. Indonesia Putra Pratama Cilegon Thaun 2015 Area pengolahan Kadar debu PM 2,5 mgm 3 Jumlah Pekerja Persentase Plant 1 2,76 9 37,5 Plant 2 2,67 7 29,2 Plant 3 2,16 8 33,3 Tabel 5.4 menunjukkan bahwa kadar debu PM 2,5 yang ada di plant 1, 2 dan 3 sudah melebihi syarat NAB sehingga berisiko untuk menurunkan kapasitas vital paru. Kadar debu PM 2,5 yang paling tinggi berada pada plant 1 dan pekerja yang terpapar debu paling banyak juga berada pada plant 1. Pengukuran kadar debu PM 2,5 menunjukkan hasil yang homogen sehingga variabel kelembaban udara tidak dapat di analisis lebih lanjut.

5.2.4 Gambaran Suhu Udara Pada Proses Pengolahan Batu Split PT.

Indonesia Putra Pratama Cilegon Tahun 2015 Suhu udara diperoleh dari pengukuran yang dilakukan di area pengolahan batu split dengan menggunakan alat thermohygrometer. Berikut ini adalah gambaran suhu udara pada proses pengolahan batu split PT. Indonesia Putra Pratama: Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Suhu Udara Pada Proses Pengolahan Batu Split PT. Indonesia Putra Pratama Cilegon Thaun 2015 Area pengolahan Suhu Udara o C Jumlah Pekerja Persentase Plant 1 36,3 9 37,5 Plant 2 34,3 7 29,2 Plant 3 34,7 8 33,3 Tabel 5.5 menunjukkan bahwa suhu udara di plant 1, 2 dan 3 sudah melebihi syarat kesehatan yang ditentukan sehingga berisiko menurunkan kapasitas vital paru. suhu udara paling tinggi berada pada plant 1 dan pekerja paling banyak terpapar suhu tinggi juga berada di plant 1. Pengukuran suhu udara menunjukkan hasil yang homogen sehingga variabel kelembaban udara tidak dapat di analisis lebih lanjut.

5.2.5 Gambaran Kelembaban Udara Pada Proses Pengolahan Batu Split

PT. Indonesia Putra Pratama Cilegon Tahun 2015 Kelembaban udara diperoleh dari pengukuran yang dilakukan di area pengolahan batu split dengan menggunakan alat thermohygrometer. Berikut ini adalah gambaran kelembaban udara pada proses pengolahan batu split PT. Indonesia Putra Pratama: Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Kelembaban Udara Pada Proses Pengolahan Batu Split PT. Indonesia Putra Pratama Cilegon Thaun 2015 Area pengolahan Kelembaban Udara Jumlah Pekerja Persentase Plant 1 57 9 37,5 Plant 2 55 7 29,2 Plant 3 60 8 33,3 Tabel 5.6 menunjukkan bahwa kelembaban udara pada plant 1, 2 dan 3 relatif rendah sehingga tidak berisiko untuk menurunkan kapasitas vital paru. Pengukuran kelembaban udara menunjukkan hasil yang homogen sehingga variabel kelembaban udara tidak dapat di analisis lebih lanjut.

5.2.6 Gambaran Masa Kerja Pada Pekerja Pengolahan Batu Split PT.

Indonesia Putra Pratama Cilegon Tahun 2015 Masa kerja pada pekerja pengolahan batu split PT. Indonesia Putra Pratama Cilegon tahun 2015 dikategorikan menjadi lebih dari 5 tahun dan kurang dari 5 tahun. Berikut ini adalah gambaran masa kerja pada pekerja pekerja pengolahan batu split PT. Indonesia Putra Pratama Cilegon tahun 2015: Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Masa Kerja Pekerja Pengolahan Batu Split PT. Indonesia Putra Pratama Cilegon Tahun 2015 Masa Kerja Jumlah Presentase 5 tahun 7 29,2 ≤ 5 tahun 17 70,8 Total 24 100 Tabel 5.7 menunjukkan 7 pekerja 29,2 memiliki masa kerja lebih dari 5 tahun.

5.2.7 Gambaran Lama Paparan Pada Pekerja Pengolahan Batu Split PT.

Indonesia Putra Pratama Cilegon Tahun 2015 Lama paparan pada pekerja pengolahan batu split PT. Indonesia Putra Pratama Cilegon tahun 2015 dikategorikan menjadi kurang dari 8 jam dan lebih dari 8 jam. Berikut ini adalah gambaran lama paparan pada pekerja pekerja pengolahan batu split PT. Indonesia Putra Pratama Cilegon tahun 2015: Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Lama Paparan Pada Pekerja Pengolahan Batu Split PT. Indonesia Putra Pratama Cilegon Tahun 2015 Lama Paparan n Persentase 8 jam 21 87,5 ≤ 8 jam 3 12,5 Total 24 100 Tabel 5.8 menunjukkan, 21 pekerja 87,5 dari 24 pekerja pengolahan batu split terpapar lebih dari 8 jam.

5.2.8 Gambaran Penggunaan Masker Pada Pekerja Pengolahan Batu Split

PT. Indonesia Putra Pratama Cilegon Tahun 2015 Penggunaan masker pada pekerja pengolahan batu split PT. Indonesia Putra Pratama Cilegon tahun 2015 dikategorikan menjadi menggunakan dan tidak menggunakan. Berikut adalah gambaran penggunaan masker pada pekerja pengolahan batu split PT. Indonesia Putra Pratama Cilegon tahun 2015: Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Penggunaan Masker Pada Pekerja Pengolahan Batu Split PT. Indonesia Putra Pratama Cilegon Tahun 2015 Penggunaan Masker n Persentase Tidak Menggunakan 11 45,8 Menggunakan 13 54,2 Total 24 100 Tabel 5.9 menunjukkan 11 pekerja 45,8 dari 24 pekerja pengolahan batu split tidak menggunakan masker.

5.3 Analisis Bivariat

5.3.1 Hubungan Kadar Debu PM

1,0 Dan KVP Pada Pekerja Pengolahan Batu Split PT. Indonesia Putra Pratama Cilegon Tahun 2015 Untuk mengetahui hubungan antara kadar debu PM 1,0 di area pengolahan batu split dengan KVP dilakukan analisis uji statistik chi square dengan hasil sebagai berikut: Tabel 5.10 Hubungan Kadar Debu PM 1,0 dan KVP Pada Pekerja Pengolahan Batu Split PT. Indonesia Putra Pratama Cilegon Tahun 2015 Kadar Debu PM 1,0 KVP Total Pvalue Tidak Normal Normal n n N Tidak memenuhi syarat NAB 2 mgm 3 3 17,6 14 82,4 17 100 0,61 Memenuhi syarat NAB ≤ 2 mgm 3 2 28,6 5 71,4 7 100 Total 5 20,8 19 79,2 24 100 Tabel 5.10 menunjukkan bahwa 3 pekerja 17,6 yang terpapar debu melebihi NAB memiliki KVP tidak normal. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai p sebesar 0,61 yaitu lebih dari 0,05 sehingga dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kadar debu PM 1,0 dengan KVP.

5.3.2 Hubungan Masa Kerja Dan KVP Pada Pekerja Pengolahan Batu

Split PT. Indonesia Putra Pratama Cilegon Tahun 2015 Untuk mengetahui hubungan antara masa kerja dengan KVP dilakukan analisis menggunakan uji chi square dengan hasil sebagai berikut: Tabel 5.11 Hubungan Masa Kerja dan KVP Pada Pekerja Pengolahan Batu Split PT. Indonesia Putra Pratama Cilegon Tahun 2015 Masa Kerja KVP Total Pvalue Tidak Normal Normal n n N 5 tahun 3 42,9 4 57,1 7 100 0,13 ≤ 5 tahun 2 11,8 15 88,2 17 100 Total 5 20,8 19 79,2 24 100 Tabel 5.11 menunjukkan bahwa 3 pekerja 42,9 yang memiliki masa kerja lebih dari 5 tahun memiliki KVP tidak normal. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai p sebesar 0,13 yaitu lebih dari 0,05 sehingga tidak ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan KVP.

5.3.3 Hubungan Lama Paparan dan KVP Pada Pekerja Pengolahan Batu

Split PT. Indonesia Putra Pratama Cilegon Tahun 2015 Untuk mengetahui hubungan antara lama paparan dengan KVP dilakukan analisis menggunakan uji chi square dengan hasil sebagai berikut: Tabel 5.12 Hubungan Lama Paparan dan KVP Pada Pekerja Pengolahan Batu Split PT. Indonesia Putra Pratama Cilegon Tahun 2015 Lama Paparan KVP Total Pvalue Tidak Normal Normal n n N 8 jam 5 23,8 16 76,2 21 100 1 ≤ 8 jam 3 100 3 100 Total 5 20,8 19 79,2 24 100 Tabel 5.14 menunjukkan sebanyak 5 pekerja 23,8 dari 24 pekerja terpapar lebih dari 8 jam dan memiliki KVP tidak normal. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai p sebesar 1 yaitu lebih dari 0,05 sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara lama paparan dengan KVP.

5.3.4 Hubungan Penggunaan Masker dan KVP pada pekerja Pengolahan

Batu Split PT. Indonesia Putra Pratama Cilegon Tahun 2015 Hubungan antara penggunaan masker dengan KVP diketahui dengan melakukan analisis uji statistik chi square. Berikut ini adalah hasil analisis statistik yang telah dilakukan: Tabel 5.13 Hubungan Penggunaan Masker dan KVP pada pekerja Pengolahan Batu Split PT. Indonesia Putra Pratama Cilegon Tahun 2015 Penggunaan Masker KVP Total Pvalue OR 95 CI Tidak Normal Normal n N n Tidak Menggunakan 5 45,5 6 54,5 11 100 0,01 22,85 1,09- 478,83 Menggunakan 13 100 13 100 Total 5 20,8 19 79,2 24 100 Berdasarkan tabel 5.15, sebanyak 5 pekerja 45,5 tidak menggunakan masker dan memiliki KVP tidak normal. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai p sebesar 0,01 yaitu kurang dari 0,05. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara penggunaan masker dengan KVP. Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR=22,85, artinya pekerja yang tidak menggunakan masker berisiko 22,85 kali memiliki KVP tidak normal dibandingkan pekerja yang menggunakan masker. 95 CI yang didapatkan sebesar 1,09-478,83. Rentang 95 CI yang lebar terjadi dikarenakan jumlah sampel pada penelitian sedikit. 68 BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti memiliki beberapa keterbatasan yaitu: 1. Pengukuran kondisi lingkungan kadar debu, suhu, dan kelembaban tidak dilakukan pada pagi hari. Hal ini terkait dengan jam kerja pada perusahaan yang tidak memungkinkan peneliti untuk melakukan pengukuran di pagi hari. 2. Terjadinya hujan saat pengukuran kadar debu sehingga mempengaruhi kadar debu yang diukur. Hujan cenderung melarutkan bahan polutan yang terdapat dalam udara sehingga dapat membersihkan atmosfer karena polutan mengendap lebih cepat. 3. Peneliti tidak meneliti kesesuaian jenis masker yang digunakan oleh pekerja saat berada dilingkungan kerja sehingga keefektifan penggunaan masker tidak dapat diteliti lebih lanjut.

6.2 Kapasitas Vital Paru

Paru-paru mempunyai fungsi untuk melakukan pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida. Oksigen yang bersenyawa dengan karbon dan hidrogen dari jaringan, memungkinkan setiap sel melangsungkan proses metabolisme dan hasil proses yang berupa karbon dioksida dapat dikeluarkan dari dalam tubuh Pearce, 2008. Kapasitas vital paru adalah total jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan dengan kuat setelah inspirasi maksimum. Kapasitas vital paru didapatkan dari penambahan tidal volume TV, volume cadangan inspirasi VCI dan volume cadangan ekspirasi Tarwoto, 2009. Pengukuran KVP dapat memberikan informasi yang berguna mengenai kekuatan otot-otot pernapasan dan aspek fungsi paru lainnya. Besarnya penyimpangan atau penurunan nilai yang di dapat dari pemeriksaan dapat menentukan paru seseorang dalam keadaan normal atau tidak PDPI, 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 24 orang pekerja pengolahan batu split PT. Indonesia Putra Pratama terdapat 20,8 pekerja memiliki KVP tidak normal dan sebanyak 79,2 pekerja memiliki KVP normal. Standar yang digunakan untuk menentukan tidak normalnya KVP ditentukan dari adanya restriksi, obstruksi atau campuran restriksi dan obstruksi pada paru. Hal ini sejalan dengan penelitian Agustanti 2003 yang menunjukkan bahwa kapasitas fungsi paru normal 72,42 lebih banyak dibandingkan kapasitas fungsi paru tidak normal 27,59 pada pekerja industri peleburan timah hitam di lingkungan industri kecil di Bugangan Baru Semarang. Selain itu, hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Aryuni dan Russeng 2014 yang menjelaskan bahwa pekerja di bagian Cement Mill PT.Semen Bosowa Maros memiliki kapasitas paru normal yaitu 63,6 lebih besar dibandingkan pekerja dengan kapasitas paru tidak normal sebanyak 36,4. Hasil pengukuran yang didapatkan tidak bisa mendiagnosis penyakit yang berhubungan dengan paru, namun hasil tersebut dapat menjadi acuan untuk menjaga kesehatan terkait KVP. Hasil yang diperoleh dapat menjadi saran bagi pekerja untuk mulai menjaga kesehatan diri. Pada penelitian ini penurunan KVP dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor. Faktor-faktor yang terkait dengan penurunan KVP antara lain kadar debu PM 1,0 dan PM 2,5 , suhu udara, kelembaban udara, masa kerja, lama paparan dan penggunaan masker dengan penjelasan dibawah ini. Hasil pengukuran kadar debu PM 2,5 , suhu udara dan kelembaban udara pada plant 1, 2 dan 3 hampir sama. Kadar debu PM 2,5 dan suhu udara memiliki nilai tertinggi pada plant 1 dan kelembaban udara tertinggi berada di plant 3. Diketahui juga faktor yang berisiko menurunkan KVP yaitu kadar debu PM 1,0 dengan hasil sebanyak 17 pekerja 70,8 terpapar debu dengan NAB yang tidak memenuhi syarat. Faktor lainnya adalah banyaknya pekerja yang memiliki paparan lebih dari 8 jam dan berdasarkan hasil observasi, masih adanya pekerja yang tidak menggunakan masker saat berada di lingkungna kerja. Berdasarkan hasil pengukuran, dapat diketahui bahwa plant 1 memiliki kadar debu paling tinggi dibandingkan plant lainnya. Hal ini dapat disebabkan karena plant 1 memiliki suhu udara paling tinggi sebesar 36,3 o C dibandingkan suhu udara pada plant lainnya sehingga memepengaruhi kadar debu yang ada. Simaela 2000 menjelaskan bahwa semakin tinggi suhu udara, maka potensi debu untuk berada di udara semakin besar pula. Jenis debu yang ada di lokasi pengolahan batu split adalah SPM Suspended Partikulate Matter atau partikel debu yang melayang dan tetap berada di udara sehingga dengan tingginya suhu udara maka akan berbanding lurus dengan tinggi kadar debu di udara. Tidak adanya pohon di plant 1 juga menjadi penyebab tingginya kadar debu di plant tsb dibandingkan dengan plant 2 dan plant 3 karena masih terdapat pohon di sekitar plantnya. Konsentrasi debu dalam suatu lingkungan tergantung pada jumlah pohon. Semakin banyak pohon, maka semakin rendah konsentrasinya. Hal ini disebabkan karena debu terserap dan terjerap secara intensif oleh jumlah pohon yang banyak. Konsentrasi debu di bawah tajuk pohon lebih rendah daripada konsentrasi debu di luar tajuk pohon pada lingkungan yang jumlah pohonnya banyak. Sebaliknya konsentrasi debu tertinggi pada lingkungan dengan sedikit pohon terdapat di tempat pohon tersebut berada Nurjazuli, 2010. Kecepatan angin juga dapat menjadi penyebab tingginya kadar debu. Pada plant 1, kecepatan angin cukup kencang dibandingkan dua plant lainnya. Hal ini dapat menjadikan debu-debu yang bersifat SPM Suspended Partikulate Matter atau partikel debu melayang yang ada di lokasi pengolahan batu split akan tetap berada di udara dalam waktu yang relatif lama. Gambaran suhu udara pada plant selama proses pengolahan batu split cenderung memiliki suhu yang tinggi. Suhu tinggi dapat terjadi karena penelitian berada pada musim peralihan antara musim kemarau dan musim hujan sehingga suhu udara masih cenderung tinggi. Dari hasil pengukuran suhu udara, diketahui terdapat perbedaan suhu di tiap plant. Menurut Ahrens 2008 variasi suhu udara dipengaruhi oleh ketinggian suatu tempat. Pada plant 2 dan plant 3 memiliki suhu udara yang lebih rendah dibandingkan plant 1. Hal ini dikarenakan lokasi pengolahan plant 1 lebih rendah dibandingkan dua plant lainnya sehingga memengaruhi suhu udara walaupun perbedaannya relatif kecil. Selain perbedaan ketinggian, pohon juga dapat memengaruhi suhu udara. Diketahui bahwa suhu udara plant 1 lebih tinggi dibandingkan plant lainnya. Tidak adanya pohon di sekitar plant 1 dapat menjadi penyebab tingginya suhu udara di plant tsb. Menurut NCSU, pohon dapat mengurangi suhu udara dengan menghalangi sinar matahari. Pendinginan lebih lanjut terjadi ketika air menguap dari permukaan daun dengan cara konversi air menjadi uap melalui proses kimia