Latar Belakang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kapasitas Vital Paru Pekerja Pengolahan Batu Split PT. Indonesia Putra Pratama Cilegon Tahun 2015
meningkatkan kadar debu sehingga menurunkan kualitas udara di lingkungan kerja dan dapat berdampak terhadap kesehatan paru pekerja.
Debu termasuk ke dalam substansi yang bersifat toksik racun. Menurut WHO 1993, debu menyebabkan refleks batuk atau spasme laring penghentian
bernapas. Apabila debu menembus ke dalam paru, dapat mengakibatkan bronkitis toksis, edema paru atau pneumonitis. Hasil penelitian secara medis
menunjukkan bahwa partikel debu yang berukuran 0,1 – 5 µm dapat tetap berada
dalam alveolis sebagai debu respirabel, sedangkan partikel yang berukuran lebih besar akan tertahan membran mukosa dari hidung, tenggorokan, trakhea, dan
bronkus yang selanjutnya akan dikeluarkan melalui mekanisme kerja jantung Riyadina, 1996.
Dampak paparan debu yang terus menerus mengakibatkan penumpukan debu yang tinggi di paru yang menyebabkan kelainan dan kerusakan seperti
penurunan kapasitas paru yang disebut obstruksi dan pneumoconiosis. Salah satu bentuk kelainan paru yang bersifat menetap adalah berkurangnya elastisitas paru
yang ditandai dengan penurunan pada kapasitas vital paru. Partikel debu dapat menimbulkan penurunan kapasitas vital paru, sehingga akan mengurangi
penggunaan optimal alat pernapasan untuk mengambil oksigen pada proses respirasi Sukarman, 1978.
Di Indonesia, angka sakit mencapai 70 dari pekerja yang sering terpapar debu. Sebagian besar penyakit paru akibat kerja mempunyai akibat
serius yaitu terjadinya penurunan kapasitas paru, dengan gejala utama yaitu sesak napas Hesti, 2012. Hasil pemeriksaan kapasitas paru yang dilakukan di
balai HIPERKES dan Kesehatan Kerja Sulawesi selatan pada tahun 1999
terhadap 200 tenaga kerja di 8 perusahaan, diperoleh hasil sebesar 45 responden yang mengalami restriktif, 1 responden yang mengalami obstruktif
dan 1 responden yang mengalami Combination gabungan antara restriktif dan obstruktif Sirait, 2010.
Tingginya angkat sakit akibat terpapar debu dapat terjadi karena minim pelayanan kesehatan bagi pekerja. Menurut WHO, akses terhadap pelayanan
kesehatan kerja yang memadai di negara berkembang hanya mencakup 5 –10
pekerja sedangkan di negara industri 20 –50 pekerja, dimana mayoritas pekerja
di negara-negara Asia belum memiliki sistem yang baik untuk menjamin hak pekerjanya, terutama mengenai perlindungan penyakit akibat kerja, padahal
pekerja sebagai sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses pembangunan industri sehingga peranan sumber daya manusia perlu mendapat
perhatian khusus baik kemampuan, keselamatan, maupun kesehatan kerjanya Hesti, 2012.
Selain terpapar oleh debu, kondisi lingkungan pada pengolahan batu split seperti kelembaban dan suhu udara juga berdampak terhadap kapasitas vital paru
pekerja. Kelembaban udara bergantung pada berapa banyak uap air dalam yang terkandung di udara. Kelembaban yang tinggi di lingkungan kerja secara
tidak langsung dapat menghambat sirkulasi udara dan merupakan penyebab meningkatnya keluhan sesak napas yang merupakan gejala utama terjadinya
penurunan kapasitas vital paru. Kelembaban udara yang relatif rendah yaitu kurang dari 20 dapat menyebabkan kekeringan selaput lendir membran
Suma’mur, 1996.
Ketika pekerja berada dan menghirup udara panas juga dapat memperburuk gangguan pernapasan seperti PPOK dan meningkatkan
peradangan saluran napas. Paparan panas dapat memicu respon pernapasan seperti terjadinya bronkospasme karena menghirup udara panas sehingga
menyebabkan kesulitan bernapas dan sesak napas. Menghirup udara panas juga dapat memperburuk infeksi pernapasan, beberapa di antaranya dapat disebabkan
oleh serbuk sari atau jamur Healthcommunities, 2013. Penjelasan mengenai kelembaban dan suhu didukung penelitian yang
dilakukan oleh Sinurat 2013, yang menjelaskan bahwa adanya hubungan antara kelembaban udara dan kapasitas vital paru pada pekerja Di PTP
Nusantara III Persero PKS Rambutan Kabupaten Serdang Bedagai. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Wijaya 2012 juga menyatakan bahwa adanya
hubungan antara suhu udara dengan kelainan faal paru KVP dibawah normal pada pekerja penggilingan padi.
Dari studi pendahuluan menggunakan spirometri yang dilakukan pada 10 pekerja PT. Indonesia Putra Pratama di Cilegon, diketahui bahwa pekerja yang
mengalami restriksi ringan sebanyak 2 orang atau sebesar 20, pekerja yang mengalami obstruksi dan restriksi ringan combination sebanyak 1 orang atau
sebesar 10 dan pekerja 2 orang pekerja atau sebesar 20 mengalami keluhan sesak napas dan batuk yang merupakan gejala utama terjadinya penurunan
kapasitas vital paru. Hasil pengamatan di lapangan pun menunjukkan rata-rata pekerja tidak menggunakan masker saat berada di lokasi pengolahan batu.
Berdasarkan hasil pengukuran debu di lapangan yang dilakukan selama 1 jam, didapatkan dua jenis ukuran partikel debu yakni ukuran 1 mikron dan 2,5
mikron. Adapun kadar debu di udara didapatkan hasil sebesar 2,513 mgm
3
untuk partikel debu berukuran 1 mikron dan 6,526 mgm
3
untuk partikel debu berukuran 2,5 mikron. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Dan Faktor Kimia Di Tempat Kerja, partikel debu berukuran
1 dan 2,5 mikron telah melebihi nilai ambang batas yang telah ditentukan yaitu sebesar 2 mgm
3
. Dari fakta-fakta yang telah dijelaskan maka perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas vital paru pekerja pengolahan batu split PT. Indonesia Putra Pratama, sehingga
diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat dilakukan tindakan preventif untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja dan akibat hubungan kerja pada
pekerja pengolahan batu.