Penggunaan Masker Faktor Karakteristik Individu Yang Memengaruhi Kapasitas Vital

1. Suhu Udara Suhu yang menurun pada permukaan bumi dapat menyebabkan peningkatan kelembaban udara relatif sehingga akan meningkatkan efek korosif bahan pencemar di daerah yang udaranya tercemar. Pada suhu yang meningkat akan meningkat pula kecepatan reaksi suatu bahan kimia Mukono, 2003. Pernyataan ini sesuai dengan Permenkes 2012 yang menjelaskan bahwa suhu udara yang lebih tinggi dapat meningkatkan pembentukan polutan udara. Selain berpengaruh terhadap polutan, suhu juga memengaruhi paru. Ikhsan, dkk 2010 menjelaskan bahwa suhu yang ekstrim baik dingin maupun panas saat terjadinya perubahan polusi udara, perubahan alergen dan hujan debu berpotensi menyebabkan penyakit respirasi baik jangka pendek maupun jangka panjang. Menurut Donaldson dkk 1999, penurunan fungsi paru-paru dapat disebabkan oleh peningkatan peradangan saluran napas ketika suhu rendah. Suhu lingkungan rendah dapat bertindak secara langsung melalui aktivasi sitokin untuk menginduksi perubahan inflamasi peradangan saluran napas. Faktor mekanik juga dapat terlibat sebagai suhu dingin yang akan menyebabkan peningkatan vasokonstriksi dan perpindahan perifer darah pusat sehingga dapat mengurangi kapasitas paru-paru. Penelitian ini telah menunjukkan bahwa lingkungan yang dingin dikaitkan dengan penurunan nilai spirometri. Penurunan fungsi paru akan semakin memburuk selama cuaca dingin dan dapat menyebabkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada penyakit paru obstruktif kronik PPOK. Suhu tinggi juga dapat memperburuk sistem pernapasan. Menurut Healthcommunities 2013, menghirup udara panas dapat memperburuk gangguan pernapasan seperti PPOK dan meningkatkan peradangan saluran napas. Paparan panas dapat memicu respon pernapasan seperti terjadinya bronkospasme karena menghirup udara panas sehingga menyebabkan kesulitan bernapas dan sesak napas. Menghirup udara panas juga dapat memperburuk infeksi pernafasan, beberapa di antaranya dapat disebabkan oleh serbuk sari atau jamur. Para peneliti menunjukkan bahwa gangguan termoregulasi juga mungkin memainkan peran parsial dalam menanggapi respon panas pada pernapasan Ketika tubuh tidak dapat mendinginkan diri, hasilnya adalah hipertermia, yang mencakup berbagai penyakit panas seperti heat stress, heat exhaustion dan heat stroke. Hipertermia dapat menyebabkan denyut jantung yang cepat dan meningkatkan aliran darah ke kulit. Akibatnya tubuh menuntut lebih banyak oksigen karena bekerja untuk tetap dingin yang dapat menyebabkan penurunan kapasitas paru-paru. Hal ini dapat mengakibatkan pernapasan abnormal cepat atau dalam yang disebut hiperpnea Healthcommunities, 2013. Namun, apabila seseorang tinggal di daerah dengan suhu rata-rata tinggi respon termoregulasi orang tsb dapat menyesuaikan diri dengan cuaca panas. Hal ini disebabkan karena kemampuan tubuh untuk termogulasi membaik dengan paparan panas berulang, sedangkan orang-orang tidak terbiasa dengan suhu tinggi akan sulit beradaptasi sehingga dapat mengalami gangguan pernapasan Healthcommunities, 2013.