Konflik Penabalan Marga Hak dan Kewajiban Marga

kemudian Pak Silaban meninggal dunia, istri Pak Silaban yang masih hidup sampai saat ini yang sekarang tinggal di Kota Binjai, sewaktu silaban pindah tugas ke Binjai. Pada tanggal 16 juni 2003 Syamsul Arifin, SE telah resmi diangkat sebagai marga Silaban oleh tokoh dan masyarakat marga silaban yang berdomisili di daerah Pangkalan Berandan dengan mengundang beberapa tokoh masyarakat yang ada di Pangkalan Berandan dan daerah tanah kelahiran marga silaban asal silaban. Penabalan marga Silaban pada Syamsul Arifin dilakukan pada acara ”Pelantikan Pengurus HIKBA Se-Kabupaten Langkat dan Pengukuhan Bpk H. Syamsul Arifin, SE jadi marga Silaban di Langkat Kecamatan Babalan”.

3.2.1 Konflik Penabalan Marga

Perbedaan pandangan merupakan hal yang wajar dalam kehidupan berdemokrasi merupakan suatu wujud dalam penyampaian suara dalam mengungkapkan pendapat. Pandangan penabalan marga juga sering terjadi hanya karena permasalahan hula-hula tidak datang, proses adat yang salah, kurangnya koordinasi, adanya pihak yang tidak setuju dan tidak memenuhi syarat dalam penabalan marga. Penabalan marga silaban pada Syamsul Arifin yang dilaksanakan pada tahun 2003 yang kemudian diresmikan secara lebih besar pada tahun 2008 disaat adanya pencalonan pemilihan kepala daerah sumatera utara untuk periode yang berikutnya, membuat pertanyaan bagi mereka yang mengetahui bahwa Syamsul Arifin telah dimargakan dalam dua suku yang berbeda dan lokasi yang berbeda juga namun disaat akan berlangsungnya pemilihan kepala daerah. Universitas Sumatera Utara Perbedaan pandangan bukan hanya menjadi pandangan dan perbincangan masyarakat namun sebagian marga silaban juga mempertanyakan penabalan marga silaban pada kerabat yang bukan keluarga silaban. Banyaknya reaksi pandangan marga silaban sendiri terhadap penabalan ini karena kurangnya penyampaian adanya penambahan keluarga baru marga silaban yang kebetulan marga silaban ditabalkan pada seorang pejabat yang memungkinan mereka mendapat keuntungan dari penabalan tersebut. Sehingga terjadi pandangan yang berbeda namun adanya juga merasa sebagai kebangggan dalam menabalkan marga silaban pada seorang pejabat. Hal inilah yang menuai kontraversi terhadap marga silaban sendiri yang kemudian menjadi lebih luas adanya unsur-unsur kepetingan dalam politik untuk memperoleh suara masyarakat silaban pada khususnya dan masyarakat Batak pada umumnya.

3.2.2 Hak dan Kewajiban Marga

Melalui ketiga kategori ini hula-hula, boru dan dongan tubu, setiap orang yang terlibat dalam upacara adat akan dipisahkan kedudukannyaparhundulana berdasarkan hubungan kekerabatantutur antara dengan suhut, yaitu pihak yang mengadakan upacara. Pihak hula-hula duduk dalam suatu kelompok khusus, demikian juga pihak Boru dan Dongan Sabutuha. Kehadiran mereka dalam upacara itu untuk melaksanakan segala kewajiban dan menerima segala hak yang telah ditentukan dalam adat. Setiap unsur dalam Dalihan Na Tolu memiliki hak dan kewajiban yang berbeda antara satu dengan lainnya. Pada tatanan sosial, Dalihan Na Tolu menata hak dan kewajiban antara seseorang atau sekelompok orang dengan orang atau kelompok lainnya. Setiap Universitas Sumatera Utara orang dalam masyarakat batak harus menjalankan perannya sesuai dengan statusnya dalam konteks upacara adat. Pada suatu upacara dia bisa berperan Hula- hula, sedangkan pada upacara lainnya bisa berperan sebagai Boru atau Dongan Sabutuha. Setiap orang Batak akan menduduki ketiga status itu pada saat dan hubungan kekerabatan yang berlainan. Misalkan si A, terhadap keluarga dari pihak istrinya berstatus Boru, terhadap keluarga dari pihak suami adekkakak perempuannya ito, ia berstatus sebagai Hula-hula. Sementara terhadap adek laki-laki atau abangnya dia berstatus sebagai Dongan Sabutuha.

3.2.3 Kontribusi Yang Diberikan Dalam Penabalan Marga