Rumusan Masalah Lokasi Penelitian Teknik Observasi

Bahkan banyak masyarakat Batak Toba tidak memahaminya hal ini dapat dijadikan sebagai pengaruh kekuatan politik.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam masalah yang hendak penulis jelas dalam tulisan ini akan menguraikan sebuah rumusan masalah mengenai Marga Sebagai Kekuatan Politik yang merupakan sebagai kunci utama dalam tujuan penulisan skripsi ini, hingga dapat di selesaikan dengan baik. Adapun rumusan masalah yang hendak dipaparkan dalam skripsi ini: 1 Bagaimana pemberian marga sebagai gelar kehormatan berpengaruh pada sistem Dalihan Na Tolu? 2 Bagaimana gelar kehormatan yang telah diberikan dapat digunakan dalam proses politik?

1.3 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian dilaksanakan. Lokasi penelitian sangat penting dalam setiap penelitian karena dari lokasi inilah seorang peneliti dapat memperoleh data yang diperlukan. Jadi sebelum penelitian dilaksanakan terlebih dahulu ditetapkan lokasi penelitian. Berdasarkan masalah di atas lokasi penelitian ini adalah di Desa Dolok Margu yang menjadi pemekaran dua desa, yang dulunya di desa ini adalah Desa Silaban yang berada di Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasudutan, Propinsi Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara Adapun pemilihan lokasi penelitian di Desa Dolok Margu Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasudutan adalah karena dilokasi inilah pada umumnya tempat perkumpulan kelompok marga Silaban dan di huni keturunanya selama bertahun-tahun dan didesa inilah pemberian marga Silaban dilaksanakan. 1.4 Tujuan dan Manfaat Masalah 1.4.1 Tujuan Adapun tujuan masalah yang hendak dipaparkan oleh penulis dalam skripsi ini merupakan hal untuk dapat memberikan gambaran yang umum bagi yang akan membaca tulisan ini. Karena hubungan sistem kekerabatan pada orang Batak Toba pada umumnya tidak terlepas dari marga. Adapun tujuan masalah yang hendak dipaparkan, yaitu: 1. Perubahan arti marga Batak yang sering di indentifikasikan sebagai politisasi kekuatan dalam memperoleh kekuasaan politik. 2. Dapat memberikan refrensi baru dan bacaan yang membantu pembaca dalam pemahaman tentang segi politiknya marga. 3. Marga bukan sebagai kekuatan politik yang dapat digunakan oleh seseorang yang hanya memperoleh keuntungan saja.

1.4.2 Manfaat

Ada beberapa yang menjadi manfaat masalah yang dapat dipaparkan dalam penelitian skripsi ini, sebagai berikut: 1. Memberikan pemahaman bagi pembaca terutama pada orang Batak bahwa marga pada saat ini banyak digunakan sebagai wadah kekuatan untuk memperoleh kekuasaan. Universitas Sumatera Utara 2. Dapat memperkuat sistem kekerabatan bagi masyarakat Batak yang ada, sehingga marga bukan sebagai pemecah tetapi wadah kekuatan mereka. 3. Menjadi bacaan yang menarik bagi pembaca mengenai marga yang sekarang ini cenderung indentik dalam politik. 1.5 Tinjauan Pustaka 1.5.1 Pengertian Marga Marga adalah nama persekutuan orang-orang bersaudara, seketurunan menurut garis ayah, yang mempunyai tanah sebagai milik bersama di tanah asal atau tanah leluhur. Misalnya Mangihut Silaban. Mangihut adalah nama kecil atau nama pribadi dan Silaban ialah nama warisan yang telah diterimanya sejak Mangihut masih dalam kandungan ibunya, nama kesatuan atau persekutuan keluarga besar yaitu Silaban Rajamarpodang, 1992:93. Marga ”nama keluargakerabat” yaitu nama yang diberikan kepada seseorang dengan otomatis berdasarkan kekerabatan yang uniliear atau garis keturunan genealogis secara patrilineal dari satu nenek moyang. Pada mulanya, marga berasal dari nama pribadi seseorang nenek moyang. Pada keturunannya kemudian menggunakan nama ini sebagai nama keluarga marga untuk menandakan bahwa mereka keturunan dari satu nenek moyang yang sama. Semua orang Batak Toba membubuhkan nama marga bapaknya di belakang nama kecilnya. Marga adalah kelompok kekerabatan yang meliputi orang-orang yang mempunyai kakek bersama atau yang percaya bahwa mereka adalah keturunan dari seorang kakek bersama menurut perhitungan garis patrilineal kebapaan. Anggota dari satu marga dilarang kawin karena marga Universitas Sumatera Utara adalah kelompok yang eksogam. Jadi semua orang yang semarga adalah orang yang berkerabat dan dengan orang lain marganya dapat dapat juga dicarikaiatan kekerabatan, karena mungkin saja dia mempunyai hubungan kekerabatan dengan bibi, paman atau saudara lain, melalui hubungan perkawinan. Orang luar atau bukan kerabat, yang mula-mula dipersepsikan sebgai suatu golongan besar yang tidak dibeda-bedakan, sehubungan dengan pengalaman-pengalaman pergaulan sosial, hubungan pekerjaan dan hal-hal lain yang dapat dianggap sebagai salah satu indikator dari derajat kemodrenan-lambat laun mengalami penghalusan dan satuan besar yang tadinya kabur itu disadari oleh orang Batak Toba sebagai golongan-golongan yang berbeda-beda T.O.Ihromi. Menurut Raja Marpodang Gultom marga adalah nama persekutuan orang- orang bersaudara, seketurunan menurut garis ayah, yang mempunyai tanah sebagai milik bersama ditanah asal atau tanah leluhur. Misalnya Mangihut Silaban. Mangihut adalah nama kecil atau nama pribadi dan Silaban ialah nama warisan yang telah diterimanya sejak mangihut masih dalam kandungan Ibunya, nama kesatuan atau persekutuan keluarga besar yaitu Silaban Raja Marpodang, 1992:93. Marga atau nama keluarga adalah bagian nama yang merupakan pertanda dari keluarga mana ia berasal. Marga lazim ada di banyak kebudayaan di dunia. Nama marga pada kebudayaan Barat dan kebudayaan-kebudayaan yang terpengaruh budaya barat yang lebih menonjolkan individu umumnya terletak di belakang, oleh karena itu diesbut pula nama belakang. Kebalikannya, budaya Tionghoa dan Asia Timur lainnya menaruh nama marga di depan karena yang ditonjolkan adalah keluarga, individu di nomorduakan setelah keluarga. Universitas Sumatera Utara Orang Batak mempunyai nama margakeluarga yang biasanya dicantumkan di-akhir namanya. Nama marga ini diperoleh dari garis keturunan ayah patrilinear yang selanjutnya akan diteruskan kepada keturunannya secara terus-menerus. Menurut kepercayaan masyarakat Batak Toba, Induk Marga Batak dimulai dari Si Raja Batak yang diyakini sebagai asal mula orang Batak. Si Raja Batak mempunyai 2 dua orang putra yakni Guru Tatean Bulan dan Si Raja Isumbaon. Guru Tatean Bulan sendiri mempunyai 4 empat orang putra yakni Saribu Raja, Limbong Mulana, Sagala Raja dan Malau Raja. Sementara Si Raja Isumbaon mempunyai 3 tiga orang putra yakni Tuan Sorimangaraja, Si Raja Asiasi dan Sangkar Somalidang.

1.5.2 Fungsi dan Tujuan Marga

Menurut Koentjaranigrat 1981 : 122 bahwa fungsi marga bagi orang Batak adalah untuk mengatur perkawinan. Fungsi ini dijalankan dengan adat eksogami marga dengan adat yang sampai sekarang yang masih dipegang teguh oleh marga Batak. Orang batak mengenal marga dengan arti satu asal keturunan, satu nenek moyang, sabutuha yang artinya satu perut asal. Jadi, marga merupakan suatu kesatuan kelompok yang mempunyai garis keturunan yang sama berdasarkan nenek moyang yang sama sehubungan dengan cerita mitos Joustra, 1910:185-186 dalam buku Bungaran. Status sosial sangat ditentukan oleh marga. Di dalam hubungan sosial orang Batak, marga merupakan dasar untuk menentukan partuturan, hubungan persaudaraan, baik untuk kalangan semarga maupun dengan orang-orang dari marga yang lain. Kapan mulai terdapat struktur marga di kalangan orang Batak, Universitas Sumatera Utara tidak diketahui dengan pasti. Hanya dikatakan bahwa marga sudah ada sejak adanya orang Batak. Bahkan menurut ceritanya asli rakyat Batak, debata mulajadi sendiri yang menetapkannya Hutagalung, 1963:17 dalam buku Bungaran. Fungsi lain dari marga yaitu menentukan kedudukan seseorang di dalam pergaulan masyarakat yang teratur menurut pola dasar pergaulan yang dinamakan dalihan na tolu. Dengan mengetahui marga seseorang, maka setiap orang Batak otomatis lebih mudah untuk mengetahui hubungan sosial di antara mereka. Dasarnya yaitu dengan mengingat marga ibu, nenek, istri atau istri kakak maupun adiknya, maupun adik atau kakak ayah. Marga menentukan kedudukan sosialnya dan kedudukan sosial orang lain di dalam jaringan hubungan sosial adat maupun kehidupan sehari-hari. Tujuan marga ialah membina kekompakan serta solidaritas sesama anggota semarga sebagai anggota keturunan dari satu leluhur. Walaupun keturunan satu leluhur pada suatu ketika mungkin akan terbagi atas cabang- cabang marga, akibat perkembangan jumlah keturunannya, namun sebagi keluarga besar, marga-marga cabang tersebut selalu mengingat kesatuannya dalam pokok marganya. Dengan adanya keutuhan marga maka kehidupan sistem kekerabatan Dalihan Na Tolu akan tetap lestari.

1.5.3 Pengertian Budaya Politik

Budaya politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh masyarakat. Namun, setiap unsur masyarakat berbeda pula budaya politiknya, seperti antara masyarakat umum dengan para elitenya. Seperti juga di Universitas Sumatera Utara Indonesia, menurut Benedict R. OG Anderson kebudayaan Indonesia cenderung membagi secara tajam antara kelompok elite dengan kelompok massa. Budaya politik adalah pola tingkah-laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistim politik. Budaya politik merupakan aspek yang sangat signifikan dalam sistim politik. Setiap masyarakat memiliki latar belakang budaya tertentu. Budaya ini tentunya akan mempengaruhi pola perilakunya, termasuk di dalamnya adalah dalam pola perilaku berpolitik. Seperti halnya budaya politik Jawa, Sunda, Batak, Padang, Bugis, Manado dan Bali masing-masing memiliki cirinya sendiri. Budaya politik mempengaruhi sistem politik karena budaya politik terbawa ke dalam pembentukan struktur dan proses kegiatan politik masyarakat maupun pemerintahan. Karena yang dimaksud dengan sistim politik adalah interelasi antara manusia yang menyangkut soal kekuasaan, aturan dan wewenang. Menurut Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr. budaya politik berisikan sikap, keyakinan, nilai dan keterampilan yang berlaku bagi seluruh populasi, juga kecenderungan dan pola-pola khusus yang terdapat pada bagian- bagian tertentu dari populasi. Hal ini juga dipertegas oleh Alan R. Ball yang mendefenisikan budaya politik adalah suatu susunan yang terdiri dari sikap, kepercayaan, emosi dan nilai-nilai masyarakat yang berhubungan dengan sistem politik dan isu-isu politik.

1.5.4 Makna Budaya Politik

Budaya politik adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik. Universitas Sumatera Utara Sebenarnya istilah budaya politik tertentu melekat pada setiap masyarakat yang terdiri atas sejumlah individu yang hidup, baik dalam sistem politik tradisional maupun modern. Sebagaimana konsep kebudayaan terdapat pada setiap masyarakat, baik yang disebut tradisional maupun modern. Pengetahuan mengenai budaya politik ini dalam kenyataannya sering diberi arti sebagai peradaban politik yang disamakan dengan prestasi dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini terlihat pula dari lingkup budaya politik itu, meliputi pula orientasi individu, yang diperoleh dari pengetahuannya yang luas maupun sempit: orientasinya yang dipengaruhi oleh perasaan keterlibatan, keterlekatan ataupun penolakan: orientasinya yang bersifat menilai terhadap objek dan peristiwa politik. Mengenai pengetahuan pengenalan tersebut, dinilai lebih bersifat sebagai peradaban dari pada sebagai kebudayaan. Oleh karena itu, budaya politik merupakan persepsi manusia, pola sikapnya terhadap berbagai masalah politik dan peristiwa politik terbawa pula ke dalam pembentukan struktur dan proses kegiatan politik masyarakat maupun pemerintah. Oleh karena itu, sistem politik itu sendiri adalah hubungan manusia yang menyangkut masalah kekuasaan, aturan dan wewenang. Hakikat budaya politik adalah suatu masyarakat terdiri dari system kepercayaan yang bersifat empiris, simbol-simbol yang ekspesif dan sejumlah nilai yang membatasi tindakan-tindakan politik. Kebudayaan politik selalu menyediakan arah dan orientasi bagi politik. Sudah tentu kebudayaan politik merupakan salah satu aspek kehidupan politik secara keseluruhan. Jika orang ingin mendapatkan gambaran dan ciri politik suatu bangsa secara utuh bulat, orang tersebut harus pula melakukan penelaahan terhadap sisinya yang lain. Atas Universitas Sumatera Utara dasar alasan yang telah dipertimbangkan secara matang maka hal ini memusatkan perhatian terhadap beberapa aspek kebudayaan, yaitu sebagai berikut. 1. Sistem politik adalah merupakan jaringan yang kompleks antara budaya politk dan aspek-aspek politik serta kebudayaan lain yang sifatnya formal. Oleh sebab itu, dengan mengabaikan hal tersebut, sangat sulit untuk mendapatkan gambaran tegas tentang system politik. 2. Budaya politik adalah merupakan salah satu sistem politik yang sifatnya sangat signifikan sekali. Lebih jauh lagi mari kita lihat hubungan antara budaya politik dan perilaku politik. Perilaku politik adalah suatu telahan mengenai tindakan manusia dalam situasi politik. Situasi politik sangat luas cakupannya, antara lain : pengertian respons emosional berupa dukungan maupun simpati kepada pemerintah, respon terhadap perundang-undangan dan lain-lain. Jadi, dengan demikian perilaku para pemilih atau pemberi suara dalam pemilihan umum, misalnya, karena dapat menggambarkan sikap mereka terhadap pemerintah, merupakan salah satu telahan tentang prilaku politik. Tindakan dan perilaku politik individu sangat ditentukan oleh pola orientasi umum yang tampak secara jelas sebagai pencerminan budaya politik. Sedikit atau banyak seorang individu terkait pada nilai kebudayaan tempat ia hidup. Parsudi Suparlan mengatakan pada pengantarnya dalam buku Antropologi Politik karangan Georges Balandier hal: 65-66, salah satu tujuan antropologi politik itu adalah sebagai usaha untuk mendefenisikan secara lebih jelas dan mengetahui secara lebih baik mengenai bidang politik, maka dalam bab ini Universitas Sumatera Utara Balandier ingin menjelaskan bagaimana peran kekerabatan dalam posisi politik kekuasaan, dengan mengasumsikan studi-studi kasus di berbagai beberapa ahli- ahli yang telah memberikan pendapat dan hasil pengamatannya, tentunya sebagai salah satu cara untuk menjelaskan apa sebenarnya politik itu. Politik merupakan hal yang sangat fundamental bagi setiap manusia yang hidup secara kelompok, mereka pasti ada pemimpin, ada yang superior, yang biasanya memiliki kriteria kebudayaan masing-masing. Dalam masyarakat kebudayaan di dunia ini para ahli mengatakan ada tiga jenis sistem kekerabatan yang dianut masyarakat yakni Partilineal, matrilineal dan unilineal. Dalam Balandier hanya memfokuskan teorinya untuk membahas politik kekuasaan yang menganut prinsip keturunan dari satu pihak saja, baik patrilineal atau matrilineal. MG.Simth memiliki teoritis yang sistematis, hubungan-hubungan eksternal dari sebuah garis keturunan itu, terutama adalah hubungan-hubungan politik, apakah secara langsung dalam kasus peperangan atau penipuan atau secara tak secara langsung melalui pertukaran matrimonial, upacara, dll. Sedangkan hubungan internalnya terutama adalah hubungan-hubungan administratif, berlandaskan kepada kewenagan, atas hirarki yang memberinya aransemen tepat bagi hubungan-hubungan sosial. Teori tentang kekerabatan dan kekuasaan ini menjelaskan kepada kita tentang bagaimana masyarakat tradisional memakai sifat-sifat yang emosional dalam kepemimpinan dalam kelompok mereka. Namun, banyak hal yang menurut saya akan terjadi ketimpangan kasus yang didominasi oleh satu prinsip kekerabatan tunggal yaitu patrilineal. Sehingga masalah kekerabatan dan kekuasaan sangat berperan. Universitas Sumatera Utara Menurut pendapat George Orwell bahwa “dijaman ini tidak mungkin orang bisa lepas dari politik. Semua masalah adalah selalu masalah politik” 1945:154. Politik adalah masalah kekuasaan, yaitu kekuasaan untuk membuat keputusan, mengendalikan sumber daya, mengendalikan perilaku orang lain dan sering kali juga mengendalikan nilai-nilai yang dianut orang lain. Bahwa keputusan-keputusan biasa yang dibuat dalam kehidupan sehari-hari pun bisa dipandang dari sudut politik. Kekuasaan adalah sebuah konsep asbtrak, tapi sangat berpengaruh terhadap kehidupan kita. Moore dan Hendry 1982:127 mendefinisikannya sebagai kekuatan dalam masyarakat yang membuat tindakan terjadi, sehingga dengan menelitinya kita bisa mengenali siapa yang mengendalikan apa dan demi kepentingan siapa. Salah satu cara untuk memahami cara kerja dari kekuasaan dalam masyarakat adalah dengan melihat pada dunia politik. Dalam sebuah demokrasi, kita sebagai warga memberikan hak kepada para politikus untuk membuat hukum atas nama kita, dan jika kita melanggar hukum itu, maka masyarakat mendapatkan hak untuk menghukum kita. “kekuasaan politik” mengendalikan banyak aspek dalam kehidupan kita seperti berapa besarnya pajak yang kita bayar, bagaimana kondisi dari layanan kesehatan masyarakat dan pendidikan yang bisa kita dapatkan, seberapa cepat kita boleh mengendarai mobil, jenis obat apa yang boleh dan tidak boleh kita gunakan serta banyak bidang dan jenis kegiatan lainnya. Dalam hal ada sebuah kutipan dari Jurnal Antropologi Sumatera Pilkada tulisan Tumpak Manurung. Upaya dan strategis yang dilaksanakan oleh masing- masing Pasangan Calon hampir sama antara lain melalui Partai Politik, Universitas Sumatera Utara membentuk Tim Sukses, Tim Kampaye dan Posko-posko, melaksanakan silaturahmi terhadap tokoh, mengunjungi dan memberikan bantuan kepada masyarakat, menghadirkan tokoh pada saat kampanye, penyebaran brosur, spanduk, selebaran dan baliho serta mempererat hubungan komunikasi kekeluargaankekerabatan serta ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemenangan atau kekalahan pasangan calon antara lain figur pasangan calon di mata masyarakat, upaya dan strategi yang dilaksanakan oleh pasangan calon dan pengaruh dukungan dari berbagai pihak. Dalam pemilihan Kepala Daerah Pilkada di Kabupaten Pakpak Bharat ada 3 pasangan calon, yang menjadi pemenang adalah Calon Nomor Urut 1, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kemenangan pasangan calon tersebut adalah karena ada hubungan marga, kekeluargaan kekerabatan terhadap pasangan calon, terarah dan sesuai upaya dan strategi pasangan calon dilaksanakan dengan jujur, ihklas, tidak mengharapkan balas jasa, penuh pengabdian dan berbuat sesuai dengan keadaaan dan kondisi masyarakat setempat dan didukung oleh berbagai pihak. Dari hasil peneltian dapat digambarkan, bahwa Pemilih dalam menentukan pemilihannya lebih cenderung kepada Pasangan Calon yang dan ada hubungan etnis, kekerabatan, famili, marga dan dearah asal bona pasogit. Ketiga pasangan calon adalah asli etnis Pakpak dari Sauk Simsim, tetapi berlainan lebbuh Tanah Ulayat. Kelompok marga sesuai dengan lebbuhnya, mempererat hubungan kekerabatan untuk bersatu mendukung pasangan calon dari wilayahnya, dengan melaksanakan pertemuan-pertemuan dalam rangka mempererat kekeluargaankekerabatan disponsori oleh pasangan calon. Universitas Sumatera Utara Upaya kultural adalah usaha yang berhubungan dengan kebudayaan. Secara khusus penulis melaksanakan wawancara mendalam kepada informan tokoh masyarakat, tokoh adatbudaya, tokoh agama untuk mengetahui upaya kultural yang dilaksanakan oleh pasangan calon nomor urut 1, sebagai pemenang dalam pilkada di Kabupaten Pakpak Bharat. Dalam hasil pilkada. Kesehari-harian dalam memilih dan menentukan tim sukses yang dapat dipercaya dan kesetiannya merupakan dasar pemikiran dasar pasangan calon nomor urut 1. Dari daftar tim sukses yang dibentuk oleh pasangan calon nomor urut 1 dapat dilihat dan hubungan marga, keluargakekerabatan, diantaranya marga Berutu, Tumanggor, Banurae, Barasa, Bonag Manalu, Manik, Cibro dan Padang. Tim sukses dari kelompok pendukung yang dibentuk oleh pasangan calon nomor urut 1, sesuai dengan pengamatan penulis dan solid mendukung calonnya tanpa mengharapkan imbalan dari pasangan calon. Adanya hubungan marga yang mempererat mereka menjadikan modal dalam mengsosialisasikan calon yang mereka pilih tanpa mengutamakan imbalan jasa yang berbentuk materi. Hal ini disebabkan eratnya hubungan margakeluargakekerabatan. Menurut E.B Taylor dalam bukunya yang berjudul Primitive Culture mengemukakan tentang pengertian kebudayaan sebagai suatu pengertian yang menyeluruh dan kompleks yang tercakup dalam pengetahuan knowledge, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat-istiadat, kapabilitas dan kebiasaan- kebiasaan lainnya yang dimiliki seseorang sebagai sesuatu masyarakat Alfian, 1985 : 154. Pengertian ini timbul dari pemahaman tentang kebudayaan sebagai sistem atau serangkaian nilai yang mendasari atau melandasi pola orientasi, sikap dan tingkah laku anggota masyarakat di dalam berbagai bidang atau segi Universitas Sumatera Utara kehidupannya sehari-hari. Kebudayaan dalam hal ini adalah sistem nilai memberikan kepada seseorang suatu cara memandang dan menilai apa yang nyata dan tidak agar dapat memilih mana yang benar atau salah. Artinya, kebudayaan membentuk perpepsi seseorang tentang sekitarnya termasuk dunia sehingga hal ini melahirkan pola orientasi, sikap dan perilaku politik. Senada dengan ini, Spradley 1997 : 5 berpendapat bahwa kebudayaan harus dipahami sebagai suatu sistem pengetahuan yang diperoleh dan digunakan orang untuk menafsirkan menginterpertasikan pengalaman dan melahirkan perilaku. Kebudayaan sebagai sistem pengetahuan dan gagasan yang dimiliki suatu masyarakat merupakan kekuatan yang tidak tampak, yang mampu menggiring dan mengarahkan manusia pendukung kebudayaan itu untuk bersikap dan berperilaku sesuai dengan pengetahuan dan gagasan yang menjadi milik masyarakat tersebut baik di bidang ekonomi, sosial, politik dan sebagainya. Pada setiap masyarakat di dunia melakukan tindakan-tindakan politik. Hal tersebut dilakukan karena menurut Balandier 1996 yang mengutip pendapat Frued bahwa politik merupakan alat pemersatu dari masyarakat yang heterogen dan berbeda-beda, ketidakmerataan stratifikasi sosial dan sistem kelas-kelas sosial yang dibangun diantara individu dan kelompok. Dalam Antropologi Politik Swarzt, Turner dan Tuden mengatakan bahwa politik merupakan proses pengambilan keputusan dan mempengaruhi kepentingan umum publik serta pembagian dan penggunaan kekuasaan oleh yang bersangkutan Balandier, 1996. Jadi dengan singkat dapat dikatakan bahwa politik merupakan persaingan kekuasaaan dan cara-cara untuk mencapai dan menggunakan kekuasaan. Universitas Sumatera Utara Kebudayaan tidak diperoleh manusia dengan begitu saja tetapi melalui proses belajar yang berlangsung tanpa henti sejak manusia dilahirkan sampai dengan ajal menjemputnya Koentjaraningrat, 1997 : 57. Proses belajar dalam konteks kebudayaan bukan hanya dalam bentuk proses pengertian mengenai pengetahuan yang diperoleh manusia melalui pewarisan dalam keluarga, lewat sistem pendidikan formal di sekolah atau lembaga pendidikan formal lainnya tetapi juga, diperoleh melalui proses belajar dari berinteraksi dengan lingkungan alam dan sosialnya. 1.6 Metode Penelitian 1.6.1 Tipe dan Pendekatan Penelitian Metode penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang bersifat deskritif, yang bermaksud menggambarkan secara terperinci mengenai sistem kekerabatan pada etnis masyarakat Batak Toba dikhususkan kepada marga sebagai kekuatan politik. Penelitian ini memfokuskan bagaimana marga dapat memberi pengaruh terhadap orang lain yang ada dilingkungan sekitarnya. Pendekatan penelitian yang digunakan peneliti adalah pendekatan kualitatif. Dalam pendekatan kualitatif cara-cara hidup, cara-cara pandang ataupun ungkapan-ungkapan emosi dalam menanggapi marga yang dijadikan suatu wadah untuk memperoleh kekuatan politik.

1.6.2. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dan digunakan dalam penelitian, maka dilakukan penelitian lapangan sebagai upaya untuk memperoleh data promosi. Selain itu, diperlukan juga penelitian dari berbagai sumber Universitas Sumatera Utara kepustakaan sebagai upaya untuk memperoleh data sekunder. Adapun data yang merupakan sebagai data awal adalah dari adanya dokumen dan studi Pustaka tentang bahan-bahan cetakan yang berhubungan atau informasi dari media cetak, untuk dapat memperkuat data yang akan dikumpulkan

a. Teknik Observasi

Metode observasi yang dipakai ialah non partisipasi. Observasi non partisipasi merupakan suatu cara yang dilakukan peneliti yakni melihat langsung ke lapangan. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai orang luar yang melihat gejala yang diamati tersebut dengan menggunakan kacamata atau refrensi dengan standard tertentu. Metode observasi atau pengamatan dilakukan guna mengetahui situasi dalam konteks ruang, memahami lingkungan dan nilai keadaan yang terlihat dan tersurat dan waktu pada daerah penelitian. Menurut penulis, data yang diperoleh dari hasil wawancara saja tidaklah cukup untuk menjelaskan fenomena yang terjadi. Oleh karena itu, diperlukan suatu aktifitas dengan langsung mendatangi tempat penelitian sambil melakukan pengamatan. Pengamatan akan dilakukan pada setiap kegiatan atau peristiwa yang dianggap perlu atau berhubungan dengan tujuan penelitian.

b. Wawancara