Komunikasi Formal Dan Pengambilan Keputusan (Studi Korelasional Mengenai Komunikasi Formal Dan Pengambilan Keputusan Kerja Karyawan Di KPU Kota Pematang Siantar)

(1)

KOMUNIKASI FORMAL DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

(Studi Korelasional Mengenai Komunikasi Formal Dan Pengambilan

Keputusan Kerja Karyawan Di KPU Kota Pematang Siantar)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Pendidikan Sarjana Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik.

Disusun oleh:

SURANTA SEMBIRING

080904130

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Komunikasi Formal dan Pengambilan Keputusan (Studi Korelasional Mengenai Komunikasi Formal Dan Pengambilan Keputusan Kerja Karyawan Di KPU Kota Pematang Siantar). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana hubungan antara pengaruh Komunikasi Formal pada kegiatan Rapat Pleno terhadap Pengambilan Keputusan kerja karyawan di KPU Kota Pematang Siantar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan, berapa erat hubungan dan berarti tidaknya hubungan antara pengaruh komunikasi formal pada kegiatan Rapat Pleno terhadap Pengambilan Keputusan kerja karyawan di KPU Kota Pematang Siantar. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan di KPU Kota Pematang Siantar yang berjumlah 25 orang. Untuk menentukan jumlah sampel digunakan rumus Arikunto. Jika jumlah populasi subjeknya besar maka diambil antara 10-15% atau 20-25% dari jumlah keseluruhan populasi. Penelitian ini hanya berkisar 100 ke bawah maka sebaiknya jumlah sampel adalah jumlah keseluruhan populasi, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi, Teknik penariakn sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik total sampling. Teknik pengumpula data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Penelitian lapangan (Field Research) yaitu pengumpulan data yang dilakukan dilapangan meliputi kegiatan survey di lokasi penelitian dan pengumpulan data dari responden melalui kuesioner. Kuesioner adalah kumpulan pertanyaan yang diajukan secara tertulis kepada seseorang. Jenis kuesioner yang digunakan adalah kuesioner tertutup yaitu sejumlah pernyataan yang telah disediakan jawabannya, sehingga responden hanya perlu memilih salah satu jawaban. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis tabel tunggal, analisis tabel silang, dan uji hopotesis melalui rumus Koefisien Korelasi Rank Order oleh Spearman. Untuk melihat kuat lemahnya korelasi (hubungan) kedua variabel dalam penelitian ini dugunakan skala Guilford. Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa: “Terdapat hubungan yang tinggi dan kuat antara komunikasi formal pada kegiatan Rapat Pleno dengan Pengambilan Keputusan kerja karyawan di KPU Kota Pematang Siantar”.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti sampaikan kepada Tuhan Yesus Kristus karena berkat, rahmat dan kasihNya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Komunikasi Formal Dan Pengambilan Keputusan (Studi Korelasional Mengenai Komunikasi Formal Dan Pengambilan Keputusan Kerja Karyawan Di KPU Kota Pemaatang Siantar), guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera utara.

Peneliti menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam penulisan skripsi ini mengingat terbatasnya waktu, pengetahuan dan kemampuan peneliti. Oleh karena itu, dengan hati yang tulus dan ikhlas peneliti menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca dan nantinya berguna di hari yang akan datang.

Peneliti juga ingin menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada kedua orang tua peneliti, Bapak Drs. Nanggip Sembiring dan Nandeku Tercinta Asnah Tarigan yang selalu menjaga, mendoakan, memberi nasehat, semangat serta dukungan moral dan materi. Peneliti juga ingin mengucapkan terima kasih kepada kedua Kakak tehebat, terbaik, dan tercantik Nina Ita Sembiring, SE, dan Nani Wita Sembiring, S.Sos, M.Si terimakasih buat doa dan dukungan dari kalian selama ini hingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini. Dalam kesempatan ini peneliti juga menyampaikan terimakasih kepada:


(4)

2. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A dan Ibu Dra. Dayana Manurung, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

3. Bapak Drs.Syafruddin Pohan, M. Si, Ph.D selaku dosen wali peneliti yang senantiasa membimbing peneliti dari dimulainya semester satu hingga akhir dan juga sebagai dosen pembimbing peneliti yang senantiasa meluangkan waktu serta sabar dalam membimbing peneliti dalam mengerjakan penelitian ini. Terimakasih, buat setiap nasehat dan cerita yang memotivasi yang sangat berharga bagi Peneliti.

4. Seluruh dosen/staf pengajar di Fakultas Ilmu Komunikasi dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, khususnya para dosen Departemen Ilmu Komunikasi. Terimakasih yang tulus peneliti sampaikan atas jasa-jasa yang telah diberikan selama perkuliahan.

5. Kak Cut dan Kak Maya yang telah membantu pada setiap urusan adminitrasi yang diperlukan peneliti.

6. Seluruh Pimpinan dan jajaran serta staff dan karyawan KPU Kota Pematang Siantar yang telah mengizinkan dan memberi kesempatan kepada peneliti dalam melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) serta juga melaksanakan penelitian di KPU Kota Pematang Siantar.

7. Keluarga besar komunikasi angkatan 2008 yang sudah lama bersama-sama dengan peneliti menimba ilmu yaitu kurang lebih empat tahun. Terima kasih buat semua kenangannya selama ini. Semoga kita dapat meraih apa yang kita cita-cita kan dan selalu berusaha untuk berikan yang terbaik.


(5)

8. Teman-teman seperjuangan selama mengarungi kemelut dunia perkuliahan Gumanto Juliester Gultom, Jorey Kalme Ginting, Hendra Sitinjak, Franciskus Batista Marbun, Koncho Putra Adila, Mas Idek Hartodinata (selo tapi loyo), Aprianto Samaah, Arnold Marbun, Muhammad Novri, Yan Lazzuardy, Joshua Partogi, Didi Putranto , Dama, serta TPP Crew, Marxis Kritis FC, dan Mbak Yuu. Semoga pertemanan kita tidak sekedar hanya dalam masa kuliah saja, nongkrong di mbak yu sambil ngeleng, maen PS, serta maen futsal tetapi peneliti berharap pertemanan terkenang sampai selamanya.

9. Frans Perangin-angin, Ady Sitompul, Handika Sembiring, Jose Rio Ginting, Andreas Simanjuntak, Daniel Mojenk Simanjuntak, Dony Rezeki Motor Sitio, Andrew LaksonoTurnip, Salomo Silitonga yang telah menjadi sahabat terbaik peneliti dari semasa sekolah hingga pada saat ini.

10.Daud Rianto Purba, Yohannes Perangin-angin, Alexander Sinaga, Samuel Fresly Nainggolan, Agry Doly Purba, Andri Aden Sihombing, Hengky Messi Lumbangaol, Andrew Jhon Jack Sirait yang telah menjadi teman terbaik dan tersetia peneliti dari masa sekolah, teman bermain di kagawaka, teman semasa intensive di medan, teman semasa kuliah, dan tidak lupa teman nge-gym bersama.

11.Semua pihak-pihak yang telah membantu dalam pembuatan penelitian ini, yang mungkin terlupakan oleh peneliti dan tidak dapat di tulis satu persatu. Akhir kata peneliti mengucapkan terimakasih atas bantuan yang telah diberikan oleh semua pihak, semoga Tuhan Yesus Kristus akan membalasnya dengan limpahan rahmat kepada kita semua.


(6)

Medan, Agustus 2012 Peneliti,


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Pembatasan Masalah ... 4

1.4. Tujuan Dan Manfaat Penelitian... 5

1.4.1 Tujuan Penelitian ... 5

1.4.2 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II URAIAN TEORITIS ... 6

2. 1. Kerangka Teori ... 6

2.1.1 Komunikai Antar Pribadi ... 6

2.1.2 Komunikasi Formal ... 8

2.1.2.1 Komunikasi Vertikal ... 8

2.1.2.1.1 Komunikasi Vertikal Ke Bawah ... 9

2.1.2.1.2 Komunikasi Vertikal Ke Atas ... 12

2.1.2.2 Komunikai Horizontal ... 15

2.1.3 Komunikasi Kelompok ... 18

2.1.4 Pengambilan Keputusan ... 20

2.2 Kerangka Konsep ... 23

2.3 Variabel Penelitian ... 24

2.4 Defonisi Operasional ... 25

2.5 Hipotesis ... 27


(8)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 30

3 1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 30

3.2 Metode Penelitian ... 34

3.3 Populasi Dan Sampel ... 34

3.3.1 Populasi ... 34

3.3.2 Sampel ... 34

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 35

3.5 Teknik Analisis Data ... 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1. Tahapan Pelaksanaan Penelitian ... 37

4.1.1 Tahap Awal ... 37

4.1.2 Pengumpulan Data ... 37

4.1.3 Proses Pengolahan Data ... 38

4.2 Analisis Tabel Tunggal ... 38

4.3 Analisis Tabel Silang ... 61

4.5 Hipotesis ... 63

4.6 Pembahasan ... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

5.1 Kesimpulan ... 67

5.2 Saran Responden Penelitian ... 68

5.3 Saran Dalam Kaitan Akademis ... 68

5.4 Saran Dalam Kaitan Praktis ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70 LAMPIRAN


(9)

Daftar Tabel

Nomor Tabel Halaman

1 Operasional Variabel ... 24

2 Tingkat Kejelasan Instruksi Tugas ... 39

3 Penjelasan Mengenai Tugas ... 40

4 Kesempatan Menanggapi Penjelasan Rasional ... 41

5 Pemberian Teknik Komunikasi Persuasi Rasional ... 42

6 Pemberian Kejelasan Mengenai Ideologi ... 43

7 Pemahaman Pesan Mengenai Ideologi ... 44

8 Pemberian kejelasan Informasi MengenaiPeraturan ... 45

9 Pemberian Pemahaman Informasi di Kantor ... 46

10 Pemberian Hukuman/Penghargaan Terhadap Hasil Kerja ... 47

11 Pemberian Kejelasan Mengenai Informasi Masalah ... 48

12 Pemberian Kesempatan Menyampaikan saran/ide ... 49

13 Pemberian Kesempatan Menyampaikan Keluhan ... 50

14 Koordinasi Kerja ... 51

15 Kemampuan Menyelesaikan Konflik ... 52

16 Kemampuan Menyelesaikan Masalah Pekerjaan ... 53

17 Kepercayan Terhadap Hasil KerjaDari Rekan Kerja ... 54

18 Kewenangan ... 55

19 Kesetiaan Dan Integritas Atasan ... 56

20 Kesetiaan Dan Integritas Rekan Kerja ... 57

21 Kepemimpinan ... 58

22 Tanggung Jawab Atasan ... 59

23 Tanggung Jawab Rekan Kerja ... 60

24 Disiplin ... 61

25 Hubungan Antara Pemahaman Pesan Mengenai Ideologi Dengan Kesetiaan Dan Integritas Rekan Kerja ... 62


(10)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Komunikasi Formal dan Pengambilan Keputusan (Studi Korelasional Mengenai Komunikasi Formal Dan Pengambilan Keputusan Kerja Karyawan Di KPU Kota Pematang Siantar). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana hubungan antara pengaruh Komunikasi Formal pada kegiatan Rapat Pleno terhadap Pengambilan Keputusan kerja karyawan di KPU Kota Pematang Siantar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan, berapa erat hubungan dan berarti tidaknya hubungan antara pengaruh komunikasi formal pada kegiatan Rapat Pleno terhadap Pengambilan Keputusan kerja karyawan di KPU Kota Pematang Siantar. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan di KPU Kota Pematang Siantar yang berjumlah 25 orang. Untuk menentukan jumlah sampel digunakan rumus Arikunto. Jika jumlah populasi subjeknya besar maka diambil antara 10-15% atau 20-25% dari jumlah keseluruhan populasi. Penelitian ini hanya berkisar 100 ke bawah maka sebaiknya jumlah sampel adalah jumlah keseluruhan populasi, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi, Teknik penariakn sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik total sampling. Teknik pengumpula data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Penelitian lapangan (Field Research) yaitu pengumpulan data yang dilakukan dilapangan meliputi kegiatan survey di lokasi penelitian dan pengumpulan data dari responden melalui kuesioner. Kuesioner adalah kumpulan pertanyaan yang diajukan secara tertulis kepada seseorang. Jenis kuesioner yang digunakan adalah kuesioner tertutup yaitu sejumlah pernyataan yang telah disediakan jawabannya, sehingga responden hanya perlu memilih salah satu jawaban. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis tabel tunggal, analisis tabel silang, dan uji hopotesis melalui rumus Koefisien Korelasi Rank Order oleh Spearman. Untuk melihat kuat lemahnya korelasi (hubungan) kedua variabel dalam penelitian ini dugunakan skala Guilford. Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa: “Terdapat hubungan yang tinggi dan kuat antara komunikasi formal pada kegiatan Rapat Pleno dengan Pengambilan Keputusan kerja karyawan di KPU Kota Pematang Siantar”.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sebagai mahluk sosial manusia pasti akan berhubungan dengan manusia lainnya. Setiap mahluk sosial juga pasti ingin mengetahui tentang dirinya sendiri bahkan ingin juga mengetahui yang terjadi pada lingkungan sekitarnya, itu merupakan sifat alami yang dimiliki setiap manusia oleh karena sifat inilah maka manusia dipaksa untuk saling berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya.

Komunikasi adalah kegiatan yang sangat mendasar dalam kehidupan umat manusia. Apapun alasannya komunikasi sangatlah penting bagi manusia. Dalam kehidupan berorganisasi komunikasi merupakan aspek yang sangat penting bagi setiap anggota organisasi untuk dapat saling bekerja sama dalam melakukan tugas di organisasi yaitu untuk mencapai tujuan organisasi tersebut. Organisasi adalah wadah tempat untuk mencapai tujuan yang dilakukan oleh banyak orang. Organisasi merupakan sekelompok manusia yang bekerja sama dengan satu perencanaan kerja dan peraturan untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Wahono, 2001). Tidak hanya berkomunikasi tetapi Sumber Daya Manusia juga sangat menentukan dalam pencapaian tujuan organisasi.

Setiap karyawan atau anggota suatu organisasi pastinya sudah mendapat imbalan dari tempat mereka bekerja, tetapi itu tidak cukup menjamin untuk mencapai pencapaian tujuan organisasi tersebut karena hubungan kerja memiliki banyak sisi dan lingkup yang terjadi dalam berbagai bidang. Di lain sisi situasi kerja juga dapat mempengaruhi sikap dan cara kerja karyawan atau pegawai, karena karyawan atau pegawai dapat berasal dari berbagai latar belakang yang mempunyai motif dan tujuan yang berbeda pula. Seringkali organisasi mempunyai masalah dalam mencapai tujuan, padahal organisasi tersebut ditunjang sumberdaya yang dapat diandalkan dalam bidangnya, hal ini dikarenakan banyak faktor antara lain kelancaran berkomunikasi.


(12)

Kelancaran berkomunikasi yang terjadi di dalam organisasi sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan dari anggota organisasi ataupun karyawannya yang terlibat di dalam organisasi tersebut. Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakekat suatu masalah dengan pengumpulan fakta dan data serta menentukan alternatif yang matang untuk mengambil suatu tindakan yang tepat.

Banyak organisasi berkenyakinan bahwa gaji atau salary merupakan faktor utama yang dapat memberikan hasil terbaik dari pengambilan keputusan setiap karyawan sehingga ketika suatu organisasi merasa sudah memberikan gaji yang tinggi, organisasi merasa bahwa karyawan sudah memberikan hasil yang terbaik. Banyak faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan karyawan yaitu kewenangan (authority), kesetiaan dan integritas (loyalitas), kepemimpinan (leadership), tanggung jawab (responbility), dan disiplin.

Biasanya karyawan yang mendapat dan memiliki kewenangan (authority), kesetiaan dan integritas (loyalitas), kepemimpinan (leadership), tanggung jawab (responbility), dan disiplin yang baik di organisasinya dapat memberikan pengambilan keputusan yang berarti bagi organisasi terlebih lagi dapat memberikan lebih dari apa yang diharapkan oleh organisasi tersebut. Sebaliknya karyawan yang tidak mendapat dan tidak memiliki kewenangan (authority), kesetiaan dan integritas (loyalitas), kepemimpinan (leadership), tanggung jawab (responbility), dan disiplin yang baik akan menyebabkan pengambilan keputusan yang buruk bagi organisasi serta dapat menimbulkan rasa ketidaknyamanan, kebosanan dan melihat pekerjaan sebagai hal yang menjemukan dan pada akhirnya merugikan organisasi tersebut. Dengan tercapainya pengambilan keputusan yang baik dari setiap anggota organisasi, produktivitas meningkat, kinerja lebih baik, dan suasana lingkungan akan lebih baik. Suasana lingkungan kerja yang menyenangkan akan menciptakan komunikasi yang baik antar anggota organisasi sehingga tujuan dan target organisasi dapat tercapai.

Komisi Pemilihan Umum atau yang disingkat KPU adalah lembaga negara yang menyelenggarakan pemilihan umum di Indonesia, yakni meliputi Pemilihan Umum Anggota DPR/DPD/DPRD, Pemilihan Umum Presiden dan Wakil


(13)

Presiden, serta Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sejak tahun 1999- sampai sekarang Komisi Pemilihan Umum sudah dipercaya oleh pemerintah untuk memfasilitasi penyelenggaraan pemilihan umum secara jujur dan adil. Terlaksananya Pemilu yang jujur dan adil tersebut merupakan faktor penting bagi terpilihnya wakil rakyat yang lebih berkualitas dan mampu menyuarakan aspirasi rakyat. Dalam pengambilan keputusan Komisi Pemilihan Umum mengadakan suatu rapat yang disebut Rapat Pleno. Rapat Pleno adalah rapat yang diadakan oleh pengurus yang diikuti oleh seluruh perangkatnya termasuk Dewan pertimbangan dan badan-badan kelengkapan dengan maksud menghasilkan rekomendasi untuk Ketua 1 untuk membuat keputusan

Layaknya suatu lembaga yang dibentuk oleh pemerintahan, komunikasi yang terjadi dalam lingkungan kerja KPU khusunya para anggota KPU dengan karyawan yang ditempatkan di bagian staf keseketariatan meliputi komunikasi vertikal dan komunikasi horizontal yang terjadi di setiap Rapat Pleno yang pelaksanaannya sesuai dengan kebutuhan. Dalam Rapat Pleno ketua KPU melakukan komunikasi vertikal ke bawah kepada anggota KPU dan staf keseketariatan .

Komunikasi vertikal ke atas yang terjadi dalam Rapat Pleno dilakukan oleh staf keseketariatan baik itu kepada Sekretaris KPU, anggota KPU beserta Ketua KPU. Dalam Rapat Pleno tersebut juga terjadi komunikasi horizontal antara Kasubbag umum dengan kasubbag lainnya seperti Kasubbag Hukum, Teknis, ataupun Program Data. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang bagaimana pengaruh komunikasi formal, baik komunikasi vertikal maupun horizontal pada kegiatan Rapat Pleno dalam pengambilan keputusan karyawan di Komisi Pemilihan Umum Kota Pematang Siantar.


(14)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : ”Sejauh manakah komunikasi formal berpengaruh terhadap pengambilan keputusan karyawan di Komisi Pemilihan Umum Kota Pematang Siantar?”

1.3 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup penelitian terlalu luas sehingga dapat menghasilkan uraian yang sistematis, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti. Pembatasan masalah ditujukan agar ruang lingkup penelitian dapat lebih jelas dan terarah sehingga tidak mengaburkan penelitian. Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

1. Penelitian difokuskan pada jaringan komunikasi formal yang mencakup komunikasi vertikal (komunikasi ke bawah maupun ke atas) dan komunukasi horizontal yang berlangsung antara sesama karyawan di Komisi Pemilihan Umum Kota Pematang Siantar.

2. Komunikasi formal yang dimaksud adalah komunikasi yang berlangsung pada kegiatan Rapat Pleno yang pelaksanaannya sesuai dengan kebutuhan.

3. Objek penelitian adalah seluruh anggota KPU serta staf keseketariatan karyawan di Komisi Pemilihan Umum Kota Pematang Siantar.

4. Lokasi penelitian adalah di Kantor KOMISI PEMILIHAN UMUM Kota Pematang Siantar yang beralamat di Jalan Porsea No. 3.


(15)

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian atau riset pasti memiliki tujuan-tujuan tertentu yang akan dicapai yang memiliki manfaat untuk kedepannya. Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kegiatan komunikasi formal dalam kegiatan Rapat Pleno di Komisi Pemilihan Umum Kota Pematang Siantar.

2. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengambilan keputusan karyawan di Komisi Pemilihan Umum Kota Pematang Siantar.

3. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara pengaruh komunikasi formal terhadap pengambilan keputusan karyawan di Komisi Pemilihan Umum Kota Pematang Siantar.

1.4.2 Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat dalam penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis, penelitian ini kiranya dapat memperkaya khasanah penelitian dan pengetahuan mengenai Ilmu Komunikasi, khususnya jaringan komuniaksi formal.

2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif kepada Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU untuk menambah dan memperkaya bahan referensi dan bahan penelitian serta sumber bacaan.

3. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan berupa pengukuran terhadap kinerja karyawan, khusunya dalam pelaksanaan komunikasi formal dalam pengambilan keputusan karyawan yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kemajuan Komisi Pemilihan Umum Kota Pematang Siantar.


(16)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Kerangka Teori

Sebelum melakukan penelitian, seorang peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori. Kerangka teori disusun sebagai landasan berpikir yang menunjukkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang akan diteliti (Nawawi, 1997:40). Teori merupakan himpunan konstruk (konsep), definisi, dan preposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala yang menjabarkan relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut. Dengan adanya kerangka teori peneliti akan meneliti landasan dalam menentukan tujuan arah penelitiannya (Rakhmat, 1997:6). Teori–teori yang relevan dengan penelitian ini adalah komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi formal baik itu komunikasi vertikal ataupun komunikasi horizontal, serta pengambilan keputusan.

2.1.1 Komunikasi Antarpribadi

Pada hakikatnya komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan (Liliweri, 2001:12). Komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam hal upaya mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang, karena sifatnya dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga pada saat komunikasi dilancarkan. Komunikator mengetahui pasti apakah komunikasinya itu positif atau negatif, berhasil atau tidak, ia dapat memberi kesempatan kepada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.

Dean C. Barniund dalam Liliweri (2001:12) mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi biasanya dihubungkan dengan pertemuan antara dua orang atau tiga orang atau mungkin empat orang yang terjadi secara spontan dan tidak berstruktur). Menurut Liliweri (2001:14) komunikasi antarpribadi memiliki ciri sebagai berikut:


(17)

1. Komunikasi antarpribadi biasanya terjadi secara spontan dan sambil lalu. 2. Komunikasi antarpribadi tidak mempunyai tujuan terlebih dahulu.

3. Komunikasi antarpribadi terjadi secara kebetulan di antara peserta yang tidak mempunyai identitas yang jelas.

4. Komunikasi antarpribadi mempunyai akibat yang disengaja maupun tidak sengaja.

5. Komunikasi antarpribadi seringkali berlangsung berbalas-balasan.

6. Komunikasi antarpribadi menghendaki paling sedikit melibatkan dua orang dengan suasana yang bebas, bervariasi, adanya keterpengaruhan. 7. Komunikasi antarpribadi tidak dikatakan tidak sukses jika tidak

membuahkan hasil.

8. Komunikasi antarpribadi menggunakan lambang-lambang bermakna. Ada tujuh sifat yang menunjukkan bahwa suatu komunikasi antara dua orang merupakan komunikasi antarpribdi dan komunikasi lainnya yaitu (Liliweri, 2001:31):

1. Komunikasi antarpribadi melibatkan di dalamnya perilaku verbal maupun non verbal.

2. Komunikasi antarpribadi melibatkan perilaku yang spontan, scripted, dan contrived.

3. Komunikasi antarpribadi sebagai suatu proses yang berkembang.

4. Komunikasi antarpribadi harus menghasilkan umpan balik, mempunyai interaksi, dan koherensi.

5. Komunikasi antarpribadi biasanya diatur dengan tata aturan yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik.

6. Komunikasi antarpribadi menunjukkan adanya suatu tindakan. 7. Komunikasi antarpribadi merupakan persuasi antarmanusia.


(18)

2.1.2 Komunikasi Formal

Menurut dua ahli psikologi sosial yaitu Katz dan Robert Khan mendefenisikan komunikasi adalah pertukaran informasi dan penyampaian makna yang merupakan hal utama dari suatu sistem sosial atau organisasi (Ruslan, 2003:83). Jadi komunikasi sebagai proses penyampaian informasi dan pengertian dari satu orang ke orang lain, dan satu-satunya cara mengelola aktivitas dalam suatu organisasi adalah melalui proses komunikasi.. Ada beberapa hal yang umum dapat disimpulkan mengenai komunikasi organisasi yaitu (Muhammad, 1995:67): 1. Komunikasi organisasi terjadi dalam suatu sistem terbuka yang kompleks

yang dipengaruhi oleh lingkungannya sendiri baik internal maupun eksternal. 2. Komunikasi organisasi meliputi pesan dan arusnya, tujuan, arah, dan media. 3. Komunikasi organisasi meliputi orang dan sikapnya, perasaannya,

hubungannya, keterampilannya/skillnya.

Komunikasi merupakan suatu medan yang sangat penting dalam manajemen organisasi, organisasi jelas memerlukan informasi, dengan berkembangnya organisasi kebutuhan informasi juga bertambah (Soekanto dan Handoko, 1991:117). Komunikasi menyediakan alat-alat untuk pengambilan keputusan, melaksanakan keputusan, menerima umpan balik, dan mengoreksi tujuan serta prosedur organisasi. “Apabila komunikasi berhenti maka aktivitas organisasi berhenti. Dengan demikian tinggallah kegiatan-kegiatan individu yang tidak terorganisasi” (Suprapto, 2006:100).

2.1.2.1 Komunikasi Vertikal

Komunikasi vertikal adalah komunikasi dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas atau komunikasi dari pimpinan ke bawahan dan dari bawahan ke pimpinan secara timbal balik. Tipe komunikasi ini biasanya digunakan dalam kehidupan berorganisasi demi menunjang tercapainya tujuan organisasi tersebut. Adapun komunikasi vertikal dapat dibagi dalam 2 dimensi, yaitu:


(19)

2.1.2.1.1 Komunikasi Vertikal ke Bawah (Downward Communication)

Komunikasi vertikal ke bawah adalah komunikasi yang mengalir dari satu tingkat dalam suatu kelompok atau organisasi ke suatu tingkat yang lebih bawah (Muhammad, 1995:101). Kegunaan dari komunikasi ini memberikan penetapan tujuan, memberikan instruksi pekerjaan, menginformasikan kebijakan dan prosedur pada bawahan, menunjukkan masalah yang memerlukan perhatian dan mengemukakan umpan balik terhadap kinerja. Secara umum komunikasi vertikal ke bawah dapat diklasifikasikan atas lima tipe antara lain (Muhammad, 1995:105):

1. Instruksi Tugas

Intruksi tugas/pekerjaan yaitu pesan yang disampaikan kepada bawahan mengenai apa yang diharapkan dilakukan mereka dan bagaimana melakukannya. Pesan itu mungkin bervariasi seperti perintah langsung, deskripsi tugas, prosedur manual, program latihan tertentu, alat-alat bantu melihat dan mendengar yang berisi pesan-pesan tugas dan sebagainya.

2. Rasional

Rasional pekerjaan adalah pesan yang menjelaskan mengenai tujuan aktivitas dan bagaimana kaitan aktivitas itu dengan aktivitas lain dalam organisasi atau objektif organisasi. Kualitas dan kuantitas dari komunikasi rasional ditentukan oleh filosofi dan asumsi pimpinan mengenai bawahannya.

3. Ideologi

Pesan yang mengenai ideologi lebih mencari antusias dan sokongan dari anggota organisasi guna memperkuat loyalitas, moral, dan motivasi.

4. Informasi

Pesan informasi dimaksudkan untuk memperkenalkan bawahan dengan praktik-praktik organisasi, peraturan-peraturan organisasi, keuntungan, kebiasaan dan data lain yang tidak berhubungan dengan instruksi dan rasional. 5. Balikan

Balikan adalah pesan yang berisi informasi mengenai ketepatan individu dalam melakukan pekerjaannya. Salah satu bentuk sederhana dari balikan ini adalah pembayaran gaji karyawan yang telah siap melakukan pekerjaannya


(20)

atau apabila tidak ada informasi dari atasan yang mengkritik pekerjaannya, berarti pekerjaannya sudah memuaskan.

Arus komunikasi dari atasan kepada bawahan tidaklah selalu berjalan lancar, tetapi dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat menunjang kesuksesan dari komunikasi ini yaitu (Muhammad, 1995:111):

1. Keterbukaan

Kurangnya sifat keterbukaan di antara pimpinan dan karyawan akan menyebabkan pemblokan atau tidak mau menyampaikan pesan dan gangguan dalam pesan. Umumnya para pimpinan tidak begitu memperhatikan arus komunikasi ke bawah. Pimpinan mau memberikan informasi ke bawah bila mereka merasa bawah pesan itu penting bagi penyelesaian tugas. Tetapi apabila suatu pesan tidak relevan dengan tugas maka pesan tersebut tetap dipegangnya.

2. Kepercayaan pada pesan tulisan

Kebanyakan para pimpinan lebih percaya pada pesan tulisan dan metode difusi yang menggunakan alat-alat elektronik daripada pesan yang disampaikan secara lisan dengan tatap muka. Hasil penelitian Dahle menunjukkan bahwa pesan itu akan lebih efektif bila dikirimkan dalam bentuk lisan dan tulisan.

3. Pesan yang berlebihan

Karena banyaknya pesan-pesan yang dikirimkan secara tertulis maka karyawan dibebani dengan memo-memo, buletin, surat-surat pengumuman, majalah, dan pernyataan kebijaksanaan sehingga banyak sekali pesan-pesan yang harus dibaca oleh karyawan. Reaksi karyawan terhadap pesan tersebut biasanya cendrung untuk dibacanya. Banyak karyawan hanya membaca pesan-pesan tertentu yang dianggap penting bagi dirinya dan yang lain dibiarkan saja tidak dibaca.

4. Timing

Timing atau ketepatan waktu pengiriman pesan mempengaruhi komunikasi ke bawah. Pimpinan hendaklah mempertimbangkan saat yang tepat bagi pengiriman pesan dan dampak yang potensial kepada tingkah laku karyawan.


(21)

5. Penyaringan

Pesan-pesan yang dikirimkan kepada bawahan tidaklah semuanya diterima mereka, tetapi mareka saring mana yang mereka perlukan. Penyaringan pesan ini dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor diantaranya perbedaan persepsi di antara karyawan, jumlah mata rantai dalam jaringan komunikasi.

Karena adanya gangguan dalam penyampaian pesan dari atasan kepada bawahan, maka pimpinan perlu memperhatikan cara-cara penyampaian pesan yang efektif. Davis dalam Pohan (2005:72) memberikan saran-saran dalam hal itu sebagai berikut:

1. Pimpinan hendaklah sanggup memberikan informasi kepada karyawan apabila dibutuhkan mereka. Jika pimpinan tidak mempunyai informasi yang dibutuhkan mereka dan perlu berterus terang dan berjanji akan mencarinya. 2. Pimpinan hendaklah memberikan informasi yang dibutuhkan karyawan dan

pimpinan hendaklah membantu karyawan merasakan bahwa diberi informasi. 3. Pimpinan hendaklah mengembangkan suatu perencanaan komunikasi, sehinga

karyawan dapat mengetahui informasi yang dapat diharapkannya untuk diperoleh berkenaan dengan tindakan-tindakan pengelolaan yang dipengaruhi mereka.

4. Pimpinan hendaklah berusaha membentuk kepercayaan di antara pengirim dan penerima pesan. Kepercayaan ini akan mengarahkan kepada komunikasi yang terbuka yang akan mempermudah adanya persetujuan yang diperlukan antara bawahan dan atasan.

Dalam realitas, setiap organisasi yang mulai bertumbuh dan berkembang, dimana struktur jenjang, tugas dan penerapan teknologi tinggi yang makin pasif serta tingkat pelayanan produksi barang dan jasa semakin variasi dan makin meningkat dalam volume dan kuantitas serta kualitas. Secara komunikatif, organisasi cenderung akan mengalami banyak kemunduran yang akan dirasakan karyawannya. Persoalan kemunduran arus kualitas dan kuantitas pesan dan informasi yang dirasakan karyawan disebabkan oleh beberapa hal berikut (Pohan, 2005:76):


(22)

1. Pertumbuhan dan perkembangan organisasi membuat isolasi beberapa bagian atau departemen dimana isolasi tersebut tidak disadari manajemen puncak sehingga tidak segera diadakan perbaikan kondisi.

2. Kehilangan arah dan kejelasan sasaran dan tujuan. Hal ini akibat dari kurangnya kontak personal baik formal ataupun informal.

3. Karena manajer mungkin hampir tidak pernah melakukan audit internal terhadap komunikasi organisasi untuk mengevaluasi sejauh mana jaringan formal yang masih efektif dan relevan ataukaah sudah harus diperbaiki atau diganti segera.

4. Munculnya ketidakjelasan mengenai siapakah yang sebenarnya harus bertanggungjawab di antara para manajer tingkat atas menengah atau supervisor (lini bawah) terhadap jaringtan formal komunikasi ke bawah yang efektif

5. Pemisahan antara personal supervisor dengan yang bukan supervisor, kondisi ini didasarkan kepada norma tidak tertulis bahwa terdapat perbedaan dan pemisahan di antara keduanya: manajemen dan bukan manajemen.

2.1.2.1.2 Komunikasi Vertikal ke Atas (Upward Communication)

Komunikasi ke atas dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi mengalir pada tingkat yang lebih rendah (bawahan) ke tingkat yang lebih tinggi (pimpinan). Semua pegawai kecuali mungkin mereka yang menduduki posisi puncak, mungkin berkomunikasi ke atas yaitu setiap bawahan dapat mempunyai alasan yang baik atau meminta informasi dari atau member informasi kepada seseorang yang otoritasnya lebih tinggi daripada dia (R. Wayne Pace, 2005:189). Tujuan dari komunikasi ini adalah untuk memberikan balikan, saran, dan mengajukan pertanyaan. Secara umum komunikasi vertikal ke atas dapat diklasifikasikan atas tiga tipe antara lain (Muhammad, 1995:117):

1. Informasi masalah, menjelaskan masalah-masalah pekerjaan yang tidak terpecahkan yang mungkin memerlukan bantuan tertentu.

2. Menawarkan saran-saran atau ide-ide, guna penyempurnaan unitnya masing-masing atau organisasi secara keseluruhan.


(23)

3. Menyampaikan keluhan, menyatakan bagaimana pikiran dan perasaan mereka mengenai pekerjannya, teman sekerjanya dan organisasi.

Komunikasi ke atas penting karena beberapa alasan yaitu (R. Wayne Pace, 2005:190):

1. Dengan adanya komunikasi ke atas, pimpinan dapat mengetahui kapan bawahannya siap untuk diberi informasi dari mereka dan bagaimana baiknya mereka menerima apa yang disampaikan karyawan.

2. Arus komunikasi ke atas memberikan informasi yang berharga bagi pembuat keputusan.

3. Komunikasi ke atas memperkuat apresiasi dan loyalitas karyawan terhadap organisasi dengan jalan memberikan kesempatan untuk menanyakan pertanyaan, mengajukan ide dan saran-saran tentang jalannya organisasi.

4. Komunikasi ke atas membolehkan bahkan mendorong desas-desus muncul dan membiarkan supervisor mengetahuinya.

5. Komunikasi ke atas menjadikan supervisor dapat menentukan apakah bawahan menangkap arti seperti yang dia maksudkan dari arus informasi yang ke bawah.

6. Komunikasi ke atas membantu karyawan mengatasi masalah-masalah pekerjaan mereka dan memperkuat keterlibatan mereka dalam tugas-tugasnya dan organisasi.

Sharma dalam R. Wayne Pace (2005:191) mengemukakan empat alas an mengapa komunikasi ke atas terlihat amat sulit, yaitu:

1. Kecenderungan karyawan dalam menyembunyikan perasaan dan pikirannya. 2. Perasaan karyawan bahwa pimpinan dan tidak tertarik kepada masalah

mereka.

3. Kurangnya reward atau penghargaan terhadap karyawan yang berkomunikasi ke atas.

4. Perasaan karyawan bahwa pimpinan tidak dapat menerima dan berespons terhadap apa yang dikatakan oleh karyawan.


(24)

Kombinasi dari keempat perasaan dan kenyakinan di atas menghambat pengungkapan gagasan, pendapat, dan informasi oleh para bawahan, terutama bila proses dan prosedur munculnya komunikasi ke atas tidak praktis dan sulit. Jackson dalam R. Wayne Pace (2005:192) menyatakan secara keseluruhan kekuatan yang mengarahkan komunikasi dalam sebuah organisasi adalah motivasi. Pegawai cenderung berkomunikasi untuk mencapai beberapa tujuan untuk memuaskan pribadinya atau untuk mencoba memperbaiki lingkungan barunya. Untuk memperlancar informasi dapat sampai ke atas maka setiap program komunikasi organisasi hanya didasarkan pada iklim kepercayaan. Bila ada kepercayaan, pegawai mungki lebih berani mengemukakan gagasan dan perasaannya lebih bebas dan penyelia dapat menafsirkan apa yang dimaksud oleh pegawai dengan lebih cermat. Saran komunikasi Vertikal ke Atas dari Davis dan Newstrom mengidentifikasi sarana yang dinilai dapat menolong mendorong komunikasi vertikal arus ke atas adalah (Pohan, 2005:79:

1. Rapat dan pertemuan (meetings) karyawan diadakan secara periodik, membicarakan berbagai hal mengenai kebutuhan dan masalah-masalah yang dihadapi karyawan.

2. Kebijaksanaan pintu terbuka (Open Door Policies) kebijaksanaan yang mendorong karyawan untuk berinisiasi datang kepada pimpinan mereka untuk membicarakn berbagai hal yang penting dan relevan dengan pekerjaan.

3. Menyediakan kotak saran (Box Suggestion) dan penerbitan buletin atau in house magazine. Dimana karyawan yang tidak memiliki waktu yang cukup ataupun tidak memiliki keberanian yang cukup, maka media ini dapat menolong mengatasi persoalan yang dihadapinya.

4. Partisipasi dalam kelompok-kelompok sosial yang diadakan perusahaan guna membangun jalinan komunikasi informal seperti: olahraga, pertemuan arisan karyawan, rekreasi, dan lain-lain.

Kedekatan hubungan tersebut membangun relasi interpersonal karyawan yang semakin intensif, akrab, dan jika kondisi ini terus dipelihara dengan baik, maka akan menjadi budaya komunikasi organisasi yang kondusif dan akan menghadirkan iklim komunikasi yang baik pula yang mendorong semakin


(25)

sehatnya iklim organisasi yang pada gilirannya akan memberi pengaruh konstruktif yang luas bagi tingkah laku setiap karyawan dan organisasi.

2.1.2.2 Komunikasi Horizontal

Komunikasi horizontal terdiri dari penyampaian informasi diantara rekan-rekan sejawat dalam unit kerja yang sama. Unit kerja meliputi individu-individu yang ditempatkan pada tingkat otoritas yang sama dalam organisasi dan mempunyai atasan yang sama. Komunikasi horizontal adalah pertukaran pesan yang sama tingkatan otoritasnya didalam organisasi, pesan mengalir secara horizontal. Pesan ini biasanya berhubungan dengan tugas-tugas atau tujuan kemanusian seperti koordinasi, pemecahan masalah, penyelesaian konflik. Komunikasi horizontal mempunyai tujuan tertentu diantaranya adalah sebagai berikut (R. Wayne Pace, 2005:195):

1. Mengkordinasi tugas-tugas, kepala bagian dalam suatu organisasi kadang-kadang perlu mengadakan rapat untuk mendiskusikan bagaimana tiap-tiap bagian memberikan kontribusi dalam mencapai tujuan organisasi. Atau mereka harus saling bertemu untuk mengkoordinasikan pembagian tugas. 2. Saling memberikan informasi untuk perencanaan dan aktivitas-aktivitas. Ide

dari banyak orang biasanya akan lebih baik dari pada ide satu orang. Oleh karena itu komunikasi horizontal sangatlah diperlukan untuk mencari ide yang lebih baik. Dalam merancang suatu program pelatihan atau program hubungan dengan masyarakat, anggota-anggota dari bagian perlu saling berbagi untuk membuat perencanaan apa yang mereka akan lakukan.

3. Pemecahan masalah yang timbul diantara orang-orang yang berada dalam tingkatan yang sama.Melalui komunikasi horizontal masalah yang akan dihadapi akan dapat terpecahkan. Atau dengan adanya keterlibatan dalam memecahkan masalah akan menambah kepercayaan dan moral karyawan. 4. Menyelesaikan konflik diantara anggota yang berada dalam bagian organisasi

dan juga antara bagian dengan bagian lainnya.Penyelesaian konflik ini penting bagi perkembangan sosial dan emosional dari anggota dan juga akan menciptakan iklim dan organisasi yang baik.


(26)

5. Menjamin pemahaman yang sama, bila perubahan dalam suatu organisasi diusulkan maka perlu adanya pemahaman yang sama antara unit-unit organisasi atau anggota unit organisasi tentang perubahan itu. Untuk itu mungkin unit satu dengan unit lainnya mengadakan rapat untuk mencari kesepakatan terhadap perubahan tersebut.

6. Mengembangkan dukungan interpersonal, karena sebagian besar waktu kerja karyawan berinteraksi dengan orang lain dalam pekerjaan, maka mereka memperoleh dukungan hubungan interpersonal dari temannya. Hal ini akan memperkuat hubungan diantara sesama karyawan dan akan menumbuhkan kekompakan dalam menyelesaikan kerja kelompok. Interaksi ini akan mengembangkan rasa sosial dan emosional karyawan.

Bentuk yang paling umum dari komunikasi horizontal adalah kontak interpersonal yang mungkin terjadi dalam berbagai tipe. Diantara bentuk yang sering sekali terjadi adalah sebagai berikut (Muhammad, 1995:123).

1. Rapat-rapat komite

Rapat-rapat komite ini biasanya diadakaan untuk melakukan koordinasi pekerjaan, saling memberikan informasi, memecahkan masalah dan menyelesaikan konflik diantara sesama karyawan.

2. Interaksi fomal pada waktu jam istirahat

Anggota unit-unit kerja dalam suatu organisasi mungkin bekerja terpisah satu sama lain, tetapi pada jam istirahat mereka mempunyai kesempatan berkumpul bersama saling terlibat dalam komunikasi interpersonal satu sama lain.

3. Percakapan telepon

Koordinasi aktivitas pekerjaan, beberapa negosiasi dapat dilakukan melalui percakapan telepon. Dalam kenyataannya, telepon dapat mempercepat dan menambah kontak diantara sesama anggota organisasi dengan anggota lain yang tempat kerjanya berjauhan.

4. Memo dan nota

Tulisan tangan yang berbentuk memo atau nota adalah bentuk yang paling umum digunakan dalam saling berhubungan dengan teman sekerja.


(27)

5. Aktivitas sosial

Di dalam suatu organisasi biasanya ada kelompok untuk rekreasi, olahraga, kegiatan sosial atau kegiatan lainnya. Kelompok-kelompok ini mengembangka komunikasi horizontal dalam organisasi.

6. Kelompok mutu

Suatu kelompok dalam organisasi yang secara sukarela bertanggung jawab untuk mutu pekerjaan mereka. Kelompok ini biasanya sekali dalam seminggu mengadakan diskusi, melakukan analisis dan memberikan saran-saran untuk penyempurnaan kualitas dan mutu dari pekerjaan mereka. Mereka dilatih dalam menggunakan teknik-teknik tertentu dalam memecahkan masalah tertentu, rapat persatuan ini biasanya dialakukan pada jam kerja organisasi.

Hambatan-hambatan pada komunikasi horizontal yakni ketidakpercayaan diantara rekan-rekan kerja, perhatian yang tinggi pada mobilitas ke atas dan persaingan dalam sumber daya dapat menggangu komunikasi pegawai yang sama tingkatannya dalam organisasi dengan sesamanya (R. Wayne Pace, 2005:197). Organisasi yang agak lebih otoriter mengontrol dengan ketat komunikasi horizontal, makin tinggi tingkat pimpinan makin banyak informasi tentang bagian-bagian di bawah kontrolnya dan makin rendah tingkat pimpinan makin sedikit tingkat informasi yang diketahuinya atau informasi yang berkenaan dengan bagiannya saja. Sebaliknya dapat pula dilihat bahwa komunikasi horizontal berkembang serta tidak terkontrol karena struktur organisasi mempunyai lebih banyak bagian-bagian dan setiap individu makin mempunyai spesialsasi tertentu (Muhammad, 1995:124).

2.1.3 Komunkasi Kelompok

Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berintraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy Mulyana, 2005). Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam satu kelompok kecil seperti dalam rapat, pertemuan, konprensi, dan sbagainya (Anwar Arifin, 1988). Michael Burgoon mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih dengan tujuan yang telah diketahui seperti berbagi informasi,


(28)

menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota lain secara tepat (Wiryanto 2005). Adapun beberapa klasifikasi kelompok yaitu sebagai berikut:

1. Kelompok Primer dan Sekunder

Charles Horton Cooley dalm Rakhmat (1997: ) mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-anggotanya akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan kerjasama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati. Jalaludin Rakhmat juga membedakaan kelompok ini berdasarkan karakteristik komunikasinya sebagaai berikut: a) Kualitas komunikasi dalam kelompok primer bersifat dalam dan meluas.

Dalam artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakkan dalam suatu privat saja). Meluas artinya sedikit sekali kendala yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Komunikasi pada kelompok sekunder bersifat dangkal dan terbatas.

b) Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal sedangkan sekunder bersifat non personal.

c) Komunikasi pada kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada isi sedangkan kelompok sekunder sebaliknya.

d) Komunikasi pada kelompok primer cenderung ekspresif sedangkan kelompok sekunder instrumental.

e) Komunikasi pada kelompok primer cenderung informal sedangkan kelompok sekunder informal.

2. Kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan organisasi merupakan wadah kerja antarmanusia, di dalam organisasi terjadilah kerja sama dalam bentuk kelompok-kelompok kerja (departemen, biro, bagian, sub-bagian, satuan, unit kerja, unit proyek, panitia, awak produksi dan lain-lain). Apapun namanya namun bekerja sama dalam kelompok merupakan bagian yang sangat penting bagi setiap organisasi. Dalam kerjasama kelompok itulah anda dapat melakukan koordinasi tugas, menetapkan jadwal kegiatan dengan


(29)

orang-orang lain, bertukar informasi, memecahkan masalah lalu membuat berbagai keputusan (Liliweri, 2004:125).

Di dalam sebuah organisasi perlakuan dan prestasi kelompok juga memainkan peranan utama untuk mencapai tujuan organisasi. Dengan demikian pengurus sebaiknya memahami proses yang mempengaruhi komunkasi kelompok untuk mencapai tujuan dengan memaksimumkan interaksi dan meminimumkan konflik yang ada. Pengurus juga sebaiknya mencari jalan untuk menengahi kehendak yang tidak sama antara seorang individu dengan seorang individu lain. Sekiranya tujuan kelompok itu tidak sejajar dengan tujuan organisasi maka akan terwujud keadaan organisasi yang tegang, konflik yang berkepanjangan antara pekerja dan masalah ketidakpuasaan individu. Permasalahan ini akan menguraikan sekelumit tentang komunikasi kelompok dan hubungannya dengan komunikasi yang ada (Lubis, 2007:112).

Perwujudan kelompok di dalam organisasi disebabkan oleh beberapa masalah termasuk untuk menyempurnakan tugas, menyelesaikan masalah yang bersifat resmi dan masalah sosio-psikologi seperti menjaga hubungan antara bawahan-atasan. Kelompok juga terwujud atas sebab-sebab sosial yaitu keinginan untuk bergaul dengan setiap anggota di dalam kepentingan status dan kekuasaan dan untuk kepuasaan diri apabila berada di dalam ruang lingkup kelompok tersebut.

Sebagai sebuah lembaga negara, KPU Kota Pematang Siantar juga menerapkan bentuk komunikasi kelompok yang bersifat formal dalam kegiatan Rapat Pleno, Rapat Pleno diadakan sesuai dengan kebutuhannya saja. Dalam Rapat Pleno tersebut biasanya dibahas hal-hal yang menjadi kendala dalam pekerjaan, hasil yang telah dicapai dan juga info-info terbaru mengenai pekerjaan.

2.1.4 Pengambilan Keputusan

Menurut Prajudi Atmosudirdjo pengambilan keputusan merupakan INTI daripada Kepemimpinan (Leadership), baik kepemimpinan terhadap dirinya sendiri (Self Control) maupun terhadap orang-orang lain (para pengikut) atau terhadap Organisasi (Atmosudirdjo, 1979:1). Mengambil keputusan itu bersifat memilih, yakni memilih di antara berbagai alternatif. Suatu alternatif merupakan


(30)

suatu tata hubungan (relationship) antara suatu langkah (perbuatan, tindakan) dan akibatnya (efeknya, hasilnya, konsekuensinya). Pengambilan keputusan terdiri atas beberapa unsur dan sifat antara lain:

1. Harus ada masalah.

2. Masalah berada di dalam suatu situasi dan kondisi.

3. Pengambilan keputusan didahului dengan suatu proses pemikiran: analisa situasi, analisa kondisi, analisa masalahnya, menentukan alternatif-alternatif, memikirkan masalah-masalah baru yang akan timbul sebagai efek atau lanjutan daripada setiap alternatif.

4. Pengambilan keputusan merupakan pengakhiran daripada proses pemikiran tersebut di atas dan memilih satu alternatif di antara sekian adanya alternatif. 5. Pengambilan keputusan itu bersifat futuristis (mengenai masa depan atau

kemudian).

Manusia merupakan suatu organisma yang paling perasa terhadap iklim psikologis yang mengelilingi kehidupannya. Oleh karena itu para Manager atau Decision–Maker harus selalu berusaha membuat iklim yang paling memberikan ketenangan jiwa (dalam segala bentuk) kepada para pelaksana dari pada

keputusan-keputusannya. Administrator, Manager, atau Decision-maker dengan prinsip-prinsip yang sama harus dapat menggembleng bawahannya untuk mengikuti suatu Administratif Behaviour yang dipola secara tertentu. Dengan demikian maka akan dapat melaksanakan berbagai desisi itu dengan lancar, efektif dan efisien, oleh karena sudah terbiasa dan seirama hidup.

Menurut Prajudi Atmosudirdjo ada 5 unsur-unsur atau faktor-faktor yang merupakan dasar bagi pengembangan sikap kelakuan administratif yang

favourable bagi pelaksanaan desisi-desisi yang serba kompleks, yang pada

asasnya juga merupakan unsur-unsur daripada organisasi dalam arti struktur kerja dan kewenangan adalah (Atmosudirdjo, 1979:290):

1) Kewenangan (Authority)

Kewenangan desisi adalah authority dalam arti forrmal. Di dalam praktek seorang yang hanya mempunyai kewenangan atau otoritas formil tidak akan


(31)

bisa berbuat banyak bilamana tidak mempunyai kewibawaan atau otoritas riil, yakni kemampuan untuk membuat dirinya ditaati dan dituruti kehendaknya secara nyata. Di dalam organisasi moderen, pimpinan tidak boleh mengandalkan kewibawaan yang didasarkan atas kharisma atau keseganan bawahan terhadap pimpinan karena kepercayaan pribadi. Dalam keadaan darurat bilamana terdapat suasana panik secara overt (terbuka) atau latent (terselubung), maka kadang-kadang organisasi terpaksa mempergunakan

command dan intimadition, suatu cara yang tidak dianjurkan dalam

manajemen yang demokratis. Kekuatan authority harus dapat di ukur, jangan sampai salah nilai karena dapat mengakibatkan desisi-desisi itu dianggap angin lalu saja.

2. Kesetian dan Integritas (Loyalitas)

Kesetian dan integritas sangat diperlukan untuk mensukseskan pelaksanaan dari pada suatu keputusan. Loyalitas ini perlu dipupuk terutama melalui pemberian contoh dari atasan. Loyalitas di negara sedang berkembang masih bersifat personal baik dalam arti sempit yaitu terhadap pribadi seseorang maupun dalam arti luas terhadap keluarga, kawan-kawan sekampung, sesuku, seagama, atau sedaerah. Hal-hal yang harus dipupuk dalam rangka mensukseskan pelaksanaan desisi adalah loyalitas organisional, kesetiaan terhadap tujuan, mission, fungsi atau tugas organisasi. Namun yang harus dikembangkan adalah kesetiaan dan integritas organisasional yang sadar bukan yang fanatisme.

3. Kepemimpinan (Leadership)

Seorang manager atau administrator tanpa kepemimpinan hanya akan merupakaan kepala-kepala saja. Leadership adalah kemampuan dan aktivitas-aktivitas tertentu untuk membuat para bawahan dipengaruhi dalam arti yang positif sehingga mereka secara wajar dan sehat mau menjalankan segala apa yang diminta atau diharapkan dari mereka.

4. Tanggung Jawab (Responbility)

Dalam arti sempit tanggung jawab berarti laporan kepada atasan atas penggunaan dari pada kekuasaan yang telah diperoleh beserta hasil pelaksanaan atau penunaian tugas yang menjadi konsekuensinya. Dalam arti


(32)

luas ada tiga macam tanggung jawab yaitu Responbility yaitu tanggung jawab yang kita beri kepada atasan, Liability yaitu tanggung jawab kepada pengadilan di dalam penggunaan kewenangan dan penunaian tugas pekerjaan supaya tidak melanggar hukum, Accountability yaitu tanggung jawab berupa kewajiban membuat pertanggungjawaban tentang segala apa yang telah diperbuat dengan kewenangan yang telah diberikan organisasi. Pengertian dan kesadaran tentang tanggung jawab dalam arti luas tersebut harus dipupuk dan ditanam sedalam-dalmnya jikalau tidak maka pelaksanaan dari pada desisi hanya merupakan sandiwara atau lip service belaka.

5. Disiplin

Tanpa disiplin yang teguh maka pelaksanaan dari pada desisi yang manapun akan mengalami kegagalan. Disiplin pada hakekatnya adalah ketaatan, ketekunan, kegiatan, sikap-kelakuan, sikap hormat yang nampak sesuai dengan aturan-aturan yang telah disepakatkan antara badan organisasi dan pegawai-pegawainya.

2.2 Kerangka Konsep

Langkah yang harus dilakukan setelah sejumlah teori diuraikan adalah merumuskan kerangka konsep sebagai hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai dan sebagai bahan yang akan menuntun dalam merumuskan hipotesis penelitian (Nawawi 1997:40).

Kerangka konsep dari satu gejala sosial yang memadai diperlukan untuk menyajikan masalah penelitian dengan cara yang jelas, setidaknya beberapa variabel yang harus didefinisikan secara operasional untuk memungkinkan dalil- dalil yang dapat diuji. Dalam penelitian ini ditetapkan kerangka konsep metodologi penelitian dalam bentuk kelompok variabel, sbagai berikut:

1. Variabel Bebas atau Independent Variable (X)

Variabel bebas yaitu segala gejala, faktor atau unsur yang menentukan atau mempengaruhi ada atau munculnya gejala atau faktor atau unsur lain


(33)

(Nawawi, 1997:40). Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi variabel lain. Dalam penelitian ini variabel bebas adalah komunikasi formal dalam kegiatan Rapat Pleno.

2. Variabel Terikat atau Dependent Variable (Y)

Variabel terikat yaitu variabel yang merupakan akibat atau yang dipengaruhi oleh variabel yang mendahului (Rakhmat, 1997:12). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pengambilan keputusan karyawan di Komisi Pemilihan Umum Kota Pematang Siantar.

2.3 Variabel Penelitian

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep di atas maka dapat dibuat variabel penelitian yang berfungsi untuk membuat kesatuan dan kesesuaian dalam penelitian, yakni sbagai berikut:

Tabel 1 Variabel Penelitian

No Variabel Teoritis Variabel Operasional 1. Variabel Bebas (X)

Komunikasi Formal dalam Kegiatan Rapat Pleno

a. Komunikasi Vertikal ke bawah 1. Instruksi Tugas

2. Rasional 3. Ideologi 4. Informasi 5. Balikan

b. Komunikasi Vertikal ke atas 1. Informasi masalah 2. Menawarkan saran/ide 3. Menyampaikan keluhan c. Komunikasi Horizontal

1. Koordinsi


(34)

3. Penyelesaian konflik 2. Variabel Terikat (Y)

Pengambilan Keputusan

1. Kewenangan (Authority)

2. Kesetiaan dan integritas (Loyalitas) 3. Kepemimpinan (Leadership) 4. Tanggung jawab (Responbility) 5. Disiplin

2.4 Definisi Operasional Variabel

Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya untuk mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, defenisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang sangat membatu penelitian lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 1995:46). Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Bebas (Komunikasi Formal yang terjadi pada kegiatan Rapat Pleno) a. Komunikasi Vertikal ke Bawah (Downward Communication)

1) Instruksi tugas adalah pesan yang disampaikan kepada bawahan mengenai apa yang diharapkan dilakukan mereka dan bagaimana melakukannya.

2) Rasional adalah pesan yang menjelaskan mengenai tujuan aktivitas dan bagaimana kaitan aktivitas itu dengan aktivitas lainnya.

3) Ideologi adalah pesan yang bertujuaan mencari sokongan dan atusias dari anggota organisasi guna memperkuat loyalitas, moral, dan motivasi.

4) Informasi adalah pesan yang dimaksudkan untuk memperkenalkan bawahan dengan praktek-praktek organisasi, peraturan organisasi, keuntungan, kebiasaan, dan data lain.

5) Balikan adalah pesan yang berisi informasi mengenai ketetapan individu dalam melakukan pekerjannya.


(35)

1) Informasi masalah, menjelaskan masalah-masalah pekerjaan yang tidak terpecahkan yang mungkin memerlukan bantuan tertentu.

2) Menawarkan saran-saran atau ide-ide bagi penyempurnaan unitnya masing-masing atau organisasi secara keseluruhan.

3) Menyampaikan keluhan, menyatakan bagaimana pikiran dan perasaan mereka mengenai pekerjannya, teman sekerjanya dan organisasi.

c. Komunikasi Horizontal

1) Mengkordinasi tugas, Kepala bagian dalam suatu organisasi kadang-kadang perlu mengadakan rapat untuk mendiskusikan bagaimana tiap-tiap bagian memberikan kontribusi dalam mencapai tujuan organisasi. Atau mereka harus saling bertemu untuk mengkoordinasikan pembagian tugas.

2) Pemecahan masalah, Masalah yang timbul diantara orang-orang yang berada dalam tingkatan yang sama. Melalaui komunikasi horizontal masalah yang akan dihadapi akan dapat terpecahkan. Atau dengan adanya keterlibatan dalam memecahkan masalah akan menambah kepercayaan dan moral karyawan.

3) Penyelesaian konflik, menyelesaikan konflik diantara anggota yang berada dalam bagian organisasi dan juga antara bagian dengan bagian lainnya agar tujuan organisasi dapat terwujud dengan lebih mudah. 2. Variabel Terikat (Pengambilan Keputusan)

Dalam hal ini variabel terikat yang dimaksud adalah: 1) Kewenangan (Authority)

Di dalam praktek, seorang yang hanya mempunyai kewenangan atau otoritas formil tidak akan bisa berbuat banyak bilamana tidak mempunyai kewibawaan atau otoritas riil, yakni kemampuan untuk membuat dirinya ditaati dan dituruti kehendaknya secara nyata.

2) Kesetiaan atau Integritas (Loyalitas)

Sangat diperlukan untuk mengsukseskan pelaksanaan daripada suatu keputusan.


(36)

3) Kepemimpinan (Leadership)

Seorang administrator atau manager tanpa kepemimpinan hanya akan merupakan kepala-kepala saja. Leadership adalah kemampuan dan aktivitas-aktivitas tertentu untuk membuat para bawahan dipengaruhi dalam arti yang positif, sehingga mereka secara wajar dan sehat mau menjalankan segala apa yang diminta atau diharapkan dari mereka.

4) Tanggung jawab (Responbility)

Tanggung jawab berarti laporan kepada atasan atas penggunaan daripada kekuasaan (kewenangan) yang telah diperoleh beserta hasil pelaksanaan atau penunaian tugas yang menjadi konsekuensinya.

5) Disiplin

Tanpa disiplin yang teguh, maka pelaksanaan daripada pengambilan keputusan manapun akan mengalami kegagalan.

2.5 Hipotesis

Hipotesis adalah pertanyaan tentatif yang berhubungan dengan permasalahan sehingga berguna dalam mencari atau mendapatkan alat pemecahan. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Ho: Tidak terdapat hubungan antara pengaruh komunikasi formal dengan pengambilan keputusan karyawan di Komisi Pemilihan Umum Kota Pematang Siantar.

2. Ha :Terdapat hubungan antara pengaruh komunikasi formal dengan pengambilan keputusan karyawan di Komisi Pemilihan Umum Kota Pematang Siantar.

Hipotesis memiliki salah satu fungsi untuk menyederhanakan data sehingga mudah dibaca dan diinterpretasikan, juga dipakai untuk menguji hipotesis. Analisis hubungan adalah analisis yang menggunakan uji statistik inferensial dengan tujuan untuk melihat derajat hubungan diantara dua variabel. Kekuatan hubungan yang menunjukkan derajat hubungan ini disebut koefisien asosiasi (korelasi). Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang diukur terdapat


(37)

dalam skala ordinal. Sesuai dengan pedoman penggunaan test statistik yang berlaku, pengujian hipotesis yang bersekala ordinal dapat dilakukan dengan test statistik Spearman (Spearman’s Rho-Order Correlation). Rumus koefisien korelasinya adalah (Kriyantono, 2007:169) :

Keterangan :

Rho = koefisien korelasi rank-order d = perbedaan antara pasangan jenjang

Σ = sigma atau jumlah

N = jumlah individu dalam sampel 1 = bilangan konstan

6 = bilangan konstan

Spearman Rho Koefisien adalah metode untuk menganalisis data dan untuk melihat hubungan antara variabel yang sebenarnya dengan skala ordinal (Kriyantono, 2007:170).

Jika rho < 0, maka hipotesis ditolak Jika rho > 0, maka hipotesis diterima

Untuk menguji tingkat signifikan korelasi, maka digunakan rumus ttest pada tingkat signifikan 0,05 sebagai berikut (Kriyantono, 2007:170) :

Keterangan : t = nilai thitung r = nilai koefisien n = jumlah sampel

Jika ttest > thitung, maka hubungan signifikan Jika ttest < thitung, maka hubungan tidak signifikan

Selanjutnya, untuk mengatur kekuatan derajat hubungan digunakan nilai koefisien korelasi sebagai berikut (Kriyantono, 2008:170), yaitu:


(38)

0,20 – 0,39 = hubungan rendah tapi pasti 0,40 – 0,70 = hubungan yang cukup berarti 0,71 – 0,90 = hubungan yang tinggi; kuat

≥ 0,90 = hubungan yang sangat tinggi; kuat sekali; dapat diandalakan

Berdasarkan nilai rs hitung maka dapat diketahui besar kekuatan prediksi dari penelitian yang disebut Uji Determinan Korelasi, dengan rumus (Kriyantono, 2008:171) :

Kp = (rs) 2


(39)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3. 1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara demokratis, LUBER (langsung, umum, bebas, dan, rahasia), JURDIL (jujur dan adil) dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu dilaksanakan untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota serta memilih Presiden dan Wakil Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota.

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 22 E ayat (5) Pemilu diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri. Berdasarkan Undang-undang No. 22 Tahun 2007 yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 15 Tahun 2011 tentang penyelenggara Pemilu bahwa KPU terdiri dari Komisioner (KPU) dibantu oleh Sekretariat Jenderal KPU.

KPU menyelenggarakan Pemilu Anggota DPR,DPD,DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden setiap lima tahun sekali dan melaksankan pembinaan dan supervisi KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Pemilihan Bupati/Walikota yang dilaksanakan setiap tahun diwilayah seluruh Indonesia, disamping itu KPU melaksankan pendidikan pemilih dan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu.

Guna mewujudkan akuntabilitas publik, KPU sebagai Lembaga Penyelenggara Pemilu yang mempunyai sumber pendanaan dari APBN berkewajiban untuk melaporkan hasil kinerja baik secara tertulis, periodik dan melembaga setiap tahunnya kepada Presiden melalui Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi sesuai dengan


(40)

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Refromasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja Instansi Pemerintah. Pelaporan Kinerja dimaksud untuk mengkomunikasikan capaian kinerja KPU dalam satu tahun anggaran yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan dan sasaran serta menjelaskan keberhasilan dan kegagalan tingkat kinerja yang dicapainya. Berdasarkan undang-undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang penyelenggara Pemilu, tugas, wewenang, dan kewajiban KPU dalam penyelenggaraan Pemilu meliputi :

1. Pemilu Anggota DPR,DPD dan DPRD. 2. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. 3. Pemilih Gubernur, Bupati,dan Walikota.

Untuk mendukung kelancaran tugas, wewenang dan kewajiban KPU dalam Penyelenggaraan Pemilu, KPU melaksanakan tugasnya dibantu oleh Sekretariat KPU Kota Pematangsiantar yang bersifat hirarkis dan dalam satu kesatuan manajemen. Sekretariat KPU Kota Pematangsiantar memiliki tugas sebagai berikut :

1. Membantu Penyusunan Program dan Anggaran Pemilu. 2. Memberikan Dukungan Teknis Administratif.

3. Membantu Pelaksanaan Tugas KPU dalam menyelenggarakan Pemilu.

4. Membantu Perumusan dan Penyusunan Rancangan Peraturan dan Keputusan KPU.

5. Memberikan Bantuan Hukum dan Memfasilitasi Penyelesaian Sengketa Pemilu.

6. Membantu Penyusunan Laporan Penyelenggaraan Kegiatan dan Pertanggungjawaban KPU.

7. Membantu Pelaksanaan tugas-tugas lain sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.


(41)

Sekretariat KPU Kota Pematangsiantar berwenang untuk :

1. Mengadakan dan mendistribusikan Perlengkapan Penyelenggaraan Pemilu berdasarkan Norma, Standar, Prosedur dan Kebutuhan yang ditetapkan oleh

KPU.

2. Mengadakan Perlengkapan Penyelenggaraan Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf 1 sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.

3. Mengangkat Tenaga Pakar/Ahli berdasarkan kebutuhan atas persetujuan KPU.

4. Memberikan Layanan Administratif, Ketatausahaan, dan Kepegawaian sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.

Sekretariat KPU Kota Pematangsiantar dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban untuk :

1. Menyusun Laporan Pertanggungjawaban Keuangan. 2. Memelihara Arsip dan Dokumen Pemilu.

3. Mengelola Barang Inventaris KPU.

Sekretariat KPU Kota Pematangsiantar adalah Lembaga yang dipimpin oleh Sekretaris KPU Kota Pematangsiantar sebagai Lembaga pendukung yang professional dengan tugas utama membantu hal teknis administratif, termasuk pengelolaan anggaran Pemilu. Sedangkan Susunan Sekretariat Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota dibawah Sekretaris sebagaimana dalam Keputusan KPU Nomor 12 Tahun 2008, terdiri dari :

1. Subbagian Program dan Anggaran, mempunyai tugas menyiapkan penyusunan rencana, program, anggaran bersama dengan Subbagian Umum, pengumpulan dan pengolahan data kegiatan Pemilihan Umum.

2. Subbagian Teknis Penyelenggaraan, mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan teknis penyelenggaraan Pemilihan Umum dan proses administrasi verifikasi penggantian antar waktu.

3. Subbagian Hukum dan Hubungan Masyarakat, mempunyai tugas melaksanakan inventarisasi, pengkajian, penyuluhan, bantuan, kerja sama antar lembaga dan penyelesaian sengketa hukum, pengawasan pelaksanaan


(42)

rencana dan program serta melaksanakan pelayanan informasi, sosialisasi peraturan yang berkaitan dengan Pemilu dan peningkatan partisipasi masyarakat.

4. Subbagian Umum mempunyai tugas melakukan penyusunan anggaran bersama dengan Subbagian Program, perbendaharaan, verifikasi dan pembukuan pelaksanaan anggaran, pelaksanaan urusan rumah tangga, perlengkapan, keamanan dalam, tata usaha, pengadaan dan distribusi logistik, kepegawaian, serta dokumentasi.

Visi Komisi Pemilihan Umum yaitu terwujudnya Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara Pemilihan Umum yang memiliki Integritas, Profesional, Mandiri, Transparan dan Akuntabel, demi terciptanya Demokrasi Indonesia yang berkualitas berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Misi Komisi Pemilihan Umum yaitu membangun l embaga penyelenggara Pemilihan Umum yang memiliki kompetensi, kredibilitas dan kapabilitas dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum. Menyelenggarakan Pemilihan Umum untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden serta Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, akuntabel, edukatif dan beradab. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan Pemilihan Umum yang bersih, efisien dan efektif. Melayani dan memperlakukan setiap peserta Pemilihan Umum secara adil dan setara, serta menegakkan peraturan Pemilihan Umum secara konsisten sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Meningkatkan kesadaran politik rakyat untuk berpartisipasi aktif dalam Pemilihan Umum demi terwujudnya cita-cita masyarakat Indonesia yang demokratis.

3.2 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional yang berusaha menjelaskan suatu permasalahan atau gejala yang lebih khusus dalam penjelasan antara dua objek. Metode penelitian ini bertujuan


(43)

untuk menentukan ada tidaknya hubungan, dan apabila ada, seberapa erat hubungannya dan berarti atau tidaknya hubungan tersebut (Arikunto,1998:251). Penelitian korelasional ini bertujuan untuk melihat sejauhmanakah komunikasi formal berpengaruh terhadap pengambilan keputusan karyawan di KPU Kota Pematang Siantar.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuhan, gejala-gejala, nilai test atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian (Nawawi, 1995:141). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan KPU Kota Pematang Siantar yang berjumlah 25 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel secara sederhana diartikan sebagai bagian dari populasi yang menjadi sumber data sebenarnya dalam satu penelitian. Sampel juga dapat dijadikan sebagai bagian dari populasi yang diambil dengan menggunakan cara-cara tertentu. Syaratnya sampel harus memenuhi unsur reprensentatif atau mewakili dari seluruh sifat-sifat populasi yang akan diteliti

Sampel secara reprensentatif merupakan sampel yang mencerminkan semua unsur dalam populasi secara proporsional atau memberikan kesempatan yang sama pada semua unsur populasi untuk dipilih sehingga dapat mewakili keadaan sebenarnya dalam keseluruhan populasi (Kriyantono, 2007:150). Dalam buku yang berjudul prosedur penelitian suatu pendekatan praktek Arikunto mengatakan jika jumlah populasi hanya berkisar 100 ke bawah maka sebaiknya jumlah sampel adalah jumlah keseluruhan populasi (total sampling), sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi, namun jika subjeknya besar, maka di ambil antara 10-15% atau 20-25% dari jumlah keseluruhan populasi (Arikunto,


(44)

1998:120). Dari pendapat Arikunto di atas, maka peneliti mengambil keseluruhan populasi (total sampling) yaitu sebanyak 25 orang.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Lapangan (Field Research) yaitu pengumpulan data yang dilakukan dilapangan meliputi kegiatan survey di lokasi penelitian dan pengumpulan data dari responden melalui kuesioner. Kuesioner adalah kumpulan pertanyaan yang diajukan secara tertulis kepada seseorang (yang dalam hal ini disebut responden) dan cara menjawabnya juga dilakukan dengan tertulis (Arikunto, 2002:135). Jenis kuesioner yang digunakan adalah kuesioner tertutup yaitu sejumlah pertanyaan yang telah disediakan jawabannya, sehingga responden hanya perlu memilih salah satu jawaban.

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan dipresentasikan. Menurut Bogdan dan Biklen analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilih-milihnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistemasikannya, mencari dan menentukan pola, menentukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang diceritakan orang lain (Singarimbun, 1995:263).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian korelasional, sehingga menggunakan analisis tabel tunggal, analisis tabel silang, dan uji hipotesis.

1. Analisis Tabel Tunggal

Analisis Tabel Tunggal adalah analisis yang dilakukan dengan membagikan variabel-variabel penelitian ke dalam jumlah frekuensi dan presentasi setiap kategori (Singarimbun, 1995:266)

2. Analisis Tabel silang

Merupakan salah satu teknik yang dipergunakan untuk menganalisis dan mengetahui variabel yang satu memiliki hubungan dengan yang lainya.


(45)

Sehingga dapat diketahui apakah variabel tersebut bernilai positif atau negatif (Singarimbun, 1995:273)

3. Uji Hipotesis

Uji hipotesis adalah salah satu fungsi untuk menyederhanakan data sehingga mudah dibaca dan diinterpretasikan, juga dipakai untuk menguji hipotesis.


(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tahapan Pelaksanaan Penelitian

Bab ini berisikan uraian hasil penelitian yang dilakukan supaya mengetahui seberapa besar pengaruh Komunikasi Formal terhadap proses Pengambilan Keputusan kerja karyawan di KPU Kota Pematang Siantar. Dalam proses penelitian ini ada beberapa tahap pengumpulan data yang peneliti lakukan yaitu:

4.1.1 Tahap Awal

Sebelum melakukan penelitian ke lokasi penelitian yaitu di Komisi Pemilihan Umum Kota Pematang Siantar peneliti terlebih dahulu meminta izin dari pihak Kantor bagian administrasi. Namun sebelum itu peneliti melakukan surat permohonan izin melakukan penelitian dari bagian pendidikann FISIP USU. Setelah peneliti memperoleh surat-surat izin tersebut maka peneliti dapat melakukan penelitian di lokasi penelitian.

4.1.2 Pengumpulan Data

Mulai tanggal 9 Juli 2012 sampai dengan 16 Juli 2012, peneliti menyebarkan kuesioner di Komisi Pemilihan Umum Kota Pematang Siantar. Kuesioner tersebut berisi 24 pertanyaan yang seluruhnya harus dijawab responden, 16 pertanyaan untuk komunikasi formal, dan 7 pertanyaan tentang pengambilan keputusan. Selain itu terdapat 1 pertanyaan uraian yang harus dijawan oleh responden. Dalam menjawab pertanyaan tersebut peneliti juga menjelaskan pertanyaan-pertanyaan yang kurang dimengerti responden dan untuk memastikan agar tidak ada satupun pertanyaan yang terlewatkan.


(47)

4.1.3 Proses Pengolahan Data

Setelah peniliti selesai mengumpulkan data dari 25 responden, maka pengolahan data akan dimulai. Adapun tahap pengolahan data yang akan penilti lakukan adalah sebagai berikut:

1. Penomoran Kuesioner, kuesioner yang telah dikumpulkan akan diberi nomor urut sebagai tanda pengenal (01-25)

2. Editing, proses pengeditan jawaban kuesioner untuk memperjelas setiap jawaban yang meragukan dan menghindari terjadinya kesalahan saat pengisian data ke dalam kotak yang disediakan.

3. Coding, proses pemindahan jawaban-jawaban responden ke kotak kode yang disediakan dalam bentuk angka (score).

4. Inventarisasi Variabel, yaitu data mentah yang diperoleh akan dimasukkan ke dalam Foltron Cobol (FC) sehingga memuat seluruh data ke dalam satu kemasan.

5. Tabulasi Data, dalam tahap ini data dari lembar Foltron Cobol (FC) dimasukkan ke dalam tabel yaitu tabel tunggal dan silang. Penyebaran data dalam tabel secara rinci melalui kategori frekuensi, presentase dan selanjutnya akan dianalisis melalui perangkat lunak SPSS.

4.2 Analisis Tabel Tunggal

Analisis tabel tunggal merupakan suatu analisa yang dilakukan dengan membagi-bagikan variabel penelitian ke dalam kategori-kategori yang dilakukan atas dasar frekuensi. Tabel tunggal merupakan langkah awal dalam menganalisis data yang terdiri dari kolom, sejumlah frekuensi dan presentase dari setiap kategori. Data yang disajikan dan dibahas dalam tabel tunggal ini terdiri dari baagian yaitu komunikasi organisasi formal dan pengambilan keputusan. Tabel tunggal ini dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak yaitu SPSS Versi 15.0.


(48)

4.2.1 Komunikasi Formal dalam Kegiatan Rapat Pleno

4.2.2.1 Komunikasi Vertikal Ke Bawah (Downward Communication) Tabel 2

Tingkat Kejelasan Instruksi Tugas

No Tingkat Kejelasan Instruksi Tugas F %

1. Tidak Setuju 3 12

2. Setuju 7 28

3. Sangat Setuju 15 60

Total 25 100

Sumber: P. 01/FC.03

Berdasarakn data tersebut, sebanyak 3 responden (12%) mengatakan tidak setuju tentang pemberian instruksi tugas, sebanyak 7 responden (28%) mengatakan setuju, dan sebanyak 15 responden (60%) mengatakan sangat setuju. Rata-rata responden menjawab sangat setuju tentang pemberian tingkat instruksi mengenai tugas.

Tingkat kejelasan responden tentang pemberian instruksi tugas oleh pimpinan mereka dilatarbelakangi oleh pembekalan tentang pemahaman tugas yang telah diberikan sebelumnya. Selain karena faktor tersebut, kegiatan Rapat Pleno semakin menguatkan kejelasan akan instruksi tugas yang ditujukan kepada responden.


(49)

Tabel 3

Penjelasan mengenai tugas

No Penjelasan Mengenai Tugas F %

1. Tidak Setuju 4 16

2. Setuju 7 28

3. Sangat Setuju 14 56

Total 25 100

Sumber: P.02/FC.04

Berdasarkan data tersebut, sebanyak 4 responden (16%) mengatakan tidak setuju tentang penjelasan mengenai tugas, sebanyak 7 responden (28%) mengatakan setuju, dan sebanyak 14 responden (56%) mengatakan sangat setuju. Rata-rata responden menjawab sangat setuju tentang penjelasan mengenai tugas. Hal ini menandakan sebagian besar karyawan ingin mengetahui secara jelas apa yang akan hendak dia kerjakan agar tidak terjadi kesalahpahaman tentang apa yang akan dikerjakan kelak.


(50)

Tabel 4

Kesempatan Menanggapi Penjelasan mengenai Rasional No Kesempatan Menanggapi Penjelasan

mengenai Rasional

F %

1. Tidak Setuju 2 8

2. Setuju 10 40

3. Sangat Setuju 13 52

Total 25 100

Sumber: P.03/FC.05

Tabel di atas menunjukkan data tentang kesempatan menanggapi penjelasan mengenai rasional. Sebanyak 2 responden (8%) menjawab tidak setuju, 10 responden (40%) menjawab setuju, 13 responden (52%) menjawab sangat setuju. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa masing-masing karyawan diberikan kesempatan dalam menanggapi penjelasan dalam kegiatan Rapat Pleno.


(51)

Tabel 5

Pemberian Teknik Komunikasi Persuasi mengenai Rasional No Pemberian Teknik Komunikasi

Persuasi mengenai Rasional

F %

1. Tidak Setuju 3 12

2. Setuju 11 44

3. Sangat Setuju 11 44

Total 25 100

Sumber: P.04/FC.06

Tabel di atas menunjukkan data tentang pemberian teknik komunikasi persuasi mengenai Rasional. Sebanyak 3 responden (12%) menjawab tidak setuju, 11 responden (44%) menjawab setuju, 11 responden (44%) menjawab sangat setuju. Dari data tersebut terlihat bahwa pimpinan selalu memberikan kesempatan dalam menanggapi penjelasan dalam Rapat Pleno dan menyampaikannya dengan teknik komunikasi yang baik/sopan sehingga tidak menyinggung perasaan yang lain.


(52)

Tabel 6

Pemberian Kejelasan Pesan Mengenai Ideologi No Pemberian Kejelasan Pesan Mengenai

Ideologi

F %

1. Tidak Setuju 2 8

2. Setuju 16 64

3. Sangat Setuju 7 28

Total 25 100

Sumber: P.05/FC.07

Tabel di atas menunjukkan data tentang pemberian kejelasan pesan mengenai ideologi. Sebanyak 2 responden (8%) menjawab tidak setuju, 16 responden (64%) menjawab setuju, 7 responden (28%) menjawab sangat setuju.

Pemberian kejelasan dari pimpinan kepada responden mengenai Ideologi dilatarbelakangi oleh pembekalan yang telah diberikan sebelumnya mengenai pentingnya meningkatkan loyalitas terhadap kantor. Selain karena faktor tersebut, kegiatan Rapat Pleno semakin menguatkan kejelasan akan pesan ideologi yang ditujukan kepada responden.


(53)

Tabel 7

Pemahaman Pesan Mengenai Ideologi No Pemahaman Pesan Mengenai

Ideologi

F %

1. Tidak Setuju 1 4

2. Setuju 17 68

3. Sangat Setuju 7 28

Total 25 100

Sumber: P.06/FC.08

Tabel di atas menunjukkan data tentang pemahaman pesan mengenai ideologi. Sebanyak 1 responden (4%) menjawab tidak setuju, 17 responden (68%) menjawab setuju, 7 responden (28%) menjawab sangat setuju.

Secara umum, lebih dari setengah dari jumlah responden mengatakan bahwa mereka setuju akan pemahaman pesan mengenai ideologi. Hal tersebut disebabkan karena kegiatan Rapat Pleno rutin dilakukan sehingga meningkatkan kepemahaman mereka akan setiap penjelasan mengenai pesan untuk memotivasi dan memperkuat loyalitas yang ditujukan kepadaa mereka.


(54)

Tabel 8

Pemberian Kejelasan Informasi Mengenai Peraturan No Pemberian Kejelasan Informasi

Mengenai Peraturan

F %

1. Tidak Setuju 1 4

2. Setuju 12 48

3. Sangat Setuju 12 48

Total 25 100

Sumber: P.07/FC.09

Tabel di atas menunjukkan data tentang Pemberian kejelasan informasi mengenai peraturan. Sebanyak 1 responden (4%) menjawab tidak setuju, 12 responden (48%) menjawab setuju, 12 responden (48%) menjawab sangat setuju. Dalam hal ini rata–rata jawaban responden terbagi sama rata antara setuju dengan sangat setuju. Dari sini tampak bahwa responden senang dengan adanya pemberian informasi dari atasan agar mereka tidak sampai melanggar peraturan yang ada di kantor.


(55)

Tabel 9

Pemberian Pemahaman Tentang Informasi Di Kantor No Pemberian Pemahaman Tentang

Informasi Di Kantor

F %

1. Tidak Setuju 1 4

2. Setuju 12 48

3. Sangat Setuju 12 48

Total 25 100

Sumber: P.08/FC.10

Tabel di atas menunjukkan data tentang Pemberian pemahaman tentang informasi di kantor. Sebanyak 1 responden (4%) menjawab tidak setuju, 12 responden (48%) menjawab setuju, 12 responden (48%) menjawab sangat setuju. Dalam hal ini rata–rata jawaban responden terbagi sama rata antara setuju dengan sangat setuju. Dari sini tampak bahwa responden senang dengan adanya pemberian pemahaman informasi dari atasan agar tahu bagaimana sebenarnya situasi di kantor tersebut.


(56)

Tabel 10

Pemberian Hukuman/Penghargaan Terhadap Hasil Kerja No Pemberian Hukuman/Penghargaan

Terhadap Hasil Kerja

F %

1. Tidak Setuju 3 12

2. Setuju 12 48

3. Sangat Setuju 10 40

Total 25 100

Sumber: P.11/FC.13

Tabel di atas menunjukkan data tentang Pemberian Hukuman/Penghargaan terhadap hasil kerja. Sebanyak 3 responden (12%) menjawab tidak setuju, 12 responden (48%) menjawab setuju, 10 responden (40%) menjawab sangat setuju. Hal ini menunjukkan bahwa responden mengharapkan imbalan dari apa yang mereka perbuat untuk kantor agar mereka merasakan pekerjaan yang mereka kerjakan dihargai terlepas itu dari hasil yang baik atau buruk.


(57)

4.2.2.2 Komunikasi Vertikal Ke Atas (Upward Communication)

Tabel 11

Pemberian Kejelasan Mengenai Informasi Masalah No Pemberian Kejelasan Mengenai

Informasi Masalah

F %

1. Tidak Setuju 1 4

2. Setuju 15 60

3. Sangat Setuju 9 36

Total 25 100

Sumber: P.12/FC.14

Tabel di atas menunjukkan data tentang Pemberian kejelasan mengenai Informasi masalah dari responden kepada atasan. Sebanyak 1 responden (4%) menjawab tidak setuju, 15 responden (60%) menjawab setuju, 9 responden (36%) menjawab sangat setuju. Secara umum, lebih dari setengah jumlah responden mengatakan bahwa atasan mereka puas dengan segala penyampaian informasi mengenai masalah pekerjaan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa para responden memiliki hubungan/kondisi yang baik kepada atasannya.


(58)

Tabel 12

Pemberian Kesempatan Menyampaikan Saran/Ide No Pemberian Kesempatan

Menyampaikan Saran/Ide

F %

1. Tidak Setuju 0 0

2. Setuju 16 64

3. Sangat Setuju 9 36

Total 25 100

Sumber: P.13/FC.15

Tabel di atas menunjukkan data tentang Pemberian kesempatan menyampaikan saran/ide. Tidak ada sama sekali responden yang menjwab tidak setuju, 16 responden (64%) menjawab setuju, 9 responden (36%) menjawab sangat setuju. Secara umum, lebih dari setengah jumlah responden mengatakan bahwa mereka selalu merasa diberikan kesempatan dalam memberikan saran/ide, ini menunjukkan bahwa atasan mereka tidak egois dalam bertindak.


(59)

Tabel 13

Pemberian Kesempatan Menyampaikan Keluhan No Pemberian Kesempatan

Menyampaikan Keluhan

F %

1. Tidak Setuju 2 8

2. Setuju 13 52

3. Sangat Setuju 10 40

Total 25 100

Sumber: P.14/FC.16

Tabel di atas menunjukkan data tentang Pemberian kesempatan menyampaikan keluhan. Sebanyak 2 responden (8%) menjawab tidak setuju, 13 responden (52%) menjawab setuju, 10 responden (40%) menjawab sangat setuju. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa kesempatan yang diberikan kepada responden dalam menyampaikan segala keluhan sangat terbuka dan itu menunjukkan bahwa mereka dapat dikatakan tidak terlalu asing di kantor itu.


(1)

24. Menurut anda bagaimana sebaiknya komunikasi organisasi formal pada kegiatan Rapat Pleno di kantor KPU Kota Pematang Siantar? ……… ……… ……… ………..


(2)

Tabel Data Mentah Komunikasi Formal Dan Pengambilan Keputusan

No Responden X Y di= X-Y (di)2

0 1 3 4 -1 1

0 2 9 8 1 1

0 3 12 8 4 16

0 4 10 1 9 81

0 5 1 4 -3 9

0 6 1 4 -3 9

0 7 13 5 8 64

0 8 15 12 3 9

0 9 7 1 6 36

1 0 4 5 -1 1

1 1 6 5 1 1

1 2 5 3 2 4

1 3 14 9 5 25

1 4 7 2 5 25

1 5 12 8 4 16

1 6 13 8 5 25

1 7 2 3 -1 1

1 8 8 8 0 0

1 9 7 6 1 1

2 0 9 8 1 1

2 1 5 2 3 9


(3)

2 4 8 7 1 1

2 5 4 6 -2 4

∑d2


(4)

TABEL FOLTRON COBOL

Komunikasi Formal Dan Pengambilan Keputusan

(Studi Korelasional Mengenai Komunikasi Formal Dan Pengambilan Keputusan Kerja Karyawan Di KPU Kota Pematang Siantar)

No

Komunikasi formal Pengambilan Keputusan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 0 1 3 3 3 2 2 2 3 3 3 2 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 2 2 0 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 1 3 0 3 1 3 2 2 2 2 2 2 1 3 3 2 2 2 2 1 2 1 1 3 2 2 3 0 4 1 1 1 1 1 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 0 5 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 2 2 3 0 6 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 2 3 2 0 7 1 1 1 1 2 2 2 3 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 3 2 3 3 2 0 8 2 1 2 1 1 3 3 3 1 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 0 9 2 2 3 3 3 2 3 3 3 2 2 2 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 1 0 3 3 3 3 3 2 3 2 2 2 3 2 3 2 3 2 3 2 2 3 2 2 3 1 1 3 3 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 3 3 2 3 3 3 2 2 3 2 2 1 2 3 3 3 3 2 2 3 3 2 2 2 2 3 2 3 2 2 3 2 3 3 3 3 1 3 2 2 3 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 4 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 3 3 2 3 3 3 3 1 5 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 6 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 7 2 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 2 3 1 8 3 3 2 2 2 1 3 3 3 3 3 1 2 3 2 2 2 2 2 3 1 1 3 1 9 2 2 2 2 3 2 3 2 2 3 3 3 3 3 2 1 2 2 2 3 3 2 2 2 0 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 2 3 3 2 2 2 3 3 3 3 3 2 3 2 2 3 3 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 1 1 1 2 1 1 2 2 1 1 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 4 3 2 2 3 3 3 2 2 3 2 3 3 2 1 1 2 2 2 1 3 2 2 3 2 5 3 3 3 2 2 3 2 2 3 2 2 3 2 3 3 3 2 2 2 3 3 2 2


(5)

Struktur Organisasi Komisi Pemilihan Umum Kota Pematangsiantar

KETUA

ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA

SEKRETARIS

KASUBBAG UMUM KASUBBAG TEKNIS

KASUBBAG PROGRAM & ANGGARAN

KASUBBAG HUKUM

STAF

STAF

STAF

STAF

STAF

STAF

STAF

STAF STAF

STAF

STAF STAF

STAF

STAF


(6)

BIODATA PENELITI

Nama : Suranta Sembiring

TTL : Pematang Siantar, 7 Juni 1990

Alamat : Jalan Kaveleri No.8 Pemataang Siantar

Agama : Kristen Protestan

Pendidikan:

• TK Sandhy Putra Pematang Siantar (1995-1996)

• SD Taman Siswa Pematang Siantar (1996-2002)

• SMP Katolik Bintang Timur Pematang Siantar (2002-2005)

• SMA Methodist Pematang Siantar (2005-2008)

• Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU konsentrasi Public

Relations. (2008-2012)

Nama Orangtua/Pekerjaan:

• Drs. Nanggip Sembiring

• Asnah Tarigan

Anak ke : 4 (empat) dari 4 (empat) bersaudara

Nama Saudara:

• Nina Ita Sembiring, SE.

• Maklum Hariatin Sembiring (+)