Latar Belakang Masalah Perbandingan Kondisi Perbankan Syariah Di Republika Islam Iran Dan Indonesia

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesadaran umat Islam untuk kembali menelaah sumber-sumber asli ajarannya semakin meningkat dalam beberapa dekade terakhir ini. Hal tersebut terlihat dengan adanya beberapa cendikiawan yang menyuguhkan konsep islamization of knowledge islamisasi ilmu pengetahuan. Syed Naquib Al-Attas menjelaskan bahwa islamisasi ilmu pengetahuan berasal dari nilai dan prinsip Islam yang orisinal, sehingga terbangun keilmuan yang bebas dari nilai dan paradigma konvensional. Abdullah Saeed menyebutnya dengan istilah neo-revivalisme. 1 Penelaahan kembali terhadap sumber asli ajaran Islam ini termasuk dalam bidang ekonomi. Hal ini ditegaskan oleh Mohammad Anwar, 2 ekonom Pakistan, bahwa saat ini telah tumbuh kesadaran di dunia muslim bahwa proses penelitian untuk meningkatkan batasan pengetahuan Islam dalam ilmu sosial sudah berjalan. Inilah saatnya ekonomi Islam untuk menyisihkan kepercayaan pada metodologi Barat, merevitalisasi metodologi Islam, dan menemukan kriteria yang diterima untuk menilai teori ekonomi Islam dan memimpin penyelidikan ekonomi dengan kerangka Islam. 1 Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, Penerjemah Arif Maftuhin, Jakarta: Paramadina, 2004, h. 4. 2 Mohammad Anwar, Islamic Economic Methodology, dalam F.R. Faridi, ed., Essay in Islamic Economic Analysis , New Delhi: Institute of Objective Studies, 1991, h. 14. 2 Salah satu proses islamisasi ilmu pengetahuan ekonomi tersebut terbukti dengan lahirnya berbagai lembaga keuangan yang berlandaskan syariah. Perdebatan mengenai penerapan asas-asas Islam dalam bidang perniagaan di tahun 1950-an tidak berlangsung di kebanyakan wilayah Timur Tengah, melainkan justru di Pakistan. Di sana kesadaran tentang identitas keagamaan Islam terpisah sejak mula-mula didirikannya negara itu yang memisahkan diri dari India justru dengan alasan agama atau keagamaan. 3 Namun model bank Islam yang komprehensif dan detail bermunculan di akhir tahun 1960-an. Ahmad El Najjar, ekonom Mesir mengajak beberapa pengusaha mendirikan bank Islam pertama di dunia modern, Mit Ghamr Savings Bank pada 1963. 4 Bank swasta bebas-bunga, Dubai Islamic Bank, juga berdiri pada tahun 1975 oleh sekelompok pebisnis dari beberapa negara. Dua bank swasta lagi juga didirikan pada tahun 1977 di bawah nama Faisal Islamic Bank di Mesir dan Sudan. Pada tahun yang sama pemerintah Kuwait mendirikan Kuwait Finance House. 5 Begitu pun seterusnya hingga baru pada tahun 1992, bank syariah pertama di Indonesia lahir dengan nama Bank Muamalat Indonesia. 3 Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan, Ciputat: Kholam Publishing, 2008, h. 393. 4 Ibrahim Aji, Perbankan Syariah: Belajar dari Sudan, Pakistan, dan Iran, Sharing, edisi 29 Thn III Mei 2009, h. 30. 5 Abdul Gafoor, Interest-Free Commercial Banking, Kuala Lumpur: A.S. Noordeen, 1996, h. 39. 3 Pertumbuhan industri perbankan syariah pun meningkat di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Akhir tahun 2005, total aset perbankan syariah belum mencapai 20 triliun rupiah, namun pada sampai dengan bulan Agustus 2010, total aset perbankan syariah sudah melebihi 60 triliun rupiah. 6 Namun pertumbuhan pesat ini bukan berarti tanpa hambatan. Untuk lebih meningkatkan perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia, Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan menyusun Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah yang berisikan tahapan apa yang sedang dan akan dilakukan oleh Bank Indonesia untuk meningkatkan market-share di tanah air. Sebagai bahan pembanding, Bank Indonesia menampilkan data market-share perbankan syariah dari negara lain, di antaranya Iran, Sudan, Malaysia dan lain-lain. Potret Sejumlah Negara yang Aktif Mengembangkan Perbankan Syariah per Mei 2008 Negara Populasi Muslim Aset Perbankan Syariah USD Bil Pangsa Perbankan Syariah Iran 65.875.223 98 162,2 100 Sudan 40.218.455 70 58 90 UAE 4.621.399 96 46,3 13,5 Bahrain 718.306 81,2 16,4 6,5 Qatar 928.635 77,5 14,8 18,2 Malaysia 25.274.133 60,4 50 12,9 Singapura 4.608.167 14,9 1,8 6,5 Inggris 60.943.912 2,7 10 0,05 Sumber: Grand Strategy, Bank Indonesia, 2008 6 Statistik Perbankan Indonesia Agustus 2010, diakses pada tanggal 11 November 2010 dari http:www.bi.go.idNRrdonlyres178351D5-B33E-49F1-9D43- 5401FDC2533F21180BISPIAgustus2010.pdf . 4 Data di atas memperlihatkan bahwa perbankan syariah di Republik Islam Iran merupakan yang terbesar di dunia dengan aset lebih dari 162 miliar dolar. Data tersebut didukung oleh survei yang dikeluarkan pada akhir tahun 2009 oleh majalah The Banker dan HSBC Amanah 7 . Hasil survei menunjukkan bahwa aset perbankan syariah dunia terus meningkat di saat bank konvensional mengalami stagnasi. 8 Ranking by Amount of Sharia-Compliant Assets Rank 2007 Country Sharia- compliant assets m Total assets m of sharia- compliant assest to total assets 1. Iran 154,616.28 154,616.28 100.00 2. Saudi Arabia 69,379.15 219,694.05 31.58 3. Malaysia 65,083.37 258,569.80 25.11 4. Kuwait 37,684.47 101,035.89 37.30 5. UAE 35,354.3 121,273.74 29.15 6. Brunei 31,535.19 31,535.19 100 7. Bahrain 26,251.86 84,301.00 31.14 8. Pakistan 15,918.21 62,540.92 25.45 9. Lebanon 14,315.82 19,066.41 75.08 10. UK 10,420.47 718,340.63 0.10 11. Turkey 10,065.96 10,065.96 100.00 12. Qatar 9,459.71 37,733.24 25.07 13. Sudan 4,467.74 4,467.74 100.00 14. Bangladesh 4,331.90 7,429.16 58.31 15. Egypt 3,852.86 57,871.23 6.66 16. Jordan 2,635.02 2,635.02 100.00 17. Indonesia 2,223.68 83,685.55 2.66 Source: The Banker 9 7 Survei dilakukan sejak tahun 2007 dan dikeluarkan pada akhir tahun 2009. 8 Republika, 10 November 2009, h. 20. 9 http:www.thebanker.comcp22p22tableislamic.jpg , diakses pada tanggal 6 November 2009. 5 Negara-negara Timur Tengah tetap mendominasi aset keuangan syariah dunia dan Indonesia berada di urutan ke-17. Namun negara peringkat pertama dengan aset berbasis syariah terbesar adalah Iran. Dari sepuluh negara dengan market-share 100—termasuk Aljazair, Yaman, Tunisia, Palestina dan Bosnia-Herzegovina— Republik Islam Iran menjadi yang terbesar dengan aset lebih dari 150 miliar dolar AS. Hal ini menarik karena Iran relatif bukan pelopor bagi industri keuangan syariah dan baru melakukan revolusi di negaranya pada tahun 1979. Revolusinya ini tidak hanya meliputi sistem pemerintahan tapi juga sistem keuangan dan perbankan, yakni merubah bentuk transform sistem konvensional menjadi syariah. Faktor pendukung dan hambatan yang dihadapi Iran dapat dijadikan pelajaran bagi Indonesia dalam meningkatkan perkembangan industri perbankan syariah. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merasa tertarik untuk meneliti mengenai proses perubahan sistam, pertumbuhan, dan perkembangan perbankan syariah di Republik Islam Iran yang dikomparasikan dengan Indonesia. Maka dari itu penelitian ini diberi judul: Perbandingan Kondisi Perbankan Syariah di Republik Islam Iran dan Indonesia.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah