Perbandingan Kondisi Perbankan Syariah Di Republika Islam Iran Dan Indonesia

(1)

PERBANDINGAN KONDISI PERBANKAN SYARIAH DI REPUBLIK ISLAM IRAN DAN INDONESIA

Oleh: ALI REZA

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

ii

PERBANDINGAN KONDISI PERBANKAN SYARIAH DI REPUBLIK ISLAM IRAN DAN INDONESIA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh:

Ali Reza NIM: 106046103533

Di Bawah Bimbingan

ttd.

Dr. Euis Amalia, M.Ag. NIP. 197107011998032002

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul PERBANDINGAN KONDISI PERBANKAN SYARIAH DI REPUBLIK ISLAM IRAN DAN INDONESIA telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam).

Jakarta, 14 Desember 2010 Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

ttd.

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M.

NIP. 19550505 198203 1 012

PANITIA UJIAN

1.Ketua : Dr. Euis Amalia, M.Ag. (...ttd...) NIP. 19710701 199803 2 002

2.Sekretaris : Mu'min Roup, S.Ag., M.A. (...ttd...) NIP. 150281979

3.Pembimbing: Dr. Euis Amalia, M.Ag. (...ttd...) NIP. 19710701 199803 2 002

4.Penguji I : Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M. (...ttd...) NIP. 19550505 198203 1 012

5.Penguji II : Dr. Euis Nurlaelawati, M.A. (...ttd...) NIP. 19700704 199603 2 002


(4)

iv

ABSTRAKSI

ALI REZA. NIM 106046103533. Perbandingan Kondisi Perbankan Syariah di Republik Islam Iran dan Indonesia. Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam), Konsentrasi Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1431 H / 2010 M.

Isi: vii + 85 halaman + 21 lampiran, 40 literatur (1989 - 2010).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses perubahan bentuk dari sistem perbankan syariah di Republik Islam Iran, pertumbuhan dan perkembangannya, serta menganalisis perbandingan antara perbankan syariah di Iran dengan perbankan syariah di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian analisis komparatif. Berdasarkan hasil penelitian, proses perubahan mendasar membutuhkan waktu enam tahun yang dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung dan juga faktor penghambat. Perbankan syariah di Indonesia dapat menjadikan hal tersebut sebagai bahan pembelajaran bagi pengembangan perbankan syariah di tanah air, dengan terus memberikan tekanan politik dan edukasi kepada pengambil kebijakan.

Kata Kunci: politik ekonomi, perbankan syariah, political will

Pembimbing : Dr. Euis Amalia, M.Ag NIP. 197107011998032002


(5)

v

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 14 Desember 2010


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt. yang telah dan selalu memberikan pertolongan dan kekuatan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang menjadi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan masa kuliah di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Salawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada penutup risalah para nabi, Muhammad saw., dan juga keluarganya yang suci serta para sahabat terbaiknya.

Selama proses penulisan skripsi ini, penulis juga mendapat bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Euis Amalia, M.Ag., Ketua Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan penting bagi terselesaikannya skripsi ini.

3. AH. Azharuddin Latih, M.Ag., mantan Sekretaris Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang saat ini dijabat oleh Mu'min Roup, S.Ag., M.A.

4. Kedutaan Besar Republik Islam Iran di Jakarta yang telah memberikan rekomendasi narasumber wawancara Guru Besar Jamiatul Mustafa Iran


(7)

vii Ayatullah Dr. Hasan Zamani, Direktur Pendidikan Islamic Cultural Center (ICC) Ust. Abdullah Beik, dan Mas Imam Ghozali yang menjadi penerjemah selama berlangsungnya wawancara.

5. Seluruh staf perpustakaan utama, fakultas, dan Iranian Corner yang telah membantu menyediakan sumber tertulis bagi terselesaikannya skripsi ini.

6. Kedua orang tua penulis, Abdullah Aljuffry dan Lutfiah, yang selayaknya berada diurutan pertama, yang telah memberikan bantuan moril maupun materiil tak terbalaskan. Begitu juga kepada kakak penulis, Haidar dan Atikah, atas dukungan dan doanya.

7. Kepada sahabat penulis, Farah Mutmainnah Yusuf yang telah memberikan akses jurnal penelitian online, Alwiyah Alkaff dan Dewi Antariksa atas semangat dan doa yang diberikan, Arie Haura, M. Toyyib, dan tentu saja teman-teman Perbankan Syariah tahun masuk 2006 yang tidak bisa disebutkan satu per satu khususnya kelas A.

Penulis menyerahkan segalanya kepada Allah Swt. sebagai sebaik-baik pembalas kebaikan dan berdoa agar diberikan tambahan kebaikan berlipat. Penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dalam meningkatkan keterbukaan terhadap berbagai pemikiran Islam.

Jakarta, 14 Desember 2010


(8)

viii

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ... iv

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah. ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah. ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian. ... 6

D. Kajian Pustaka. ... 7

E. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep. ... 9

F. Metode Penelitian. ... 10

G. Sistematika Penulisan. ... 15

BAB II PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH ... 16

A. Islamisasi Ilmu Pengetahuan ... 16

B. Riba dan Bunga Bank ... 19

C. Konsep Perbankan Syariah ... 21

D. Sejarah Perbankan Syariah di Dunia ... 24

BAB III PERBANKAN SYARIAH DI REPUBLIK ISLAM IRAN DAN INDONESIA ... 31


(9)

ix

B. Tokoh Pemikiran ... 33

C. Sistem Perbankan Pra-Revolusi ... 37

D. Transformasi Perbankan Syariah ... 41

E. Pertumbuhan dan Perkembangan ... 45

F. Sekilas Perbankan Syariah di Indonesia ... 55

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN KONDISI PERBANKAN SYARIAH DI IRAN DAN INDONESIA ... 59

A. Perbandingan Kondisi Perbankan Syariah Kedua Negara ... 59

B. Analisis SWOT Perbankan Syariah Kedua Negara ... 68

C. Strategi Pengembangan Bank Syariah ke Depan ... 76

BAB V PENUTUP ... 79

A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81


(10)

Perbandingan Kondisi Perbankan Syariah di Republik Islam Iran dan Indonesia Penulis: Ali Reza

Skripsi S1 Program Studi Perbankan Syariah Jurusan Ekonomi Islam Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Diizinkan menggunakan sebagian isi tulisan untuk tujuan personal, pendidikan, riset, bukan komersial. Penggunaan sebagian isi dengan tetap menyebutkan sumber sesuai dengan etika penulisan yang berlaku. Informasi lebih lanjut hubungi melalui email ejajufri@bismillah.com.


(11)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesadaran umat Islam untuk kembali menelaah sumber-sumber asli ajarannya semakin meningkat dalam beberapa dekade terakhir ini. Hal tersebut terlihat dengan adanya beberapa cendikiawan yang menyuguhkan konsep islamization of knowledge

(islamisasi ilmu pengetahuan). Syed Naquib Al-Attas menjelaskan bahwa islamisasi ilmu pengetahuan berasal dari nilai dan prinsip Islam yang orisinal, sehingga terbangun keilmuan yang bebas dari nilai dan paradigma konvensional. Abdullah Saeed menyebutnya dengan istilah neo-revivalisme.1

Penelaahan kembali terhadap sumber asli ajaran Islam ini termasuk dalam bidang ekonomi. Hal ini ditegaskan oleh Mohammad Anwar,2 ekonom Pakistan, bahwa saat ini telah tumbuh kesadaran di dunia muslim bahwa proses penelitian untuk meningkatkan batasan pengetahuan Islam dalam ilmu sosial sudah berjalan. Inilah saatnya ekonomi Islam untuk menyisihkan kepercayaan pada metodologi Barat, merevitalisasi metodologi Islam, dan menemukan kriteria yang diterima untuk menilai teori ekonomi Islam dan memimpin penyelidikan ekonomi dengan kerangka Islam.

1

Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, Penerjemah Arif Maftuhin, (Jakarta: Paramadina, 2004), h. 4.

2

Mohammad Anwar, Islamic Economic Methodology, dalam F.R. Faridi, ed., Essay in Islamic Economic Analysis, (New Delhi: Institute of Objective Studies, 1991), h. 14.


(12)

2 Salah satu proses islamisasi ilmu pengetahuan ekonomi tersebut terbukti dengan lahirnya berbagai lembaga keuangan yang berlandaskan syariah. Perdebatan mengenai penerapan asas-asas Islam dalam bidang perniagaan di tahun 1950-an tidak berlangsung di kebanyakan wilayah Timur Tengah, melainkan justru di Pakistan. Di sana kesadaran tentang identitas keagamaan (Islam) terpisah sejak mula-mula didirikannya negara itu yang memisahkan diri dari India justru dengan alasan agama atau keagamaan.3

Namun model bank Islam yang komprehensif dan detail bermunculan di akhir tahun 1960-an. Ahmad El Najjar, ekonom Mesir mengajak beberapa pengusaha mendirikan bank Islam pertama di dunia modern, Mit Ghamr Savings Bank pada 1963.4 Bank swasta bebas-bunga, Dubai Islamic Bank, juga berdiri pada tahun 1975 oleh sekelompok pebisnis dari beberapa negara. Dua bank swasta lagi juga didirikan pada tahun 1977 di bawah nama Faisal Islamic Bank di Mesir dan Sudan. Pada tahun yang sama pemerintah Kuwait mendirikan Kuwait Finance House.5 Begitu pun seterusnya hingga baru pada tahun 1992, bank syariah pertama di Indonesia lahir dengan nama Bank Muamalat Indonesia.

3

Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan, (Ciputat: Kholam Publishing, 2008), h. 393.

4

Ibrahim Aji, "Perbankan Syariah: Belajar dari Sudan, Pakistan, dan Iran", Sharing, edisi 29 Thn III Mei 2009, h. 30.

5

Abdul Gafoor, Interest-Free Commercial Banking, (Kuala Lumpur: A.S. Noordeen, 1996), h. 39.


(13)

3 Pertumbuhan industri perbankan syariah pun meningkat di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Akhir tahun 2005, total aset perbankan syariah belum mencapai 20 triliun rupiah, namun pada sampai dengan bulan Agustus 2010, total aset perbankan syariah sudah melebihi 60 triliun rupiah.6

Namun pertumbuhan pesat ini bukan berarti tanpa hambatan. Untuk lebih meningkatkan perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia, Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan menyusun Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah yang berisikan tahapan apa yang sedang dan akan dilakukan oleh Bank Indonesia untuk meningkatkan market-share di tanah air. Sebagai bahan pembanding, Bank Indonesia menampilkan data market-share

perbankan syariah dari negara lain, di antaranya Iran, Sudan, Malaysia dan lain-lain.

Potret Sejumlah Negara yang Aktif Mengembangkan Perbankan Syariah (per Mei 2008)

Negara Populasi Muslim %

Aset Perbankan Syariah (USD Bil)

Pangsa Perbankan Syariah (%)

Iran 65.875.223 98 162,2 100

Sudan 40.218.455 70 58 90

UAE 4.621.399 96 46,3 13,5

Bahrain 718.306 81,2 16,4 6,5

Qatar 928.635 77,5 14,8 18,2

Malaysia 25.274.133 60,4 50 12,9

Singapura 4.608.167 14,9 1,8 6,5

Inggris 60.943.912 2,7 10 0,05

Sumber:Grand Strategy, Bank Indonesia, 2008

6

Statistik Perbankan Indonesia Agustus 2010, diakses pada tanggal 11 November 2010 dari


(14)

4 Data di atas memperlihatkan bahwa perbankan syariah di Republik Islam Iran merupakan yang terbesar di dunia dengan aset lebih dari 162 miliar dolar. Data tersebut didukung oleh survei yang dikeluarkan pada akhir tahun 2009 oleh majalah

The Banker dan HSBC Amanah7. Hasil survei menunjukkan bahwa aset perbankan syariah dunia terus meningkat di saat bank konvensional mengalami stagnasi.8

Ranking by Amount of Sharia-Compliant Assets

Rank 2007 Country Sharia-compliant assets $m

Total assets $m

% of sharia-compliant assest

to total assets

1. Iran 154,616.28 154,616.28 100.00%

2. Saudi Arabia 69,379.15 219,694.05 31.58%

3. Malaysia 65,083.37 258,569.80 25.11%

4. Kuwait 37,684.47 101,035.89 37.30%

5. UAE 35,354.3 121,273.74 29.15%

6. Brunei 31,535.19 31,535.19 100%

7. Bahrain 26,251.86 84,301.00 31.14%

8. Pakistan 15,918.21 62,540.92 25.45%

9. Lebanon 14,315.82 19,066.41 75.08%

10. UK 10,420.47 718,340.63 0.10%

11. Turkey 10,065.96 10,065.96 100.00%

12. Qatar 9,459.71 37,733.24 25.07%

13. Sudan 4,467.74 4,467.74 100.00%

14. Bangladesh 4,331.90 7,429.16 58.31%

15. Egypt 3,852.86 57,871.23 6.66%

16. Jordan 2,635.02 2,635.02 100.00%

17. Indonesia 2,223.68 83,685.55 2.66%

Source:The Banker9

7

Survei dilakukan sejak tahun 2007 dan dikeluarkan pada akhir tahun 2009.

8

Republika, 10 November 2009, h. 20.

9

http://www.thebanker.com/cp/22/p22tableislamic.jpg, diakses pada tanggal 6 November


(15)

5 Negara-negara Timur Tengah tetap mendominasi aset keuangan syariah dunia dan Indonesia berada di urutan ke-17. Namun negara peringkat pertama dengan aset berbasis syariah terbesar adalah Iran. Dari sepuluh negara dengan market-share

100%—termasuk Aljazair, Yaman, Tunisia, Palestina dan Bosnia-Herzegovina— Republik Islam Iran menjadi yang terbesar dengan aset lebih dari 150 miliar dolar AS.

Hal ini menarik karena Iran relatif bukan pelopor bagi industri keuangan syariah dan baru melakukan revolusi di negaranya pada tahun 1979. Revolusinya ini tidak hanya meliputi sistem pemerintahan tapi juga sistem keuangan dan perbankan, yakni merubah bentuk (transform) sistem konvensional menjadi syariah. Faktor pendukung dan hambatan yang dihadapi Iran dapat dijadikan pelajaran bagi Indonesia dalam meningkatkan perkembangan industri perbankan syariah. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merasa tertarik untuk meneliti mengenai proses perubahan sistam, pertumbuhan, dan perkembangan perbankan syariah di Republik Islam Iran yang dikomparasikan dengan Indonesia. Maka dari itu penelitian ini diberi judul: "Perbandingan Kondisi Perbankan Syariah di Republik Islam Iran dan Indonesia."

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas, penulis mencoba merumuskan masalah yang akan diteliti sebagai berikut:

a. Bagaimana proses transformasi perbankan di Iran dari konvensional menjadi syariah?


(16)

6 b. Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah di

Republik Islam Iran?

c. Bagaimana perbandingan kondisi perbankan syariah di Republik Islam Iran dengan di Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui proses transformasi perbankan syariah di Republik Islam Iran beserta faktor-faktornya.

2. Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah di Republik Islam Iran.

3. Untuk menganalisis perbandingan antara perbankan syariah di Republik Islam Iran dengan perbankan syariah di Indonesia.

Manfaat yang hendak didapat dalam penelitian ini adalah:

1. Menambah khazanah ilmu pengetahuan tentang ekonomi Islam dan perbankan syariah dari negara yang sudah menerapkan sistem syariah penuh.

2. Bermanfaat bagi praktik perbankan syariah di Indonesia, khususnya untuk merubah sistem perbankan konvensional menjadi syariah serta dalam hal meningkatkan market-share.

3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi awal bagi penelitian serupa di masa datang.


(17)

7

D. Kajian Pustaka

Penelitian ini bukanlah jenis penelitian terdahulu yang dilanjutkan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tetapi merupakan penelitian awal yang diangkat oleh penulis karena belum ada yang mengangkat tema penelitian ini. Namun demikian terdapat penelitian terdahulu dengan tema ekonomi dan perbankan di luar negeri, seperti terlihat dalam tabel di bawah ini:

No. Judul Metodologi Kesimpulan Perbedaan 1. Skripsi Khairul Anuar

bin Mohd Amin Khir, S1 Perbankan Syariah UIN Jakarta, 2008, dengan judul "Kebijakan Moneter

dalam Ekonomi

Islam: Analisis

Kebijakan Mahathir

Mohamad dalam

Mengatasi Krisis

Ekonomi Islam Tahun 1997-1998"

Metode

penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif

Kebijakan moneter yang dibuat oleh Mahathir dalam mengatasi krisis moneter Malaysia masih

menggunakan suku bunga yang jelas tidak sejalan dengan prinsip Islam. Namun dalam hal lain seperti

memperkuat fondasi ekonomi atau meningkatkan kesejahteraan jelas tidak bertentangan bahkan sesuai dengan Islam.

Peneliti tidak memfokuskan pada kebijakan moneter Republik Islam Iran aau langkah-langkah yang diambil oleh penguasa dalam mengatasi krisis ekonomi, langkah yang diambil dalam merubah sistem ekonomi

2. Skripsi Meisya Dwi Putri, S1 Perbankan Syariah UIN Jakarta, 2008, dengan judul "Peranan Perbankan

Syariah dalam

Menciptakan

Stabilitas Moneter di Sudan".

Metode

penelitian yang digunakan adalah dengan

pendekatan kualitatif.

Setelah diterapkannya sistem ekonomi Islam, kondisi perekonomian Sudan semakin pulih meski diwarnai konflik. Sistem ekonomi Islam juga membantu Sudan meningkatkan

Peneliti tidak memfokuskan hanya pada kondisi perekonomian namun juga proses transforma sistem perbankan dan undang-undangnya. Selain itu juga, peneliti akan membandingkan dengan kondisi di


(18)

8

pertumbuhan dan menstabilkan ekonomi melalui instrumen yang sesuai syariah.

Indonesia.

3. Skripsi Washfie Saal, S1 Perbankan Syariah UIN Jakarta, 2009, dengan judul "Islamic

Banking in South

Africa, Problems and Solutions."

Metode

penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif.

Kemunculan perbankan syariah di Mesir menjadi pemicu lahirnya perbankan syariah di Afrika Selatan. Kemunculan Durban Based Albaraka Bank pada tahun 1989 meningkatkan permintaan akses perbankan syariah dari umat muslim. Kurangnya

standardisasi hukum syariah dan hukum positif menjadi

penghambat kemajuan

perbankan syariah di Afrika Selatan.

Peneliti tidak hendak

memberikan solusi perbankan syariah di Iran namun membandingkannya dengan kondisi perbankan syariah di Indonesia, sebagai bahan rujukan

pembelajaran perkembangan perbankan syariah tanah air.

Sementara penelitian ini akan mengkaji bagaimana proses perubahan bentuk dan sistem perbankan di Iran yang sebelumnya menerapkan sistem konvensional dapat berubah menjadi syariah dengan market-share 100%, pertumbuhan, dan perkembangannya disertai dengan faktor positif dan negatif yang mempengaruhinya, dengan pembanding perbankan syariah di Indonesia.

Dalam penelitian ini penulis mengambil bahan referensi dari berbagai sumber yang berkaitan dengan judul skripsi, seperti buku, jurnal dan media lain yang berkaitan dengan teori ekonomi Islam, perbankan syariah dan khususnya perbankan syariah di Iran seperti Islamic Banking and Finance: The Experience of Iran karya


(19)

9 S.H. Amin, Political Economy of Islam karya Saeed Mortazavi, Ph.D, jurnal IMF dengan judul Islamic Banking: Experiences in the Islamic Republic of Iran and Pakistan karya Mohsin Khan dan Abbas Mirakhor, Iran's Economy Under the Islamic Republic karya Amuzegar Jahangir dan lain-lain.

E. Kerangka Teori dan Konsep 1. Kerangka Teori

Dalam penelitian ini penulis membahas tentang perubahan bentuk sistem perbankan syariah di Republik Islam Iran, pertumbuhan, perkembangan, faktor pendukung, beserta komparasinya dengan perbankan syariah di Indonesia.

2. Kerangka Konsep

Dalam penelitian ini konsep yang dikedepankan adalah sejarah perubahan bentuk (transformasi) sistem perbankan di Iran dari konvensional menjadi syariah, pertumbuhan dan perkembangannya beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya.


(20)

10

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang memusatkan perhatian para prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial di masyarakat. Objek analisis dalam pendekatan kualitatif adalah makna dari gejala-gejala sosial dan budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai kategorisasi tertentu.

Pendekatan kualitatif tidak menggunakan prosedur statistik dalam pendekatannya, melainkan dengan berbagai macam sarana. Sarana tersebut

Latar Belakang (Keuangan syariah Republik Islam Iran merupakan yang terbesar saat ini).

Pertumbuhan dan Perkembangan Perbankan Syariah Dunia.

Transformasi Perbankan Syariah di Republik Islam Iran.

Pertumbuhan dan Perkembangan Perbankan Syariah di Republik Islam Iran

Perbandingan Kondisi Perbankan Syariah di Iran dan Indonesia serta Strategi Pengembangannya.


(21)

11 antara lain dengan wawancara, pengamatan, atau dapat juga menganalisis dokumen, naskah, buku, jurnal, dan lain-lain.10

Menurut Crasswell, beberapa asumsi dalam pendekatan kualitatif yaitu pertama, peneliti kualitatif lebih memerhatikan proses daripada hasil. Kedua, peneliti kualitatif lebih memerhatikan interpretasi. Ketiga, penelitian kualitatif merupakan alat utama dalam mengumpulkan data dan analisis data serta terjun ke lapangan, melakukan observasi partisipasi di lapangan. Keempat, peneliti kualitatif menggambarkan bahwa peneliti terlibat dalam proses penelitian, interpretasi data, dan pencapaian pemahaman melalui kata dan gambar.11

Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis melakukan proses penelitian melalui interpretasi data, guna untuk pencapaian pemahaman melalui kata yang dianalisis sebelumnya yang didapat dari berbagai macam media seperti buku-buku, artikel, jurnal dan dokumen yang berhubungan dengan judul skripsi.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah analisis komparatif, yaitu penelitian yang bersifat membandingkan. Berdasarkan tempat penelitian, maka penelitian ini termasuk library research (penelitian kepustakaan), yaitu

10

Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 4.

11


(22)

12 data-data yang diperoleh dari buku-buku, jurnal ilmiah, atau majalah yang berhubungan dengan judul skripsi.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti yaitu data primer (primary data) dalam bentuk wawancara dan data sekunder (secondary data), yaitu berupa tulisan lain yang mendukung tema skripsi, yang diperoleh dari sumber lain, seperti media cetak dan elektronik.

4. Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, yaitu analisis yang cara kerjanya diawali dengan menggambarkan masalah, mengumpulkan, menyusun, dan menyeleksi data, lalu data-data yang terkumpul dianalisa dan diinterpretasikan. Spradley (1980) menyatakan bahwa analisis dalam jenis penelitian apapun merupakan cara berpikir. Hal tersebut berkaitan dengan pengujian secara sistematis terhadap sesuatu untuk menentukan bagian, hubungan antar-bagian, dan hubungannya dengan keseluruhan."12

Selain itu, metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analasis SWOT, yaitu identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan sebuah strategi.13 Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat

12

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2006), h. 335.

13

Freddy Rangkuti, Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006), cet. 14, h. 18.


(23)

13 memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats).

Diagram Analisis SWOT14

Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis adalah matriks SWOT. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi untuk kemudian disesuaikan dengan kelemahan dan kekuatan yang dimiliki.

14

Freddy Rangkuti, Analisis SWOT, h. 19.

BERBAGAI PELUANG

BERBAGAI ANCAMAN

KEKUATAN INTERNAL KELEMAHAN


(24)

14

Diagram Matriks SWOT15

IFAS EFAS STRENGHTS (S) Menentukan faktor-faktor kekuatan internal. WEAKNESSES (W) Menentukan faktor-faktor kelemahan internal OPPORTUNITIES (O) Menentukan faktor-faktor peluang eksternal.

Strategi SO

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang.

Strategi WO

Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang. THREATS (T) Menentukan faktor-faktor ancaman eksternal. Strategi ST

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi

ancaman.

Strategi WT

Ciptakan strategi yang meminimalkan

kelemahan dan

menghindari ancaman.

5. Teknik Penulisan

Teknik penulisan dalam penulisan skripsi ini disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Buku pedoman yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah buku Pedoman Penulisan Skripsi yang disusun oleh Tim Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.

15


(25)

15

G. Sistematika Penulisan

BAB I Membahas latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II Membahas islamisasi ilmu pengetahuan, konsep dasar perbankan syariah serta pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah di dunia.

BAB III Membahas sejarah transformasi perbankan syariah di Republik Islam Iran, pertumbuhan dan perkembangannya, serta sekilas pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah di Indonesia.

BAB IV Analisis perbandingan kondisi perbankan syariah di Iran dan di Indonesia serta strategi pengembangannya.


(26)

16

BAB II

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH

A. Islamisasi Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengetahuan ('ilm) menempati posisi penting dalam pandangan-dunia Islam. Menurut Franz Rosenthal, "Dalam Islam, konsep ilmu pengetahuan merupakan hal penting yang tiada bandingnya dengan peradaban lain." Ia mendominasi segala aspek intelektual, spiritual, dan kehidupan sosial umat Islam. Menurut Islam, ilmu pengetahuan manusia memiliki dua sumber utama: sumber ilahi dan manusia. Jadi, "pengetahuan" diperoleh baik melalui wahyu ataupun intuisi, pertimbangan, pemikiran rasional, deduksi, atau pengalaman empiris. Dua sumber ini saling melengkapi.1

Namun sejak munculnya kebangkitan peradaban di Eropa yang dikenal dengan istilah Renaissance, segala hal yang dikembangkan termasuk ilmu pengetahuan melepaskan aspek-aspek agama karena dianggap sebagai penghambat perkembangan ilmu pengetahuan. Hasilnya, beberapa ilmu pengetahuan terpisahkan dengan konsep agama itu sendiri. Karena itu, islamisasi mempunyai tugas ganda: mengembangkan, meningkatkan mutu, dan memodernisasi disiplin keislaman, kedua: menghubungkan seluruh disiplin yang lain kepada keyakinan dan nilai-nilai Islam.

1

Mohammad Moinul Haque, "Islamization of Knowledge", makalah yang dipresentasikan pada seminar Islamic Epistemology & Curriculum Reform, 2-3 Mei 2008 di Islamic University Kustia.


(27)

17 Islamisasi ilmu pengetahuan (Islamization of knowledge) merupakan sebuah istilah yang menjelaskan berbagai macam usaha dan pendekatan untuk menyatukan etika Islam dengan berbagai bidang pemikiran modern. Produk akhirnya akan menjadi sebuah konsensus (ijmâ') baru di kalangan umat muslim dalam hal pendekatan fikih dan metode ilmiah yang tidak melanggar norma etika Islam. Betapapun, beberapa muslim baik dari kalangan liberal maupun tradisional meragukan pendekatan ini, dengan memandang pembangunan bidang seperti pengetahuan Islam dan ekonomi Islam sebagai propaganda yang diciptakan untuk memajukan pandangan kelompok Islamis bahwa Islam mencakup seluruh sistem sosial.2

Istilah "Islamization of Knowledge" pertama kali digunakan dan dikemukakan oleh cendikiawan Malaysia, Syed Muhammad Naquib al-Attas, dalam bukunya yang berjudul "Islam and Secularism" yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1978. Pemikiran Syed Naquib al-Attas ini juga diadopsi oleh filosof kebangsaan Palestina, Ismail al-Faruqi, pada tahun 1982 untuk merespon apa yang disebutnya sebagai "the malaise of the ummah" (faithful).3 Salah satu penyebab utama kelemahan ini adalah karakter ekonomi—dua karakter lainnya adalah politik dan budaya. Umat tidak berkembang dan terbelakang. Produksi barang-barang dan jasa mereka jauh dari yang mereka butuhkan, yang kemudian dipenuhi dengan cara mengimport barang jadi dari

2

Wikipedia, "Islamization of Knowledge", artikel diakses pada tanggal 5 Mei 2010 dari

http://en.wikipedia.org/wiki/Islamization_of_knowledge.

3


(28)

18 kekuatan kolonial dan postcolonial. Hampir setiap negara muslim dapat diarahkan kepada kelaparan jika kekuatan kolonial ingin—dengan alasan apapun untuk— menghentikan perdagangan mereka yang tidak adil. Sumber minyak yang Allah Swt. berkahi di beberapa negara muslim tidak membuktikan kenikmatan yang semestinya.4

Terkait dengan sumber minyak di beberapa negara Timur Tengah, Abdullah Saeed menjelaskan bahwa pendapatan minyak yang mengalir ke negara-negara Teluk konservatif seperti Arab Saudi, Kuwait, Qatar, dan Bahrain menjadi salah satu faktor penentu yang penting dalam perkembangan bank-bank syariah, meskipun dalam literatur kita bisa menemukan keberatan dari pihak beberapa pendukung perbankan Islam untuk mengakui fakta ini.5 Saeed mengatakan bahwa meskipun kedua hal itu tidak dapat dikaitkan, tapi pertumbuhan bank Islam yang cepat di tingkat internasional terjadi setelah naiknya harga minyak pada tahun 1973-1974.

Pada Sidang Menteri Luar Negeri OKI tahun 1970, Mesir mengajukan sebuah proposal untuk mendirikan bank Islam internasional dalam bidang perdagangan dan pembangunan. Proposal itu mengusulkan bahwa sistem keuangan berdasarkan bunga harus digantikan dengan suatu sistem kerja sama dengan skema bagi-hasil. Baru pada Sidang Menteri Keuangan OKI tahun 1975, disepakati rancangan pendirian Bank Pembangunan Islami atau Islamic Development Bank (IDB) dengan modal awal 2

4

Abdul Hamid Abu Sulaiman, ed., Islamization of Knowledge Series (1), (Virginia:International Institute of Islamic Thought, 1997), h. 3.

5

Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, Penerjemah Arif Maftuhin, (Jakarta: Paramadina, 2004), h. 9.


(29)

19 miliar dinar Islam.6 Sampai dengan saat ini, jumlah keanggotaannya mencapai 56 negara, dengan tiga negara penyumbang modal terbesar: Arab Saudi, Libia, dan Iran.7 IDB ini juga membantu mendirikan bank-bank syariah di berbagai negara dengan membangun sebuah lembaga riset dan pelatihan dengan nama Islamic Research and Training Institute (IRTI).

Meskipun terdapat perdebatan di kalangan pemikir Barat dan Islam sendiri mengenai ekonomi Islam sebagai sebuah sistem atau ilmu, namun yang jelas adalah bahwa Islam pada dasarnya merupakan sebuah agama yang membimbing dengan pernyataan-pernyataan normatif, seperti aturan syariah yang memerintahkan kita untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Selain itu, Islam juga menarik perhatian kita kepada beberapa variabel dengan beberapa pernyataan deskriptif yang berhubungan dengan beberapa disiplin ilmu akademis, seperti ekonomi, sosiologi, dan psikologi. Inilah hal penting untuk dilakukan islamisasi terhadap ilmu sosial dan kemanusiaan dan untuk melindunginya dari penyimpangan dan kesalahan.8

B. Riba dan Bunga Bank

Penghapusan bunga bank dalam sistem perbankan memang menjadi poin penting dalam menciptakan sistem perbankan syariah. Hal itu telah lama dipikirkan oleh para ulama fikih maupun ekonom muslim. Meski demikian, terdapat juga

6

Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 19-21.

7

http://www.isdb.org, diakses pada tanggal 6 Agustus 2010.

8

Muhammad Anas Zarqa, "Islamization of Economics: The Concepts and Methodology",


(30)

20 beberapa ekonom muslim yang tidak menganggap bahwa riba yang ada di dalam teks nas sama dengan praktik bunga yang ada di dalam sistem perbankan. Kelompok yang terakhir ini disebut dengan kelompok modernis, yang menekankan aspek moral pengharaman riba dan menomor-duakan "bentuk legal" riba.9 Sehingga, menurut kelompok ini, jika praktik bunga perbankan tidak menzalimi maka bukanlah riba. Fazlur Rahman, pemikir asal Pakistan, berkesimpulan bahwa penghapusan bunga dalam kondisi perkembangan ekonomi dunia Islam akan menjadi kesalahan utama.10

Muhammad Baqir ash-Shadr, salah seorang ahli fikih dan filosof Syiah, menulis sebuah buku pada tahun 1973 di Irak untuk menyiapkan kerangka hukum bagi sebuah sistem perbankan syariah yang disebut: Bank Non-Ribawi dalam Islam. Menurut al-Shadr, kebijakan seorang muslim haruslah (a) melarang setiap keuntungan yang timbul dari riba dan penimbunan uang, (b) membangun kembali uang dalam peran aslinya sebagai alat tukar, (c) mengubah bank dari instrumen untuk menumbuhkan modal menjadi alat untuk memperkaya masyarakat.11

Mei Pheng Lee dan Ivan Jeron Detta dalam Islamic Banking & Finance Law

menuliskan bahwa tidak tidak ada negara yang secara penuh menerapkan sistem syariah karena masih melibatkan bunga dalam transaksi internasionalnya, termasuk Iran. Pernyataan ini butuh penelitian mendalam mengenai pengenaan bunga dalam transaksi internasional karena ternyata transaksi tersebut memang disahkan dalam

9

Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, h. 60.

10

SH. Amin, Islamic Banking and Finance, h. 27.

11


(31)

21 sejumlah hukum dasar fikih Syiah dan undang-undang Iran. Hal tersebut didasarkan pada aturan bahwa harta non-muslim yang menjadi musuh kafir (harbî), dalam beberapa kondisi, tidak terlindungi dalam hukum Islam, begitu juga dengan yang menjadi sekutu kafir harbî.12 Hal itu juga yang diterapkan dalam salah satu kaidah fikih Syiah, yakni ilzâm.

C. Konsep Perbankan Syariah

Islamisasi ilmu pengetahuan dalam bidang ekonomi menghasilkan salah satu produk, yaitu perbankan syariah (islamic banking),13 yang memusatkan perhatiannya pada penghapusan bunga sebagai hal penting dalam islamisasi ekonomi. Istilah bank yang berasal dari kata banque (bahasa Perancis) atau banco (bahasa Italia) memang memiliki akar sejarahnya di Barat. Ia memiliki arti sebagai "lemari" sebagai tempat menyimpan harta atau "meja" sebagai tempat menukarkan harta. Banco atau meja untuk penukaran uang14 pada abad pertengahan Eropa akan dimusnahkan oleh khalayak ramai jika gagal menjalankan fungsinya, dan dari sinilah muncul istilah "bangkrut" (bancruptcy).15 Namun sebagai sebuah konsep, ia memiliki sejarah

12

M. A. Ansari-pour, "Interest in International Transactions under Shiite Jurisprudence",

Arab Law Quarterly, vol. 9, no. 2, (Brill, 1994), h. 170.

13

Dalam penelitian ini terkadang menggunakan istilah perbankan Islam atau perbankan islami (perbankan yang memiliki sifat keislaman) sebagai terjemahan dari Islamic banking dan perbankan syariah sebagai istilah yang dikenal di Indonesia. Semuanya memiliki maksud yang sama.

14

"Bank", Ensiklopedia Indonesia, (Bandung: W. Van Hoeve, tt.), h. 168.

15

Muhammad Muslehuddin, Sistem Perbankan dalam Islam, Penerjemah Aswin Simamora, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), h. 1.


(32)

22 panjang yang berasal dari zaman Babilonia, Yunani, dan Romawi di mana orang-orang ingin menukar hartanya atau menyimpannya di tempat yang aman.

Disamping menghapuskan riba, perbankan syariah sebagai lembaga yang melayani jasa keuangan juga menghasilkan keuntungan dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip bisnis Islam sesuai dengan aturan hukum yang sama seperti yang telah diperintahkan kepada pribadi muslim, dalam Alquran Allah Swt. berfirman:

Artinya: "Sesungguhnya Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba." (QS. Al-Baqarah [2]: 275)

Perbankan syariah diharapkan untuk menghasilkan keuntungan tetapi dilarang untuk menghasilkan keuntungan berlebih dari biaya nasabah mereka. Tujuan perbankan syariah sebagian besar adalah keuntungan dan moralitas. Keputusan untuk berhubungan dengan perbankan syariah bukan hanya mencari keuntungan tetapi juga untuk memperoleh rahmat dari Allah dengan mendukung program untuk meningkatkan [kesejahteraan] masyarakat muslim. Di dalam Alquran dinyatakan:

!"#$ %&'( ) * + + & ', -./ 0 12 # + 34

&5 6 7

Artinya: "Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan." (QS. At-Taubah [9]: 20)

Jihad (berjuang karena Allah) bermakna pengorbanan-diri. Karena perbankan syariah beroperasi tanpa-bunga dan berjuang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat muslim, maka keberadaan mereka juga dalam rangka mengabdi kepada


(33)

23 Allah. Perbankan syariah seharusnya tidak dianggap sebagai lembaga yang semata-mata mengejar keuntungan tidak juga lembaga derma. Namun, ia adalah kendaraan dalam memajukan dan mengembangkan masyarakat Islam. Perbankan syariah, meskipun harus membantu mereka yang membutuhkan, tapi juga tidak boleh melupakan tanggung jawabnya kepada penyedia dana dan seluruh masyarakat.16

Pembahasan sebelumnya menjelaskan beberapa elemen yang terlibat dalam perbankan Islam:17

1. Pelarangan riba dalam semua transaksi;

2. Semua aktivitas bisnis dan investasi dijalankan sesuai dengan ketentuan syariah (halal);

3. Semua jenis transaksi harus bebas dari unsur gharar (spekulasi yang tidak pasti dan tidak masuk akal);

4. Setiap bank Islam harus membayar zakat untuk kemudian didistribusikan kepada kelompok masyarakat yang berhak menerimanya (mustahik);

5. Semua aktivitas harus sejalan dengan prinsip-prinsip Islam, dengan dewan syariah khusus bertindak sebagai penyelia dan memberikan nasihat kepada bank mengenai kepatutan suatu transaksi.

16

Mei Pheng Lee dan Ivan Jeron Detta, Islamic Banking & Finance Law, (Kuala Lumpur: Pearson Malaysia, 2007), h. 20.

17

Mervyn K. Lewis dan Latifa M. Algaoud, Perbankan Syariah, Penerjemah Burhan Subrata, (Jakarta: Serambi, 2007), h. 50.


(34)

24

D. Sejarah Perbankan Syariah di Dunia

Meski Iran dinobatkan sebagai negara dengan aset keuangan syariah terbesar di dunia, namun sebenarnya ia bukanlah negara pelopor bagi industri tersebut. Berdasarkan sejarah keuangan syariah di dunia, jauh sebelum Iran melakukan revolusinya, negara-negara lain sudah berusaha menciptakan sistem keuangan yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Meskipun beberapa di antaranya kemudian mengalami kegagalan atau kemunduran dikarenakan kurangnya dukungan dari masyarakat dan pemerintah.

1. Mesir

Literatur ekonomi Islam, khususnya yang membahas sejarah perbankan syariah, lebih banyak menuliskan bahwa eksperimen perbankan syariah modern pertama kali dapat dilacak pada pendirian Mit Ghamr Savings Bank pada tanggal 25 Juni 1963 di sebuah provinsi pedesaan Delta Nil, Mesir.18 Karena pergolakan situasi politik di Mesir pada akhir tahun 1960-an, operasi Mit Ghamr diambil alih oleh Bank Nasional Mesir dan Bank Sentral pada paruh kedua tahun 1967. Sesudah itu, produk dan layanan bebas-bunga ditinggalkan dan operasi Mit Ghamr kembali pada sistem berbasis bunga.

Pengenalan bunga dalam operasi Mit Ghamr mengurangi jumlah penabung secara drastis. Pada tahun 1971, pemerintahan baru Anwar Sadat merevitalisasi konsep perbankan bebas-bunga dan Nasser Social Bank milik

18


(35)

25 pemerintah didirikan untuk membawa bisnis yang didasari konsep syariah, diikuti Faisal Islamic Bank of Egypt, Islamic International Bank for Investment and Development, dan Egyptian Saudi Finance Bank.19

Namun saat ini, perbankan syariah di Mesir mengalami kemunduran sejak terjadinya merger pertama kali antara sebuah bank syariah (Islamic International Bank for Investment and Development) dengan dua bank konvensional (United Bank of Egypt dan Nile Bank). Mereka bersama-sama membentuk lembaga keuangan konvensional di bawah United Bank, yang 99,9% asetnya dimiliki Bank Sentral Mesir. Saat ini hanya ada dua bank syariah: Faisal Islamic Bank of Egypt dan Egyptian Saudi Finance Bank, di samping beberapa

outlet syariah di bank konvensional. Lebih lanjut, tidak lebih dari 128 cabang syariah dari ribuan kantor cabang aktif, yang berarti hanya ada 28 divisi yang telah dibuka sejak tahun 1981.20

2. Pakistan

Usaha kelembagaan syariah pertama yang mengikuti prinsip-prinsip hukum Islam didirikan pada akhir tahun 1950-an di wilayah pedesaan Pakistan. Lembaga ini didukung oleh beberapa tuan tanah yang melakukan simpanan dana tanpa bunga; kredit disalurkan kepada pemilik tanah yang lebih miskin untuk meningkatkan pertanian. Tidak ada bunga yang dikenakan dalam kredit, tapi ada

19

Mei Pheng Lee dan Ivan Jeron Detta, Islamic Banking & Finance Law, h. 6.

20

Lahem al Nasser, "Islamic Banking in Egypt", artikel diakses pada 9 Mei 2010 dari


(36)

26 sedikit biaya administrasi untuk menutupi biaya operasional bank. Tidak ada kekurangan peminjam, tetapi para penabung cenderung memandang pembayaran mereka kepada lembaga sebagai komitmen satu-kali. Hasilnya, tidak butuh waktu lama bagi proyek percobaan ini untuk kehabisan dana.21

Pakistan merupakan di antara tiga negara dunia yang telah mencoba mengimplementasikan perbankan bebas-bunga dalam tingkat nasional. Islamisasi sistem perbankan di Pakistan terjadi pada akhir tahun 1970-an sebagai hasil dari

coup d'etat Jendral Zia pada tahun 1977. Dewan Ideologi Islam didirikan pada bulan September 1977 bersama dengan kelompok lainnya seperti 'Superior Task Force' yang dibentuk oleh Dewan Perbankan Pakistan untuk menghapuskan bunga dalam sistem perbankan.

Pada tahun 1979, empat institusi keuangan (yaitu House Building Finance Corporation, Investment Corporation of Pakistan, Nastional Investment Trust, dan Bankers Equity Limited) mulai menawarkan fasilitas berdasarkan prinsip syariah. Pada bulan Juni 1980, Bank Negara Pakistan mulai menggunakan metode profit-sharing (bagi-hasil) dan mark-up (marjin) untuk transaksi yang melibatkan governmental bodies. Pada bulan Januari 1981, seluruh bank memiliki kasir untuk rekening berbasis profit-sharing dan memulai pelayanan berbasis syariah. Mulai Januari 1985, seluruh transaksi keuangan yang melibatkan pemerintahan, perusahaan negara, dan perusahaan saham menjadi

21

Delwin A. Roy, "Islamic Banking", Middle East Studies, Vol. 27 No. 3 (Taylor & Francais, Ltd., Juli 1991), h. 428.


(37)

27 bebas-bunga dan sejak 15 Juli 1985 seluruh tabungan yang ditempatkan dalam lembaga keuangan menjadi bebas-bunga.22

Namun proses islamisasi di Pakistan belum menyeluruh. Pihak pemerintah masih membayarkan bunga pada utang internasional. Seluruh bank lebih memilih menggunakan perdagangan yang terkait dengan pembiayaan dari pada profit-loss sharing. Begitu juga tidak adanya mekanisme lembaga yang bertanggung jawab memeriksa dan mengsahkan prosedur operasional perbankan dari sudut sisi syariah.

3. Sudan

Keuangan syariah tidak muncul di Sudan sebelum akhir tahun 1970-an.23 Sampai taraf tertentu, pendirian perbankan syariah merefleksikan perkembangan di negara-negara Teluk, dan kenaikan luar biasa harga minyak di awal 1970-an, yang menghasilkan keuntungan besar di negara Teluk dan memberikan wiraswasta modal yang mencukupi. Banyak muslim Sudan yang tidak nyaman dengan sistem perbankan nasional karena melibatkan kontrak berbasis-bunga. Mereka mencari alternatif bebas-bunga, dan beberapa dari mereka mengetahui usaha pendirian lembaga keuangan syariah di beberapa tempat dunia muslim.24

22

Mei Pheng Lee dan Ivan Jeron Detta, Islamic Banking & Finance Law, h. 8.

23

Endre Stiansen, "Interest Politics: Islamic Finance in the Sudan, 1977-2001". Dalam Clement M. Henry dan Rodney Wilson, ed., The Politics of Islamic Finance, (Edinburgh: Edinburgh University Press, 2004), h. 156.

24


(38)

28 Islamisasi sistem perbankan Sudan dilakukan pada tahun 1977 ketika Faisal Islamic Bank of Sudan didirikan di bawah FIBS Act of the National People's Council. Sesudah itu, lima bank syariah lain—Tadamon Islamic Bank, the Sudanese Islamic Bank, the Islamic Co-operative Bank, Al Baraka Bank of Sudan, dan Islamic Bank for Western Sudan—didirikan. Pada bulan September 1983, seluruh bank diminta untuk diislamisasi tapi ketika pemerintahan saat itu digulingkan pada tahun 1985, terjadi kekacauan. Namun pada tahun 1994, pemerintahan yang ada saat itu mengislamisasi ulang seluruh sistem perbankan.25

4. Malaysia

Malaysia memiliki sejarah awal dalam hal lembaga keuangan syariah. Penyebutan khusus perlu diberikan kepada Tabung Haji di Malaysia, sebuah lembaga keuangan, yang memainkan peran penting dalam evolusi perbankan syariah. Alasan pendirian lembaga ini adalah tuntutan bahwa uang untuk haji ke Mekkah (salah satu rukun Islam) haruslah bersih dari bunga, dan hal itu tidak mungkin dilakukan dengan bank konvensional. Tujuan Tabung Haji yang pertama adalah memudahkan umat muslim untuk menabung biaya perjalanan haji. Kedua, agar umat muslim mampu menginvestasikan tabungan mereka sesuai dengan syariah. Ketiga, untuk memberikan kesejahteraan bagi umat muslim saat haji (Ahmed, 1995).26

25

Mei Pheng Lee dan Ivan Jeron Detta, Islamic Banking & Finance Law, h. 8.

26

Abdullah Haiwad, "Islamic Banking System", artikel diakses pada tanggal 10 Mei 2010 dari http://ssrn.com/abstract=1283093.


(39)

29 Bank Islam Malaysia Berhad didirikan pada tahun 1983 dan terdaftar secara umum pada tanggal 17 Januari 1992. Undang-Undang Perbankan Syariah 1983 mulai berlaku efektif pada tanggal 7 April 1983. Pada tanggal 1 Oktober 1999, bank syariah kedua, Bank Muamalat Malaysia Berhad (BMMB) mulai beroperasi. Pendirian BMMB merupakan dampak spin-off setelah terjadi merger antara Bank Bumiputera Malaysia Berhad dan Bank of Commerce (Malaysia) Berhad.27

5. Turki

Turki adalah satu-satunya negara muslim yang dengan sepenuhnya sekular dalam sistem perbankannya. Akan tetapi, pada bulan Desember 1983, undang-undang yang berkaitan dengan perbankan syariah disahkan. Sebagai ganti Islamic Bank (perbankan syariah), Special Finance House digunakan, seperti Albaraka Turkish Finance House dan Faisal Finance Institution Incorporation yang menyediakan fasilitas deposito dan pembiayaan.28

6. Eropa dan Amerika

Dewasa ini bank Islam tidak hanya terdapat di kawasan negara-negara muslim saja, tetapi sudah dberdiri di kawasan Eropa dan Amerika. Tahun 1983 berdiri The International Islamic Bank of Denmark yang merupakan bank Islam pertama yang berdiri di kawasan Eropa. Kemudian disusul dengan Citibank,

27

Mei Pheng Lee dan Ivan Jeron Detta, Islamic Banking & Finance Law, h. 10.

28


(40)

30 ANZ Bank, Chase Manhattan Bank, dan Jardine Fleming yang juga membuka

window bank Islam.29

Dari sejarah panjang yang dipaparkan secara singkat terlihat bahwa penghapusan bunga tetap menjadi prioritas utama sistem perbankan syariah. Selain Iran, Pakistan, dan Sudan di mana seluruh sistem perbankannya bebas-bunga, dua-banking system masih dipertahankan di negara muslim lainnya. Beberapa di antara mereka, seperti Mesir, Arab Saudi, dan Malaysia, perbankan konvensional diizinkan untuk menawarkan layanan berdasarkan prinsip-prinsip Islam.

29

A. Riawan Amin, Menata Perbankan Syariah di Indonesia, (Jakarta: UIN Press, 2009), h. 69


(41)

31

BAB III

PERBANKAN SYARIAH DI REPUBLIK ISLAM IRAN DAN INDONESIA

Sebelum menganalisis lebih jauh mengenai kondisi perbankan syariah di kedua negara saat ini, memahami sejarah awal kemunculannya juga menjadi sangat penting karena apa yang terjadi saat merupakan pengaruh dari masa lalu. Namun pada bab ini, penulis akan lebih memfokuskan pembahasan pada sejarah, pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah di Iran. Sedangkan pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia akan dibahas secara singkat dengan menitikberatkan pada pengaruh dan tekanan dalam bidang politik-ekonomi.

A. Profil Singkat Republik Islam Iran

Membicarakan Republik Islam Iran tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang peradaban Persia Kuno. Dalam sejarah ekonomi Islam, Persia telah menyumbangkan dirham yang terbuat dari perak sebagai mata uang yang terbaik dan diterima Nabi saw. setelah dinar emas dari Romawi.1 Pada tahun 650, hanya beberapa tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad saw., tentara muslim menyerbu provinsi selatan dari kekaisaran Sassanid. Muslim Arab yang menggulingkan Sassanid melakukan hal itu karena inspirasi dari Islam. Bangsa Iran dengan cepet menerima Islam dan bergabung ke dalam masyarakat muslim.2

1

Hasanudin, “Sejarah Mata Uang”, lampiran dalam Adiwarman Karim, Ekonomi Makro Islami, (Jakarta: RajaGrafindo Press, 2007), h. 309.

2


(42)

32 Setelah ribuan tahun di bawah kekuasaan beberapa dinasti, seperti Ghaznavid, Seljuk Turki, Mongol, Timurid dan Turkman, Safawid, dan Afsharid dan Zand, barulah pada tahun 1794 Agha Muhammad Qajar bersama pasukannya mulai melakukan penaklukkan. Namun sejak awal abad ke-19, Dinasti Qajar mulai menghadapi tekanan dari dua kekuatan besar dunia, Rusia dan Inggris. Dua kekuatan ini mampu mengakses penuh dalam urusan dagang dan hubungan internasional.

Reza Khan melakukan kudeta militer. Mulai tahun 1925, Iran dikuasai Dinasti Pahlevi. Selama era kekuasaan Reza Syah, sejumlah upaya reformasi dilakukan untuk mengubah Iran menjadi negara modern. Dukungannya kepada Hitler pada Perang Dunia II mendorong invasi Inggris dan Soviet untuk menduduki negara itu. Kemudian Reza Syah disingkirkan dan anaknya Muhammad Reza dijadikan oleh raja oleh penjajah asing tersebut. Di bawah kekuasaannya, ia mengadakan reformasi kepemilikan tanah dan kampanye melawan buta aksara. Struktur kekuasaan negeri itu juga diubah secara radikal dan parlemen mengeluarkan undang-undang yang dipelopori Muhammad Mussadiq untuk menasionalisasi perusahaan minyak Iran dan mengusir perusahaan minyak Inggris. Pemerintahan Mussadiq pun kemudian digulingkan oleh persengkongkolan Inggris-Amerika Serikat.

Banyak kebijakan Muhammad Reza Syah yang ditentang oleh pihak ulama. Ditangkapnya Imam Khomeini menimbulkan kerusuhan yang kemudian dihentikan dengan kekerasan. Kemudian Ayatullah Khomeini diusir dari Iran, pertama diasingkan ke Turki, kemudian Irak, dan terakhir Perancis. Dari Perancis, Ayatullah Khomeini menggerakkan perlawanan yang menuntut penyingkiran Syah dari kursi


(43)

33 kekuasaan. Lima belas hari sebelum Imam Khomeini kembali ke Iran, Syah lari ke luar negeri. Dewan perwakilan dan Komandan Tertinggi Angkatan Bersenjata yang ditugaskan pemerintah selama absennya Syah gagal menjalankan fungsinya. Kerumunan massa lebih dari 1 juta orang berdemonstrasi di Tehran mendukung Ayatullah Khomeini. Selanjutnya, referendum yang mengikuti Revolusi Islam mengantarkan bangsa Iran menuju pembentukkan Republik Islam Iran.3

Penulis asal Perancis, Roger Garaudy, mengatakan bahwa revolusi yang terjadi di Iran tidak sama dengan revolusi-revolusi lainnya. Revolusi Perancis, misalnya, adalah revolusi politik yang mengalihkan kekuasaan negara dari aristokrasi kepada sebuah hierarki baru yang didasarkan kemakmuran; demikian pula Revolusi Rusia yang mentransfer kekuatan ekonomi dari kaum borjuis kepada proletar. Tapi Revolusi Islam (Iran) pada satu dan saat yang sama merupakan revolusi politik sekaligus ekonomi.4

B. Tokoh Pemikiran

Dikenal sebagai negeri mullah, kehidupan religius dan pengaruh serta peran serta ulama begitu kental dalam perjalanan sejarah Republik Islam Iran, termasuk dalam hal penyusunan perundang-undangan. Ulama—yang telah mempelajari Alquran dan hadis—memiliki peran sentral dalam pemerintahan, sehingga regulasi yang dihasilkan terpengaruh oleh latar belakang keagamaan.

3

ICRO, Iran Tanah Peradaban, h. 25.

4

Hassan Bashir dan Sayid Ghahreman Safavi, ed., Demi Kaum Tertindas, (Jakarta: Citra, 2008), h. 187.


(44)

34

1. Ayatullah Khomeini

Selain dikenal sebagai Bapak Revolusi Islam, Ayatullah Khomeini juga dikenal sebagai seorang ahli fikih (fakih), filosof, dan tasawuf. Dalam pemerintahan, ia juga dikenal dengan politikus handal dengan meramu sistem pemerintahan yang disebut sebagai wilâyatul faqîh. Ia percaya bahwa Islam bukan sekedar agama yang bersembunyi di masjid namun juga menembus ranah sosial, politik, dan masyarakat. Dalam surat wasiatnya, Ayatullah Khomeini menyatakan,

Islam adalah sebuah ajaran yang berbeda dengan faham-faham politeisme. Islam berperan dalam seluruh urusan individual dan sosial, material dan spiritual, budaya, politik, militer dan ekonomi. Islam sama sekali tidak melupakan poin-poin yang berpengaruh dalam mendidik manusia dan memajukan kehidupan material dan spiritual mereka. Islam selain mengingatkan halangan dan kendala yang menghambat jalan kesempurnaan individu dan masyarakat, juga berupaya mengatasinya.5

Dalam bidang ekonomi, Ayatullah Khomaini menempatkan kemandirian ekonomi sebagai salah satu tujuan penting sistem ekonomi Islam. Ia menyerukan berbagai penolakan terhadap segala bentuk ketergantungan pada pihak asing. Menurutnya, setelah ketergantungan intelektual, ekonomi merupakan sumber segala ketergantungan budaya, politik dan sosial. Bahkan ditegaskannya, tanpa upaya mencapai kemandirian ekonomi, tidak bisa mencapai kemandirian di area lain.

5

"Pandangan Visioner Imam Khomeini", berita diakses dari http://indonesian.irib.ir/

index.php/agama/islamologi/22324-pandangan-visioner-imam-khomeini-ra.html diakses pada tanggal


(45)

35 Untuk mewujudkan kemandirian ekonomi dan pembangunan yang berkesinambungan, ia menyampaikan beberapa prinsip krusial antara lain:6

a. Pada seluruh lini harus mandiri, tidak boleh bergantung pada pihak lain. b. Memacu berbagai langkah dalam pembangunan dan pengembangan berbagai

pusat ilmu pengetahuan dan riset, untuk mendorong lahirnya para ahli di segala bidang dengan berbagai karyanya yang gemilang.

c. Melakukan efisiensi penggunaan sumber daya alam tepat guna, sebagai bekal generasi mendatang.

d. Mendorong seluruh partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan, di antaranya memompa investasi masyarakat untuk meminimalisasi investasi asing.

e. Melindungi produksi dalam negeri.

f. Mendukung produksi dalam negeri sebagai upaya mencukupi kebutuhan masyarakat.

2. Ayatullah Mahmud Taleghani

Sayid Mahmud Taleghani dikenal sebagai seorang teolog, reformis, dan ulama Syiah senior. Sebagai pendiri Freedom Movement of Iran, ia dianggap sebagai wakil dari kecenderungan banyak "ulama Syiah yang mencampurkan Syiah dengan cita-cita Marxis dengan tujuan bersaing dengan gerakan sayap kiri"

6

Purkon Hidayat, "Pembangunan dalam Perspektif Imam Khomeini", dalam Alhuda No. 13, (Juni 2007), h. 137.


(46)

36 di tahun 1960-an.7 Meski tidak seberpengaruh seperti Ayatullah Khomeini, Ayatullah Taleghani berperan penting dalam "membentuk gelombang pergerakan" menuju Revolusi Islam yang dipimpin Ayatullah Khomeini.

Secara umum, tulisan-tulisannya menggambarkan pemikiran Syiah

mainstream tetapi berbeda dalam hal penerapannya. Pemikiran Taleghani selalu merefleksikan keinginan dan kepercayaannya pada keadilan dan kebebasan sosio-ekonomi, melalui lembaga syura di tingkat lokal. Sambil menolak filosofi Marxis maupun kapitalis, Taleghani mengemukakan Islam sebagai alternatif, khususnya mengenai kepemilikan dan sistem ekonomi (salah satu karyanya berjudul Islam and Ownership).8 Selain itu juga, Taleghani mengusulkan adanya pasar yang 'terpimpin' di mana negara memainkan peranan penting sebagai pelindung dan regulator kegiatan ekonomi, yang berpartisipasi langsung dalam pemenuhan kebutuhan dasar.9

3. Abbas Mirakhor

Abbas Mirakhor adalah Direktur Eksekutif Dana Moneter Internasional (IMF) yang mewakili pemerintahan Iran di IMF. Abbas Mirakhor pernah menjabat sebagai ekonom di Departemen Penelitian IMF dan sebelumnya Profesor Ekonomi di Florida Institute of Technology.

7

http://en.wikipedia.org/wiki/Mahmoud_Taleghani, diakses pada tanggal 25 Agustus 2010

8

Mohamed Aslam Hanef, Contemporary Islamic Economic Thought, (Kuala Lumpur: Ikraq, 1995), h. 94

9


(47)

37 Ia mendapatkan gelar Ph.D dari Kansas State University, dan telah menerbitkan karyanya dalam berbagai bidang, termasuk teori makroekonomi, matematika ekonomi, dan ekonomi Islam. Ia merupakan penulis bersama buku berjudul Theoretical Studies in Islamic Banking and Finance yang diterbitkan oleh Islamic Publications International pada 15 September 2005. Ia mendapatkan penghargaan dari Bank Pembangunan Islam (IDB) pada tahun 2003 dalam bidang ekonomi Islam bersama dengan Dr. Mohsen Khan, Direktur Institut IMF.10

C. Sistem Perbankan Pra-Revolusi

Untuk memahami kondisi ekonomi dan proses perubahan sistem perbankan dari konvensional menjadi syariah di negara Iran, maka kita perlu mengetahui latar belakang dan sejarah keberadaan beberapa bank asing di Iran. Kondisi pasca-revolusi cukup terkait dengan peran beberapa lembaga keuangan dan perdagangan di masa lalu.

Ketika Revolusi Konstitusi 1906 di masa Dinasti Qajar diberlakukan, para pakar keuangan asing didatangkan untuk menciptakan sistem keuangan yang modern. Morgan Shuster dari Amerika masuk pada tahun 1911 dan pada tahun 1922 giliran A.C. Millspaugh. Selama lima tahun, A.C. Millspaugh yang juga berasal dari Amerika Serikat berhasil membangun neraca berimbang dan memastikan efisiensi

10

Wikipedia, "Abbas Mirakhor", artikel diakses pada tanggal 2 November 2010 dari


(48)

38 pengumpulan pajak. Selama dua tahun selanjutnya, 1943 sampai 1945, Millspaugh melakukan usaha serius untuk mereformasi struktur keuangan secara keseluruhan.

Di periode tersebut, selain Amerika, bank-bank dari Inggris dan Rusia juga sangat aktif di Iran. Pada tahun 1953, sejumlah bank Amerika memiliki hubungan dekat dengan penguasa saat itu, Shah dan keluarganya. Bank of America, Morgan Garanty, dan Chase Manhattan memiliki hubungan dengan Shah pribadi.11 Pada tahun 1968, Citibank mengakuisisi 35 persen saham Bank Iranian, begitu juga dengan perusahaan minyak Iran yang menyimpan sahamnya di New York.

Menyusul kenaikan harga minyak pada tahun 1973, pemerintah Iran meningkatkan pengeluaran dalam jumlah besar. Banyak proyek publik dan swasta disetujui dan kontrak besar diberikan untuk urusan Iran dan asing. Pengeluaran besar-besaran ini meningkatkan jumlah penawaran uang yang belum pernah terjadi sebelumnya sehingga mempertinggi tingkat inflasi. Meskipun terjadi ledakan harga minyak pada tahun 1973, sejak 1975 Iran mulai untuk meminjam lebih banyak dari Barat, khususnya perbankan Amerika, untuk membiayai militernya yang ambisius dan mengembangkan beberapa program. Di antara bank-bank Amerika, Central Bank, Citibank, dan Bank of America, telah memberikan pinjaman sekitar 350 juta dolar Amerika kepada Iran.12

11

SH. Amin, Islamic Banking and Finance: The Experience of Iran. (Tehran: Vahid Publications, 1986), h. 37.

12


(49)

39 Pemerintahan pasca-revolusi, yang kekuasaannya berasal dari fundamentalis Islam Syiah, dengan cepat mengubah orientasi politik, strategi, dan ekonomi Iran, serta mengawali proses dewesternisasi. Beberapa perusahaan multinasional, khususnya perusahaan Amerika, diusir. Otoritas revolusi menganggap penting penghapusan dasar-dasar program industrialisasi Shah dalam rangka islamisasi negara. Kontrak bernilai miliaran dolar dibatalkan dan tanggal 15 Februari 1979, Pemerintahan Iran membekukan seluruh transaksi bank dengan negara asing.13 Pemerintah Amerika Serikat menjawab usaha ini dengan membekukan seluruh aset rakyat Iran dengan bank-bank Amerika di dalam dan luar negeri.

Pada tanggal 8 Juni 1979, Iran menasionalisasi seluruh bank swasta dan struktur pengawasan baru dibentuk untuk bank-bank umum. Awalnya, Bank Sentral Iran tetap melanjutkan membayar bunga pinjaman Negara namun menolak untuk menerima tanggung jawab atas pinjaman yang diterima oleh keluarga Shah. Sementara itu, secara sistematis Iran menarik deposito besar mereka dari beberapa bank Amerika yang berasal dari pendapatan minyak dan mendepositokannya ke bank lain. Banyak bank Amerika seperti Chase dan Citibank merasa khawatir akan keamanan pinjaman asal Iran mereka. Mereka memerintahkan beberapa perusahaan pengacara Inggris untuk melampirkan dan mengganti rugi aset Iran di London.

Belajar dari kasus pembekuan aset Kuba, pada tanggal 14 November 1979 Amerika Serikat juga membekukan aset Iran yang disimpan pada bank-bank Amerika

13

SH. Amin, Islamic Banking and Finance: The Experience of Iran, h. 40 dalam Keesings Archives 1980, 30147.


(50)

40 baik yang berada di wilayah hukum Amerika Serikat ataupun yang berada di luar wilayah hukum Amerika Serikat. Besarnya aset Iran pada awalnya tidak diketahui, tapi pejabat Departemen Keuangan Amerika Serikat memperkirakan lebih dari 8 miliar dolar AS telah diblokir. Namun sekitar delapan bulan kemudian, ketika sensus telah usai, jumlahnya meningkat menjadi 11 miliar dolar AS dan akhirnya memuncak menjadi 12 miliar dolar AS menyusul bunga yang bertambah, termasuk deposito bank, emas, dan properti lainnya.14 Terkecuali, sekitar 17 juta dolar aset Iran yang telah disetorkan untuk pembelian senjata di Amerika Serikat, tidak terkena perintah pembekuan. Dewan Revolusi di Tehran mengeluarkan undang-undang pada tanggal 14 Februari 1980 yang memungkinkan jumlah tersebut dibayarkan kepada mahasiswa revolusi dan warga Iran lain yang berkomitmen yang berada di Amerika Serikat dan juga untuk membayar biaya hukum pengacara yang berperan bagi Iran di Amerika Serikat. Namun demikian, peristiwa tersebut membuktikan bahwa pembekuan 12 miliar dolar aset Iran merupakan sanksi ekonomi Amerika Serikat paling penting terhadap Iran.15

Pengalaman masa lalu sistem perbankan konvensional Iran memang tidak menyenangkan. Di masa Dinasti Qajar dan Pahlevi, kedua rezim monarki mendapatkan pinjaman Negara lebih sering namun tidak memuaskan hasrat dan kepentingan pribadi dibandingkan kebutuhan perekonomian nasional. Segera setelah

14

Wikipedia, "US Sanctions Against Iran", artikel diakses pada tanggal 12 Agustus 2010 dari

http://en.wikipedia.org/wiki/U.S._ sanctions_against_Iran.

15


(51)

41 revolusi pada tahun 1979, pemerintahan yang baru memulai rencana untuk mengurangi hubungan politik, ekonomi, dan keuangan dengan Amerika Serikat.

D. Transformasi Perbankan Syariah

Iran telah melakukan konversi seluruh sistem perbankannya ke dalam sistem islami bebas-riba. Perbankan syariah yang muncul pada tahun 1970-an di luar Iran, beroperasi secara paralel dengan perbankan konvensional. Setelah revolusinya, Iran menjadi negara pertama yang secara penuh melarang segala transaksi perbankan dan keuangan yang melibatkan riba (bunga). Sesuai dengan hal itu, prinsip 49 Undang-Undang Republik Islam (1979) menyebut riba sebagai contoh utama cara yang tidak dapat diterima untuk mendapatkan keuntungan.

Dalam situasi sulit itu, pemerintah mengambil tiga kebijakan penting: reformasi perbankan, kontrol devisa, dan pembatasan suku bunga. Bank-bank dimerger dari 27 bank menjadi lima bank komersial (umum) dan empat bank khusus, namun pada saat yang sama didirikan 22 bank provinsi. Jumlah kantor bank menurut drastis dari 8.275 menjadi 6.581 kantor.16 Di sisi lain, tampaknya kebijakan kontrol devisa menimbulkan dampak buruk, yaitu maraknya pasar gelap. Praktik bunga belum dilarang, hanya dibatasi.

Sejalan dengan membaiknya perekonomian, tahap kedua reformasi dimulai pada Agustus 1983 dengan disahkannya UU Perbankan Islam. Bank-bank harus mengkonversi giro, tabungan, dan depositonya sesuai syariah dalam waktu satu tahun

16

Adiwarman Karim, Ekonomi Islam, Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 78.


(52)

42 dan mengkonversi seluruh operasinya dalam tiga tahun. Ketika itu ada 20 juta deposan di seluruh negeri yang diminta untuk memilih satu dari empat jenis produk yang ditawarkan: tabungan tanpa imbalan, giro tanpa imbalan, deposito berbagi hasil jangka pendek, dan yang berjangka panjang.

Di sisi aset, bank sentral memberikan arahan produk yang sesuai untuk membiayai kegiatannya. Kegiatan dibagi menjadi empat klasifikasi besar: produksi, jasa komersial, perumahan, dan konsumtif. Sementara itu, kegiatan produksi diarahkan untuk menggunakan salah satu atau kombinasi dari serikat bisnis (musyarakah), sewa-beli (bai' ta'jiri), pesan beli (salaf), beli-tangguh (mu'ajjal), bagi-hasil (mudarabah, musra'ah, musaqat), dan fee atas jasa (ju'alah). Untuk kegiatan jasa-jasa komersial, diarahkan produk-produk mudarabah, musyarakah, ju'âlah, bai' ta'jiri, bai' mu'ajjal. Untuk kepemilikan rumah, diarahkan produk-produk bai' ta'jiri,

bai' mu'ajjal, qardul hasan, dan ju'âlah.17 Untuk kredit konsumtif, diarahkan produk

mu'ajjal dan qardul hasan.

Berlainan dengan konversi sisi deposito yang dapat segera dilaksanakan, konversi sisi aset memerlukan waktu yang lebih panjang. Sampai Maret 1986, baru 49% dari total kredit perbankan yang telah menggunakan skema syariah. Itupun masih didominasi oleh produk-produk yang berbasiskan jual-beli, baru 20% dari total kredit yang berbasiskan bagi-hasil. Dalam tujuh tahap konversi, memang diprioritaskan untuk mengkonversi ke dalam produk berbasis jual-beli.

17


(53)

43 Tahap ketiga yang dimulai pada 1986 mengintegrasikan sistem perbankan ke dalam perekonomian nasional. Perbankan digunakan sebagai instrumen untuk merestrukturisasi perekonomian dari ekonomi berbasis jasa dan konsumsi ke ekonomi berbasis produksi. Pertama, kredit kepada sektor jasa, yang menguasai sekitar 55 persen PDB (1984-1985), menurun drastis untuk menghentikan ekspansi dalam jangka pendek dan mengurungai jumlahnya dalam jangka panjang. Kedua, menggunakan semua jenis keuangan Islam yang tersedia untuk membantu petani dalam meningkatkan dan memperluas produksi yang telah menggunakan kredit bank untuk meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian. Ditambah dengan subsidi pemerintah yang cukup besar untuk benih, pupuk, mesi, dan asuransi tanaman, kebijakan kredit sistem perbankan ditujukan untuk menghidupkan kembali sektor pertanian. Ketiga, perbankan syariah telah digunakan untuk menciptakan insentif bagi pengembangan koperasi bidang pertanian, industri, dan perdagangan. Keempat, sistem perbankan, dalam kemitraan dengan pemerintah, menyanggupi untuk membiayai proyek-proyek industri besar dan investasi dalam modal sosial.18

Reformasi perbankan ini tidak luput dari kekurangan. Pasar uang antar-bank masih menggunakan bunga 6%, dengan alasan semua bank milik pemerintah maka

18

Kabir Hassan, "Cost, Profit and X-Efficiency of Islamic Banks in Pakistan, Iran and Sudan." Dalam Proceeding International Conference on Islamic Banking: Risk Management, Regulation, and Supervision, 30 September-2 Oktober 2003, (Jakarta: Bank Indonesia, 2003) h. 351.


(54)

44 ini hanya pindah dari kantong kiri ke kantong kanan. Kompetisi antarbank hampir tidak ada karena tingkat bagi-hasil dihitung secara nasional oleh bank sentral.19

Namun sektor perbankan juga telah digunakan sebagai instrumen untuk merestrukturisasi perekonomian Iran. Restrukturisasi tersebut pada dasarnya diarahkan kepada pergeseran sumber keuangan dari jasa dan konsumsi kepada sektor produksi dalam empat cara.

Tujuan sistem perbankan islami menurut Pasal 1 Undang-Undang Perbankan Bebas-Riba (Bunga)20 adalah sebagai berikut:

1. Pembentukkan sistem kredit dan moneter yang berdasarkan kebenaran dan keadilan (sebagaimana yang digambarkan dalam hukum Islam) dengan tujuan mengatur sirkulasi uang dan kredit untuk meningkatkan pertumbuhan dan kesehatan ekonomi negara.

2. Membantu dirinya dalam mekanisme kredit dan moneter, agar terlibat dalam kegiatan-kegiatan kondusif bagi pencapaian rencana, kebijakan, dan tujuan ekonomi Pemerintahan Republik Islam.

3. Penciptaan fasilitas yang diperlukan untuk perluasan kerja sama dan qardul hasan di antara masyarakat umum melalui daya tarik dan penyerapan dana surplus, cadangan, tabungan dan deposito, dan memobilisasi hal tersebut untuk penyediaan kondisi dan kesempatan mendapatkan pekerjaan dan investasi, sebagaimana yang diatur dalam Klausul (2) dan (9), Pasal 43 Undang-Undang.

19

Adiwarman Karim, Ekonomi Islam, Suatu Kajian Kontemporer, h. 80.

20


(55)

45 4. Pemeliharaan nilai mata uang dan keseimbangan dalam neraca pembayaran dan

memfasilitasi pertukaran perdagangan.

5. Memfasilitasi pembayaran dan penerimaan, pertukaran, transaksi dan layanan lainnya yang dilakukan oleh bank, sebagaimana diatur oleh hukum.

E. Pertumbuhan dan Perkembangan

Setelah proses nasionalisasi di tahun 1979 dan peleburan bank-bank menjadi milik pemerintahan pada bulan Maret 1980, hingga saat ini, terbentuklah beberapa bank-bank baru, di antaranya:

1. Bank Umum Milik Pemerintah

a. Bank Melli Iran (National Bank of Iran) merupakan lembaga keuangan terbesar di Iran. Bank Melli berada di peringkat 76 bank terbesar di dunia pada tahun 1984. Dalam laporan hasil riset The Banker pada tahun 2007, Bank Melli tercatat sebagai bank syariah dengan aset terbesar, yakni lebih dari 35 miliar dolar AS.21 Pada tahun 2008, Uni Eropa meloloskan sanksi yang membekukan dana dan aset ekonomi Bank Melli di Uni Eropa terkait program nuklir Iran.22

b. Bank Mellat (Bank of the Nation) merupakan lembaga keuangan terbesar kedua di Iran. Dibentuk pada tahun 1980 dari 10 bank swasta pra-revolusi. Bank Mellat belum memberikan efek besar sejak

21

"Bank Syariah di Negeri Mullah", berita diakses pada tanggal 12 Agustus 2010 dari

http://www.pasarmuslim.com/ekonomi.php?bid=1214.

22

Business Monitor International, Iranian Commercial Banking Report Q2 2010, (London: Business Monitor Ltd., 2010), h. 34.


(56)

46 pendiriannya. Pada bulan Februari 1985, bank ini masih menyelesaikan persiapan rekening 1982-83. Saat ini, total modal Bank Mellat berjumlah sekitar 13,1 triliun Rial dan salah satu bank umum terbesar di Iran.23

c. Post Bank of Iran mulai beroperasi secara resmi setelah pengesahan anggaran dasarnya oleh kabinet pada bulan Desember 1996. Pendiriannya berawal pada tahun 1983 di mana terdapat usulan untuk mendirikan layanan perbankan bagi pos melalui jaringan pos yang luas. Tahun 1986 dan 1987 dimulailah persiapan infrastruktur dan pendirian kantor pos yang melayani jasa keuangan. Pada Maret 2008, Departemen Keuangan Amerika Serikat memasukkan Post Bank of Iran sebagai lembaga keuangan yang terlibat dalam program nuklir Iran dan membiayai kegiatan teroris.

d. Bank Sepah (Army Bank) selalu menjadi milik negara dan bisnisnya selalu terkait dengan militer. Statusnya ini tidak berubah sejak revolusi. Selain mengurusi pekerjaan domestik, bank ini juga membiayai import barang militer. Diperkirakan sebagai bank terbesar ketiga di Iran dengan 1.700 cabang dan 1.232 ATM. Amerika Serikat mengenakan sanksi terhadap Bank Sepah pada bulan Januari 2007 atas kecurigaan program nuklir. Sebagai akibatnya, seluruh cabang di Itali, Jerman, dan Perancis membekukan asetnya. Namun demikian, majalah The Banker

23


(57)

47 memasukkan Bank Sepah sebagai 10 besar lembaga keuangan syariah di dunia.

e. Bank Tejarat (Trade Bank) didirikan pada tahun 1979 berawal dari penggabungan lima bank umum, enam bank multinasional, dan Bank Bazargani.24 Sejak pembentukannya, Tejarat telah bekerja lebih baik dibandingkan bank baru lainnya, Mellat, karena memiliki manajemen lebih yang kuat. Bank ini juga secara khusus aktif dalam perdagangan asing. Saat ini, Bank Tejarat membiayai sekitar 70 persen impor Iran dan memiliki cabang di London dan Paris. Pada November 2008, bank mengumumkan telah memperluas fasilitas ke berbagai sektor sebesar 148 triliun Rial Iran, seperti sektor industri, sektor komersial, konstruksi dan perumahan, pertambangan, dan pertanian.

f. Bank Refah didirikan pada bulan Juni 1960 sebagai bank umum milik pemerintah di bawah Organisasi Keamanan Sosial. Bank Refah merupakan bank umum retail yang sepenuhnya dimiliki, dikontrol, dan didanai oleh Kementerian Kesejahteraan dan Urusan Sosial. Dengan aset sebesar 6,46 miliar dolar AS, Refah berada diurutan ke-18 dari 20 bank syariah terbesar di dunia pada tahun 2009 menurut majalah The Asian Banker.

24

http://www.tejaratbank.ir/portal/default.aspx?tabid=1128, diakses pada tanggal 8


(58)

48

2. Bank Khusus Pemerintahan25

a. Export Development Bank of Iran

b. Bank of Industry & Mine

c. Bank Keshavarzi d. Bank Maskan

e. Cooperative Development Bank 3. Bank Non-Pemerintah26

a. Bank Saderat (Export Bank): Terlepas dari namanya, Saderat sebenarnya sangat berorientasi pada wilayah domestik. Ia memiliki jaringan cabang terbesar di antara bank Iran lainnya dengan 30 cabang asing. Operasi Saderat belakangan ini telah terdesentralisasi untuk memberikan peran menjadi sebuah bank negara di provinsi yang berbeda. Dengan lebih dari 3.000 kantor cabang aktif dan modal saham 16,8 miliar Rial Iran, Bank Saderat merupakan bank dengan jaringan perbankan terbesar di Iran.27 Pada tahun 2006, bank ini masuk dalam daftar hitam Departemen Keuangan Amerika Serikat yang menyebut Iran menggunakan Bank Saderat untuk mendanai organisasi "teroris" seperti Hizbullah, Hamas, dan Jihad Islam Palestina.

25

http://www.cbi.ir/simplelist/2389.aspx, diakses pada tanggal 2 November 2010.

26

http://www.cbi.ir/simplelist/2390.aspx, diakses pada tanggal 2 November 2010.

27


(1)

89 Penulis: Apa saja kendala dan kekuatan yang dihadapi?

Narasumber: Positif dan kekuatannya adalah bahwa kita berhasil menyelamatkan penduduk Iran dari hal-hal yang bersifat haram; makanan dan pengasilan haram ini sangat berpengaruh negatif dalam kehidupan individu ataupun masyarakat. Tentunya dalam sebuah sistem, apalagi sistem itu adalah sistem yang baru, sangat wajar bila untuk kemajuan dan perkembangannya memperoleh hambatan dan problem yang menghadangnya. Akan tetapi, dengan berlalunya waktu, para pemikir dan ulama di Iran serta ahli ekonomi, semuanya mencurahkan tenaganya untuk melihat dan mempelajari kesulitan apa yang dihadapi sehingga nantinya dapat diselesaikan dan menjadi pengelaman di masa depan.

Kesulitan yang pertama yang dihadapi, misalnya dalam sistem mudarabah atau qardulhasan, ketika tidak menyebutkan keuntungan atau laba pasti. Dalam mudarabah misalnya, apabila seseorang menaruh uangnya di bank kemudian digunakan modal akan tetapi usaha tersebut mengalami kerugian di luar ikhtiar, karena tidak dituntut menggantinya, karena itu mungkin ini menjadi satu hal yang menghantui penduduk disitu, karena uang ini harus selalu dikembangkan. Kalau kita menabung di sana, maka nanti tidak memperoleh apa-apa. Bukan saja tidak kembali tapi bisa saja malah hilang. Salah satu kendala ini sangat dikhawatirkan terutama bagi mereka yang memiliki jumlah uang besar. Menurut Anda sendiri bagaimana menyelesaikan hal ini?

Penulis: Memang kalau dilihat dari sisi penabung, sangat "merugikan" (tidak menguntungkan) jika dibandingkan dengan bank konvensional. Meskipun awalnya bank sebagai tempat titipan, tapi orang menabung ingin mendapatkan keuntungan. Dengan qardulhasan memang orang enggan memilih akad seperti itu, sehingga di Indonesia sangat kecil jumlahnya. Tadi disebutkan bahwa iman berpengaruh… sehingga perlu sosialisasi lebih lanjut bahwa riba itu haram dan sebagainya.


(2)

90 Narasumber: Benar bahwa iman berpengaruh, namun tingkatan iman dalam sebuah masyarakat sangat berbeda-beda dan kita tidak bisa membiarkan begitu saja "Sudah memperkuat iman saja". Tidak mungkin dan itu bukan penyelesaian yang tepat. Iran, alhamdulillah, memberikan penyelesaian dari sisi materi. Misalnya, bank menjamin keamanan modal utama yang dititipkan oleh nasabah dan nantinya memberikan keuntungan lain. Dalam perjanjian disebutkan bahwa bank menjamin keamanan modal nasabah dan apabila bank meminjamkan modal kepada seseorang dan ternyata tidak menghasilkan keuntungan, bank akan berjanji mengembalikan modal dan memberikan ganti rugi sebagai ganti keuntungan yang biasanya diberikan peminjam. Bank dari mana memberanikan diri menjamin hal tersebut?

(Terputus)

Sesuai dengan pengalaman, bank tidak sembarangan memberikan pinjaman dan mensurvei sehingga pinjaman ini untuk usaha apa, sehingga si fulan ingin bekerja ini dan kemungkinan ruginya sangat kecil. Jadi dengan demikian, bank tidak hanya memberikan pinjamannya kepada sembarangan orang dan ini salah satu pengalaman perbankan di Iran. Terima kasih.

(Masalah pada audio)

Penulis: Bagaimana nasib aset dana bank asing setelah Revolusi yang milik keluarga Syah?

Narasumber: Rekening-rekening tersebut sebenarnya bukan milik pribadi, meskipun menggunakan nama pribadi, karena penghasilannya adalah penghasilan negara. Setelah Revolusi Islam Iran, Iran yang meyakini itu sebagai harta negara ingin


(3)

91 mengambil. Akan tetapi Amerika dan juga beberapa negara Eropa tidak memberikannya dan dibekukan. Rekening tersebut masih dinikmati keluarga Syah.

Penulis: Bagaimana dengan bunga dari rekening tersebut?

Narasumber: Sebenarnya milik Iran. Namun modalnya saja tidak dikembalikan bagaimana dengan bunganya?

Penulis: Bagaimana dampak Perang Teluk di awal-awal Revolusi?

Narasumber: Berkenaan dengan sistem perbankan, tidak ada pengaruhnya sama sekali. Namun karena berkenaan dengan perekonomian negara tersebut mau tidak mau punya pengaruh. Mereka juga ingin menghentikan (Revolusi) dari segi perekonomian. Iran juga sudah mengajukan tuntutannya atas ganti rugi akibat perang yang dipaksaan oleh Irak, akan tetapi tidak serial pun mendapat ganti ruginya.

Penulis: Bagaimana hubungan antara perbankan Iran dengan perbankan internasional di masa pemerintahan Ahmadinejad yang mengalami krisis (politik)?

Narasumber: Tentu saja ada pengaruhnya dan ini tidak dimulai dari terpilihnya Ahmadinejad sebagai presiden karena sebelum-sebelumnya juga sudah diembargo. Hal itu juga berpengaruh pada perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di Iran, yang tujuannya ingin memukul Iran dari sisi ini (ekonomi). Tetapi 30 tahun (pasca Revolusi) dijadikan pengalaman yang berharga untuk kemajuan dan perkembangan segala bidang, terutama ekonomi di Iran.

Penulis: Satu hal yang ada di luar tema ini, tapi juga bermanfaat bagi keilmuan terkait. Di Indonesia, praktik perbankan merujuk pada fatwa MUI. Di setiap bank ada Dewan Pengawas Syariah bertugas mengawasi operasional dan bertanggung jawab


(4)

92 kepada MUI. Di Iran sendiri, karena seluruhnya syariah apakah ada semacam DPS, selain dari dewan yang lima orang tadi?

Narasumber: Ya, kami juga punya Dewan Syura Ekonomi Islam yang mana dewan ini terdiri dari para ulama dan juga pakar ekonomi. Gabungan dari dua ilmuwan ini bergabung dan duduk bersama mengawasi bagaimana sistem dan undang-undang yang ada sesuai dengan hukum Islam atau tidak, secara pelaksanaan.

Penulis: Semua orang ketika ingat Revolusi Iran, akan ingat dengan Imam Khomeini sebagai "pendiri". Beliau dikenal sebagai ahli fikih, ahli politik, sufi. Bagaimana dengan pemikiran beliau dalam bidang ekonomi?

Narasumber: Beliau, karena sebagai seorang fakih, juga memiliki kitab tentang fikih ekonomi dan kitab tersebut menyangkut transaksi jual-beli secara umum sekitar 4-5 jilid. Nama kitabnya al-Bai'. Kitab ini ditulis di Najaf, Irak.


(5)

93 Lampiran 2


(6)

94 Lampiran 3

BIODATA PENULIS

Nama Lengkap : Ali Reza

TTL : Jakarta, 25 September 1988

Alamat : Cakrawijaya IV Blok L 14, Komplek Diskum AD, Cipinang Muara, Jatinegara, Jakarta, 13420

Homepage : http://about.me/ejajufri

Public Email : ejajufri@bismillah.com

Pendidikan : SD Negeri 05 PWI – 2000 : SMP Negeri 52 Jakarta – 2003 : SMA Negeri 54 Jakarta – 2006 : S1 UIN Syarif Hidayatullah – 2010

Lain-Lain : Kuliah Informal Ekonomi Islam FE UI – Maret s.d. Mei 2007 : Karim Business Consulting – Juli s.d. Agustus 2008

: Lingkar Studi Ekonomi Islam, Bidang Media – 2009