33
2 Koordinasi  pengelolaan  program  wajib  belajar  pendidikan  dasar
tingkat provinsi menjadi tanggung jawab gubernur. 3
Pengeloaan  program  wajib  belajar  pendidikan  dasar  tingkat kabupatenkota menjadi tanggung jawab bupatiwalikota.
4 Pengelolaan program wajib belajar pada tingkat satuan pendidikan
dasar menjadi tanggung jawab pemimpin satuan pendidikan dasar. 5
Pengelolaan program wajib belajar pendidikan dasar di luar negeri menjadi  tanggung  jawab  Kepala  Perwakilan  Negara  Kesatuan
Republik Indonesia di luar negeri yang bersangkutan. b.
Pasal 7 : 1
Pemerintah  menetapkan  kebijakan  nasional  pelaksanaan  program wajib  belajar  yang  dicantumkan  dalam  Rencana  Kerja
Pemerintah,  Anggaran  Pendapatan  dan  Belanja  Negara,  Rencana Strategis  Bidang  Pendidikan,  Rencana  Pembangunan  Jangka
Menengah, dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang. 2
Pemerintah dan
pemrintah daerah
sesuai kewajibannya
berkewajiban menyelenggarakan
program wajib
belajar berdasarkan  kebijakan  nasional  sebagaimana  dimaksud  dalam
ayat 1. 3
Penyelenggaraan  program  wajib  belajar  oleh  pemerintah  daerah sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  2  ditetapkan  dalam  Rencana
Kerja  Pemerintah  Daerah,  Anggaran  Pendapatan  dan  Belanja Daerah,  Rencana  Strategis  Daerah  Bidang  Pendidikan,  Rencana
34
Pembangunan Jangka
Menengah Daerah,
dan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang daerah. 4
Pemerintah daerah
dapat menetapkan
kebijakan untuk
meningkatkan jenjang
pendidikan wajib
belajar sampai
pendidikan menengah. 5
Pemerintah  daerah  dapat  mengatur  lebih  lanjut  pelaksanaan program  wajib  belajar,  sesuai    dengan  kondisi  daerah  masing-
masing melalui Peraturan daerah. 6
Ketentuan  mengenai  pelaksanaan  program  wajib  belajar  yang diatur oleh pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat
5  termasuk  kewenangan  memberikan  sanksi  administratif kepada warga negara Indonesia yang memiliki anak berusia tujuh
sampai  dengan  lima  belas  tahun  yang  tidak  mengikuti  program wajib belajar Perpustakaan Nasional R.I., 2008 : 6.
Evaluasi  program  wajib  belajar  yang  tercantum  dalam  Peraturan Pemerintah  Republik  Indonesia  Nomor  47  tahun  2008  pasal  8  yang
berbunyi : a.
Pemerintah,  pemerintah  provinsi,  dan  pemerintah  kabupatenkota melakukan  evaluasi  terhadap  pelaksanaan  program  wajib  belajar
secara berkala. b.
Evaluasi  terhadap  pelaksanaan  program  wajib  belajar  sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 sekurang-kurangnya meliputi :
1 tingkat pencapaian program wajib belajar;
35
2 pelaksanaan kurikulum pendidikan dasar;
3 hasil belajar peserta didik;
4 realisasi anggaran.
c. Hasil  evaluasi  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  1    dan  ayat  2
dilaporkan kepada Menteri. d.
Atas dasar hasil evaluasi  sebagaima dimaksud pada ayat 3 Menteri malakukan evaluasi komperhensif untuk menilai :
1 ketercapaian program wajib belajar;
2 kemajuan program wajib belajar; dan
3 hambatan penyelenggaraan program wajib belajar.
e. Evaluasi terhadap pelaksanaan program wajib belajar dapat dilakukan
oleh  lembaga  evaluasi  mandiri  yang  didirikan  masyarakat  sesuai Standar Nasional Pendidikan Perpustakaan Nasional R.I., 2008 : 8.
4. Hak dan Kewajiban Masyarakat dalam Wajib Belajar
Hak  dan  kewajiban  masyarakat  dalam  wajib  belajar  tercantum dalam  Peraturan  Pemerintah  Republik  Indonesia  Nomor  47  tahun  2008
pasal 13 tentang wajib belajar pendanaan pendidikan  yang berbunyi : a.
Masyarakat berhak : 1
Berperan  serta  dalam  perencanaan,  pelaksanaan,  pengawasan, dan  evaluasi  terhadap  penyelenggaraan  program  wajib  belajar;
serta 2
Mendapat  data  dan  informasi  tentang  penyelenggaraan  program wajib belajar.
36
b. Masyarakat  berkewajiban  mendukung  penyelenggaraan  program
wajib belajar. c.
Hak dan kewajiban masyarakat sebagaimana di maksud pada ayat 1 dan  2  dilaksanakan  sesuai  peraturan  perundang-undangan
Perpustakaan Nasional R.I., 2008 : 11
5. Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Wajib Belajar
Menurut  Made  Pidarta  dalam  Siti  Irene  Astuti  D.  2009:  31  -32, partisipasi  adalah  perlibatan  seseorang  atau  beberapa  orang  dalam  suatu
kegiatan.  Keterlibatan  dapat  berupa  keterlibatan  mental  dan  emosi  serta fisik  dalam  menggunakan  segala  kemampuan  yang  dimilikinya  dalam
segala  kegiatan  yang  dilaksanakan  serta  mendukung  pencapaian  tujuan dan  tanggung  jawab  atas  segala  keterlibatan.  H.A.R  Tilaar  2009:  287
mengungkapkan  partisipasi    adalah  sebagai  wajud  dari  keinginan  untuk mengembangkan  demokrasi  melalui  proses  desentralisasi  dimana
diupayakan  antara  lain  perlunya  perencanaan  dari  bawah  bottom-up dengan  mengikutsertakan  masyarakat  dalam  proses  perencanaan  dan
pembangunan  masyarakatnya.  Sedangkan  pengertian  masyarakat  dalam artian sederhana adalah kumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh
kesatuan Negara, kebudayaaan, dan agama. Cohen  dan  Uphoff  dalam  membedakan  partisipasi  menjadi  empat
jenis,  yaitu  pertama,  partisipasi  dalam  pengambilan  keputusan.  Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan. Ketiga, partisipasi dalam pengambilan dan
pemanfaatan.  Dan  keempat,    partisipasi  dan  evaluasi  Siti  Irene  Astuti
37
Dwiningrum,  2011  :  61.  Keempat  partisipasi  tersebut  bila  dilakukan bersama-sama
akan memunculkan
aktivitas pembangunan
yang terintegrasi sacara potensial.
Pertama,  partisipasi  dalam  pengambilan  keputusan.  Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan ini berkaitan dengan penentuan
alternatif dengan  masyarakat untuk  menuju kata sepakat tentang berbagai gagasan  yang  menyangkut  kepentingan  bersama.  Partisipasi  dalam
pengambilan  keputusan  ini  sangat  penting  ,  karena  masyarakat  menuntut untuk  ikut  menentukan  arah  pembangunan.  Wujud  dari  partisipasi
masyarakat  dalam  pengambilan  keputusan  ini  bermacam-macam,  seperti kehadiran rapat, diskusi, sumbangan pemikiran, tanggapan atau penolakan
terhadap  program  yang  ditawarkan.  Dengan  demikian  partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan ini merupakan proses pemilihan
alternatif berdasarkan pertimbangan yang menyeluruh dan rasional. Kedua,  partisipasi  dalam  pelaksanaan.  Partisipasi  masyarakat
dalam  pelaksanaan  program  merupakan  lanjutan  dari  rencana  yang  telah disepakati  sebelumnya,  baik  yang  berkaitan  dengan  perencanaan,
pelaksanaan, maupun tujuan. Ketiga, partisipasi dalam pengambilan manfaat. Partisipasi ini tidak
terlepas  dari  kualitas  maupun  kuantitas  dari  hasil  pembangunan  program yang  bisa  dicapai.  Kualitas  keberhasilan  suatu  program  akan  ditandai
dengan  adanya  output,  sedangkan  dari  kuantitas  dapat  dilihat  seberapa
38
besar  prosentase  keberhasilan  program  yang  dilaksanakan,  apakah  sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
Keempat,  partisipasi dalam evaluasi. Partisipasi  masyarakat dalam evaluasi  ini  berkaitan  dengan  masalah  program  secara  menyeluruh.
Partisipasi  ini  bertujuan  untuk  mengetahui  apakah  pelaksanaan  program telah  sesuai  dengan  rencana  yang  ditetapkan  atau  ada  penyimpangan.
Partisipasi  masyarakat  terutama  orang  tua  sangat  dibutuhkan  dalam mendukung
keberhasilan pelaksanaan
program wajib
belajar. Sebagaimana  dijelaskan  oleh  Ary  H.  Gunawan  1995:  122  bahwa
keberhasilan wajib belajar adalah tanggung jawab bersama antara keluarga orang tua, masyarakat, dan pemerintah.
Pemerintah  dan  masyarakat  menyediakan  tempat  belajar,  yakni lembaga  pendidikan  negeri  dan  swasta.  Kendala  partisipasi  pada
masyarakat  muncul  karena  beberapa  hal,  yakni  :  Pertama,  budaya paternalisme  yang  dianut  oleh  masyarakat  sulit  untuk  melakukan  diskusi
secara  terbuka.  Kedua,  apatisme  karena  selama  ini  masyarakat  jarang dilibatkan  dalam  pembuatan  keputusan  oleh  pemerintah  daerah.  Ketiga,
tidak adanya trust kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Selain itu partisipasi  belum  dimaknai  sebagai  asset  pendidikan,  tetapi  masih
dimaknai sebagai defisit. Siti Irene Astuti Dwiningrum, 2011 : 97. Dalam hal ini masyarakat diharapkan mampu bekerjasama dengan
pemerintah  untuk  melancarkan  program  wajib  belajar.  Selain  itu tanggungan  moral  ini  tidak  semata  mata  untuk  pendidikan  anak,  namun