114
bantuan-bantuan berupa penunjang proses pembelajaran di sekolah  yang diajukan pihak sekolah kepada Dinas Pendidikan. Meskipun untuk kasus
pengajuan  fasilitas  yang  agak  besar  tampaknya  tidak  mudah  didapatkan oleh pihak sekolah.
Setelah  mendeskripsikan  faktor-faktor  pendukung  implementasi wajib  belajar  di  Kelurahan  Semampir,  maka  dapatlah  disimpulkan
sebagai  berikut:  1  Dukungan  Pemerintah  Dinas  Pendidikan  dalam bentuk  bantuan  meskipun  masih  minim  tetapi  dirasakan  sudah  cukup
optimal bagi sekolah-sekolah di Kelurahan Semampir. 2 Dukungan dari pemerintah  setempat,  yakni  Kelurahan  Semampir  yang  menjembatani
hubungan  antara  sekolah  dan  masyarakat  serta  keterbukaan  institusi tersebut  terhadap  permasalahan  yang  menimpa  warganya.  Dan  3
Hubungan  timbal-balik  antara  pihak  sekolah  dan  wali  murid  serta keterlibatan wali murid dalam keberlangsungan sekolah.
Setelah  mengetahui  faktor  penghambat  dan  pendukung  program kebijakan wajib belajar di Kelurahan Semampir, maka dapatlah beberapa
poin  yang  menjadi  solusinya,  antara  lain:  1  Perlunya  digalakkan sosialisasi  dari  pemerintah  setempat  terkait  pentingnya  pendidikan  di
kalangan  masyarakat  miskin.  2  Harus  dilakukan  upaya  pemerataan kerja  dan  penanggulangan  kemiskinan  oleh  pemerintah  setempat.  3
Harus  dilakukan  pemerataan  hak-hak  buruh  terkait  pendidikan  untuk anak-anak kaum buruh.
115
F. Pembahasan
1. Implementasi  Kebijakan  Wajib  Belajar  di  Kawasan  Industri,
Kelurahan Semampir, Kota Kediri, Propinsi Jawa Timur
Berdasarkan  hasil  wawancara  dengan  Kepala  Kelurahan Semampir, kepala sekolah SD Negeri Semampir 2, SD Negeri Semampir
4, dan SD dan SMP YBPK Kristen Kediri, pada  dasarnya  menunjukkan bahwa  implementasi  kebijakan  wajib  belajar  di  sekolah  masing-masing
sudah berjalan
dengan optimal.
Hasil penelusuran
dokumen dokumentasi  dan  observasi  pun  menunjukkan  bahwa  implementasi
kebijakan  wajib  belajar  di  Kelurahan  Semampir  sudah  berjalan  dengan optimal.  Adapun  kunci  utama  keberhasilan  tersebut  adalah  adanya
partisipasi  masyarakat  wali  murid  terhadap  proses  pendidikan  di sekolah.
Kenyataan di atas sejalan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia  No.  47  tahun  2008  pasal  13  tentang  wajib  belajar  dan
pendanaan pendidikan. Di mana dalam salah satu ayatnya mengharuskan masyarakat untuk terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
dan  evaluasi  terhadap  penyelenggaraan  wajib  belajar.  Hal  tersebut  juga sejalan  dengan  pemikiran  Ary  H.  Gunawan  1995:  122  bahwa
keberhasilan  wajib  belajar  merupakan  tanggung  jawab  bersama  antara keluarga orang tua, masyarakat, dan pemerintah.
Seluruh kepala sekolah yang menjadi responden dalam penelitian ini menyatakan bahwa implementasi  kebijakan wajib belajar yang sudah
116
berjalan  optimal  ini  dapat  dibuktikan  dengan  tidak  adanya  siswa  yang putus sekolah, atau siswa  yang dikeluarkan dari sekolah. Sekolah  selalu
menghindari  tindakan  mengeluarkan  siswa.  Apabila  ada  siswa  yang bermasalah  terkait  perilaku  mereka  yang  buruk,  maka  orang  tua  wali
murid  akan  dipanggil  dan  diberi  masukan  agar  perilaku  buruk  tersebut dapat  diketahui  orang  tua  dan  menjadi  tugas  orang  tua  untuk
mendidiknya di rumah. Sarana  dan  prasarana  di  sekolah  yang  menjadi  lokasi
pengambilan data dalam penelitian ini pada umumnya masih layak guna. Meskipun  sarana  dan  prasarana  di  SD  Negeri  Semampir  2  relatif
mengalami  kerusakan,  tetapi  masih  bisa  digunakan  dan  pihak  sekolah sedang  berusaha  mengajukan  bantuan  kepada  pemerintah  daerah.  Pada
SD Negeri Semampir 4 sarana dan prasarana  yang ada  mayoritas dalam kondisi baik, sehingga benar-benar dapat digunakan secara optimal untuk
proses pembelajaran. Pada SD dan SMP YBPK Kristen Kediri, mayoritas sarana dan prasarana sekolah berada dalam kondisi baik. Meskipun lahan
yang  digunakan  oleh  Yayasan  YBPK  GKJW  Cabang  Kediri  ini  hanya seluas  582
m
2
namun  dapat  digunakan  secara  optimal,  baik  untuk  SD dan SMP.
Adapun  yang  menjadi  kunci  dari  optimalnya  implementasi kebijakan  wajib  belajar  di  Kelurahan  Semampir  adalah  dukungan  dari
pemerintah setempat. Dinas Pendidikan tidak hanya memonitoring tetapi menyalurkan  bantuan  dana  BOS,  di  samping  itu  pemerintah  juga
117
menanggapi  berbagai  pengajuan  dari  sekolah  terkait  peningkatan  sarana dan  prasarana  yang  sudah  ada.  Dalam  hal  ini  Kepala  Kelurahan
Semampir  pun  turut  berperan  aktif  dalam  mempermudah  proses administratif  atau  terkait  berkas-berkas  yang  diperlukan  sekolah  untuk
mendapatkan  bantuan  pemerintah.  Agar  lebih  jelas,  dapat  dilihat  pada tabel 20 berikut :
Tabel. 20 Upaya Pelaksanaan Wajib Belajar di Kelurahan  Semampir Nama sekolah
Upaya yang dilakukan SD Negeri
Semampir 2 1.
Biaya pendidikan gratis 2.
Pembagian seragam gratis 3.
Komunikasi dua arah antara pihak sekolah dengan wali murid terkait proses pendidikan di sekolah.
4. Arahan  dari  pihak  sekolah  kepada  wali  murid
tentang pentingnya pendidikan. 5.
Tidak mengeluarkan siswa. SD Negeri
Semampir 4 1.
Biaya pendidikan gratis 2.
Tidak  menghambat  siswa  dalam  memperoleh pendidikan tidak mengeluarkan siswa.
3. Sekolah aktif mengajukan bantuan ke pemerintah.
4. Sekolah
melibatkan masyarakat
dalam perencanaan,  pelaksanaan,  dan  evaluasi  program
sekolah. 5.
Aktif mengadakan rapat dengan wali murid. 6.
Sekolah  terbuka  terhadap  kritik,  saran,  dan gagasan wali murid.
SD YBPK Kristen dan
SMP YBPK Kristen Kediri
1. Pihak  Sekolah  menjalankan  dua  program:  inklusi
untuk anak berkebutuhan khusus, dan reguler. 2.
Pembagian seragam gratis 3.
Sekolah  menyediakan  layanan  antar  jemput  siswa dengan gratis.
4. Sekolah  selalu  menjalankan  komunikasi  dua  arah
dengan wali
murid dan
berbagai bentuk
pengarahan Sumber : Wawancara Dengan Kepala Sekolah 2014
118
2. Problem  Orang  Tua  dalam  Implementasi  Kebijakan  Wajib  Belajar
di  Kawasan  Industri,  Kelurahan  Semampir,  Kota  Kediri,  Propinsi Jawa Timur
Dalam  penelitian  ini,  masalah  lemahnya  ekonomi  orang  tua menjadi  problem  utama  mereka  dalam  menyekolahkan  anaknya.
Mayoritas orang tua yang tergolong ekonomi lemah tidak memiliki akses terhadap  dunia  pendidikan,  sehingga  mereka  pun  tidak  memiliki
pemahaman  dan  pengetahuan  akan  pentingnya  pendidikan  bagi  masa depan  anaknya.  Kemudian  yang  menjadi problematika dalam  penerapan
kebijakan  wajib  belajar  adalah  latar  belakang  pendidikan  orang  tua, semakin  tinggi  pendidikan  orang  tua  maka  akan  semakin  tinggi  pula
kesadaran mereka terhadap kebijakan wajib belajar. Mayoritas  responden  orang  tua  yang  tidak  menyekolahkan
anaknya,  dan  yang  menyekolahkan  anaknya  sebatas  tamat  SD memandang  buruk sistem pendidikan  yang  berlaku. Sebagian responden
tersebut  termakan  intrik  media  yang  sering  meliput  berbagai penyelewengan  dan  tindakan  buruk  yang  terjadi  di  lingkungan
pendidikan.  Mereka  juga  menganggap  bahwa  pendidikan  hanya  untuk kalangan  mampu  menengah  keatas,  dan  pemerintah  dipandang  tidak
serius dalam menerapkan kebijakan wajib belajar. Dalam hal ini mereka sama  sekali  tidak  memahami  hakikat  pentingnya  pendidikan  bagi  masa
depan anak.