Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan sejak dulu merupakan fondasi yang menjadi penentu maju atau tidaknya peradaban suatu bangsa. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan hidup dan sepanjang hidup Arif Rohman, 2009: 18. Manusia yang sudah mengecap bangku pendidikan diharapkan menjadi lebih mampu mengemban tugas pembangunan bangsa dan negara. Melalui pendidikan yang baik, akan terbentuk manusia yang berkualitas yang dapat menjadikan Indonesia sebagai negara yang maju dan disegani. Menurut pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun 2003, tujuan pendidikan di Indonesia adalah “untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Dengan demikian semakin jelaslah pentingnya peran pendidikan bagi suatu negara. Dalam pendidikan formal di Indonesia terbagi atas tiga jenjang atau tingkatan yaitu pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Berdasarkan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 pasal 17 ayat 1 dan 2 bahwa “pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar SD dan madrasah ibtidaiyah MI atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama SMP dan madrasah tsanawiyah MTs atau bentuk lain yang sederajat. ” 2 Sekolah Dasar merupakan jenjang pendidikan yang sangat penting yang menjadi dasar untuk melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Dalam pelaksanaan pendidikan Sekolah Dasar, tentu membutuhkan desain dan sistem pembelajaran yang tepat agar tujuan dilaksanakannya pendidikan sekolah dasar dapat tercapai dengan baik. Kurikulum yang diterapkan juga merupakan aspek penting dalam suatu proses pembelajaran, karena kurikulum adalah rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar mengajar di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya Loeloek Endah Poerwati, 2013: 11. Sejak tahun 2004 hingga sekarang, sudah terjadi tiga kali pergantian kurikulum. Pada tahun 2004 diberlakukan Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK yang hanya dijalankan selama dua tahun. Kemudian pada tahun 2006 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan diterapkan untuk menggantikan Kurikulum KBK yang pelaksanaan uji cobanya dihentikan Mida Latifatul Muzamiroh, 2013: 47-48. Meski demikian, seiring dengan semakin cepatnya laju perkembangan jaman, yang ditandai dengan era globalisasi yang menuntut bangsa Indonesia agar mampu bersaing dengan masyarakat internasional, maka dikembangkanlah kurikulum baru yaitu Kurikulum 2013. Dengan adanya Kurikulum 2013 diharapkan dapat menyiapkan generasi yang handal, inovatif dan berkarakter serta siap mengarungi tantangan zaman di masa yang akan datang Mida Lailatul Muzamiroh, 2013: 119. Menurut Mohammad Nuh selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2013, “Kurikulum 2013 dirancang sebagai upaya mempersiapkan 3 generasi Indonesia 2045, yaitu tepat 100 tahun Indonesia merdeka, sekaligus memanfaatkan populasi usia produktif yang jumlahnya sangat melimpah agar menjadi bonus demografi dan tidak menjadi bencana demografi. Kompetensi masa depan seperti kreativitas dan daya inovasi, dan masalah mendasar yang sedang dihadapi bangsa terkait dengan moralitas, kejujuran, etika, tata karma, toleransi dan penguatan sabuk Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI, mendapat perhatian khusus. ” Forum Mangunwijaya VII, 2013: X, XI. Hal itu diwujudkan dengan cara penggunaan pendekatan saintifik dalam proses pembelajaran, juga penguatan dalam mata pelajaran Agama dan Budi Pekerti, Bahasa Indonesia, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, dan muatan lokal, juga menjadikan kegiatan Pramuka sebagai ekstra kurikuler yang wajib bagi siswa. Proses pembelajaran dalam Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan ilmiah scientific approach, tematik terpadu dan tematik yang berbasis pada discoveryinquiry learning sehingga mampu mendorong siswa untuk menghasilkan karya yang kontekstual baik itu secara individual maupun kelompok Lampiran Permendikbud No. 65 tahun 2013: 3. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik terdiri dari lima pengalaman belajar, yaitu mengamati observing, menanya questioning, mengumpulkan informasimencoba experimenting, menalarmengasosiasi associating, dan mengkomunikasikan communicating. Lampiran Permendikbud no. 103 tahun 2014: 5-6. Dengan kelima pengalaman belajar tersebut, maka siswa akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan langsung. Strategi pembelajaran 4 kontekstual dalam Kurikulum 2013 akan membuat pelajaran yang didapat menjadi lebih bermakna dalam kehidupan sehari-hari siswa. Guru berperan sebagai fasilitator dan proses pembelajaran berpusat pada siswa untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar Lampiran Permendikbud no. 103 tahun 2014: 7. Dalam pembelajaran yang dilangsungkan dengan menggunakan Kurikulum 2013 diharapkan siswa menjadi lebih aktif dan kreatif. Pendekatan ilmiah scientific approach dijadikan dasar pada semua kegiatan pembelajaran di tingkat Sekolah Dasar. Penanaman pendidikan karakter juga semakin ditekankan. Menurut Agus Suwignyo, pedagog dari Universitas Gajah Mada, kurikulum baru ini diharapkan dapat membentuk manusia Indonesia yang berakhlakberkarakter mulia, berbadan sehat, cerdas, berkepribadian Indonesia dan menjunjung nilai- nilai demokrasi Forum Mangunwijaya VII, 2013: 149. Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan Kurikulum 2013 ditekankan prinsip pembelajaran berpusat pada siswa, yang bertujuan untuk mengembangkan kreativitas siswa. Pembelajaran harus dilakukan dalam kondisi yang menyenangkan dan menantang, yang memuat nilai, etika, estetika, logika, dan kinestetika, dan menyediakan pengalaman belajar yang beragam melalui penerapan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna. Lampiran Permendikbud No 81A tahun 2013:34. Dengan demikian, siswa akan semakin terdorong untuk menemukan sendiri pengetahuannya. Siswa mendapat 5 kesempatan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dan kemudian diterapkan dalam kehidupan nyata. Meski demikian, pelaksanaan Kurikulum 2013 di sekolah diwarnai dengan berbagai masalah yang muncul. Sekolah Dasar Negeri Tlacap merupakan salah satu sekolah dasar di Kabupaten Sleman yang dijadikan pilot project pelaksanaan Kurikulum 2013. Salah satu masalah yang timbul di Sekolah Dasar Negeri Tlacap adalah mengenai buku paket Kurikulum 2013. Kepala Sekolah Dasar Negeri Tlacap menyatakan bahwa buku paket Kurikulum 2013 kualitasnya semakin berkurang. “Buku paket yang datang untuk semester ini bahannya tipis, jadi cepat sobek.” 8 September 2015. Selain kendala dalam hal buku paket, beliau juga menyatakan bahwa kendala dalam melaksanakan Kurikulum 2013 akan muncul ketika ada guru yang kurang kreatif, baik itu dalam mendesain pembelajaran maupun saat melakukan kegiatan pembelajaran. Kreatifitas guru diperlukan saat mendesain dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, agar proses pembelajaran yang dialami siswa menjadi lebih bermakna sehingga siswa dapat terdorong untuk menjadi lebih berinisiatif, kreatif, dan aktif. Kepala Sekolah Dasar Negeri Tlacap menyatakan, “Siswa bergantung pada kreatifitas guru, kalau guru pasif, maka siswa juga akan bingung.” 8 September 2015. Pembelajaran pada Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan saintifik yang mengutamakan lima pengalaman pembelajaran yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasimencoba, menalarmengasosiasi, dan mengkomunikasikan 5M. Berdasarkan keterangan Kepala Sekolah Dasar Negeri Tlacap, kelima pengalaman pembelajaran dalam pendekatan saintifik sudah 6 dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Tlacap. Menurut beliau, sebelum melakukan kegiatan pembelajaran hal utama yang dipersiapkan guru adalah RPP dan alat peraga yang memadai. Guru harus memiliki kemauan keras dan tidak pasif, karena guru sangat besar pengaruhnya dalam keberhasilan pelaksanaan Kurikulum 2013 8 September 2015. Pembuatan RPP dan alat peraga sangat dimudahkan dengan adanya kerja sama dan saling sharing antar guru kelas. Para guru saling berkolaborasi dan membagi tugas. Ditambah lagi dengan adanya pendampingan dari gugus sehingga persiapan pembelajaran menjadi lebih mudah dan matang. “Ada pertemuan di gugus, yang juga membahas Instruksi Nasional, jadi guru-guru menjadi lebih paham tentang teknis mengajarnya,” tutur Kepala Sekolah Dasar Negeri Tlacap 8 September 2015. Menurut Ibu R, wali kelas IVB di Sekolah Dasar Negeri Tlacap, guru paling banyak berpedoman pada buku guru dan buku siswa. Langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang memuat 5M mengacu pada buku guru dan buku siswa Kurikulum 2013 . “Dalam RPP diusahakan selalu ada 5M,” tutur Ibu R kepada peneliti. “5M sudah banyak diterapkan dengan cara siswa melakukan percobaan dan diskusi.” 8 September 2015. Pelaksanaan 5M dalam pendekatan saintifik di Sekolah Dasar Negeri Tlacap sudah berjalan dengan baik meskipun masih ada kendala- kendala yang terjadi dalam praktek pelaksanaannya. “5M paling tidak sudah berjalan 70 persen,” ucap Ibu R 8 September 2015. Kendala yang sering muncul dalam pelaksanaan pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran dikarenakan kemampuan siswa yang berbeda-beda 7 dalam satu kelas. Ada siswa yang sudah mau berlaku aktif dalam kegiatan pembelajaran, namun juga masih ada siswa yang bersikap pasif dan sulit diajak bekerja sama. Hal ini disiasati guru dengan cara melakukan pendekatan individu kepada siswa. “Siswa akan saya ajak bicara setelah kegiatan belajar berakhir,” kata Ibu R 8 September 2015. Masalah lain yang lebih mendesak yang diutarakan oleh Kepala Sekolah Dasar Negeri Tlacap adalah kendala dalam hal pelaksanaan penilaian. Narasumber mengakui bahwa para guru di Sekolah Dasar Negeri Tlacap masih mengalami keberatan dalam melakukan penilaian siswa. “Mungkin karena diklat yang diberikan belum fokus pada penilaian. Jadi ibaratnya kami baru sedikit mencicipi tapi kemudian harus langsung mengolah,” demikian tutur beliau saat diwawancara oleh peneliti 8 September 2015. Ketika melakukan penilaian harian guru harus melakukannya sedikit demi sedikit karena item penilaian yang dirasa terlalu banyak. “Dalam satu hari guru menilai minimal lima siswa,” tutur Kepala Sekolah Dasar Negeri Tlacap. Penguasaan IT dari para guru juga sangat mempengaruhi pelaksanaan pembelajaran dan penilaian. Menurut Kepala Sekolah Dasar Negeri Tlacap, guru yang kurang menguasai IT akan mengalami lebih banyak kesulitan saat mendesain dan melakukan kegiatan pembelajaran. “Kalau guru bisa IT kan jadi lebih mudah dalam membuat media, bisa pakai LCD.” 8 September 2015. Pelaksanaan penilaian juga akan menjadi lebih mudah dengan IT. Jika tidak menguasai IT guru harus melakukan penilaian dengan ditulis tangan, yang akan memakan banyak waktu dan tenaga karena item penilaian yang banyak. 8 Guru masih merasa keberatan dalam menerapkan sistem penilaian baru dalam Kurikulum 2013 yang ditetapkan oleh pemerintah. Dalam Kurikulum 2013, penilaian hasil belajar menggunakan sistem penilaian otentik authentic assessment, yang tidak hanya mengukur apa yang diketahui oleh siswa, tetapi lebih menekankan mengukur apa yang dapat dilakukan oleh siswa Lampiran Permendikbud nomor 81A tahun 2013: 56. Penilaian otentik adalah bentuk penilaian yang menghendaki siswa menampilkan sikap, menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari pembelajaran dalam melakukan tugas pada situasi yang sesungguhnya. Lampiran Permendikbud nomor 104 tahun 2014: 3. Penilaian otentik dilakukan tidak hanya pada aspek pengetahuan saja, melainkan juga aspek sikap dan keterampilan. Sistem penilaian yang mencakup ketiga aspek pembelajaran ini masih menjadi keprihatinan bagi sebagian besar guru dalam menerapkan Kurikulum 2013. Guru masih mengalami kesulitan dalam menerapkan sistem penilaian baru dalam Kurikulum 2013 yang ditetapkan pemerintah. Dalam Kurikulum 2013, penilaian hasil belajar menggunakan sistem penilaian otentik authentic assessment, yang tidak hanya mengukur apa yang diketahui oleh siswa, tetapi lebih menekankan mengukur apa yang dapat dilakukan oleh siswa Permendikbud, 2013: 56. Dalam penilaian otentik siswa diminta untuk menerapkan konsep atau teori pada dunia nyata. Otentik berarti keadaan yang sebenarnya, yaitu kemampuan atau keterampilan yang dimiliki oleh siswa Kunandar, 2014: 36. Penilaian otentik bersifat kontekstual dan dekat dengan kehidupan sehari-hari 9 siswa. Dengan menggunakan penilaian otentik, siswa dituntut untuk menunjukkan kemampuannya dalam bentuk kinerja dan hasil karya. Implementasi penilaian otentik diharapkan menjadi bagian integral dari proses pembelajaran. Penilaian otentik memiliki hubungan yang sangat erat dengan pendekatan saintifik scientific approach. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar siswa secara aktif mengkonstruk konsep, hukum, atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum, atau prinsip yang ditemukan. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada siswa dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah. Penilaian otentik merupakan jenis penilaian utama yang digunakan dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan saintifik. Menurut Abdul Majid 2014: 240, bentuk penilaian otentik antara lain melalui penilaian proyek atau kegiatan siswa, penggunaan portofolio, jurnal, demonstrasi, laporan tertulis, ceklis dan petunjuk observasi. Keterlibatan siswa sangat penting dalam penilaian otentik, dengan cara siswa diminta untuk merefleksikan dan mengevaluasi kinerja mereka sendiri untuk meningkatkan pemahaman yang lebih dalam tentang tujuan pembelajaran serta mendorong kemampuan belajar yang lebih tinggi. Guru Sekolah Dasar Negeri Tlacap masih mengalami kendala dalam melakukan penilaian otentik, dikarenakan guru harus mengobservasi siswa satu 10 per satu di sela-sela melakukan kegiatan mengajar sementara jumlah siswa di dalam satu kelas cukup banyak. Dalam melakukan penilaian guru harus selalu bersikap positif dan tidak boleh menggunakan pernyataan negatif agar siswa tetap termotivasi untuk terus mencapai kemajuan dalam kegiatan belajarnya. Penilaian hasil belajar merupakan salah satu hal utama dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan, dan termasuk dalam 8 Standar Nasional Pendidikan. Karena itu kegiatan penilaian hasil belajar harus dilaksanakan secara optimal agar bisa menjamin kemajuan pendidikan Indonesia. Apabila guru tidak siap, hal ini tentu akan menghambat pelaksanaan Kurikulum 2013. Oleh karena itu, peneliti bermaksud untuk mengadakan penelitian untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan penilaian hasil belajar siswa dalam Kurikulum 2013, khususnya di Sekolah Dasar Negeri Tlacap yang dipilih sebagai salah satu sekolah perintis yang terlebih dulu melaksanakan uji coba penerapan Kurikulum 2013 di Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman. Kelas IV dipilih karena kelas IV sudah melaksanakan Kurikulum 2013 selama 3 tahun. Kelas IVB digunakan atas rekomendasi dari kepala sekolah. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti bermaksud untuk mengadakan penelitian dengan judul “Pelaksanaan Penilaian Otentik dengan Pendekatan Saintifik pada Kurikulum 2013 di Kelas IVB Sekolah Dasar Negeri Tlacap”.

B. Identifikasi Masalah