BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia akibat pengaruh melemahnya nilai rupiah tidak dapat terlepas dari kesalahan konsepsi pembangunan ekonomi masa lalu.
Kebijakan yang berorientasi pada pengembangan usaha skala besar justru semakin melemahkan tatanan ekonomi nasional. Ketergantungan usaha besar pada komponen
impor dan modal asing menyebabkan mereka rentan terhadap fluktasi nilai tukar. Para ahli, pada umumnya tidak memperkirakan krisis ekonomi ini akan terjadi
begitu dasyat. Dalam waktu singkat, ekonomi kita kempes seperti terkena tusukan jarum. Jatuhnya nilai rupiah membuat harga-harga barang kebutuhan pokok
merangkak naik yang mendorong meningkatnya angka inflansi. Melonjaknya harga kebutuhan pokok semakin mempersulit tingkat kehidupan sosial masyarakat. Angka
penganguran meningkat akibat derasnya gelombang pemutusan hubungan kerja PHK. Menurut BPS sampai akhir 2003 tercatat 11,4 juta pengangguran 11,63
dari jumlah angkatan kerja dengan pertumbuhan sektor industri hanya mencapai 3,41 Suseno, dkk , 2005 : 54 .
Banyak orang mengatakan bahwa ekonomi kita dalam keadaan kritis. Namun, ini tidak dapat dibanding sama rata. Di beberapa wilayah Indonesia seperti Sulawesi,
Kalimantan, Sumatera dan Maluku, banyak usaha kecil dan menengah yang tidak terkena dampak kritis. Justru banyak dari mereka yang menikmati hasil dari
Universitas Sumatera Utara
merosotnya nilai rupiah Iwantono, 2001: hal ix. Di sinilah suatu pandangan masa lalu yang mengatakan bahwa UKM penuh
dengan resiko tidak terbukti kebenarannya. UKM mampu bertahan di tengah krisis karena : 1 sebagian besar usaha kecil menghasilkan barang-barang konsumsi
consumer goods dengan ciri khasnya permintaan bersifat in-elastis terhadap perubahan pendapatan. Artinya, jika pendapatan masyarakat turun karena krisis,
turunnya permintahan terhadap barang kecil, 2 mayoritas UKM mengandalkan pada non banking financial dalam aspek pendanaan. Maka ketika perbankan juga
mengalami krisis, UKM tidak terpengaruh Suseno, dkk , 2005 : 5 Sektor UKM pada kenyataannya mampu menunjukkan kinerja yang lebih
tangguh dalam menghadapi masa kritis. Kontribusi sektor ini pada ekonomi nasional pun cukup signifikan. Menurut Menteri Negara Koperasi dan UKM Menegkop
UKM mengatakan jumlah populasi UKM pada 2006 mencapai 48,9 juta unit usaha atau 99,98 terhadap total unit usaha di Indonesia, sementara jumlah tenaga kerjanya
mencapai 85,4 juta orang atau 96,18 terhadap seluruh tenaga kerja Indonesia. Jumlah itu naik 2,2 juta pekerja setara 2,6 bila dibanding tahun 2005 dimana
jumlah tenaga pekerja UKM 83,2 juta, Usaha Kecil 79 juta pekerja dan Usaha Menengah 4,2 juta pekerja
.
Menegkop UKM juga mengatakan bahwa UKM menyumbang 53,3 atau sebesar Rp1.778,7 triliun dari total Produk Domestik Bruto
PDB tahun 2006 yang mencapai Rp3.338,2 triliun. http:www.menkokesra.go.id, 20 Maret 2008.
Permasalahan yang terjadi adalah sebelum terjadi krisis, Pemerintah kurang memperhatikan sektor UKM . Pada waktu itu, dana dan daya yang dimiliki
Universitas Sumatera Utara
pemerintah lebih terfokus kepada kelompok usaha besar. Ketika krisis muncul, ternyata sebagaian besar dari kelompok konglomerat mengalami pukulan berat dan
pada saat yang sama justru sektor UKM relatif mampu bertahan. Banyak pengusaha konglomerat bangkrut akibat usaha yang dibangun begitu besar dengan hutang,
sehingga saat krisis terjadi tidak mampu mengembalikan hutang-hutang yang sudah jatuh tempo, apalagi hutang dan bahan baku yang digunakan berbasis mata uang
asing. Situasi lain saat krisis adalah harga bahan baku yang tinggi sedangkan kemampuan daya beli masyarakat yang cenderung terus menurun. Ini merupakan
situasi yang sulit dihindarkan pada saat itu. Berbeda dengan yang dialami oleh para pelaku UKM yang relatif lebih bisa bertahan.
Pemerintah kemudian menyadari akan pentingnya pengembangan kegiatan UKM yang dianggap sebagai salah satu alternatif penting yang mampu mengurangi
beban berat yang dihadapi perekonomian nasional dan daerah. Hal ini karena UKM merupakan kegiatan usaha dominan yang dimiliki bangsa Indonesia. Selain itu
pengembangan kegiatan UKM relatif tidak memerlukan modal yang besar dan dalam priode krisis selama ini UKM relatif “survive”. Sejalan dengan otonomi daerah,
pembangunan UKM merupakan salah satu bidang pemerintahan yang menjadi kewenangan wajib yang diserahkan kepada kabupatenkota. Oleh karena itu
konsekuensinya pemerintah daerah mempunyai keleluasaan dalam menggali dan mengembangkan potensi UKM, sesuai dengan kemampuan masing-masing daerah.
Para pengusaha UKM dengan berbagai keterbatasanya perlu difasilitasi, digerakan dan di motivasi sehingga semakin berkembang naluri kewirausahaannya
dengan upaya-upaya terpadu dan terencana. Konsep pengembangan usaha melalui
Universitas Sumatera Utara
penguatan UKM baik disektor manajemen dan permodalan diharapkan mampu menjawab dan merespon kebutuhan masyarakat. Melalui upaya ini, UKM sedikit
banyak akan terbantu dalam menyelesaikan permasalahan usahanya. Di tingkat daerah, khususnya Kota Medan, kita dapat melihat bahwa secara
umum pertumbuhan perekonomian Kota Medan tidak terlepas dari kontribusi UKM. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pertumbuhan UKM yang ada di Kota Medan, yaitu
terdapat 12.997 unit usaha, baik yang bergerak di sektor industri maupun yang bergerak di sektor perdagangan. Selain itu.keberadaan UKM juga mampu menyerap
tenaga kerja sebanyak 102.421 orang. Walaupun UKM mempunyai jumlah yang besar, namun UKM hanya mampu memberikan 39,8 saja terhadap PDRB,
sedangkan usaha besar memberikan kontribusi sebanyak 60,2 Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan, 2003. Dengan demikian, untuk meningkatkan
kontibusi UKM terhadap PDRB, maka pemerintah dan pihak yang terkait merasa perlu lebih memperhatikan kondisi UKM di Kota Medan.
Pemerintah kota Medan berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penyediaan berbagai kesempatan berusaha di bidang UKM.
Namun usaha tersebut terkendala dari pihak UKM itu sendiri. Adapaun serangkain masalah yang dihadapi oleh UKM, seperti :
1. Modal terbatas
Keterbatasan modal terutama disebabkan oleh keterbatasan akses langsung terhadap berbagai informasi, layanan dan fasilitas keuangan yang disediakan oleh
lembaga keuangan formal maupun non formal.
Universitas Sumatera Utara
2. Kemampuan teknik produksi dan manajemen terbatas
Pola manajemen yang sesuai dengan kebutuhan danbtahap perkembangan usaha sulit ditemukan, antara lain karena pengetahuan dan managerial skil pengusaha
kecil dan menengah belum mampu menyusun strstegi bisnis yang tepat. Kemampuan usaha dalam mengorganiasikan diri dan karyawan masih lemah,
sehingga terjadi pembagian kerja yang tidak jelas dan sering kali pengusaha harus bertindak ”one men show”
3. Pemasaran yang relatif sulit karena dihadapkan pada struktur pasar yang sangat
kompotitif. Bukan saja antara industri kecil melainkan ada kalanya juga dengan industri besar. Disamping itu, kesulitan pemasaran juga disebabkan oleh berbagai
faktor pendukung utama seperti informasi mengenai perubahan dan peluang pasar yang ada di dalam maupin di luar negeri.
4. Permasalahan sumber daya manusia yang rendah
Di samping hal diatas, UKM juga masih menghadapi berbagai permasalahan yang terkait dengan iklim usaha seperti: a besarnya biaya transaksi, panjangnya
proses perizinan dan timbulnya berbagai pungutan; dan b praktik usaha yang tidak sehat. Selain itu, otonomi daerah yang diharapkan mampu mempercepat tumbuhnya
iklim usaha yang kondusif bagi UKM ternyata belum menunjukkan kemajuan yang merata.
Melihat kendala-kendala diatas, maka Dinas Koperasi Kota Medan merasa perlu melakukan pengembangan terhadap usaha kecil dan menengah. Dinas Koperasi
Kota Medan adalah unsur pelaksana Pemerintah Kota yang memiliki tugas melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah dalam bidang pengkoperasian
Universitas Sumatera Utara
pengusaha kecil dan menengah serta melaksanakan tugas pembantuan sesuai dengan bidang tugasnya. Dengan demikian pengembangan terhadap usaha kecil dan
menengah sudah menjadi salah satu tugas pokok dalam program kerja dinas koperasi. Program pengembangan UKM itu meliputi kegiatan bimbingan dan pengarahaan,
pengadaan atau bantuan permodalan, pengembangan jaringan pemasaran, pengembangan program kemitraan, dan juga melakukan evaluasi terhadap hasil dari
program tersebut. Pelaksanaan program pengembangan UKM dapat berhasil dan berdaya guna
apabila : 1.
Tujuan atau sasaran dari program tersebut dapat teracapai sesuai dengan apa yang telah direncanakan
2. Waktu penyelesaian program tersebut tercapai sesuai dengan waktu yang
ditetapkan 3.
Program pengembangan UKM dapat memberikan manfaat yang besar terhadap UKM, terutama membantu UKM menyelesaikan permasalahannya seperti :
permodalan, SDM, pemasaran, penggunaan teknologi, dll. serta meningkatkan daya saing UKM terhadap perkembangan globalisasi
Dengan tercapainya ketiga unsur tersebut, maka efektivitas pelaksanaan program pengembangan UKM dapat tercapai juga. Berhasilnya sasaran dari
pengembangan UKM tersebut akan mampu meningkatkan daya saing UKM dengan produk dari negara lain dan meningkatkan kondisinya dari segi kualitas dan juga
kuantitas. Sehingga UKM nantinya dapat berperan sebagai tulang punggung perekonomian masyarakat kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
Berangkat dari uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melihat sejauh apa efektivitas pelaksanaan program pengembangan UKM pada Dinas Koperasi Kota
Medan dengan melakukan penelitian yang berjudul ”Efektivitas Pelaksanaan Program Pengembangan UKM Pada Dinas Koperasi Kota Medan”.
1.2 PERUMUSAN MASALAH