Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Pada Perusahaan Perseroan Terbatas Yang Melakukan Peleburan (Studi Pada PT. Infinity Logistindo Indonesia)

(1)

MELAKUKAN PELEBURAN (STUDI PADA PT. INFINITY

LOGISTINDO INDONESIA)

TESIS

Oleh

CHARLIE

107011144/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

MELAKUKAN PELEBURAN (STUDI PADA PT. INFINITY

LOGISTINDO INDONESIA)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

CHARLIE

107011144/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PT. INFINITY LOGISTINDO INDONESIA) Nama Mahasiswa : CHARLIE

Nomor Pokok : 107011144

Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH

Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 2. Prof. Dr. Runtung, SH, MHum

3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 4. Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum


(5)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : CHARLIE

Nim : 107011144

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA

PADA PERUSAHAAN PERSEROAN TERBATAS YANG

MELAKUKAN PELEBURAN (STUDI PADA PT.

INFINITY LOGISTINDO INDONESIA)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :CHARLIE Nim :107011144


(6)

ABSTRAK

Perkembangan perekonomian masyarakat Indonesia ikut mewarnai pola perkembangan bisnis di Indonesia, hal ini ditandai dengan makin maraknya perusahaan dibidang perdagangan maupun jasa, suatu perusahaan yang sedang tumbuh dan berkembang dapat melakukan diinversifikasi atau perluasan jangkauan bisnisnya yakni dengan peningkatan faktor internal yaitu dengan mengembangkan bisnis dari awal ataupun dengan peningkatan faktor eksternal yaitu dengan mengrestrukturisasi perusahaan, salah satu bentuk restrukturisasi usaha adalah konsolidasi atau peleburan, namun sering terjadi dilapangan pelaksanaan peleburan yang merupakan kumpulan dari beberapa perusahaan mengakibatkan perubahan pada status pekerja yang selama ini bekerja bekerja di dua perusahaan atau lebih, setelah peleburan terjadi maka pekerja tersebut akan berkumpul dalam satu perusahaan dengan berkumpulnya pekerja tersebut dalam satu wadah perusahaan akan mengakibatkan pembengkakan dari jumlah pekerja dan pada umumnya perusahaan mengambil kebijakan untuk merasionalisasi jumlah pekerja yang sering kali cenderung merugikan pekerja.

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris, yaitu suatu metode pendekatan yang mengacu pada norma hukum yang ada dan sifatnya menjelaskan dengan cara meneliti dan juga melihat pada kenyataan yang ada, sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis dan analisis data dilakukan secara kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, pengaturan mekanisme peleburan perusahaan secara umum terdapat dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, peleburan, pengambilalihan, maka setiap perusahaan yang melakukan peleburan wajib mematuhi mekanisme peleburan tersebut termasuk pelaksanaan peleburan PT. Prima Utama Logistindo dan PT. Prima Utama Logistik menjadi PT. Infinity Logistindo Indonesia wajib melaksanakan dan mematuhi mekanisme peleburan tersebut, dan hasil peleburan tersebut melahirkan dua konsekuensi yaitu pertama pekerja dipekerjakan kembali sebesar 70% yakni sejumlah 350 orang dengan hak dan kewajiban yang diatur kembali dalam perjanjian kerja baru, kedua pekerja tidak dipekerjakan kembali PHK, sebesar 30% yakni sejumlah 150 orang dan pihak perusahaan diwajibkan membayar hak normatif pekerja, perlindungan hukum terhadap pekerja pada perusahaan hasil peleburan tersebut masih belum terlindungi secara maksimal mengingat undang-undang perseroan terbatas dan undang-undang-undang-undang ketenagakerjaan sebagai payung hukum yang melindungi kepentingan dan hak pekerja tersebut belum efektif sebab undang-undang perseroan terbatas hanya mengatur kepentingan pekerja diperhatikan tetapi tidak menjelaskan lebih mendalam, dan undang-undang ketenagakerjaan perlu mengatur lebih jauh jika terjadi peleburan perusahaan kriteria pekerja seperti apa yang dapat terkena PHK bila memang PHK tidak dapat dihindari sehingga pihak pengusaha tidak sewenang-wenang dalam melakukan PHK sehingga pekerjabaru tidak dikorbankan.


(7)

development in Indonesia. It is identified by the mushrooming of companies which run in trade and service. A growing and developing company can broaden its business by increasing its internal factors, that is, by developing its business from the beginning or by increasing its external factor, that is, by restructuring the company. One of the forms of business restructuring is consolidation. However, it is often occurs in the field that the implementation of consolidation which is the collection of several companies, and it causes the change in the status of the workers who work in two or more companies. After the consolidation, they will gather in one company, and the gathering of the workers in one company can cause the increase of workers so that the company generally makes a policy to rationalize the number of workers which, of course, will harm them.

The research used judicial normative approach which referred to legal norm; it explained by studying and finding out the reality. The nature of the research was descriptive analytic, and the data were analyzed qualitatively.

The result of the research showed that the organizing of the mechanism of a company consolidation was generally found in Law No. 40/2007 on Corporation and the Government Regulation No. 27/1998 on Merger, Consolidation, and Expropriation. According to this Law, every company which performs consolidation must comply with the mechanism of consolidation, including the consolidation performed by PT Prima Utama Logistindo and PT Prima Utama Logistik became PT Infinity Logistindo Indonesia. This company has to comply with the mechanism of consolidation. The result of the consolidation brought about two consequences: first, 70% of the workers (350 workers) must be reemployed, and their right and obligation are arranged in a new work agreement; secondly, 30% of the workers (150 workers) are fired, and the management of the company have to pay their normative rights, give legal protection to them because they are not maximally protected since legal umbrella is not effective enough, and law on corporation and law on manpower do not explain broadly. It is recommended that law on manpower should specifically regulate in detail, when company consolidation occurs, the criteria of dismissal when it cannot be avoided so that employers do not arbitrarily fire their workers so that new workers do not become the victims.


(8)

Puji dan syukur Penulis Panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugrah dan kesempatan yang telah diberikan oleh-Nya mulai dari masa perkuliahan sampai dengan tahap penyelesaian tesis seperti sekarang ini di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Tesis ini diberi judul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP

PEKERJA PADA PERUSAHAAN PERSEROAN TERBATAS YANG

MELAKUKIAN PELEBURAN (STUDI PADA PT. INFINITY LOGISTINDO INDONESIA)”.

Pada kesempatan yang berbahagia ini, penulis tidak lupa ingin mengucapkan terima kasih atas jasa-jasa dan nama-nama yang disebut dibawah ini. Beliau-beliau tersebut merupakan penuntun dan juga motivasi yang mendukung penulis dari awal, masa perkuliahan hingga sekarang sampai selesainya tesis ini. Penulis menghaturkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan yang berharga yang telah diberikan untuk dapat menyelesaikan studi Strata-II Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dam juga sebagai pembimbing III penulis dalam


(9)

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Dosen Pembimbing II penulis dalam penulisan tesis ini yang telah banyak memberikan masukan dan arahan yang berarti serta dengan sabar memberikan petunjuk dalam penulisan ini.

4. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, selaku Dosen Pembimbing Utama Penulis dalam penulisan tesis ini, atas ilmu dan pengajaran serta bimbingan dan arahan yang telah diberikan dalam proses penyelesaian tesis ini.

5. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku Dosen penguji penulis yang telah dengan sabar memberikan masukan yang berarti dalam penulisan tesis ini.

6. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum, selaku Dosen penguji penulis yang telah dengan sabar memberikan masukan yang berarti dalam penulisan tesis ini. 7. Bapak dan Ibu Guru Besar juga segenap Dosen dan Staf Pengajar Magister

Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, tanpa bisa disebutkan satu per satu namanya, atas jasa-jasanya dalam memberikan ilmu dan bimbingan selama masa perkuliahan

8. Para pegawai pada Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang selalu membantu kelancaran dalam manajemen administrasi yang diperlukan.


(10)

10. Rekan-rekan Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Stambuk 2010 khususnya Daulat, Jimmy, Yuli, Mabrul, Nindia Rahening yang telah berjuang bersama-sama selama ini serta telah memberikan banyak dukungan dan kerjasamanya selama penulis menjalankan perkuliahan, semoga sukses untuk kita semua.

Tesis yang telah diselesaikan dengan segenap hati dan pemikiran ini tentunya masih perlu untuk diperbaiki karena di dalamnya masih terdapat kekurangan-kekurangan untuk itu, dengan tangan terbuka akan menerima segala keritik m,aupun saran yang sifatnya membangun demi kemajuan kita bersama.

Akhir kata, atas segala perhatian yang telah diberikan untuk tesis ini, sekali lagi penulis ucapkan terima kasih. Semoga tesis ini sedikit banyak juga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Febuari 2014 Hormat Penulis,


(11)

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Charlie

Tempat/Tanggal lahir : Medan 26 April 1988 Jenis Kelamin : Laki-Laki

Status : Belum Menikah

Agama : Buddha

Alamat : Jalan Gandhi Nomor 209 Medan

Nomor Handphone : 085296119906

II. KELUARGA

Nama Ayah : Burhan Ali

Nama Ibu : Ng Poh Tjin

Nama Kakak : Chyntia Dewi dan Grace Maya

III. PENDIDIKAN

SD : SD WIYATA DHARMA, Medan (1994-2000)

SMP : SMP WIYATA DHARMA, Medan (2000-2003)

SMA : SMA WIYATA DHARMA, Medan (2003-2006)

Strata I : Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen (2006-2010)

Strata II : Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (2010-2014)


(12)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Keaslian Penelitian... 9

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 9

1. Kerangka Teori ... 9

2. Konsepsi... 18

G. Metode Penelitian... 19

1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 19

2. Sumber Data... 20

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 21

4. Analisa Data ... 22

H. Sistematika Penulisan ... 23

BAB II PELAKSANAAN PELEBURAN PT. BUANA PERKASA LOGISTINDO DAN PT. PRIMA UTAMA LOGISTIK MENJADI PT. INFINITY LOGISTINDO INDONESIA... 24

A. Tinjauan Mengenai Peleburan Perusahaan ... 24

1. Pengaturan Mengenai Peleburan... 24

2. Pengertian Peleburan... 25


(13)

Prima Utama Logistik menjadi PT. Infinity Logistindo

Indonesia ... 36

1. Gambaran Umum Perusahaan... 36

2. Pelaksanaan Peleburan PT. Buana Perkasa Logistindo dan PT. Prima Utama Logistik menjadi PT. Infinity Logistindo Indonesia ... 39

BAB III KONSEKUENSI YANG TIMBUL TERHADAP PEKERJA PADA PERUSAHAAN HASIL PELEBURAN PT. INFINITY LOGISTINDO INDONESIA... 52

A. Tinjauan Tentang Tenaga Kerja... 52

1. Pengertian Tenaga Kerja Dan Hukum Ketenagakerjaan ... 52

2. Para Pihak Dalam Hukum Ketenagakerjaan ... 54

3. Hubungan Kerja ... 64

4. Perjanjian Kerja... 64

5. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Kerja .... 69

B. Tinjauan Tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)... 71

1. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)... 71

2. Jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ... 72

3. Hak-Hak Tenaga Kerja Yang Di PHK... 78

C. Konsekuensi Yang Timbul Terhadap Pekerja Pada Perusahaan Hasil Peleburan PT. Infinity Logistindo Indonesia... 81

BAB IV BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA PADA PERUSAHAAN PERSEROAN TERBATAS YANG MELAKUKAN PELEBURAN... 85

A. Perlindungan Terhadap Kepentingan Pekerja Untuk Diberikan Kesempatan Melanjutkan Hubungan Kerja ... 85

1. Tinjauan Dari Pihak Perusahaan ... 86

2. Tinjauan Dari Perwakilan Pihak Pekerja Yang Terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ... 86


(14)

1. Tinjauan Dari Pihak Perusahaan ... 94

2. Tinjauan Dari Perwakilan Pihak Pekerja Yang Terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ... 95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 102

A. Kesimpulan ... 102

B. Saran... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 105 LAMPIRAN


(15)

ABSTRAK

Perkembangan perekonomian masyarakat Indonesia ikut mewarnai pola perkembangan bisnis di Indonesia, hal ini ditandai dengan makin maraknya perusahaan dibidang perdagangan maupun jasa, suatu perusahaan yang sedang tumbuh dan berkembang dapat melakukan diinversifikasi atau perluasan jangkauan bisnisnya yakni dengan peningkatan faktor internal yaitu dengan mengembangkan bisnis dari awal ataupun dengan peningkatan faktor eksternal yaitu dengan mengrestrukturisasi perusahaan, salah satu bentuk restrukturisasi usaha adalah konsolidasi atau peleburan, namun sering terjadi dilapangan pelaksanaan peleburan yang merupakan kumpulan dari beberapa perusahaan mengakibatkan perubahan pada status pekerja yang selama ini bekerja bekerja di dua perusahaan atau lebih, setelah peleburan terjadi maka pekerja tersebut akan berkumpul dalam satu perusahaan dengan berkumpulnya pekerja tersebut dalam satu wadah perusahaan akan mengakibatkan pembengkakan dari jumlah pekerja dan pada umumnya perusahaan mengambil kebijakan untuk merasionalisasi jumlah pekerja yang sering kali cenderung merugikan pekerja.

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris, yaitu suatu metode pendekatan yang mengacu pada norma hukum yang ada dan sifatnya menjelaskan dengan cara meneliti dan juga melihat pada kenyataan yang ada, sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis dan analisis data dilakukan secara kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, pengaturan mekanisme peleburan perusahaan secara umum terdapat dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, peleburan, pengambilalihan, maka setiap perusahaan yang melakukan peleburan wajib mematuhi mekanisme peleburan tersebut termasuk pelaksanaan peleburan PT. Prima Utama Logistindo dan PT. Prima Utama Logistik menjadi PT. Infinity Logistindo Indonesia wajib melaksanakan dan mematuhi mekanisme peleburan tersebut, dan hasil peleburan tersebut melahirkan dua konsekuensi yaitu pertama pekerja dipekerjakan kembali sebesar 70% yakni sejumlah 350 orang dengan hak dan kewajiban yang diatur kembali dalam perjanjian kerja baru, kedua pekerja tidak dipekerjakan kembali PHK, sebesar 30% yakni sejumlah 150 orang dan pihak perusahaan diwajibkan membayar hak normatif pekerja, perlindungan hukum terhadap pekerja pada perusahaan hasil peleburan tersebut masih belum terlindungi secara maksimal mengingat undang-undang perseroan terbatas dan undang-undang-undang-undang ketenagakerjaan sebagai payung hukum yang melindungi kepentingan dan hak pekerja tersebut belum efektif sebab undang-undang perseroan terbatas hanya mengatur kepentingan pekerja diperhatikan tetapi tidak menjelaskan lebih mendalam, dan undang-undang ketenagakerjaan perlu mengatur lebih jauh jika terjadi peleburan perusahaan kriteria pekerja seperti apa yang dapat terkena PHK bila memang PHK tidak dapat dihindari sehingga pihak pengusaha tidak sewenang-wenang dalam melakukan PHK sehingga pekerjabaru tidak dikorbankan.


(16)

development in Indonesia. It is identified by the mushrooming of companies which run in trade and service. A growing and developing company can broaden its business by increasing its internal factors, that is, by developing its business from the beginning or by increasing its external factor, that is, by restructuring the company. One of the forms of business restructuring is consolidation. However, it is often occurs in the field that the implementation of consolidation which is the collection of several companies, and it causes the change in the status of the workers who work in two or more companies. After the consolidation, they will gather in one company, and the gathering of the workers in one company can cause the increase of workers so that the company generally makes a policy to rationalize the number of workers which, of course, will harm them.

The research used judicial normative approach which referred to legal norm; it explained by studying and finding out the reality. The nature of the research was descriptive analytic, and the data were analyzed qualitatively.

The result of the research showed that the organizing of the mechanism of a company consolidation was generally found in Law No. 40/2007 on Corporation and the Government Regulation No. 27/1998 on Merger, Consolidation, and Expropriation. According to this Law, every company which performs consolidation must comply with the mechanism of consolidation, including the consolidation performed by PT Prima Utama Logistindo and PT Prima Utama Logistik became PT Infinity Logistindo Indonesia. This company has to comply with the mechanism of consolidation. The result of the consolidation brought about two consequences: first, 70% of the workers (350 workers) must be reemployed, and their right and obligation are arranged in a new work agreement; secondly, 30% of the workers (150 workers) are fired, and the management of the company have to pay their normative rights, give legal protection to them because they are not maximally protected since legal umbrella is not effective enough, and law on corporation and law on manpower do not explain broadly. It is recommended that law on manpower should specifically regulate in detail, when company consolidation occurs, the criteria of dismissal when it cannot be avoided so that employers do not arbitrarily fire their workers so that new workers do not become the victims.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berkembangnya perekonomian masyarakat Indonesia ikut mewarnai pola perkembangan bisnis di Indonesia, hal ini ditandai dengan makin maraknya perusahaan-perusahaan dibidang perdagangan maupun jasa yang mewarnai perekonomian Indonesia. Adapun suatu perusahaan yang sedang tumbuh dan berkembang dapat melakukan diinversifikasi atau perluasan jangkauan bisnisnya yakni dengan peningkatan faktor internal maupun faktor eksternal, peningkatan internal dapat dilakukan dengan membangun bisnis dari awal dimana memerlukan tahapan yang cukup panjang misalnya harus riset pasar, pembangunan fasilitas produksi dan lain-lain sedangkan secara eksternal dapat dilakukan dengan cara mengrestrukturisasi perusahaan.1

Restrukturisasi perusahaan merupakan salah satu jalan keluar yang sering dipilih dalam menghadapi persaingan usaha yang begitu ketat. Persaingan usaha diantara perusahaan-perusahaan yang ada, menuntut perusahaan untuk selalu mengembangkan strategi perusahaan agar dapat bertahan atau bahkan berkembang. Untuk itu, perusahaan perlu mengembangkan suatu strategi yang tepat agar bisa mempertahankan eksistensinya, meningkatkan efisiensi dan memperbaiki kinerjanya, yaitu dengan cara restrukturisasi usaha seperti merger (penggabungan), konsolidasi (peleburan) dan akuisis (pengambilalihan). Hal ini diatur sebagaimana disebutkan dalam Bab VII Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007.

1 Frans Budianto Wicaksono,Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi dan Komisaris Perseroan Terbatas (PT), (Jakarta : Visimedia, 2009), hal.2


(18)

Berdasarkan asal-usulnya, kata merger dari kata “merger”, “fusion”, atau “absorption”, yang berarti “menggabungkan”.2 Merger yang berasal dari akar kata kerja “to merge”, secara luas dipahami sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada, yang mengakibatkan aktiva atau pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri tersebut beralih karena hukum kepada perseroan yang menggabungkan diri tersebut beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum. Konsolidasi yang berasal dari kata “consolidation”, yang berarti “melebur” adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari perseroan yang meleburkan diri dan status badan hukum perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum. Sedangkan akuisisi saham atau “shares acquisition” yang berarti “menggambilalih” adalah perbutan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseroan untuk mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut.3

Meskipun berbeda dari segi prosesnya, namun tindakan merger, konsolidasi, dan akuisis perseroan terbatas pada intinya tidak berbeda yaitu tindakan dua atau lebih perusahaan utnuk merestrukturisasi perusahaan. Oleh karena itu di pakai istilah merger, konsolidasi dan akuisi untuk mengacu pada semua pengertian tersebut.

2

Rachmadi Usman,Hukum Persaongan Usaha di Indonesia, (Jakarta : Gramedia Pusatka Utama, 2004), hal.68

3 Widjaja H.G.Rai, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas Khusus Pemahaman Atas


(19)

Meskipun demikian, antara merger, konsolidasi dan akuisisi juga terdapat perbedaan. Jadi akuisis hanya berkenan dengan kepemilikan saham, sedangkan badan usahanya tetap, maka berlainan dengan merger, justru berkenan dengan badan usahannya. Salah satu badan usaha tetap berdiri, sedangkan yang lainnya bubar karena bergabung dengan badan usaha yang masih ada, maka merger justru memperkecil jumlah perusahaan, tetapi memperbesar kekuasaan, finansial, dan strategi perusahaan sedangkan konsolidasi juga berkenaan dengan badan usahanya, akan tetapi konsolidasi membentuk badan usaha yang baru.4

Akan tetapi penelitian ini tidak akan membahas lebih jauh mengenai marger dan akuisisi karena yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah mengenai masalah peleburan, Pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas memberikan definisi tentang peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan dua perseroan atau lebih yang meleburkan diri dengan cara mendirikan satu perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari perseroan yang meleburkan diri dan status badan hukum perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.5

Dari definisi peleburan Perseroan Terbatas sebagaimana tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa Perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum, dan menurut Pasal 122 ayat (2) UUPT bahwa berakhirnya perseroan tersebut terjadi tanpa dilakukan likuidasi terlebih dahulu. Waktu pengakhiran Perseroan yang meleburkan diri terhitung bubar sejak tanggal akta pendirian Perseroan hasil peleburan disahkan oleh menteri.

4Hermansyah, Abdul R. Saliman dan Achmad Jalis,Hukum Bisnis Untuk Perusahaan (Teori dan contoh kasus), (Jakarta : Penada Media, 2005), hal.7


(20)

Pasal 122 ayat (3) UUPT menyebutkan pada pekoknya bahwa dalam hal berakhirnya perseroan yang terjadi tanpa dilakukan likuidasi terlebih dahulu, maka beraktibat pada:6

a. Aktiva dan pasiva perseroan yang meleburkan diri beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima perseroan hasil peleburan

b. Pemegang saham perseroan yang meleburkan diri karena hukum menjadi pemegang saham perseroan yang menerima perseroan hasil peleburan

c. Perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum terhitung sejak tanggal peleburan mulai berlaku

Pada intinya pengertian peleburan PT perusahaan secara umum dapat dikatakan yaitu dua perusahaan atau lebih meleburkan diri menjadi satu perusahaan dengan menggunakan nama baru. Dengan demikian nama-nama perusahaan yang meleburkan diri tersebut telah melebur dan tidak digunakan lagi dan digantikan oleh satu nama baru yang berdiri sendiri dengan kekuatan sumberdaya manusia dan finansial dari perusahaan yang meleburkan diri tersebut. Tujuan dilakunnya peleburan dari dua perusahaan atau lebih tersebut pada umunya disebabkan oleh prinsip efektivitas dan efisiensi kinerja perusahaan.7 Kinerja perusahaan yang meleburkan diri tersebut dalam posisi kurang menguntungkan atau tidak berkembang sebagaimana yang diharapkan karena tingkat persaigan yang begitu kuat dalam bidang usaha yang digeluti oleh perusahaan tersebut. Oleh karena itu beberapa perusahaan dengan kegiatan bisnis yang sejenis meleburkan diri dengan tujuan untuk

6Pasal 122 ayat 3 Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

7Cornelius Simanjuntak,Hukum Merger Perseroan Terbatas Teori dan Praktek, (Bandung : Pustaka Utama,2004), Hal. 5


(21)

mengefektifkan dan mengefisiensikan kinerja perusahaan sekaligus pula memperkuat struktur permodalan yang dimiliki perusahaan yang meleburkan diri tersebut sehingga meningkatkan kemampuan bersaing dengan perusahaan lain yang sejenis dalam meningkatkan produktivitas dan profit yang telah dicanangkan oleh manajemen perusahaan.8

Namun dengan dilaksanakannya peleburan perusahaan yang merupakan kumpulan dari beberapa perusahaan mengakibatkan terjadi pula perubahan pada status pekerja. Pekerja yang selama ini berkerja di dua perusahaan atau lebih setelah dilakukan peleburan maka pekerja juga akan berkumpul dalam satu perusahaan. Dengan berkumpulnya pekerja dalam satu perusahaan hasil peleburan maka terjadi pembengkakan dari jumlah pekerja sehingga perlu dilakukan kebijakan rasionalisasi pekerja namun tetap dalam sistem dan prosedur hukum yang berlaku, sehingga tidak merugikan hak dan kepentingan dari pekerja tersebut.

PT. Infinity Logistindo Indonesia, adalah salah satu nama perusahan yang muncul dari hasil peleburan perusahaan, sama halnya dengan perusahaan lain yang melakukan peleburan, perusahaan ini juga melakukan peleburan dengan tujuan memenuhi prinsip efektifitas dan efisiensi kinerja perusahaan. Hal yang perlu dicermati dalam peleburan perusahaan ini adalah mengenai status pekerja yang selama ini bekerja diperusahaan yang lama, setelah terjadi peleburan perusahaan maka pekerja akan berkumpul dalam suatu wadah perusahaan yang mengakibatkan terjadinya pembengkakan jumlah pekerja, sehingga pihak management perusahaan harus melaksanakan kebijakan rasionalisasi jumlah pekerja, dan menurut pihak

8 Retno Wulan Stantio, Holding Company Merger dan Lain-lain Bentuk Kerjasama Perusahaan,(Jakarta : Media Ilmu, 2004), hal.18


(22)

perusahan bahwa perusahaan akan tetap bertindak dalam sistem dan prosedur hukum yang berlaku dalam menyikapi rasionalisasi jumlah pekerja tersebut, akan tetapi dilapangan seringkali perusahaan selalu mengorbankan hak dan kepentingan para pekerjanya sehingga para pekerja selalu dalam posisi yang lemah.

Perlu menjadi perhatian perusahaan hasil peleburan bahwa tenaga kerja merupakan orang yang mampu melakukan pekerjaanya guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat dan dalam berbagai tulisan tentang tenaga kerja sering kali dijumpai adagium yang berbunyi “Pekerja atau buruh adalah tulang punggung perusahaan”. Adagium ini nampaknya biasa saja, seperti tidak mempunyai makna, tetapi kalau dikaji lebih jauh akan kelihatan kebenaranya. Pekerja atau buruh dikatakan sebagai tulang punggung perusahaan, karena memang mempunyai peran penting, tanpa adanya pekerja atau buruh tidak akan mungkin perusahaan itu bisa berjalan dan berpartisipasi dalam masyarakat.

Sebuah organisasi yang baik seyogianya perusahaan maupun instansi terkait dalam melakukan aktivitasnya sudah tentu memerlukan sumber daya manusia yang mendukung usaha pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi, dan perlu diingat bagaimanapun canggihnya maupun lengkapnya sumber daya non-manusia yang dimiliki oleh suatu perusahaan tidaklah menjadi jaminan bagi perusahaan tersebut untuk mencapai suatu keberhasilan. Jaminan untuk dapat berhasil lebih banyak ditentukan sumber daya manusia yang mengelola, mengendalikan dan mendayagunakan sumber daya non-manusia yang dimiliki, oleh karena itu masalah pekerja merupakan masalah yang sangat penting yang harus mendapat perhatian perusahaan, dan jangan dijadikan alasan bahwa untuk mengefekektifkan kinerja perusahaan para pekerja harus dikorbankan hak dan kepentingannya.


(23)

Hak dan kepetingan pekerja yang dikorbankan, sering terjadi pada perusahaan yang melakukan peleburan, bahkan tidak jarang berujung pada perselisihan antara pekerja dan perusahaan. Berdasarkan pada latar belakang yang tersebut, maka penulis tertarik untuk menyusun penelitian ini dalam bentuk Tesis dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Pada Perusahaan Perseroan Terbatas Yang Melakukan Peleburan (Studi Pada PT. Infinity Logistindo Indonesia)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permalahan yang akan diangkat sebagai pokok kajian dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan peleburan PT. Buana Perkasa Logistindo dan PT. Prima Utama Logistik menjadi PT. Infinity Logistindo Indonesia?

2. Bagaimana konsekuensi yang timbul terhadap pekerja pada perusahaan hasil peleburan PT. Infinity Logistindo Indonesia?

3. Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap pekerja pada perusahaan perseroan terbatas yang melakukan peleburan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan peleburan PT. Buana Perkasa Logistindo dan PT. Utama Logistik menjadi PT. Infinity Logistindo Indonesia.


(24)

2. Untuk mengetahui konsokuen yang timbul terhadap pekerja pada perusahaan hasil peleburan PT. Infinity Logistindo Indonesia.

3. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap pekerja pada perusahaan perseroan terbatas yang melakukan peleburan.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoristis maupun secara praktis yaitu:

1. Secara teoristis penelitian dapat memberikan manfaat berupa sumbangsih pemikiran bagi perkembangan hukum perusahaan pada umumnya dan hukum tentang Perseroan Terbatas (PT) pada khususnya di bidang peleburan perusahaan serta perlindungan terhadap kepentingan pekerja untuk diberi kesempatan melanjutkan hubungan kerja dan penyelesaian hak normatif pekerja yang terkena PHK akibat peleburan perusahaan .

2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para praktisi, maupun bagi pihak-pihak terkait mengenai pelaksanaan prosedur hukum peleburan Perseroan Terbatas (PT) pada umumnya serta masalah perlindungan kepentingan pekerja untuk diberi kesempatan melanjutkan hubungan kerja dan penyelesaian hak normatif pekerja yang terkena PHK akibat peleburan perusahaan.


(25)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya di Lingkungan Pasca Sarjanan Magister Ilmu Hukum dan Magister Kenotariatan menunjukan bahwa penelitian dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Pada Perusahaan Perseroan Terbatas Yang Melakukan Peleburan (Studi Pada PT. Infinity Logistindo Indonesia)” belum ada yang meneliti dan membahasnya, sehingga secara akademis keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan.

Adapun penelitian yang pernah dilakukan dan memiliki kedekatan dari segi judul penelitian adalah sebagai berikut:

1. Aristunsyah/Mkn, NIM: 00211103: Perlindungan Hukum Terhadap Karyawan Setelah Peleburan Perusahaan Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara 111 (Persero).

2. Arifin/Mkn, NIM:067011022: Analisa Yuridis Penggabungan Perusahaan (Merger) Terhadap Hubungan Kerja (Studi Merger Antara PT. Bank Harga Dan Rebo Bank).

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori berasal dari bahasa latin “theoria” yang berarti perenungan, yang pada giliranya berasal dari kata “thea”dalam bahasa Yunani yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut dengan realistis, dalam banyak literatur, beberapa


(26)

ahli menggunakan kata ini untuk menunjukan bangunan berfikir yang tersusun sistematis, logis (rasional), empiris (kenyataanya), juga simbolis.9

Teori adalah merupakan suatu prinsip atau ajaran pokok yang dianut untuk mengambil suatu tindakan atau memecahkan suatu masalah, landasan teori merupakan ciri penting bagi penelitian ilmiah untuk mendapatkan data dan teori merupakan alur penalaran atau logika (flow of reasoning/logic), terdiri dari seperangkat konsep atau variabel definisi dan proposisi yang disusun secara sistematis.10

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,11 dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.

Menurut M.Solly Lubis menyebutkan bahwa landasan teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi perbandingan/pegangan teoristis.12

Menurut pendapat Burhan Ashofa, dikatakan bahwa teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, definisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan konsep.13 Sedangkan menurut Snelbecker, mengatakan bahwa teori itu sebagai seperangkat proposisi yang terintegrasi secarasintaksis, yaitu mengikuti aturan-aturan tertentu yang dapat 9 Otje Salman S. HR, dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, (Bandung : Grafika Aditama, 2005), hal. 51.

10Suprapto J. Metode Penelitian Hukum Dan Statistik, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), hal. 194.

11

JJJ. M, Wuisman, dengan Penyunting M. Hisyam,Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, (Jilid I), (Jakarta : FE UI, 1996), hal. 203

12M Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, ( Bandung : Mandar Maju, 1994), hal.80 13Burhan Asofa,Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta, 2007), hal. 80.


(27)

ditaati dan mempunyai fungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati.14

Sistem adalah kumpulan asas-asas hukum yang terpadu, yang merupakan landasan diatas mana dibangun tertib hukum hal yang sama juga dikatakan Sunaryati Hartono bahwa sistem adalah sesuatu yang terdiri dari sejumlah unsur atau komponen yang selalu pengaruh mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa azas.15

Lebih lanjut fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk serta menjelaskan mengenai gejala yang diamati. Adapun teori yang digunakan sebagai pisau analisis adalah teori keadilan, berkaitan dengan teori keadilan tersebut maka undang-undang perseroan terbatas dan undang undang ketenagakerjaan harus sejalan dengan tujuan pembangunan hukum yaitu dapat melindungi pekerja agar para pekerja tidak selalu menjadi pihak yang dirugikan, hal tersebut sejalan dengan teori etis yang dikemukakan oleh Aristoteles tentang tujuan hukum yang dikutip dari Van Apeldoorn bahwa hukum semata-mata mewujudkan keadilan.16

Tujuannya adalah memberikan tiap-tiap orang apa yang patut diterimanya, keadilan tidak boleh dipandang sebagai penyemarataan, keadilan bukan berarti bahwa tiap-tiap orang memperoleh bagian yang sama.17

14 Snelbecker, Dikutip Dalam Lexy J. Moelong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Resda Karya), 1990.hal.15.

15

Hartono. C.F.G. Surnaryati,Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, (Bandung : Remaja Resda Karya1991), hal. 3.

16L.J. Van Apeldoorn,Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Pradia Paramita, 2001), hal.53 17L.J, Van Appeldorn,Pengantar Ilmu Hukum,(Jakarta : Pradnya Paramita, 2001), hal.54.


(28)

Hukum yang tidak adil tidak dapat diterima akal, yang bertentangan dengan norma alam tidak dapat disebut sebagai hukum akan tetapi hukum yang menyimpang, keadilan yang demikian ini dinamakan keadilan distributif, yaitu keadilan yang memberikan kepada tiap-tiap orang jatah menurut jasanya, ia tidak menuntut suapaya tiap-tiap orang mendapat jatah sama banyaknya, bukan persamaan melainkan sesuai/sebanding.18

Teori keadilan menurut Aristoteles dalam bukunyanicomachean ethicsbahwa keadilan adalah sebagai suatu pemberian hak persamaan tapi bukan persamaannya. Aristoteles membedakan hak persamaannya sesuai dengan hak proposional. Kesamaan hak dipandang manusia sebagai suatu unit atau wadah yang sama. Inilah yang dapat dipahami bahwa semua orang atau setiap warganegara dihadapan haknya sesuai dengan kemampuan dan prestasi yang dilakukannya. Teori keadilan menurut Aristoteles dibagi menjadi dua macam; keadilan distributief dan keadilan

commutatief. Keadilandistributiefialah keadilan yang memberikan kepada tiap orang porsi menurut proporsinya. Keadilan commutatief memberikan sama banyaknya kepada setiap orang tanpa membeda-bedakan prestasinya dalam hal ini berkaitan dengan peranan tukar-menukar barang dan jasa. Keadilan distribitief menurut Aritoteles berfokus pada distribusi, honor, kekayaan dan barang-barang lain yang sama-sama bisa didapatkan dalam masyarakat, dengan mengenyampingkan pembuktian matematis, jelaslah bahwa apa yang ada dibenak Aristoteles ialah distribusi kekayaan dan barang berharga lain berdasarkan nilai yang berlaku

18 Asril Sitompul, Peleburan Perusahaan dan Permasalahannya, (Surabaya : Suluh Ilmu, 2005), hal. 16.


(29)

dikalangan warga. Disrtibusi yang adil adalah merupakan distribusi yang sesuai dengan nilai kebaikannya yakni nilainya bagi masyarakat.19

Teori keadilan yang dikemukakan Aristoteles dalam penelitian ini bertujuan untuk melindungi kepentingan perseroan, pemegang saham minoritas maupun para pekerja didalam perusahaan tersebut.

Jika pada akhirnya terjadi peleburan dari beberapa perusahaan yang membentuk satu perusahaan yang baru, selain dari prosedur hukum dan tata cara administrasi peleburan perusahaan itu sendiri yang perlu dipedomani dan ditaati, yang cukup penting pula diperhatikan adalah nasib para perkerja dari perusahaan-perusahaan yang meleburkan diri itu sendiri. Apakah setelah terjadi peleburan, para perkerja tersebut masih dapat berkerja di perusahaan hasil peleburan, atau perlu dilakukan resionalisasi dari segi jumlahnya, pelaksanaan rasionalisasi tersebut hendaknya tetap berpedoman kepada tata cara dan prosedur hukum yang berlaku dibidang Undang ketenagakerjaan yang dalam hal ini adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 . Hal ini berkaitan dengan mata pencaharian sejumlah perkerja yang merupakan sumber penghidupan mereka dan keluarganya. Oleh karena itu dalam setiap pelaksanaan peleburan perusahaan, nasib dan kelanjutan perkerjaan dari para perkerja merupakan hal yang penting untuk diselesaikan dengan sebaik-baiknya oleh pihak Manajemen perusahaan hasil peleburan, dengan tidak merugikan hak-hak dan kepentingan para pekerja tersebut. Berkaitan dengan nasib para perkerja dari perusahaan-perusahaan yang meleburkan perusahaannya membentuk satu

19 Khalid K. Moenardy, Pembahasan Hukum Ketenagakerjaan, (Jakarta : Media Ilmu, 2007), hal. 8.


(30)

perusahaan baru harus memperhatikan prosedur hukum dan ketentuan yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dimana berdasarkan rasio Pasal 61 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Ketenagakerjaan tersebut, bahwa pada prinsipnya perjanjian kerja antara perusahaan dengan perkerja/buruh tidak berakhir karena beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan adanya penjualan perusahaan. Artinya hunbungan kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh tetap berlanjut sampai diakhirnya hunbungan kerja tersebut tanpa terpengaruh dengan adanya peralihan atau perubahan kepemilikan atas perusahaan, dengan terjadinya peralihan perusahaan maka segala sesuatu yang menyangkut penyelesaian peralihan atau perubahan kepemilikan tersebut diselesaikan oleh interen manajemen perusahaan melalui klausula yang terdapat dalam peralihan kepemilikan karena jual beli tersebut.20 Apabila dalam klausula tersebut diatas tidak dipejanjikan hal-hal yang menyangkut penyelesaian status dan hak-hak/kewajiban terhadap pekerja/buruh, maka pada saat terjadinya pengakhiran hubungan kerja, hak dan kewajiban yang berhubungan dengan perkerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru. Jika dalam perjanjian pengalihan perusahaan tidak diatur dan tidak diperjanjikan mengenai status hunbungan kerja , maka apabila perkerja/buruh akan di PHK, perhitungan masa kerjanya diperhitungkan sejak dimulainya hubungan kerja perusahaan dimaksud dan hak-haknya berlaku sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, yang kesemuanya itu menjadi tanggung jawab dari pengusaha yang baru. Selanjutnya dalam Pasal 151 ayat (1) berbunyi,

20 Gunawan Wiajaya, Merger Dalam Perdpektif Monopoli, (Bandung : Raja Grafindo Persada, 2008), hal.7


(31)

”Pengusaha, pekerja/buruh, serikat perkerja/buruh dan pemerintah dengan segala upaya harus mengupayakan agar jangan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Namun seandainya PHK tidak dapat dihindarkan, maka Undang-Undang Ketenagakerjaan mengatur mengenai komponen uang yang harus dibayar oleh pengusaha. Hal tersebut terdapat dalam Pasal 163 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang berbunyi :21

1. Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap perkeja/buruh dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan perusahaan, dan perkerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja.

2. Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap perkerja/buruh karena perubahan status, penggabunga atau peleburan perusahaan, dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh berkerja di perusahaannya.

Jadi jika terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan perusahaan jadi maka ada dua kemungkinan terjadinya pemutusan hubungan kerja yaitu pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja di perusahaan yang baru, atau pengusaha pemilik perusahaan yang baru tersebut yang tidak bersedia atau tidak mau menerima pekerja/buruh yang lama tersebut bekerja di perusahaanya. Masing-masing kemungkinan tersebut mempunyai konsekuensi hukum yang harus dipatuhi dan dilaksanakan baik oleh perkerja/buruh maupun oleh


(32)

pengusaha.22 Konsekuensi hukum tersebut telah diatur dalam pasal-pasal yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pada praktek pelaksananya pelaksanaan pemutusan hunbungan kerja yang terjadi dimasyarakat selama ini pihak perkerja/buruh selalu berada di pihak yang tertekan dan lemah kedudukan hukum, meskipun Undang-Undang Ketenagakerjaan telah mengatur dengan tegas ketentuan dan ketetapan yang harus dijalankan dan dipatuhi oleh para pengusaha maupun para pekerja/buruh dalam penerapan hukumnya. Oleh karena itu sering kali dalam praktek pelaksanaanya dilapangan terjadi ketegangan yang cukup tajam antara pengusaha disatu pihak dengan pekerja/buruh dilain pihak, sehingga menimbulkan kericuhan bahkan aksi mogok dari para pekerja/buruh yang menggangap perlakuan hukum dari pengusaha tidak adil terhadap para perkerja/buruh tersebut.23

Dalam peleburan perusahaan (PT) para pemilik perusahaan memandang bahwa kinerja perusahaanya tidak memajukan produktivitas yang signifikan bahkan cenderung menurun drastis kinerjanya, sehingga profit yang seharusnya diharapkan dari perusahaan sebagai target yang ditetapkan perusahaan tidak dapat tercapai bahkan perusahaan mengalami kerugian dan akhirnya mengurangi modal perusahaan. Karena kerugian-kerugian financial yang terus menerus dialami oleh perusahaan maka kekuatan modal untuk membiayai operasional perusahan juga menjadi melemah dan menurun drastis, akhirnya perusahaan perlu tambahan modal untuk dapat terus bertahan dalam kegiatan bisnisnya. Alasan inilah yang dipergunakan

22Khalid K. Moenardy,Op.,Cit, hal.8

23 Soepomo, Hukum Perburuan Dasar-Dasar Pelaksanaan Perjanjian Kerja, (Bandung : Citra Adiotya Bakti, 2006), hal.45


(33)

pemegang saham perusahaan untuk memutuskan meleburkan perusahaan tersebut bersama perusahaan-perusahaan lain yang kegiatan bisnisnya sejenis, untuk memperkuat struktur modal yang dimiliki perusahaan selain itu dengan meleburkannya beberapa perusahaan dengan kegiatan bisnis sejenis dapat lebih memperkuat daya saing perusahaan dalam persaingan dengan perusahaan-perusahaan lain yang memiliki jenis usaha yang sama.24

Dengan Demikian dapat dikatakan bahwa tujuan dilaksanakannya peleburan beberapa perusahaan sejenis yang membentuk satu perusahaan baru adalah untuk mencapai efektifitas dan efisiensi kinerja perusahaan sehinga tecapai sasaran akhir dari perusahaan yaitu profit yang lebih menjanjikan pemegang sahamnya. Oleh karena itu tujuan dari peleburan perusahaan tersebut efektifitas dan efisiensi perusahaan, maka kepentingan lainya seperti perhatian terhadap nasib para perkerja/buruh sering kali menjadi terabaikan. Apabila peleburan perusahaan sudah terjadi maka efektivitas dan efisiensi dari jumlah perkerja/buruh yang dipekerjakan persusahaan, dan bila jumlah perkerja/buruh terlalu banyak jumlahnya, maka biaya operasional untuk pembayaran gaji pekerja/buruh akan menjadi besar pula, apabila biaya pembayaran perkerja/buruh tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan produktivitas kinerja pekerja/buruh maka perusahaan akan mengalami kerugian

financialyang cukup berarti, dan apabila keadaan tersebut berlangsung terus menerus dapat menimbulkan kebangkrutan bagi perusahaan tersebut, oleh karena itu pada umumnya setelah terjadi peleburan perusahaan, langkah pertama yang diambil pihak manajemen perusahaan adalah melakukan rasionalisasi (pengurangan jumlah 24 Pieter Salim, Dasar-Dasar Pelaksanaan Perjanjian Kerja Perburuahan (Teori dan Praktek), (Surabaya : Citra Media Ilmu, 2008), hal.24


(34)

pekerja/buruh dengan cara melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam jumlah besar. Namun dalam praktek pelaksaan pemutusan hubungan kerja (PHK) tersebut sering kali pihak perkerja/buruh berada dalam posisi yang dirugikan, karena kepentingan dan hak-haknya yang telah ditetapkan dalam peraturan Perundang-undangan tidak sesuai dengan apa yang diberikan perusahaan pada saat pekerja/buruh itu di PHK. dan sering kali pengusaha lupa bahwa PHK itu merupakan jalan terakhir yang dapat ditempuh pihak perusahaan, sedapat mungkin jangan terjadi PHK, PHK seharunya tidak boleh terjadi, dengan alasan apapun, bahkan dengan alasan efisiensi biaya yang harus dikeluarkan perusahaan, PHK boleh terjadi jika para perkerja/buruhnya yang dinilai tidak memiliki kredibilitas dalam melakukan pekerjaanya.25

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut usaha dengan operasional definition.26 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperboleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu:

25

Laksanto Utomo, Hukum Perubahan Dalam Praktek Pelaksanaannya, (Jakarta : Media Ilmu, 2005), hal.19

26Sutan Reny Sjahdeini,Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi para Pihak Dalam Perjanjian Kredit di Indonesia,(Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1993), hal.10


(35)

1. Perlindungan hukum terhadap pekerja adalah pemberian kesempatan untuk melanjutkan hubungan kerja bagi pekerja dan pemberian hak normatif pekerja bagi pekerja yang terkena PHK.

2. Pekerja adalah semua orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dari PT. Buana Perkasa Logistindo dan PT. Prima Utama Logistik

3. Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva perseroan yang meleburkan diri dengan status badan hukum perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.27

4. Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.28

5. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.29

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya.

27Pasal 1 angka 10 Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 28Pasal 1 angka 15 Undang-undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 29Pasal 1 angka 15 Undang-undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan


(36)

Sifat dalam penelitian tesis ini adalah termasuk deskriptif analitis, deskriptif artinya penelitian yang dilakukan dengan maksud mempelajari tujuan hukum, nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-kosep hukum, tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, dan norma-norma hukum serta menggambarkan keadaan objek atau masalahnya secara jelas, runtut, dan sistematis sesuai dengan kaidah-kaidah hukum tersebut, suatu penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin. Terutana data yang berkaitan dengan Perlindungan hukum terhadap pekerja pada perusahaan perseroan terbatas yang melakukan peleburan.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris, yaitu suatu jenis penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang ada yang sifatnya menjelaskan dengan cara meneliti dan juga melihat pada kenyataan yang ada. Pelnelitian yuridis empiris terutama meneliti data primer disamping juga mengumpulkan data yang bersumber dari data sekunder.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah diperoleh dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer didapat dengan melalui hasil wawancara dengan responden yang berkompeten, mewakili perusahaan tersebut untuk memberikan informasi yang diperlukanm dalam hal ini pihak perusahaan diwakili oleh Branch Manager perusahaan tersebut yaitu Bapak Ubahary Kenty, dan juga berdasarkan hasil wawancara dengan perwakilan pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) yaitu Bapak Suprianto.


(37)

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan mempelajari :

1. Bahan hukum primer.

Yaitu bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan, dokumen resmi, yang mempunyai otoritas yang berkaitan dengan permasalahan yaitu :

a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas; b. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ; c. Undang-Undang nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ;

d. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan.

2. Bahan hukum sekunder

Yaitu semua bahan hukum yang merupakan publikasi, dokumen yang meliputi buku-buku, karya ilmiah yang berhubungan dengan hukum perusahaan.

3. Bahan hukum tertier

Yaitu berupa petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer dan sekunder yang berasal dari kamus, ensiklopedia, surat kabar.

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dengan penelitian lapangan yakni dengan melakukan wawancara dengan Bapak Ubahary Kenty,Branch Manager PT. Infinity Logistindo Indonesia dan perwakilan pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yaitu Bapak Suprianto kemudian dilanjutkan dengan penelitian kepustakaan yaitu menghimpun data yang telah diperoleh dari lapangan kemudian dilakukan penelaahan serta membaca, mempelajari dan


(38)

menganalisis bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier, berupa literatur / buku-buku, peraturan perundang-undangan dan sumber lainya yang berkaitan dengan penulisan tesis.

4. Analisa Data

Analisa data merupakan suatu proses mengorganisaikan dan menggunakan data dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data.30Di dalam penelitian hukum normatif, maka maksud pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan perkerja analisis dan kontruksi.31 Sebelum dilakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data tersebut akan disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, dengan tujuan untuk memperoleh jawaban yang baik pula.

Semua data yang telah terkumpul dan diperoleh baik dari data primer dan sekunder serta semua informasi yang didapatkan akan dianalisa secara kualitatif analisis, artinya analisa dilakukan dengan mengunakan analisa kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas.

30Bambang Sunggono,Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002), hal.106


(39)

H. Sistematika Penulisan

Bab I merupakan bab pendahuluan yang menguraikan tentang segala hal yang umum dalam sebuah karya tulis ilmiah yang berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, kerangka teori dan konsepsi, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II membahas tentang pelaksanaan peleburan PT. Buana Perkasa Logistindo dan PT. Prima Utama Logistik menjadi PT. Infinity Logistindo Indonesia yang terdiri dari tinjauan mengenai peleburan perusahaan dan pelaksanaan peleburan PT. Buana Perkasa Logistindo dan PT. Prima Utama Logistik menjadi PT. Infinity Logistindo Indonesia.

Bab III membahas tentang konsekuensi yang timbul terhadap pekerja pada perusahaan hasil peleburan PT. Infinity Logistindo Indonesia terdiri dari tinjauan tentang tenaga kerja, tinjauan tentang pemutusan hubungan kerja (PHK) dan konsekuensi yang timbul terhadap pekerja pada perusahaan hasil peleburan PT. Infinity Logistindo Indonesia.

Bab IV membahas tentang bentuk perlindungan hukum terhadap pekerja pada perusahaan perseroan terbatas yang melakukan peleburan terdiri dari perlindungan terhadap kepentingan pekerja untuk diberikan kesempatan melanjutkan hubungan kerja dan perlindungan terhadap hak normatif pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Bab V merupakan bab yang membahas mengenai kesimpulan dan saran. Dalam bab ini akan diuraikan tentang kesimpulan dari seluruh penulisan yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya sekaligus memberikan saran-saran terhadap data yang ada.


(40)

BAB II

PELAKSANAAN PELEBURAN PT. BUANA PERKASA LOGISTINDO DAN PT. PRIMA UTAMA LOGISTIK MENJADI

PT. INFINITY LOGISTINDO INDONESIA

A. Tinjauan mengenai Peleburan Perusahaan 1. Pengaturan Mengenai Peleburan

Selain akuisisi dan penggabungan perusahaan, masih ada bentuk lain dari kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh pengusaha, yaitu peleburan perusahaan. Peleburan perusahaan sama halnya dengan akuisisi dan penggabungan perusahaan merupakan pengembangan perusahaan yang sudah ada. Pengembangan dalam arti kualitas ini terjadi karena ada dua atau lebih perusahaan yang bergabung dan meleburkan diri membentuk perusahaan baru, sedangkan perusahaan yang lama bubar. Istilah “Peleburan” dipakai dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, sedangkan istilah “Konsolidasi” serapan dari kata bahasa Inggris Consolidation, dengan demikian, istilah peleburan berarti sama dengan konsolidasi.

Secara konseptual, peleburan perusahaan sering disimbolkan sebagai berikut PT. A+PT. B= PT. C, dari simbolis tersebut tergambar bahwa setelah proses peleburan hanya ada satu entitas hukum, yang lain (PT. A dan PT. B) entitasnya berakhir karena hukum. Setelah proses pelburan hal lain yang tersirat dari simbolisasi tersebut adalah mengenai aktiva dan pasiva dari perusahaan yang dileburkan beralih menjadi aktiva dan pasiva PT. C atau perusahaan hasil peleburan. Perbedaan prinsipil


(41)

antara penggabungan dengan peleburan ada pada entitas hukum setelah proses penggabungan atau peleburan, jika dalam penggabungan entitas hukum yang dipertahankan adalah salah satu dari entitas hukum yang sebelum proses penggabungan telah ada sedangkan pada peleburan entitas hukum yang ada sebelum proses peleburan tidak ada yang dipertahankan eksistensinya tetapi dibentuk entitas baru.32

Sejatinya perbedaan antara penggabungan dan peleburan sangat tipis, kondisi ini juga telah disadari oleh pembentuk Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas oleh karena itu pembentuk undang-undang mencantumkan Pasal 124 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan ketentuan tentang penggabungan secara mutatis dan mutandis berlaku juga bagi peleburan perusahaan.33

Peleburan perusahaan yang berbentuk perseroan diatur dalam Pasal 1 angka 10 dan Pasal 122 sampai dengan Pasal 134 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan peraturan pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, peleburan dan pengambilalihan Perseroan Terbatas yakni pada Pasal 20 sampai Pasal 25 yang secara khusus mengatur mengenai peleburan perusahaan.

2. Pengertian Peleburan

Konsolidasi merupakan suatu proses peleburan dari dua atau lebih perseroan menjadi satu perseroan baru, dengan peralihan segala hak-hak dan

kewajiban-32Tri Budyono,Hukum Perusahaan(Salatiga : Griya Media, 2010), hal. 211. 33Pasal 124 Undang-undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas


(42)

kewajiban yang dimiliki oleh dua atau lebih perseroan yang melebur ke dalam perseroan hasil peleburan tersebut. Dan seperti halnya merger, pada konsolidasi hak-hak dan kewajiban yang beralih tidak hanya meliputi hak-hak-hak-hak dan kewajiban perseroan terhadap pihak ketiga, melainkan juga hak-hak dan kewajiban-kewajiban perseroan terhadap pemegang saham awal dari perseroan-perseroan yang melebur. Dan oleh karena konsolidasi ini merupakan suatu peleburan hak-hak dan kewajiban-kewajiban, maka secara hukum perseroan yang meleburkan diri ini juga hilang status badan hukumnya, dan terlikuidasi secara otomatis, dengan pewarisan

titelhak seumumnya kepada perseroan hasil konsolidasi. Peleburan diartikan:34

“is a union resulting in the creation of the an entirely new corporation and the termination of the existing ones. A consolidation can be illustrated by the equation A+B=C”.

Dapat juga digambarkan sebagai berikut:35

“in a consolidation of two or more corporations, their separate existance ceases and new corporations, with the property and the assets of the old corporations comes into being”.

34

Rute A, Howell.et all,Business Law, Text and Cases, Fourth Edition,(Orlando, Florida : The Dryden Press, 1988), hal 888.

35 Ronald A. Anderson, et.all, Business Law, (Ohio : South Westerent, Publishing Co. Cincinnati, 1984), hal 656


(43)

Konsolidasi dapat juga terjadi:36

“When new corporations is created to take the plece of two or more consituent corporations, which consequently lose their corporatte existence by operation of law”.

Selain itu konsolidasi juga dapat terjadi:37

Jika perseroan yang bergabung itu membentuk satu perusahaan baru. Setiap perseroan yang bergabung akan kehilangan eksistensi legalnya, sesudah badan hukum baru dibentuk.

Definisi Peleburan menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1 angka 10 menyebutkan:

“Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu perusahaan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari perseroan yang meleburkan diri dan status badan hukum perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum”.38

Selain itu juga terdapat Peleburan menurut definisi yang diberikan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan Peleburan dan Penggambilalihan, Pasal 1 angka 2 menyebutkan:

“Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara membentuk satu perseroan baru dan masing-masing perseroan yang meleburkan diri menjadi bubar”.39

36 William H. Hoffman Jr. & William A. Roabe (Editors), West’s Federal Taxation 5 Corporation Partnerships,Estates,and Trust, (Ohio : Annual Edition, 1989), hal 5-6

37 Placidus Sudibyo dan Nindya Pramono, Merger dan Akuisisi, Makalah Pada Seminar Nasional “ Peranan Prinsip Akuntansi Indonesia Dalam Pembangunan Jangka Panjang pada Tahap Kedua”, (Jakarta : 16-17 Desember 1991), hal 1.

38

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

39 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 Tentang Penggabungan, Peleburan, dan Penggambilalihan Perseroan Terbatas


(44)

Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 tentang Badan Usaha juga memberikan definisi peleburan,

“Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua badan usaha atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu badan usaha baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari badan usaha yang meleburkan diri dan status badan hukum badan usaha meleburkan diri berakhir karena hukum”.40

3. Alasan Dan Tujuan Peleburan

Berbeda dengan penggabungan, jika pada penggabungan satu perseroan yang ada tetap berdiri, sedangkan yang lainya bubar, pada peleburan semua perseroan yang ada melebur menjadi satu perseroan baru, sedangkan semua perseroan yang meleburkan diri itu menjadi bubar, dengan demikian, baik penggabungan maupun peleburan perseroan sama-sama memperkecil jumlah perseroan yang ada, tetapi justru memperbesar kekuasaan, finansial, dan sinergi perseroan.41

Atas dasar ini, peleburan dapat dilakukan, baik terhadap dua atau lebih perseroan secara internal maupun eksternal, baik secara finansial maupun strategi yang bertipe horizontal, vertikal dan konglomerasi. Alasan peleburan sama halnya dengan penggabungan, yaitu karena beberapa perseroan sulit berkembang, baik karena kekurangan modal, maupun karena menejemen yang lemah yang membuat mereka tidak mampu bersaing. Apabila beberapa perseroan itu bergabung dan meleburkan diri menjadi satu perseroan yang baru, perseroan baru hasil peleburan tersebut, baik secara finansial maupun sinergi menjadi besar dan kuat sehingga berdaya saing kuat dan bisa bekedudukan monopoli.

40Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 tentang Badan Usaha

41 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia , cetakan keempat, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2010), hal 391


(45)

Sebagaimana halnya dengan penggabungan, maka peleburan juga bertujuan untuk mencapai hal-hal berikut ini:42

a. Peleburan memiliki tujuan untuk memperbesar modal

b. Peleburan memiliki tujuan untuk menyelamatkan kelangsungan produksi c. Peleburan memiliki tujuan untuk mengembangkan jalur distribusi

d. Peleburan memiliki tujuan untuk mengurangi persaingan usaha

e. Peleburan memiliki tujuan untuk menciptakan sistem pasar yang monopolistik.

Namun, peleburan yang menuju pada monopoli usaha adalah dilarang karena monopoli itu hanya menguntungkan satu atau sekelompok orang, untuk mencegah terjadinya monopoli, maka pada tanggal 5 Maret 1999 diundangkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli.

4. Aspek Hukum Peleburan

Perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari perseroan yang meleburkan diri dan status badan hukum perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum (Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007).43 Apabila akan dilakukan peleburan, persyaratan dan tata cara yang ditentukan dalam Pasal 123 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas berlaku juga bagi perbuatan hukum peleburan sesuai dengan bunyi Pasal 124 Undang-Undang Perseroan Terbatas yang menyebutkan:44“ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 mutatis mutandis berlaku juga bagi perseroan yang akan meleburkan diri”.

42

Dijan Widjowati,Hukum Dagang,(Yogyakarta : Andi Offset, 2012), hal. 56.

43 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan Keempat (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2010), hal. 392.


(46)

Direksi perseroan yang akan menggabungakan diri dan menerima penggabungan atau direksi perseroan yang akan meleburkan diri dan menerima peleburan menyusun usulan rancangan penggabungan atau peleburan yang akan disusun bersama direksi perseroan yang terlibat dalam penggabungan atau peleburan tersebut yang memuat antara lain:45

1. Nama dan tempat kedudukan dari setiap perseroan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan.

2. Alasan serta penjelasan direksi perseroan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan tersebut.

3. Tata cara penilaian dan konversi saham perseroan yang menggabungkan diri terhadap saham perseroan yang menerima penggabungan atau perseroan yang melakukan peleburan terhadap perseroan yang didirikan dalam rangka peleburan tersebut. Dalam tata cara konversi saham ditetapkan harga wajar saham dari perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri serta harga wajar saham dari perseroan yang akan menerima penggabungan atau perusahaan hasil peleburan untuk menentukan perbandingan penukaran saham dalam rangka konversi saham.

4. Rancangan perubahan anggaran dasar perseroan yang menerima penggabungan, apabila ada, atau rancangan anggaran dasar perseroan yang akan didirikan dalam rangka peleburan. Rancangan perubahan anggaran dasar hanya diwajibkan sebagai bagian dari usulan apabila peleburan tersebut menyebabkan adanya perubahan anggaran dasar.

5. Laporan keuangan yang meliputi tiga tahun buku terakhir dari setiap perseroan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan (sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 66 ayat (2) huruf (a) Undang-Undang Perseroan Terbatas, terdiri atas sekurang-kurangnya (1) neraca akhir tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, (2) laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan, (3) laporan arus kas, (4) laporan perubahan ekuitas serta catatan atas laporan keuangan tersebut. Yang dimaksud tiga tahun buku terakhir dari perseroan adalah keseluruhanya yang mencakup tiga puluh enam bulan

6. Rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari perseroan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan.

7. Neraca performa perusahaan yang menerima penggabungan atau yang didirikan dalam rangka peleburan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia

45David Rairupan,Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2013), hal. 166.


(47)

8. Cara penyelesaian status hak dan kewajiban anggota direksi, dewan komisaris, dan karyawan perusahaan yang akan melakukan penggabungan diri atau peleburan.

9. Cara penyelesaian hak dan kewajiban perusahaan yang akan menggabungkan diri atau meleburkan diri terhadap pihak ketiga.

10. Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap penggabungan atau peleburan.

11. Nama anggota direksi dan dewan komisaris serta gaji, honorarium, dan tunjangan bagi anggota direksi dan dewan komisaris perseroan yang menerima penggabungan atau peleburan yang didirikan dalam rangka peleburan.

12. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan penggabungan atau peleburan.

13. Laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang dicapai dari setiap perseroan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan.

14. Kegiatan utama setiap perseroan yang melakukan penggabungan atau peleburan dan perubahan yang terjadi selama tahun buku yang sedang berjalan.

15. Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan yang mempengaruhi kegiatan perseroan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan.

Namun, Pasal 126 ayat 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 mengingatkan bahwa perbuatan hukum penggabungan atau peleburan wajib memperhatikan kepentingan:46

a. Perseroan, pemegang saham minoritas, dan karyawan perseroan b. Kreditor dan mitra usaha lainya dar perseroan

c. Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

Pasal 126 Undang-Undang Perseroan Terbatas mengatur bahwa pemegang saham minoritas yang tidak setuju dengan pelaksanaan penggabungan atau peleburan dapat mengunakan haknya sebagaimana diatur dalam Pasal 62 Undang-Undang Perseroan Terbatas dan pelaksanaan hak itu tidak dapat menghalangi pelaksanaan penggabungan atau peleburan. Pasal 62 Undang-Undang Perseroan Terbatas


(48)

mengatur bahwa setiap pemegang saham berhak meminta kepada perusahaan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan perusahaan yang merugikan pemegang saham atau perusahaan berupa : (a) perubahan anggaran dasar; (b) pengalihan atau penjaminan kekayaan perusahaan yang mempunyai nilai lebih dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih perusahaan; atau (c) penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan. Dalam hal saham yang diminta untuk dibeli tersebut melebihi batas ketentuan pembelian kembali saham oleh perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf (b), perusahaan wajib mengusahakan agar sisa saham dibeli oleh pihak ketiga.47

Dengan demikian, peleburan perseroan tidak dapat dilakukan kalau akan merugikan kepentingan pihak-pihak tertentu. Dalam peleburan perseroan harus dicegah kemungkinan terjadi monopoli atau monopsoni dalam berbagai bentuk yang merugikan pihak tertentu, apabila dilakukan peleburan perseroan, perbuatan hukum tersebut tidak mengurangi hak pemegang saham minoritas agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar (Pasal 62 ayat 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007).48

Sedangkan Pasal 127 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mewajibkan pengumuman ringkasan rancangan penggabungan atau rancangan peleburan tersebut dalam satu surat kabar harian berbahasa Indonesia dan berperedaran nasional paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Pasal 127 ayat (3) Undang-Undang Nomor

47Dijan Widjawati,Hukum Dagang,(Yogyakarta : Andi Offset, 2012) hal. 48. 48Pasal 62 Ayat 1 Undang-undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas


(49)

40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas juga menegaskan bahwa pengumuman tersebut harus memuat juga pemberitahuan bahwa pihak yang berkepentingan dapat memperoleh rancangan penggabungan atau rancangan peleburan tersebut dikantor perusahaan terhitung sejak tanggal pengumuman sampai tanggal diselengarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan juga mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari perusahaan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Pengumuman tersebut di atas dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada pihak-pihak yang bersangkutan agar mengetahui adanya rencana tersebut dan mengajukan keberatan jika mereka merasa kepentinganya dirugikan, dalam konteks dengan kepentingan karyawan atau pekerja perlu diperhatikan juga ketentuan Pasal 61 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur sebagai berikut:49

“Dalam hal terjadi perubahan status perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh”.

Untuk memahami apa yang dimaksud dengan hak-hak pekerja/buruh sebagaimana disebutkan pada Pasal 61 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maka dapat dilihat ketentuan Pasal 163 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur sebagai berikut:50

49Pasal 6 Ayat 3 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan 50Ibid, hal 32


(50)

“(1). Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).

(2). Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perubahan status, penggabungan, atau peleburan perusahaan, dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh diperusahaanya, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan dalam Pasal 156 ayat (3) dan uang pengganti hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).”

Bunyi Pasal 127 ayat (2) Undang-Undang Perseroan Terbatas sedikit berbeda dengan bunyi Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan yang menyebutkan ringkasan atas rancangan penggabungan atau peleburan wajib diumumkan direksi dalam 2 (dua) surat kabar harian serta diumumkan secara tertulis kepada karyawan perseroan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Sedangkan Pasal 89 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur mengenai hal-hal yang berhubungan dengan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sehubungan dengan penggabungan, atau peleburan, dimana kuorum atas Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tersebut paling sedikit ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, dimana apabila tidak tercapai maka, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) kedua dapat dilaksanakan denagn persyaratan kuorum sebesar 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, jumlah kuorum Rapat Umum Pemegang


(51)

Saham (RUPS) dapat ditentukan lebih besar dalam anggaran dasar perusahaan. Selanjutnya apabila kuorum dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) ketiga tidak tercapai maka berdasarkan Pasal 86 ayat (5), (6), dan (7) undang-undang perseroan terbatas, perusahaan dapat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan prusahaan yang ditetapkan kuorum untuk Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) ketiga dimana penetapan tersebut bersifatfinaldan mempunyai kekuatan hukum tetap. Ayat (6) dari pasal 86 undang-undang perseroan terbatas mengatur bahwa pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) ketiga harus menyebutkan bahwa Rapat Umum Pemegang Saham kedua telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) ketiga akan dilangsungkan dengan kuorum yang telah ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri.51

Ketentuan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, peleburan dan pengambilalihan, juga menyebutkan bahwa peleburan hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Peleburan perusahaan dilakukan berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah suara tersebut. Bagi perseroan terbuka apabila persyaratan tersebut tidak tercapai, syarat kehadiran dan pengambilan keputusan ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan pasar modal.52

51

Pasal 89 Jo Pasal 86 Ayat 6 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

52 Pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 Tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan.


(52)

Pasal 128 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas mengatur bahwa rancangan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan yang telah disetujui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dituangkan ke dalam akta penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan yang dibuat dihadapan notaris dalam bahasa Indonesia, dan Pasal 128 ayat (3) menyebutkan bahwa akta peleburan tersebut menjadi dasar pembuatan akta pendirian perusahaan hasil peleburan, Pasal 22 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, peleburan dan pengambilalihan juga menyebutkan bahwa akta peleburan menjadi dasar pembuatan akta pendirian perseroan hasil peleburan.

Pasal 130 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa:53 “salinan akta peleburan dilampirkan pada pengajuan permohonan untuk mendapatkan keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan hasil peleburan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4)”.

B. Pelaksanaan Peleburan PT. Buana Perkasa Logistindo dan PT. Prima Utama Logistik Menjadi PT. Infinity Logistindo Indonesia

1. Gambaran Umum Perusahaan

PT. Buana Perkasa Logistindo berdiri pada tanggal 20 Juli 2003, dengan skala kerja perusahaan tersebut adalah bergerak dibidang urusan jasa transportasi sama halnya dengan PT. Buana Perkasa Logistindo, PT. Prima Utama Logistik yang berdiri pada tanggal 6 Januari 2005 juga memiliki sekala kerja yang sama yakni bergerak dibidang pengurusan jasa transportasi, alasan PT. Buana Perkasa Logistindo dan


(53)

PT. Prima Utama Logistik meleburkan diri disebabkan karena perusahaan dihadapkan pada situasi perusahaan yang tidak menunjukan produktivitas yang signifikan bahkan cenderung menurun, sehinggaprofityang seharusnya diharapkan perusahaan sebagai target yang ditetapkan perusahaan tidak tercapai bahkan perusahaan mengalami kerugian dan akhirnya mengurangi modal perusahaan, karena kerugianfinancialterus menerus dialami perusahaan maka kekuatan modal untuk membiayai oprasional perusahaan menjadi melemah, akhirnya perusahaan perlu tambahan modal untuk dapat bertahan, maka dengan alasan tersebut PT. Buana Perkasa Logistindo dan PT. Prima Utama Logistik meleburkan diri dengan membentuk perusahaan baru dengan tujuan agar:

1. Untuk memenuhi prinsip efektifitas dan efisiensi kinerja perusahaan agar dapat mencapaiprofityang ditargetkan.

2. Untuk memperbesar modal perusahaan

3. Untuk menyelamatkan kelangsungan produksi usaha 4. Mengembangkan jalur distribusi dalam menjalankan usaha.

Dengan alasan dan tujuan tersebut diatas maka PT. Buana Logistindo dan PT. Prima Utama Logistik sepakat meleburkan diri dengan membentuk satu nama perusahaan baru yaitu PT. Infinity Logistindo Indonesia, perusahaan ini berdiri pada tanggal 1 (satu) Mei 2011 (dua ribu sebelas), adapun skala kerja perusahaan tersebut adalah perusahaan PT .Infinity Logistindo Indonesia-Medan ini bergerak dibidang pengurusan jasa transportasi yang lazim disebutfreight forwarding.


(1)

b. Pekerja tidak dipekerjakan kembali atau PHK, sebesar 30% (tiga puluh persen) yakni sejumlah 150 (seratus lima puluh) orang dan pihak perusahaan diwajibkan membayar hak-hak normatif pekerja sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 156 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

3. Perlindungan hukum terhadap pekerja pada perusahaan perseroan terbatas yang melakukan peleburan yakni PT. Infinity Logistindo Indonesia, masih belum terlindungi secara maksimal mengingat Undang-Undang perseroan terbatas maupun undang-undang ketenagakerjaan yang merupakam payung hukum yang melindungi kepentingan dan hak pekerja tersebut belum efektif sebab undang-undang perseroan terbatas hanya mengatur tentang kepentingan pekerja diperhatikan tetapi tidak menjelaskan lebih mendalam kepentingan seperti apa yang harus dilindungi, dan mengenai hak normatif pekerja, undang-undang ketenagakerjaan perlu mangatur lebih jauh jika terjadi peleburan perusahaan kriteria pekerja seperti apa yang dapat terkena pemutusan hubungan kerja bila memang pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari sehingga pihak pengusaha tidak sewenang-wenang mealakukan pemutusan hubungan kerja, sehingga pekerja yang baru tidak dikorbankan


(2)

B. Saran

1. Hendaknya dalam setiap pelaksanaan peleburan Perseroan Terbatas setiap perusahaan wajib memperhatikan nasib para pekerja/buruh mengingat pekerja/buruh mempunyai peranan yang cukup penting didalam suatu lingkungan perusahaan sebab tanpa adanya pekerja/buruh tidak mungkin perusahaan bisa berjalan dan berpartisipasi dalam masyarakat.

2. Sebaiknya didalam perjanjian kerja dan peraturan perusahaan dicantumkan 1 (satu) kausul mengenai hak dan kewajiban pekerja, jika dikemudian hari perusahaan Perseroan Terbatas melakukan peleburan.

3. Sebaiknya peraturan perundang-undangan yang berlaku yakni undang-undang perseroan terbatas hendaknya memberikan penjelasan lebih jauh mengenai kepentingan pekerja yang perlu diperhatikan seperti apa dan undang-undang ketenagakerjaan perlu mengatur lebih jauh jika terjadi peleburan, kriteria pekerja seperti apa yang dapat terkena pemutusan hubungan kerja bila memang pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari sehingga perusahaan tidak sewenang-wenang dalam melakukan pemutusan hubungan kerja.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

Abdussalam, RH., Hukum Ketenagakerjaan, Cetakan Kedua, Restu Agung, Jakarta, 2002

Agusfan,Hukum Perburuhan,Grafindo Persada, Jakarta, 1993

Anderson A. Ronald et. All,Business law, south western, Publishing Co, Cincinnati, Ohio, 1984

Ashadie Zaeni,Hukum Kerja,Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007 Ashofa Burhan,Metode Penelitian Hukum,Rineka Cipta, Jakarta, 2007

Asikin, Zainal H., Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Cetakan Pertama, Raja Grafindo Persada, Jakarta ,1993

Asril Yulfasani,Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Iblam, Jakarta, 2005

Cancil CST, Pokok-pokok Hukum Perseroan Terbatas, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2008

Fuandy Munir, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, Citra Aditiya Bakti, Bandung, 1999

Ginting Jama,Hukum Perseroan Terbatas (UU Nomor 1 Tahun 1995), Citra Aditiya Bakti, Bandung, 1999

Hartono Sri Radjen, Hukum Ekonomi Indonesia, Bayu Media Publishing Malang, 2007

Hoffman H William, West’s Federal Taxtion 5 Corporations Partnerships, Estates and Trust, Annual Edition, 1989

Howell a Rate. Et. All, Business law, Tect and Cases, Fourt Edition, The Dryden Press, Orlado, Florida, 1988.

Husni Lalu, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003


(4)

Ibrahim Johannes,Hukum Organisasi Perusahaan, Refika Aditama, Bandung, 2004 Kamal Miko, Undang-Undang PT dan Harapan Implementasi GCG, Media Ilmu,

Jakarta, 2010

Lubis M Solly,Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju Bandung, 1994

Moenardy Khalid K., Pembahasan Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003), Media Ilmu, Jakarta, 2007

Moloeng Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993

Muhammad Abdulkadir, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan ke Empat, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010

Radjagukguk Erman, Pengelolaan Perusahaan yang Baik, Fakultas Hukum universitas indonesia, Jakarta, 2005

Rai Widjaya H.G.,Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas Khusus Pemahaman Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, Kesaint Blanc, Jakarta, 2003

Salim Pieter, Dasar-Dasar Pelaksanaan Perjanjian Kerja Perburuhan (Teori dan Prektek), Citra Media Ilmu, surabaya, 2008

Saliman Hermansyah, Abdul R. dan Achmand Jalis, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan (Teori dan Contoh Kasus), Prenada Media, Jakarta 2005

Salman Otje, dkk,Teori Hukum,Rafika Aditama, Bandung, 2005

Siepomo, Hukum Perburuhan Dasar-Dasar Pelaksanaan Perjanjian Kerja, Citra Aditiya Bakti, Bandung, 2006

Simanjuntak Cornelius,Hukum Merger Perseroan Terbatas Teori dan Praktek, Citra Aditiya Bakti, Bandung, 2004

Sitompul Asril,Peleburan Perusahaan dan Permasalahannya, Sulah Ilmu, Surabaya, 2005

Sitompul Asril,Peleburan Perusahaan, dan permasalahanya, Suluh Ilmu, Surabaya, 2005.

Snelbecker, dikutip dalam Lexy J. Moelong, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1990


(5)

Soekamto Soerjono,Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu tinjauan Singkat, Rajawali, Press, 1995

Soekardono, R, Hukum Dagang Indonesia, Jilid 1 Bagian Pertama, Dian Rakyat, Jakarta, 1977

Soemitro, Ronny Hamitijo, Metode Penelitian dan Jurumetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990

Soepomo, Imam, Hukum Perburuhan, Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993

Soepomo, R,Sistem Hukum di Indonesia,Pradnya Paramitha, Jakarta, 1972

Soerdar Jadi,Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Cetakan Pertama: Pustaka Yustisia, 2008, Yogyakarta

Soetikno,Hukum Perburuhan Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta,

2002

Sunggono, Bambang,Metodologi Penelitian Hukum Suatu Pengantar, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001

Suphadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2006

Surakhmand, Winarto,Dasar dan Teknik Research, Bandung : Tarista, 1978

Sutantio Retno Wulan, Holding Company Marger dan Lain-Lain Bentuk Kerja Sama Perusahaan, Media Ilmu, Jakarta, 2004

Sutantyo, dkk, Pengertian Pokok Hukum Perusahaan, Bentuk-Bentuk Perusahaan Yang Berlaku di Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 1991

Sutedi, Adrian,Hukum Perburuan, Cetakan Pertama: Sinar Grafika, 2009, Jakarta Sutopo H.B, Metodologi Penelitian Hukum Kualitatif Bagian 11 : UNS Press,


(6)

Syahdeini Sutan Reny, Kebebesan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993

Tunggal, Setia, Hadi, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Cetakan Pertama : Harvarindo, 2009, Jakarta

Tunggal, Sjahputra Iman, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan, Cetakan Pertama, Harvarindo, Jakarta, 2009

Utomo Laksanto, Hukum Perburuhan Dalam Praktek Pelaksanaanya, Media Ilmu, Jakarta, 2005

Widjawati Djan Rr,hukum Dagang, Andi Offset, Yogyakarta, 2012

Wijaya Gunawan, Marger Dalam Produktif Monopoli, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008

Undang-Undang:

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 Tentang Penggabungan, Peleburan dan Penggambilalihan