Keaslian Penelitian Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

9

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya di Lingkungan Pasca Sarjanan Magister Ilmu Hukum dan Magister Kenotariatan menunjukan bahwa penelitian dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Pada Perusahaan Perseroan Terbatas Yang Melakukan Peleburan Studi Pada PT. Infinity Logistindo Indonesia” belum ada yang meneliti dan membahasnya, sehingga secara akademis keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan. Adapun penelitian yang pernah dilakukan dan memiliki kedekatan dari segi judul penelitian adalah sebagai berikut: 1. AristunsyahMkn, NIM: 00211103: Perlindungan Hukum Terhadap Karyawan Setelah Peleburan Perusahaan Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara 111 Persero. 2. ArifinMkn, NIM:067011022: Analisa Yuridis Penggabungan Perusahaan Merger Terhadap Hubungan Kerja Studi Merger Antara PT. Bank Harga Dan Rebo Bank.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori berasal dari bahasa latin “theoria” yang berarti perenungan, yang pada giliranya berasal dari kata “thea”dalam bahasa Yunani yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut dengan realistis, dalam banyak literatur, beberapa Universitas Sumatera Utara 10 ahli menggunakan kata ini untuk menunjukan bangunan berfikir yang tersusun sistematis, logis rasional, empiris kenyataanya, juga simbolis. 9 Teori adalah merupakan suatu prinsip atau ajaran pokok yang dianut untuk mengambil suatu tindakan atau memecahkan suatu masalah, landasan teori merupakan ciri penting bagi penelitian ilmiah untuk mendapatkan data dan teori merupakan alur penalaran atau logika flow of reasoninglogic, terdiri dari seperangkat konsep atau variabel definisi dan proposisi yang disusun secara sistematis. 10 Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, 11 dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Menurut M.Solly Lubis menyebutkan bahwa landasan teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan problem yang menjadi perbandinganpegangan teoristis. 12 Menurut pendapat Burhan Ashofa, dikatakan bahwa teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, definisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan konsep. 13 Sedangkan menurut Snelbecker, mengatakan bahwa teori itu sebagai seperangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis, yaitu mengikuti aturan-aturan tertentu yang dapat 9 Otje Salman S. HR, dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, Bandung : Grafika Aditama, 2005, hal. 51. 10 Suprapto J. Metode Penelitian Hukum Dan Statistik, Jakarta : Rineka Cipta, 2003, hal. 194. 11 JJJ. M, Wuisman, dengan Penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, Jakarta : FE UI, 1996, hal. 203 12 M Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung : Mandar Maju, 1994, hal.80 13 Burhan Asofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Rineka Cipta, 2007, hal. 80. Universitas Sumatera Utara 11 ditaati dan mempunyai fungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati. 14 Sistem adalah kumpulan asas-asas hukum yang terpadu, yang merupakan landasan diatas mana dibangun tertib hukum hal yang sama juga dikatakan Sunaryati Hartono bahwa sistem adalah sesuatu yang terdiri dari sejumlah unsur atau komponen yang selalu pengaruh mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa azas. 15 Lebih lanjut fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk serta menjelaskan mengenai gejala yang diamati. Adapun teori yang digunakan sebagai pisau analisis adalah teori keadilan, berkaitan dengan teori keadilan tersebut maka undang-undang perseroan terbatas dan undang undang ketenagakerjaan harus sejalan dengan tujuan pembangunan hukum yaitu dapat melindungi pekerja agar para pekerja tidak selalu menjadi pihak yang dirugikan, hal tersebut sejalan dengan teori etis yang dikemukakan oleh Aristoteles tentang tujuan hukum yang dikutip dari Van Apeldoorn bahwa hukum semata-mata mewujudkan keadilan. 16 Tujuannya adalah memberikan tiap-tiap orang apa yang patut diterimanya, keadilan tidak boleh dipandang sebagai penyemarataan, keadilan bukan berarti bahwa tiap-tiap orang memperoleh bagian yang sama. 17 14 Snelbecker, Dikutip Dalam Lexy J. Moelong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Resda Karya, 1990.hal.15. 15 Hartono. C.F.G. Surnaryati, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Bandung : Remaja Resda Karya1991, hal. 3. 16 L.J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta : Pradia Paramita, 2001, hal.53 17 L.J, Van Appeldorn, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta : Pradnya Paramita, 2001, hal.54. Universitas Sumatera Utara 12 Hukum yang tidak adil tidak dapat diterima akal, yang bertentangan dengan norma alam tidak dapat disebut sebagai hukum akan tetapi hukum yang menyimpang, keadilan yang demikian ini dinamakan keadilan distributif, yaitu keadilan yang memberikan kepada tiap-tiap orang jatah menurut jasanya, ia tidak menuntut suapaya tiap-tiap orang mendapat jatah sama banyaknya, bukan persamaan melainkan sesuaisebanding. 18 Teori keadilan menurut Aristoteles dalam bukunya nicomachean ethics bahwa keadilan adalah sebagai suatu pemberian hak persamaan tapi bukan persamaannya. Aristoteles membedakan hak persamaannya sesuai dengan hak proposional. Kesamaan hak dipandang manusia sebagai suatu unit atau wadah yang sama. Inilah yang dapat dipahami bahwa semua orang atau setiap warganegara dihadapan haknya sesuai dengan kemampuan dan prestasi yang dilakukannya. Teori keadilan menurut Aristoteles dibagi menjadi dua macam; keadilan distributief dan keadilan commutatief. Keadilan distributief ialah keadilan yang memberikan kepada tiap orang porsi menurut proporsinya. Keadilan commutatief memberikan sama banyaknya kepada setiap orang tanpa membeda-bedakan prestasinya dalam hal ini berkaitan dengan peranan tukar-menukar barang dan jasa. Keadilan distribitief menurut Aritoteles berfokus pada distribusi, honor, kekayaan dan barang-barang lain yang sama-sama bisa didapatkan dalam masyarakat, dengan mengenyampingkan pembuktian matematis, jelaslah bahwa apa yang ada dibenak Aristoteles ialah distribusi kekayaan dan barang berharga lain berdasarkan nilai yang berlaku 18 Asril Sitompul, Peleburan Perusahaan dan Permasalahannya, Surabaya : Suluh Ilmu, 2005, hal. 16. Universitas Sumatera Utara 13 dikalangan warga. Disrtibusi yang adil adalah merupakan distribusi yang sesuai dengan nilai kebaikannya yakni nilainya bagi masyarakat. 19 Teori keadilan yang dikemukakan Aristoteles dalam penelitian ini bertujuan untuk melindungi kepentingan perseroan, pemegang saham minoritas maupun para pekerja didalam perusahaan tersebut. Jika pada akhirnya terjadi peleburan dari beberapa perusahaan yang membentuk satu perusahaan yang baru, selain dari prosedur hukum dan tata cara administrasi peleburan perusahaan itu sendiri yang perlu dipedomani dan ditaati, yang cukup penting pula diperhatikan adalah nasib para perkerja dari perusahaan- perusahaan yang meleburkan diri itu sendiri. Apakah setelah terjadi peleburan, para perkerja tersebut masih dapat berkerja di perusahaan hasil peleburan, atau perlu dilakukan resionalisasi dari segi jumlahnya, pelaksanaan rasionalisasi tersebut hendaknya tetap berpedoman kepada tata cara dan prosedur hukum yang berlaku dibidang Undang-Undang ketenagakerjaan yang dalam hal ini adalah Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 . Hal ini berkaitan dengan mata pencaharian sejumlah perkerja yang merupakan sumber penghidupan mereka dan keluarganya. Oleh karena itu dalam setiap pelaksanaan peleburan perusahaan, nasib dan kelanjutan perkerjaan dari para perkerja merupakan hal yang penting untuk diselesaikan dengan sebaik- baiknya oleh pihak Manajemen perusahaan hasil peleburan, dengan tidak merugikan hak-hak dan kepentingan para pekerja tersebut. Berkaitan dengan nasib para perkerja dari perusahaan-perusahaan yang meleburkan perusahaannya membentuk satu 19 Khalid K. Moenardy, Pembahasan Hukum Ketenagakerjaan, Jakarta : Media Ilmu, 2007, hal. 8. Universitas Sumatera Utara 14 perusahaan baru harus memperhatikan prosedur hukum dan ketentuan yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dimana berdasarkan rasio Pasal 61 ayat 2 dan ayat 3 Undang-Undang Ketenagakerjaan tersebut, bahwa pada prinsipnya perjanjian kerja antara perusahaan dengan perkerjaburuh tidak berakhir karena beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan adanya penjualan perusahaan. Artinya hunbungan kerja antara pengusaha dengan pekerjaburuh tetap berlanjut sampai diakhirnya hunbungan kerja tersebut tanpa terpengaruh dengan adanya peralihan atau perubahan kepemilikan atas perusahaan, dengan terjadinya peralihan perusahaan maka segala sesuatu yang menyangkut penyelesaian peralihan atau perubahan kepemilikan tersebut diselesaikan oleh interen manajemen perusahaan melalui klausula yang terdapat dalam peralihan kepemilikan karena jual beli tersebut. 20 Apabila dalam klausula tersebut diatas tidak dipejanjikan hal-hal yang menyangkut penyelesaian status dan hak-hakkewajiban terhadap pekerjaburuh, maka pada saat terjadinya pengakhiran hubungan kerja, hak dan kewajiban yang berhubungan dengan perkerjaburuh menjadi tanggung jawab pengusaha baru. Jika dalam perjanjian pengalihan perusahaan tidak diatur dan tidak diperjanjikan mengenai status hunbungan kerja , maka apabila perkerjaburuh akan di PHK, perhitungan masa kerjanya diperhitungkan sejak dimulainya hubungan kerja perusahaan dimaksud dan hak-haknya berlaku sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, yang kesemuanya itu menjadi tanggung jawab dari pengusaha yang baru. Selanjutnya dalam Pasal 151 ayat 1 berbunyi, 20 Gunawan Wiajaya, Merger Dalam Perdpektif Monopoli, Bandung : Raja Grafindo Persada, 2008, hal.7 Universitas Sumatera Utara 15 ”Pengusaha, pekerjaburuh, serikat perkerjaburuh dan pemerintah dengan segala upaya harus mengupayakan agar jangan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja PHK. Namun seandainya PHK tidak dapat dihindarkan, maka Undang-Undang Ketenagakerjaan mengatur mengenai komponen uang yang harus dibayar oleh pengusaha. Hal tersebut terdapat dalam Pasal 163 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang berbunyi : 21 1. Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja PHK terhadap perkejaburuh dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan perusahaan, dan perkerjaburuh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja. 2. Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap perkerjaburuh karena perubahan status, penggabunga atau peleburan perusahaan, dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerjaburuh berkerja di perusahaannya. Jadi jika terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan perusahaan jadi maka ada dua kemungkinan terjadinya pemutusan hubungan kerja yaitu pekerjaburuh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja di perusahaan yang baru, atau pengusaha pemilik perusahaan yang baru tersebut yang tidak bersedia atau tidak mau menerima pekerjaburuh yang lama tersebut bekerja di perusahaanya. Masing-masing kemungkinan tersebut mempunyai konsekuensi hukum yang harus dipatuhi dan dilaksanakan baik oleh perkerjaburuh maupun oleh 21 Pasal 163 Ayat 1dan 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Universitas Sumatera Utara 16 pengusaha. 22 Konsekuensi hukum tersebut telah diatur dalam pasal-pasal yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pada praktek pelaksananya pelaksanaan pemutusan hunbungan kerja yang terjadi dimasyarakat selama ini pihak perkerjaburuh selalu berada di pihak yang tertekan dan lemah kedudukan hukum, meskipun Undang-Undang Ketenagakerjaan telah mengatur dengan tegas ketentuan dan ketetapan yang harus dijalankan dan dipatuhi oleh para pengusaha maupun para pekerjaburuh dalam penerapan hukumnya. Oleh karena itu sering kali dalam praktek pelaksanaanya dilapangan terjadi ketegangan yang cukup tajam antara pengusaha disatu pihak dengan pekerjaburuh dilain pihak, sehingga menimbulkan kericuhan bahkan aksi mogok dari para pekerjaburuh yang menggangap perlakuan hukum dari pengusaha tidak adil terhadap para perkerjaburuh tersebut. 23 Dalam peleburan perusahaan PT para pemilik perusahaan memandang bahwa kinerja perusahaanya tidak memajukan produktivitas yang signifikan bahkan cenderung menurun drastis kinerjanya, sehingga profit yang seharusnya diharapkan dari perusahaan sebagai target yang ditetapkan perusahaan tidak dapat tercapai bahkan perusahaan mengalami kerugian dan akhirnya mengurangi modal perusahaan. Karena kerugian-kerugian financial yang terus menerus dialami oleh perusahaan maka kekuatan modal untuk membiayai operasional perusahan juga menjadi melemah dan menurun drastis, akhirnya perusahaan perlu tambahan modal untuk dapat terus bertahan dalam kegiatan bisnisnya. Alasan inilah yang dipergunakan 22 Khalid K. Moenardy, Op.,Cit, hal.8 23 Soepomo, Hukum Perburuan Dasar-Dasar Pelaksanaan Perjanjian Kerja, Bandung : Citra Adiotya Bakti, 2006, hal.45 Universitas Sumatera Utara 17 pemegang saham perusahaan untuk memutuskan meleburkan perusahaan tersebut bersama perusahaan-perusahaan lain yang kegiatan bisnisnya sejenis, untuk memperkuat struktur modal yang dimiliki perusahaan selain itu dengan meleburkannya beberapa perusahaan dengan kegiatan bisnis sejenis dapat lebih memperkuat daya saing perusahaan dalam persaingan dengan perusahaan-perusahaan lain yang memiliki jenis usaha yang sama. 24 Dengan Demikian dapat dikatakan bahwa tujuan dilaksanakannya peleburan beberapa perusahaan sejenis yang membentuk satu perusahaan baru adalah untuk mencapai efektifitas dan efisiensi kinerja perusahaan sehinga tecapai sasaran akhir dari perusahaan yaitu profit yang lebih menjanjikan pemegang sahamnya. Oleh karena itu tujuan dari peleburan perusahaan tersebut efektifitas dan efisiensi perusahaan, maka kepentingan lainya seperti perhatian terhadap nasib para perkerjaburuh sering kali menjadi terabaikan. Apabila peleburan perusahaan sudah terjadi maka efektivitas dan efisiensi dari jumlah perkerjaburuh yang dipekerjakan persusahaan, dan bila jumlah perkerjaburuh terlalu banyak jumlahnya, maka biaya operasional untuk pembayaran gaji pekerjaburuh akan menjadi besar pula, apabila biaya pembayaran perkerjaburuh tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan produktivitas kinerja pekerjaburuh maka perusahaan akan mengalami kerugian financial yang cukup berarti, dan apabila keadaan tersebut berlangsung terus menerus dapat menimbulkan kebangkrutan bagi perusahaan tersebut, oleh karena itu pada umumnya setelah terjadi peleburan perusahaan, langkah pertama yang diambil pihak manajemen perusahaan adalah melakukan rasionalisasi pengurangan jumlah 24 Pieter Salim, Dasar-Dasar Pelaksanaan Perjanjian Kerja Perburuahan Teori dan Praktek, Surabaya : Citra Media Ilmu, 2008, hal.24 Universitas Sumatera Utara 18 pekerjaburuh dengan cara melakukan pemutusan hubungan kerja PHK dalam jumlah besar. Namun dalam praktek pelaksaan pemutusan hubungan kerja PHK tersebut sering kali pihak perkerjaburuh berada dalam posisi yang dirugikan, karena kepentingan dan hak-haknya yang telah ditetapkan dalam peraturan Perundang- undangan tidak sesuai dengan apa yang diberikan perusahaan pada saat pekerjaburuh itu di PHK. dan sering kali pengusaha lupa bahwa PHK itu merupakan jalan terakhir yang dapat ditempuh pihak perusahaan, sedapat mungkin jangan terjadi PHK, PHK seharunya tidak boleh terjadi, dengan alasan apapun, bahkan dengan alasan efisiensi biaya yang harus dikeluarkan perusahaan, PHK boleh terjadi jika para perkerjaburuhnya yang dinilai tidak memiliki kredibilitas dalam melakukan pekerjaanya. 25

2. Konsepsi