Singkatan Teks Kitab Suci Singkatan Dokumen Gereja
3 mengambil bagiannya sendiri untuk saling bahu-membahu mewujudkan Kerajaan
Allah di dalam kehidupannya. Dunia adalah tempat tinggal manusia dan di situlah manusia sebagai subyek otonom dunia menyatakan apa yang diimaninya bersama
Gereja. Untuk menata dunia menuju pada kesejahteraan umum, Gereja dipanggil oleh Allah sebagai partner kerja dengan semua orang tanpa batas. Artinya
mencakup segala aspek hidup manusia dari lingkup kecil hingga lingkup yang paling besar sekalipun. Buku Iman Katolik KWI, 1996: 452 memberikan
gambaran bahwa “Gereja adalah suatu lembaga keagamaan yang mempunyai tempat dan peranannya dalam masyarakat, sehingga sebagai keseluruhan, Gereja
juga dituntut memperlihatkan sikap pelayanan Kristus”. Artinya, jika Gereja ingin memperlihatkan sikap pelayanan Kristus kepada masyarakat, Gereja semestinya
tampil sebagai Gereja yang memasyarakat. Visi ini perlu direalisasikan oleh Gereja sebagai Umat Allah dalam bentuknya yang konkret yakni dalam hidup
menggereja itu sendiri di tengah-tengah masyarakat. Berbicara mengenai Gereja yang memasyarakat tentu tidak lepas dari
keberadaan sebuah paroki. Mengapa demikian? Karena paroki itu sendiri berada di dalam masyarakat dan di situlah Gereja tersebut mampu mewujudnyatakan jati
diri sesungguhnya. Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong merupakan salah satu paroki yang berada di wilayah Keuskupan Tanjung Selor Kabupaten Nunukan
dengan jumlah stasi terbanyak ada 24 stasi yang jaraknya cukup jauh dari satu stasi ke stasi yang lainnya. Sebagai paroki yang memiliki banyak stasi, paroki ini
ditantang mewujudkan Gereja yang sesuai dengan visi Gereja Indonesia. Gereja tidak hanya mengusahakan perkembangan secara internal tetapi juga ditantang
4 untuk memberikan kesaksian demi perkembangan hidup bersama di tengah-
tengah masyarakat. Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong hingga sekarang telah berusia 25
tahun, namun selama usia ini tidak banyak mengalami perkembangan, khususnya dalam hal iman yang tampak dalam perwujudan nyata. Selama tinggal di paroki
ini, penulis mendapat kesan bahwa pemahaman umat mengenai keterlibatan dalam hidup menggereja masih sangat terbatas. Kegiatan hidup menggereja hanya
sebatas kegiatan Gereja yang kudus, khususnya bidang intern gerejani. Kesan ini penulis jumpai dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh umat stasi Mansalong
yang juga menjadi pusat paroki. Dapat dibayangkan, jika di stasi yang berada satu wilayah dengan pusat paroki saja keadaannya seperti itu, apalagi di stasi-stasi lain
yang letaknya lebih jauh dari pusat paroki. Di stasi Mansalong, kehidupan umat masih berorientasi pada kegiatan-kegiatan di sekitar altar, antara lain: doa
Rosario, Misa Mingguan hanya sekali, Misa pada hari-hari besar saja, dan pendalaman iman hanya pada saat Bulan Kitab Suci Nasional. Corak kehidupan
umat seperti ini menunjukkan bahwa bentuk hidup menggereja umat belum mengarah pada pembangunan Gereja yang memasyarakat.
Stasi Mansalong merupakan stasi yang letaknya ada di pusat paroki, tentunya stasi ini memiliki tanggungjawab yang besar. Stasi ini harus mampu
memberikan teladan bagi stasi-stasi lain karena faktor letaknya yang satu wilayah dengan paroki dan dianggap sebagai stasi tuan rumah. Oleh karena itu, stasi ini
ditantang untuk menjadi ragi di tengah-tengah masyarakat. Masalah ekonomi, pendidikan, perbedaan etnis pribumi dan pendatang, kemiskinan, lingkungan