53 b.
Segi-segi Kehidupan Umat 1
Segi Ekonomi Kehidupan ekonomi umat stasi Mansalong sebagian besar termasuk
golongan menengah dan bawah. Hal ini terlihat dari pemukiman penduduk dengan rumah panggung dari kayu dengan kualitas bagus dan tidak bagus. Yang termasuk
golongan menengah adalah pegawai, guru, pedagang, pengusaha, dan TNI. Sedangkan untuk golongan bawah adalah buruh dan petani. Golongan menengah
ke bawah sangat membutuhkan perhatian dari paroki. Perbedaan sosial kehidupan dalam bidang sosial ekonomi itu bukan menjadi penghalang dalam kebersamaan
untuk membangun Gereja. Ada sedikit hambatan dengan adanya cara hidup umat di daerah pinggiran stasi khususnya umat yang tinggal di pinggir sungai
Sembakung. Pada umumnya mereka sibuk dengan urusannya masing-masing. Sementara sisa waktu yang ada biasanya digunakan untuk berkumpul dengan
keluarga. 2
Segi Pendidikan Tingkat sosial ekonomi umat mempunyai pengaruh pada tingkat
pendidikan. Ada yang mendapat pendidikan tinggi, adapula yang hanya sampai pendidikan tingkat SD, SMP, dan SMA saja. Pengaruh itu disebabkan karena
perbedaan pendapatan ekonomi rumah tangga. Yang memiliki pendapatan lebih tinggi dapat memberikan pendidikan kepada anak-anaknya sampai ke jenjang
perguruan tinggi. Sementara rumah tangga yang berpenghasilan rendah merasa berat untuk menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. Menurut
hasil wawancara dengan ketua stasi Mansalong umat stasi Mansalong 70 sampai 80 tamatan SD dan SMP sisanya tamatan perguruan tinggi. Dengan demikian
tingkat pendidikan di stasi Mansalong masih tergolong rendah.
54 Dalam menanggapi kesulitan itu, dari pihak Pemerintah Daerah berusaha
untuk mengadakan Universitas Terbuka. Begitu juga pihak Gereja Mansalong mempunyai perhatian yang sama. Salah satunya dengan memberikan beasiswa
bagi yang tidak mampu untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Selain itu pihak Gereja juga menyediakan asrama yang menampung siswa-
siswi SLTP atau SLTA yang berasal dari kampung pedalaman. Selain menjadi tempat tinggal selama menjalani pendidikan, di asrama mereka juga didampingi
sehingga ketika pulang kampung bisa menjadi aktivis di lingkungan atau stasi mereka Komsos Keuskupan Tanjung Selor, 27.
3 Segi Kebudayaan
Seperti kita ketahui, suku Dayak merupakan suku terbesar yang menjadi nenek moyang orang Kalimantan Komsos Keuskupan Tanjung Selor, Tahun :
21. Umumnya penduduk stasi Mansalong adalah masyarakat yang berada di hulu dan berpindah ke Mansalong untuk menetap di Mansalong dengan suku asli
Dayak Agabag dan Tahol. Hanya sebagian kecil saja merupakan perantau dari luar Kalimantan maka budaya yang masih kuat di sini adalah budaya Dayak
Agabag dan Tahol. Namun dalam keadaan seperti ini kerukunan umat sangat baik. Baik penduduk asli maupun pendatang dapat hidup berbaur satu dengan lainnya.
Budaya gotong royong pun sangat terjaga dengan baik. Dialek bahasa yang digunakan sehari-hari merupakan campuran dari Indonesia dan Melayu serta
bahasa “Murut” bahasa daerah Dayak Agabag.
4. Karya-karya Pastoral Stasi Mansalong
Karya-karya pastoral Gereja yang diselenggarakan stasi sangat beragam. Pada umumnya karya pastoral itu diselenggarakan dalam rangka mengembangkan
55 keempat fungsi Gereja. Keempat fungsi Gereja yang dimaksud adalah bidang
persekutuan koinonia, bidang pewartaan kerygma, bidang perayaan leiturgia, dan bidang pelayanan diakonia. Karya-karya pastoral yang akan penulis
paparkan di sini merupakan karya-karya yang termuat dalam struktur kepengurusan stasi Mansalong.
a. Bidang Persekutuan Koinonia
Bagi umat Kristiani, koinonia merupakan fungsi dasariah yang amat penting. Koinonia merupakan pangkal dan tujuan Gereja karena umat Kristiani
merupakan persekutuan orang-orang yang percaya akan Allah dalam diri Kristus. Sebagai pangkal dan tujuan Gereja koinonia bukan hanya untuk dirinya sendiri
tetapi juga bagi dunia demi kepentingan semua orang. Keterlibatan umat dalam usaha mewujudkan diri sebagai persekutuan para murid di tengah masyarakat
menjadi tugas semua orang beriman. Segi koinonia pertama-tama lahir dalam keluarga-keluarga Katolik
khususnya di stasi Mansalong sebagai persekutuan terkecil. Mereka menghayati keluarga sebagai Gereja mini seperti kata Santo Yohanes Christotomus sebagai
Gereja rumah tangga adalah tempat Yesus Kristus hidup dan berkarya untuk keselamatan manusia dan berkembangnya Kerajaan Allah.
Sebagai Gereja mini, keluarga juga menghayati 4 fungsi Gereja yang senantiasa memberikan bekal
iman yang mendalam bagi setiap anggotanya, seperti membangun persekutuan cinta di antara pribadi-pribadi dalam keluarga, memberikan pendidikan iman yang
baik kepada anak-anak, mempersiapkan, memelihara dan melindungi berbagai panggilan yang ditumbuhkan Allah, dan berperan serta dalam kehidupan dan misi
56 Gereja universal. Berangkat dari keluarga, kini seksi komunitas basis stasi
Mansalong terus mengembangkan ke persekutuan yang lebih besar yang secara khusus mengupayakan persekutuan dalam Gereja dan masyarakat, seperti OMK,
ibu-ibu WKRI, SEKAMI, dan KBG. Dan diharapkan akan terus berkembang hingga tercapainya visi Gereja universal.
b. Bidang Pewartaan Kerygma
Tugas mewartakan Kabar Gembira merupakan tugas seluruh umat Kristiani. Panggilan tersebut diemban sejak penerimaan sakramen baptis.
Pewartaan di sini bukan dimengerti sebagai bentuk kegiatan mempertobatkan orang lain menjadi Katolik tetapi pewartaan sebagai usaha yang terus menerus
memperbaharui dan memperdalam hubungan umat beriman akan Kristus. Jadi maksud pewartaan di sini lebih pada memperdalam penghayatan iman umat akan
Kristus. Adapun bentuk kegiatan pewartaan di stasi Mansalong antara lain: pendalaman Kitab Suci pada bulan September, masa Adven dan masa Prapaskah,
pendampingan calon baptis, pendampingan calon komuni pertama, pendampingan pasangan yang mau menikah maupun pemberesan perkawinan. Pemberesan
perkawinan maksudnya ada orang yang sudah lama menikah secara adat maka harus dibereskan dengan pendampingan sampai kepada pengukuhan perkawinan
mereka dalam sakramen pernikahan dan lain-lain.
c. Bidang LiturgiPerayaan Leiturgia
Fungsi Gereja dalam bidang liturgi adalah merayakan karya penyelamatan Allah terhadap manusia yang terwujud dalam diri Yesus Kristus. Dalam liturgi
57 umat mengungkapkan imannya akan karya Allah sekaligus bersyukur atas segala
rahmat yang diterimanya. Bagi umat Kristiani liturgi mempunyai tujuan untuk mengungkapkan dan memperkembangkan iman akan Yesus Kristus.
Adapun bentuk kegiatan antara lain: setiap hari minggu ada ibadat atau misa kalau ada pastor, doa Rosario di basis-basis selama bulan Mei dan Oktober,
pendalaman Kitab Suci pada bulan September, masa Adven dan masa Prapaskah, doa di rumah-rumah apabila diminta seperti syukuran rumah, kesembuhan dari
penyakit, keberhasilan dalam belajar, keberhasilan dalam usaha dan ulang tahun anggota keluarga.
d. Bidang Pelayanan Diakonia
Gereja sebagai persekutuan orang-orang beriman yang percaya akan Kristus dituntut untuk mengikuti sikap dan semangat hidup Kristus. Kristus
datang ke dunia bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani. Dengan demikian, umat Kristiani dituntut juga untuk melaksanakan tugas pelayanan
Kristus. Pelayanan di sini bukan sebatas pelayanan dalam lingkup intern Gereja saja tetapi juga untuk umum.
Umat stasi Mansalong sungguh-sungguh mengambil peran dalam hal pelayanan baik dalam Gereja maupun di luar Gereja. Bentuk kegiatan yang
mengarah pada Gereja seperti dana solidaritas seribu rupiah per kepala keluarga tiap bulan, aksi puasa paskah APP, aksi Natal, lima puluh persen kolekte untuk
operasional pastor paroki dan lain-lain. Bahkan ada umat dari stasi Mansalong yang tiap minggu mendapat tugas membantu memimpin ibadat minggu di stasi-
stasi pedalaman yang belum memiliki tenaga atau pemimpin ibadat.
58 Kemudian kegiatan pelayanan di luar Gereja yang telah berjalan beberapa
tahun terakhir, seperti bekerjasama dengan para suster SSpS khususnya dalam pelayanan kesehatan dengan membuka Balai Pengobatan bagi masyarakat
setempat dan bahkan masyarakat dari pedalaman dengan biaya yang sedikit murah dibandingkan dengan Rumah Sakit Umum. Bahkan sesekali mereka mengadakan
pengobatan gratis di daerah-daerah pedalaman yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan dari Pemerintah. Selain itu, umat stasi Mansalong
bekerjasama dengan pihak paroki dan para suster SSpS menyediakan sebuah asrama yang digunakan untuk menampung siswa-siswi dari pedalaman yang ingin
melanjutkan sekolah di Kecamatan. Anak-anak asrama pun bukan hanya yang beragama Katolik saja tetapi ada juga dari Kristen Protestan. Asrama sungguh
membantu masyarakat pedalaman dalam mengenyam pendidikan yang layak. Sebab di asrama anak-anak juga mendapat pelajaran tambahan dari pembimbing
asrama.
5. Visi, Misi dan Strategi Stasi Mansalong
a. Visi
Rumusan visi dan misi yang akan penulis uraikan di bawah ini belum ada sumber buku sebagai bahan referensinya tetapi penulis memperolehnya
berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Yohanes Pera sebagai bendahara dan Bapak Meleanus sebagai ketua stasi Mansalong sekaligus sebagai katekis paroki
melalui email pada tanggal 10 Juni 2015. Dalam wawancara Bapak Meleanus mengatakan bahwa Visi Gereja Stasi
Mansalong adalah: “Gereja Katolik stasi Mansalong menjadi pelaksana kehendak
59 Allah yang memahami, mengungkapkan dan menghayati imannya sebagai saksi
Kristus di tengah masyarakat demi terwujudnya kerajaan keselamatan-Nya”. Visi ini dirumuskan berdasarkan hasil rapat kerja pengurus stasi Mansalong yang akan
digunakan sebagai titik tolak dalam membangun dan menumbuhkan Gereja stasi Mansalong.
Rumusan visi di atas mengandung arti bahwa seluruh umat Katolik stasi Mansalong tanpa terkecuali, tanpa membedakan status, suku, ras dan tingkat
kedalaman menghayati iman Kristiani mengambil peran dalam membangun Gereja sebagai Umat Allah sesuai dengan fungsinya masing-masing. Semuanya
tanpa terkecuali memiliki “sense of belonging” terhadap Gereja dengan demikian kehidupan dan perjalanan Gereja terus berkembang.
Umat Katolik stasi Mansalong disatukan dalam satu paguyuban umat beriman untuk melaksanakan kehendak Allah yang sifatnya universal. Maksud
dari kehendak Allah adalah kejujuran, kesucian, kerendahan hati, cinta kasih, keadilan, perdamaian, mengutamakan kepentingan orang lain, hilangnya egoisme
dan tumbuh sikap terbuka pada siapapun serta penghargaan terhadap orang lain. Tentunya semuanya didasari oleh sikap dan semangat Yesus Kristus sebagai pola
hidup sehari-hari. Selain itu juga Gereja stasi Mansalong diharapkan dalam penghayatan imannya sungguh-sungguh berakar pada nilai-nilai injili serta
kebudayaan setempat. Menyadari bahwa Gereja bagian dari hidup masyarakat, maka Gereja dipanggil untuk terlibat dalam hidup masyarakat. Gereja ikut peduli
terhadap persoalan-persoalan yang ada di masyarakat. Dengan menghidupi apa yang dikehendaki Allah maka Kerajaan
keselamatan-Nya dapat terwujud di tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian
60 Gereja Katolik stasi Mansalong mampu berperan lebih banyak dalam menjaga dan
memperbaiki kehidupan alam ciptaan. Gereja tidak lagi bergerak pada hal-hal liturgis belaka tetapi juga berperan secara nyata dalam segala segi kehidupan
manusia.
b. Tantangan-tantangan yang Harus Dihadapi
Gereja stasi Mansalong sebagai perpanjangan dari Gereja paroki Mansalong dituntut untuk memenuhi harapan Keuskupan Tanjung Selor. Gereja
stasi Mansalong dituntut mewujudkan kehendak Allah yakni nilai-nilai Kerajaan Allah seperti memperjuangkan dan menghayati nilai-nilai luhur kemanusiaan.
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Meleanus dan Bapak Yohanes Pera. Mereka berdua mengatakan bahwa ada beberapa tantangan Gereja stasi
Mansalong antara lain: 1
Kurangnya pemahaman umat tentang iman kekatolikannya. 2
Kurangnya kesadaran umat akan pengungkapan iman. 3
Masih kuat budaya Dayak yaitu menjodohkan anak yang masih di bawah umur.
4 Kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan.
c. Misi
Misi adalah gambaran menyeluruh agenda yang harus dirumuskan untuk menjadi langkah dalam terwujudnya visi. Berdasarkan wawancara dengan Bapak
Meleanus sebagai ketua stasi dan Bapak Yohanes Pera sebagai bendahara. Mereka berdua mengatakan bahwa ada enam misi Gereja stasi Mansalong antara lain:
61 1
Meningkatkan katekese umat tentang iman. 2
Meningkatkan katekese tentang tradisi Katolik dan keluarga. 3
Memberdayakan basis sebagai persekutuan persaudaraan dan pembinaan. 4
Menyadarkan umat tentang pentingnya pendidikan. 5
Meningkatkan kesadaran dan usaha untuk melestarikan lingkungan hidup. 6
Memberdayakan ekonomi rumah tangga.
d. Strategi
Maksud dari strategi di sini adalah pengutamaan langkah kinerja. Pengutamaan langkah diambil dengan perhitungan adanya kekuatan pengaruh.
Strategi yang diambil dalam mewujudkan misi untuk mencapai visi stasi Mansalong berdasarkan wawancara dengan Bapak Meleanus dan Bapak Yohanes
Pera adalah: 1
Melakukan pendalaman iman umat di basis-basis yang didampingi oleh suster, frater, katekis, atau guru Agama.
2 Mengajak umat untuk aktif dalam berliturgi baik sakramentali maupun
nonsakramentali. 3
Melakukan pelatihan untuk petugas-petugas liturgi seperti pemimpin sembayang dan lektor.
4 Mengajak umat untuk menanam tanaman-tanaman produktif seperti karet dan
gaharu.
B. Penelitian mengenai Keterlibatan Hidup Menggereja Umat Stasi
Mansalong Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan
Gambaran umum stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan yang telah diuraikan pada pokok bahasan pertama akan
62 dilengkapi dalam pokok bahasan yang kedua ini. Pokok bahasan kedua ini
mengungkapkan penelitian mengenai hidup menggereja umat stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan. Dan secara khusus
akan dipaparkan mengenai persiapan penelitian, laporan dan pembahasan hasil penelitian, pendalaman lebih lanjut hasil penelitian menurut masing-masing
variabel, dan kesimpulan penelitian.
1. Persiapan Penelitian
Berikut penulis akan menguraikan gambaran penelitian yang akan penulis lakukan. Gambaran tersebut meliputi latar belakang penelitian, tujuan, jenis,
instrument pengumpulan data, responden, tempat dan alokasi waktu, kemudian variabel yang diteliti dan kisi-kisi.
a. Latar Belakang Penelitian
Selama berdomisili di stasi Mansalong, penulis mendapat kesan bahwa hidup menggereja umat stasi Mansalong memprihatinkan. Umat yang datang atau
terlibat dalam kegiatan yang diadakan oleh stasi, misalnya pendalaman iman, BKSN, doa Rosario, kerja bakti, ataupun kegiatan-kegiatan besar seperti ulang
tahun paroki, kegiatan kemasyarakatan lainnya hanya sedikit. Sebagian besar anak-anak asrama, 2 atau 3 orang bapak dan ibu, suster, frater serta katekis,
sedangkan yang lainnya tidak terlibat. Melihat keadaan ini, penulis berpendapat bahwa masih banyak umat stasi Mansalong yang tidak terlibat aktif.
Rendahnya keterlibatan umat dalam dinamika kegiatan Gereja menimbulkan kesan kurangnya kepedulian dan tanggungjawab dalam diri umat
terhadap perkembangan Gereja. Memang di tingkat paroki maupun di stasi-stasi,
63 beberapa umat cukup aktif dalam kegiatan-kegiatan rutin, seperti doa Rosario,
ibadat dan lain-lain. Akan tetapi yang hadir dalam kegiatan-kegiatan tersebut hanya orang-orang tertentu dan jumlahnya sangat minim.
Sebagai bagian dari umat stasi Mansalong, penulis merasa prihatin dengan permasalahan yang ada di stasi tersebut. Apakah karena faktor tingkat pemahaman
umat akan hidup menggereja masih kurang ataukah ada faktor lain yang ikut mempengaruhinya. Penulis belum mengetahui secara benar faktor apa yang
menyebabkan keprihatinan tersebut. Oleh karena itu, untuk mengetahui faktor tersebut penulis perlu melakukan sebuah penelitian. Penelitian ini berusaha
memperoleh data mengenai bentuk penghayatan iman umat dalam hidup menggereja dan tingkat pemahaman umat akan arti hidup menggereja, kesulitan-
kesulitan yang dihadapinya serta harapan hidup menggereja umat. Kemudian dari hasil tersebut penulis mencoba memahami dan menjawab persoalan-persoalan
yang dialami berkaitan dengan hidup menggereja umat. Dengan demikian, umat stasi Mansalong diharapkan semakin meningkatkan kualitas dalam hidup
menggereja dan semakin dapat hidup serta berkembang menjadi “garam” dan “terang” di tengah-tengah masyarakat yang majemuk.
b. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang diangkat di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1 Mengetahui tingkat kedalaman pemahaman umat mengenai arti hidup
menggereja.
64 2
Menemukan kesulitan-kesulitan yang dialami umat Katolik stasi Mansalong, paroki Maria Bunda Karmel Mansalong untuk terlibat aktif dalam hidup
menggereja. 3
Mendapat gambaran harapan umat guna meningkatkan kualitas hidup menggereja.
Ketiga tujuan di atas perlu diletakan dalam konteks hidup menggereja. Sebab pertama-tama perlu diketahui bahwa pengalaman hidup umat adalah hidup
menggereja itu sendiri dan hidup menggereja adalah hasil atau wujud dari katekese umat. Pada pokok bahasan sebelumnya telah dikatakan bahwa katekese
umat tidak lain adalah pengalaman hidup umat. Maka dengan katekese umat diharapakan semakin mampu meningkatkan hidup menggereja umat itu sendiri,
khususnya umat stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan. Dan juga semakin aktif ikut ambil bagian dalam
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan baik di tingkat stasi, paroki maupun di masyarakat.
c. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah jenis penelitian kualitatif yang didukung oleh data-data kuantitatif. Sebab bukan data statistik atau
sebagainya tetapi dalam penelitian ini penulis ingin mendapatkan gambaran data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati Moleong, 2007: 6, yang benar-benar terjadi dan dialami oleh umat stasi Mansalong. Dari hasil penelitian nantinya akan didapat data berupa angka
65 dalam bentuk persentase, tetapi hal ini bukan berarti jenis penelitian ini termasuk
dalam kategori penelitian kuantitatif. Hal serupa juga dikemukakan oleh Moleong melalui bukunya Metodologi
Penelitian Kualitatif bahwa pendekatan kuantitatif dan kualitatif dapat pula digunakan secara bersama apabila desainnya adalah memanfaatkan satu
paradigma sedangkan paradigma lainnya hanya sebagai pelengkap saja Moleong, 1991: 22. Berdasarkan uraian di atas maka tidak ada salahnya apabila pada hasil
penelitian nantinya penulis menggunakan data berupa angka dalam bentuk persentase.
d. Instrumen Pengumpulan Data
Pada penelitian ini penulis menggunakan kuesioner sebagai metode pengumpulan data. Kuesioner dipergunakan karena pertimbangan banyaknya
responden yang tersebar di beberapa tempat. Berdasakan cara menjawab kuesioner dibedakan menjadi kuesioner terbuka, tertutup, dan semi terbuka
Dapiyanta, 2011: 23. Bentuk kuesioner yang akan digunakan dalam penelitian ini ada dua
bentuk yaitu pertama bentuk tertutup dengan daftar pertanyaannya diajukan kepada responden dalam bentuk pilihan. Kedua bentuk semi terbuka yaitu
pertanyaannya atau daftar isiannya sebagian sudah disediakan jawaban dan sebagian lain diserahkan kepada responden. Alasan menggunakan kedua
kuesioner ini adalah untuk membatasi persoalan serta mengarahkan pandangan dan keyakinan responden ke arah persoalan yang dikehendaki peneliti.
66 Selain itu, penulis juga menggunakan wawancara secara tidak langsung
melalui email sebagai metode pengumpulan data. Hal ini dikarenakan jarak yang jauh dan memerlukan biaya yang besar jikalau harus mengadakan wawancara
secara langsung face to face. Wawancara ini digunakan untuk melihat kembali informasi data penelitian yang menimbulkan pertanyaan.
e. Responden Penelitian
Teknik pengambilan sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah purposive sampel. Teknik ini dipilih guna mengambil beberapa dari keseluruhan
responden objek penelitian berdasarkan pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya Riduwan, 2011: 63 sehingga dapat menghemat waktu
dan tidak memerlukan biaya yang besar. Dalam purposive sampling ini, penulis memilih responden berdasarkan daerah tempat tinggal yang terdiri dari pusat
kecamatan, pinggiran kecamatan serta responden yang berdomisili di wilayah seberang sungai. Selain itu, penulis menggunakan teknik ini dengan alasan bahwa
setiap perwakilan responden yang terpilih dari masing-masing basis merupakan orang-orang yang dianggap mampu memberikan informasi yang akurat mengenai
data-data yang diperlukan. Penentuan ukuran sampel menurut Surakhmad dalam Riduwan, 2004: 65
apabila ukuran populasi sebanyak kurang lebih dari 100, maka pengambilan sampel sekitar 50 dari ukuran populasi. Apabila ukuran populasi sama dengan
atau lebih dari 1000, ukuran sampel diharapkan sekurang-kurangnya 15 dari populasi. Penentuan sampel dirumuskan sebagai berikut: