43 hidup-Nya untuk menyelamatkan kita dan sekarang Ia tinggal dalam diri kita
untuk menerangi, mendampingi, menguatkan, dan membebaskan.
3. Menghidupkan Peribadatan yang Menguduskan
Leiturgia
Dalam kehidupan menggereja, liturgi merupakan perayaan iman akan Yesus Kristus. Dalam liturgi umat mengungkapkan imannya akan kasih Allah
Siauwarjaya, 1987: 26. Melalui bidang karya ini, setiap anggota menemukan, mengakui, dan menyatakan identitas Kristiani mereka dalam kesatuan Gereja
Katolik. Hal ini dinyatakan dengan doa, simbol, lambang-lambang, dan dalam kebersamaan umat. Partisipasi aktif dalam bidang ini diwujudkan dalam
memimpin perayaan liturgis tertentu, seperti memimpin ibadat sabdadoa bersama, membagi komuni; menjadi lektor, pemazmur, organis, misdinar, paduan
suara, penghias Altar, dan Sakristi; dan mengambil bagian secara aktif dalam setiap perayaan dengan berdoa bersama, menjawab aklamasi, bernyanyi, dan
sikap badan. Pernyataan identitas maupun partisipasi aktif umat yang telah diungkapkan
di atas mendapat wujudnya tentu didasari oleh katekese itu sendiri. Sebab “Katekese mempunyai hubungan batin dengan seluruh kegiatan liturgis dan
sakramental.....” CT, a. 23. Artinya ada kedekatan relasi antara katekese dan liturgi maupun sakramen. Katekese akan bersifat konseptual belaka jikalau tidak
dihidupkan dengan praksis sakramental. Begitu juga kehidupan sakramental akan menjadi hampa dan sekedar ritual, apabila tidak didasari oleh pemaknaan yang
sungguh mengenai sakramen-sakramen melalui katekese. Maka katekese
44 diharapkan mampu membantu umat untuk semakin memaknai dan menghayati
liturgi dan sakramen-sakramen dalam hidup konkret mereka. Konsili Vatikan II mengajarkan bahwa Gereja dibentuk “karena perpaduan
unsur manusiawi dan ilahi” LG, a. 8 dan KWI, 1996: 392. Artinya bahwa kesatuan Gereja bukan hanya karya Roh Kudus, tetapi juga hasil komunikasi antar
manusia, khususnya perwujudan komunikasi iman di antara para anggota Gereja. Komunikasi ini terjadi terutama dalam perayaan iman dalam liturgi. Maka
penampilan Gereja yang istimewa terdapat dalam keikutsertaan penuh dan aktif seluruh Umat Allah dalam liturgi. Ada kesamaan cara komunikasi seperti yang
telah diungkapkan di atas dengan cara komunikasi yang terjadi dalam katekese umat. Dalam katekese umat, umat saling mengomunikasikan iman dalam segala
pengalaman hidup dan komunikasi tersebut mengantarkan umat menuju pada sebuah komunikasi iman yang lebih luas yakni dalam memaknai liturgi sebagai
“sumber dan puncak seluruh hidup Kristiani” LG, a. 11, sehingga liturgi sungguh menjadi bagian dari pengungkapan iman dan sekaligus mengembangkan
iman Siauwarjaya, 1987: 26.
4. Memajukan Karya Cinta KasihPelayanan
Diakonia
Katekese sebagai pendidikan iman mempunyai tugas membangkitkan dan membina pengungkapan dan perwujudan iman umat dalam pelbagai
macam bentuknya: pendidikan dalam kehidupan doa dan sakramen, pendidikan dalam kehidupan moral, pendidikan dalam gerakan ekumenis,
pendidikan dalam kepedulian akan masyarakat terutama dalam memperjuangkan perdamaian, keadilan, kebenaran dan lingkungan hidup
Adisusanto, 2000: 12. Hal ini berarti bahwa dalam kaitannya dengan tugas pelayanan Gereja
katekese umat mempunyai tugas untuk membangkitkan, mendorong serta
45 membina perwujudan iman umat dalam berbagai macam bentuk. Misalnya ikut
serta dalam melaksanakan karya karitatif cinta kasih melalui aneka kegiatan amal kasih Kristiani, khususnya kepada mereka yang kecil, miskin, telantar, tersingkir,
difabel, memperjuangkan keadilan, kebenaran, perdamaian, lingkungan hidup, terlibat dalam kegiatan sosial serta politik dan sebagainya.
Melalui katekese umat, umat semakin menyadari akan tanggungjawab pribadi mereka terhadap kesejahteraan sesamanya dalam segi-segi kehidupan
masyarakat seperti; pendidikan, sosial, politik, ekonomi, kesehatan, kebudayaan dan sebagainya. Sebab katekese umat selalu mengangkat masalah-masalah aktual
untuk direfleksikan dalam terang Injil lalu bermuara pada tindakan nyata untuk hidup bermasyarakat yang lebih baik. Oleh karena itu dibutuhkan adanya
kerjasama dalam kasih, keterbukaan yang penuh empati, partisipasi dan keiklasan hati untuk berbagi satu sama lain demi kepentingan seluruh umat manusia seperti
yang diteladankankan oleh Jemaat Perdana Kis 4:32-35. Dengan demikian katekese umat semakin berdaya transformatif, dan Kerajaan Allah semakin
dirasakan oleh seluruh umat manusia di dunia. Tugas pelayanan Gereja merupakan sebuah relasi antara Gereja dengan
Kristus sebab tindakan Yesus adalah bagian integral dari pengutusan-Nya. Demikian juga Gereja dipanggil Kristus dan diutus oleh Allah melaksanakan
kehendak Allah bukan hanya dengan pemberitaan melulu tetapi juga melalui keterlibatan konkret dalam hidup nyata Siauwarjaya, 1987: 27. Iman yang
dimiliki umat akan menjadi iman yang mati apabila tanpa perwujudan konkret dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat. Diakonia merupakan suatu
bentuk pelayanan Gereja untuk mewujudkan iman dalam masyarakat. Gereja
46 dipanggil menjadi pelopor pelayanan, hadir pada orang lain sebagai sesamanya.
Itulah hidup Kristus, itulah panggilan Gereja KWI, 2006: 450.
C. Rangkuman Peran Katekese Umat dalam Hidup Menggereja
Katekese umat merupakan salah satu strategi yang digunakan untuk membantu mengembangkan iman umat, khususnya dalam perwujudan iman yang
konkret yakni dengan terlibat dalam hidup menggereja, baik di basis, stasi, maupun paroki. Katekese umat juga dapat membantu umat supaya semakin kritis
merefleksikan setiap pengalaman hidupnya berdasarkan Kitab Suci. Pengalaman hidup yang direfleksikan adalah pengalaman hidup menggereja itu sendiri.
Dengan demikian, pengalaman tersebut dapat menggerekkan umat pada sebuah aksi baru yang nyata.
Melalui katekese umat, umat semakin menyadari bahwa mereka adalah subjek utama katekese itu sendiri. Segala proses dalam katekese umat selalu
berasal dari umat, oleh umat dan hasilnya pun untuk umat. Maka perlulah keterlibatan nyata dari umat dalam setiap aspek hidup menggereja, yang meliputi
koinonia, kerygma, leiturgia, dan diakonia. Pada prinsipnya katekese umat semakin membantu umat menemukan bentuk-bentuk keterlibatan baru mereka
sesuai dengan kemampuan masing-masing. Selain itu, bukan hanya umat saja yang dapat menemukan bentuk-bentuk keterlibatan baru sebagai wujud atau hasil
dari katekese umat tetapi katekese umat pun harus menemukan bentuknya yang lebih kontekstual sesuai dengan corak kehidupan umat.
47
BAB III GAMBARAN KETERLIBATAN UMAT STASI MANSALONG PAROKI
MARIA BUNDA KARMEL MANSALONG KABUPATEN NUNUKAN DALAM HIDUP MENGGEREJA
Pada bab III ini, penulis akan menguraikan gambaran umum situasi stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan. Situasi
yang penulis paparkan adalah hasil dari pengamatan penulis sendiri serta wawancara dengan Bapak Yohanes Pera sebagai bendahara dan Bapak Meleanus
sebagai ketua stasi Mansalong sekaligus sebagai katekis paroki melalui email pada tanggal 10 Juni 2015. Juga wawancara dengan mantan Romo paroki Maria
Bunda Karmel Mansalong P. Yulius Dainang, Pr pada tanggal 16 Juni 2015. Pokok permasalahan yang akan diangkat dalam bab III ini adalah sejauh mana
umat stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan terlibat dalam hidup menggereja.
Pada bab III ini, penulis membagi menjadi dua pokok bahasan. Pokok bahasan pertama memaparkan situasi umum stasi Mansalong paroki Maria Bunda
Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan. Kemudian, pokok bahasan kedua membahas penelitian mengenai keterlibatan hidup menggereja umat stasi
Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan Pokok bahasan pertama berisi gambaran umum situasi geografis, sejarah,
situasi umat, karya-karya pastoral, visi, misi, dan strategi stasi Mansalong paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan. Kemudian, pokok bahasan
kedua mengenai persiapan penelitian, laporan dan pembahasan hasil penelitian,
48 pendalaman lebih lanjut hasil penelitian menurut masing-masing variabel, dan
kesimpulan penelitian.
A. Gambaran Situasi Umum Stasi Mansalong Paroki Maria Bunda Karmel
Mansalong Kabupaten Nunukan
1. Situasi Geografis Stasi Mansalong
Stasi Mansalong terletak di wilayah Kecamatan Lumbis, Kabupaten Nunukan. Stasi Mansalong juga merupakan pusat paroki Maria Bunda Karmel
Mansalong. Letak stasi Mansalong dipisahkan menjadi dua bagian oleh sungai Sembakung yang hulunya ada di Malaysia dan bermuara di hilir Kecamatan
Sembakung. Stasi Mansalong juga sebagai ibu kota Kecamatan Lumbis dengan batas-batas geografisnya:
a. Barat
: Perkebunan sawit, ladang ubi, padi dan kebun buah milik masyarakat.
b. Utara
: Desa IntinStasi Intin. c.
Timur : Perkebunan sawit, ladang ubi, padi dan kebun buah milik
masyarakat. d.
Selatan : Desa
Kalampising.
2. Sejarah Singkat Stasi Mansalong
Penulisan sejarah singkat perkembangan stasi Mansalong ini mengacu pada buku Jejak Langkah Keuskupan Tanjung Selor karya Komisi Komunikasi
Sosial Keuskupan Tanjung Selor. Pada tahun 1977, tujuh orang Misionaris OMI mulai berkarya di Keuskupan Samarinda wilayah Utara, yakni paroki Tarakan
49 dengan Pastor kepala P. Yosef Rebussi Aman Dopogon, OMI. Pemekaran
parokipun dimulai. Ada 4 paroki, yaitu Sungai Kayan, Malinau, Berau, dan Tarakan sendiri. Setelah pemekaran paroki Malinau, P. Antonio Bocchi, OMI
Alm dan P. Mario Bartoli, OMI Alm berusaha untuk mengembangkan misi ke Sei Sembakung. Pada tanggal 18 Juni 1979 umat Binter menyatakan diri untuk
menjadi Katolik. Maka Bapak Niko Boro sebagai katekis diutus ke Binter untuk mengadakan pendampingan dan pembekalan bagi umat. Namun dalam
perkembangannya P. Antonio Bocchi, OMI Alm dan para simpatisan Katolik di Binter mendapat tekanan dari Pemerintah Kecamatan dan Danramil maka Pastor
Antonio Bocchi, OMI Alm memilih mundur dari pelayanan pastoral hingga awal tahun 1986 Komsos Keuskupan Tanjung Selor, 192.
Akhir tahun 1986 pelayanan pastoral dimulai lagi di wilayah Lumbis- Sembakung. Ada satu Desa yang menyatakan diri masuk menjadi Katolik, yaitu
Desa Liang Beringin yang diketuai oleh Bapak Luda, Ladika dan Balabatu. Pastor Yosef Rebussi Aman Dopogon, OMI dari Malinau dan katekis Niko Boro,
I Made Kerta, dan Aleks Kawang melayani umat di Desa Beringin Komsos Keuskupan Tanjung Selor, 193.
Pada akhir tahun 1987, Desa Tujung dengan ketua Bapak Kapulin menyatakan diri masuk menjadi Katolik. Mereka menghadap Pastor Carlo
Bertolini Yalai, OMI di Tarakan. Mulai tanggal 2 Februari 1987 umat Tujung dilayani dari paroki Malinau. Awal tahun 1988, Tanjung Matol yang diketuai oleh
Bapak Gabriel Alm menghadap Pastor Yosef Rebussi Aman Dopogon, OMI untuk menyatakan diri masuk Katolik. Pada waktu itu, katekis hanya satu orang,
50 yaitu Bapak Hendrik. Pada bulan September 1988, katekis bertambah satu di
Malinau, yaitu Bapak Meleanus. Kemudian Bapak Meleanus diperbantukan di Lumbis- Sembakung dan melayani Beringin, Tanjung Matol, Tujung, dan Patal.
Pada tahun 1989, masyarakat Suyadon menyatakan diri menjadi Katolik dengan perantaraan Bapak Bakumpul. Kemudian disusul dua Desa dari Sukamaju yang
dipelopori oleh Bapak Bulinti dan Jawangin Komsos Keuskupan Tanjung Selor, 194.
Pada tahun 1989 wilayah Sembakung-Lumbis mulai bertambah jumlah umat Katoliknya. Melihat keadaan bahwa wilayah pastoral semakin meluas maka
pada tanggal 24 September 1989 sesuai dengan SK dari Uskup Keuskupan Samarinda tentang pembentukan paroki Maria Bunda Karmel Mansalong,
Mansalong ditetapkan sebagai stasi dan juga sekaligus menjadi pusat paroki dengan alasan pertama stasi Mansalong menjadi ibu kota Kecamatan Lumbis
sehingga mempermudah urusan antara Gereja dan Pemerintah Kecamatan. Kedua, pada waktu itu Mansalong dapat dijangkau dengan mudah dari paroki Malinau,
melalui kendaraan darat dan sebagai pertengahan antara stasi-stasi di wilayah hilir dan hulu sungai Sembakung.
Pada awalnya stasi Mansalong hanya terdiri dari 3 kepala keluarga Katolik yang dengan Pastor Pancrazio di Grazia, OMI sebagi Pastor paroki dan katekis
Bapak Meleanus dan Bapak Viktor. Perkembangan umat sangat maju, khususnya segi jumlah yang semakin banyak. Maka persiapan katekumen serta Ajaran-ajaran
Gereja menjadi fokus utama pastoral. Proses perkembangan Gereja Mansalong terus berlangsung. Pada tahun 1993-2001 tenaga pastoral bertambah banyak, yaitu
51 P. Nikolaus Ola Paokuma, OMI, P. Tarsisius Eko Saktio, OMI, dan P. Simon
Heru Supriyanto, OMI. Tenaga katekis juga bertambah, yaitu Bapak Nikodemus Pehan, Bapak Risaldi, Ibu Maria, dan Bapak Marson. Kegiatan-kegiatan pastoral
sudah mulai terprogram dengan baik Komsos Keuskupan Tanjung Selor, 194. Pada tanggal 29 September 2011, stasi Mansalong mendapat bantuan
tenaga pastoral suster dari Kongregasi SSpS Provinsi Kalimantan. Mereka membuka komunitas baru di Mansalong, yaitu Komunitas Santo Mikael. Secara
khusus membantu di bidang pastoral, kesehatan, dan asrama putra-putri “Ago Onsoi”. Ada 3 suster yang ditugaskan di komunitas Santo Mikael Mansalong,
yaitu Sr. Yustina Daiman Djemumut, SSpS, Sr. Ermilinda Agata Too, SSpS, dan Sr. Maria Fetilandia Dangur, SSpS.
Tahun ke tahun jumlah umat di stasi Mansalong terus bertambah dan menyebar ke berbagai desa yang ada di Kecamatan Lumbis. Pertambahan jumlah
umat itu karena baptisan baru dan jumlah umat pendatang dari luar Mansalong. Kebanyakan dari mereka adalah para pekerja yang bekerja di perusahaan-
perusahaan kayu dan sawit di sekitar wilayah Mansalong Kecamatan Lumbis. Sejak stasi Mansalong dibentuk hingga sekarang posisi sebagai ketua stasi belum
tergantikan. Masih dengan Bapak Meleanus, S.Ag sebagai ketua stasi, Bapak Yohanes Pera, S.S. sebagai bendahara, Sr. Albina. S, SSpS sebagai seksi liturgi,
Sr. Aplonia. S, SSpS sebagai seksi pewarta, dan Saudari Maya Hestiyanti sebagai seksi kepemudaan. Dan sampai sekarang jarak tempat tinggal umat maupun
pelayanan semakin berkembang maka pada tahun 2012 dibentuk 3 basis yaitu a basis Santo Yosef yang berada di bagian hilir stasi, b basis Santa Maria yang