Komponen Subjective Well-Being SUBJECTIVE WELL-BEINGKEBAHAGIAAN

13 Negative affect mengacu pada emosi seperti marah, takut, sedih, rasa bersalah, jijik dan muak Baumgardner Crothers, 2009. Afek negatif merupakan komponen dari sistem hambatan perilaku yang berorientasi penarikan diri withdrawal-oriented Behavioral Inhibition System. Tujuan utama sistem ini adalah menjauhkan organisme dari masalah dengan menghambat perilaku yang dapat mengakibatkan penderitaan, hukuman atau beberapa akibat lain yang tidak diinginkan. Ketika manusia menghadapi situasi masalah, dia akan merasakan suatu perasaan negatif yang mendorongnya untuk menjauh dari keadaan tersebut agar terhindar dari penderitaan Watson Naragon, 2009. Perasaan negatif mencakup 10 jenis emosi yaitu takut, gelisah, terluka, bermusuhan, rasa bersalah, malu, terganggu, dan susah. Watson dan Clark 1994 membuat klasifikasi yang lebih rinci yaitu rasa takut yang terdiri dari 6 item yaitu : khawatir, scarestakut, frightenedterkejut, gelisah, gugup, shakygemetar. Hostilityperasaan bermusuhan yang meliputi 6 item, yaitu: marah, memusuhi, mudah tersinggung, scornfulperasaan menghina, jijik, dan benci. Rasa bersalah yang mencakup 6 item: rasa beralah, malu karena perbuatannya, pantas disalahkan, marah pada diri sendiri, muak dengan diri sendiri, tidak puas dengan diri sendiri. Kesedihan yang dibagi dalam 5 item yaitu: sedih, murung, putus asa, sendirian, dan kesepian. Selain itu ada dua kelompok perasaan negatif yang tidak termasuk PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14 dalam 4 kategori di atas: rasa malu malu, segan, sheepishtersipu malu, timidtakut-takut; lelah mengantuk, lelah, lemas, dan malas.

3. Faktor-faktor yang Memengaruhi SWB

Penelitian-penelitian Diener menunjukkan beberapa faktor yang memengaruhi SWB namun tidak terdapat determinan yang tunggal bagi SWB. Faktor-faktor tersebut pada dirinya tidak cukup untuk secara tunggal menentukan kualitas SWB individu Larsen Eid, 2008. a. Variabel Demografis Variabel demografis mencakup usia, gender, ras, pendidikan, pendapatan, status perkawinan dan keluarga, dan pekerjaan. Diener 1984, dalam Larsen Eid, 2008 menyimpulkan dari pelbagai penelitian bahwa variabel-variabel demografis ini umumnya memiliki pengaruh terhadap SWB meski lemah. Watson dan Naragon 2009 juga menyimpulkan berdasarkan beberapa penelitian mereka bahwa faktor demografis atau kondisi objektif seperti jenis kelamin, usia, ekonomi dan status perkawinan tidak memiliki pengaruh yang serius terhadap SWB Watson Naragon, 2009. b. Budaya Salah satu variabel budaya yang memengaruhi emosi positif adalah individualisme independent self-conseptualization versus kolektivisme interdependent self-conseptualization. Individualisme vs kolektivisme cukup menentukan konsistensi pengalaman afektif individu dalam situasi-situasi tertentu. Oishi et al. 2004, dalam Watson PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15 Naragon, 2009 mengukur suasana hatimood partisipan dalam penelitian dalam situasi yang berbeda, misalnya ketika mereka sendiri atau bersama orang lain. Mereka menemukan bahwa situasi memiliki pengaruh yang lebih besar pada tingkat emosi positif di budaya yang bercorak kolektif daripada budaya individualis. Penelitian-penelitian SWB Diener, 1995; Diener, et al., 1995 dalam Larsen Eid, 2008 menunjukkan bahwa budaya memiliki pengaruh terhadap emosi positif individu, meskipun hasil-hasil penelitian tersebut belum dapat membantu kita untuk melakukan generalisasi. Dalam situasi-situasi tertentu saja, variabel budaya seperti kolektivisme vs individualisme memengaruhi tingkat emosi positif individu Larsen Eid, 2008. c. Lingkungan Penelitian-penelitian SWB membuktikan bahwa lingkungan keluarga pada awal-awal kehidupan individu memengaruhi level emosi positif individu. Lingkungan keluarga pada masa kanak-kanak memengaruhi pengalaman akan positif emosi di masa-masa selanjutnya Larsen Eid, 2009. Lingkungan yang lebih luas seperti negara memengaruhi SWB individu. Diener Suh 1999 dalam Watson Naragon, 2009 menyimpulkan bahwa rakyat di negara-negara yang miskin dan negara yang kaya berbeda dalam tingkatan kebahagiaannya. Penduduk di negara Komunis memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih rendah daripada rakyat di negara non-Komunis Larsen Eid, 2009. 16 d. Kepribadian Kepribadian merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh yang kuat terhadap kebahagiaan berdasarkan penelitian-penelitian SWB Diener, 1984; Watkins, 2004. Salah satu sifat kepribadian yang sangat kuat memengaruhi kebahagiaan adalah harga diri yang tinggi Diener, Oishi, Lukas, 2009. Selain itu, ekstraversi dan neurotisme juga merupakan prediktor terkuat bagi SWB. Ekstraversi memengaruhi SWB karena sifat kepribadian ini berhubungan dengan kecenderungan mengalami emosi-emosi positif. Sebaliknya, neurotisme berhubungan dengan kecenderungan untuk merasakan emosi-emosi negatif. Orang yang berkepribadian ekstravert lebih mudah mengalami emosi positif dan sebaliknya orang yang neurotis lebih mudah merasakan emosi- emosi negatif Larsen Eid, 2009. Sifat kepribadian lain yang mempengaruhi SWB adalah sifat bersyukurgratitude Watkins, 2004. Syukur sebagai salah satu sifat kepribadian dalam psikologi klinis memiliki relasi yang kuat, unik dan kausal dengan kebahagiaanSWB Wood, et al., 2010.

B. SYUKUR DAN SURAT SYUKUR

1. Definisi Syukur

Kata syukur dalam bahasa Indonesia yang dipakai dalam tulisan ini merupakan terjemahan dari kata gratitude dalam bahasa Inggris. Gratitude berasal dari bahasa Latin gratia yang berarti rahmat, rasa terima kasih. Kata ini berhubungan dengan sesuatu yang harus dilakukan terhadap 17 kebaikan, kemurahan hati, pemberian-pemberian, keindahan memberi dan menerima, atau karena memperoleh sesuatu secara cuma-cuma Emmons, 2008. Peterson dan Seligman 2004, dalam Martinez-Marti, et al. 2010, mengklasifikasikan gratitude sebagai kekuatan karakter yang dimiliki individu yang disebut sebagai keutamaan transendental. Emmons 2004, dalam Peterson Seligman, 2004; Martinez-Marti, et al., 2010 mendefinisikan gratitude sebagai suatu perasaan berterima kasih dan sukacita yang muncul karena menerima suatu pemberian atau hadiah yang menguntungkan dari orang lain atau suasana bahagia dan damai yang ditimbulkan oleh suatu keindahan alam. Dengan demikian, syukur memiliki dua objek yaitu manusia dan alam atau sumber-sumber non- human lain Emmons McCullough, 2003. Berdasarkan objeknya, gratitude dapat dibedakan menjadi dua, yaitu personal gratitude dan transpersonal gratitude. Personal gratitude adalah rasa terima kasih kepada seorang pribadi yang khusus karena telah memberikan sesuatu yang menguntungkan. Transpersonal gratitude adalah suatu rasa syukur kepada Tuhan, suatu kekuatan yang lebih tinggi, atau kepada alam semesta Peterson Seligman, 2004. Watkins 2003 mendefinisikan gratitude sebagai state atau emosiperasaan dan trait disposisi kepribadian. Sebagai trait, syukur mencakup perbedaan individual dalam hal intensitas, frekuensi pengalaman syukur dan rangkaian peristiwa-peristiwa yang memunculkan rasa syukur itu McCullough, et al, 2002; Wood, et al., 2008, dalam Sun 18 Kong, 2013. Gratitude adalah suatu kekuatan manusia yang dapat meningkatkan kesejahteraan pribadi maupun kesejahteraan relasional atau sosial Peterson Seligman, 2004. Sebagai suatu emosi, gratitude mengacu pada suatu perasaan subjektif yang mencakup kekaguman, rasa terima kasih dan penghargaan Emmons Sheldon, 2002, dalam Sun Kong, 2013. McCullough, et al. 2001 dalam Emmons McCullough, 2004 menyimpulkan bahwa individu mengalami emosi atau rasa syukur paling konsisten dan kuat ketika mereka memandang dirinya sebagai penerima keuntungan yang disengaja, yang bernilai bagi penerima maupun pemberi. Rasa syukur mendorong munculnya tindakan yang berguna bagi kesejahteraan pemberi kebaikan di masa datang. Lazarus dan Lazarus 1994 dalam Emmons McCollough, 2004 mengatakan bahwa gratitude merupakan emosi empatis yang muncul ketika individu mengakui bahwa mereka telah menemukan suatu situasi yang menguntungkan dan berempati karena kebaikan yang diberikan oleh sang pemberibenefactor. Lambert et al. 2010 mengartikan syukur sebagai suatu emosi atau keadaan yang berasal dari suatu kesadaran dan penghargaan terhadap sesuatu yang berharga dan bermakna bagi seseorang. Dari pelbagai definisi gratitude di atas, penelitian ini memilih definisi dari Emmons dan McCullough 2003. Mereka mengartikan syukur sebagai dispositional trait yaitu suatu perasaan berterima kasih dan sukacita yang muncul karena menerima suatu pemberian atau hadiah yang