Surat syukur dan kebahagiaan remaja.

(1)

GRATITUDE LETTERS AND ADOLESCENTS’ SUBJECTIVE

WELL-BEING

Yulius Sodah

Department of Psychology Sanata Dharma University

ABSTRACT

This study aimed to examine the effect of writing gratitude letters towards the enhancement of subjective well-being (SWB/happiness) in adolescents. Participants were 66 dormitory students, boys and girls from grade X. They were divided into two groups, experiment group who wrote gratitude letters for 5 days and control group who didn’t write letters of gratitude. Participants completed the pretest and posttest of both the scales of SWB’s components (MSLSS/ Multidimensional Students’ Life Satisfaction and PANAS-X/The Expanded Form of Positive and Negative Affects Schedule) and gratitude (GRAT scale/Gratitude, Resentment, and Appreciation Test). A between subject t-test (gain scores of experiment vs control group) and within subject t-test (pretest and posttest) analysis were conducted. Results show that the gratitude letters intervention enhanced adolescents’ SWB. Key words : Subjective well-being, gratitude, life satisfaction, positive and negative affects, adolescents.


(2)

SURAT SYUKUR DAN KEBAHAGIAAN REMAJA

Yulius Sodah Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan menguji efek intervensi syukur dengan metode menulis surat syukur terhadap peningkatan kebahagiaan (subjective well-being/SWB) remaja. Subjek penelitian adalah 66 siswa asrama kelas X. Partisipan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu, kelompok eksperimen yang mendapat tugas menulis surat syukur selama 5 hari dan kelompok kontrol yang tidak menulis surat syukur. Para siswa mengisi skala Kebahagiaan (Multidimensional Students’ Life Satisfaction/MSLSS dan The Expanded Form of Positive and Negative Affect Schedule/PANAS-X) dan skala disposisi syukur (GRAT/Gratitude, Resentment, & Appreciation Test), sebelum dan sesudah eksperimen. Peneliti menerapkan analisis statistika independent sample t test untuk gain score kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (between group) dan uji t within group (paired sample t-test) untuk hasil pretest dan posttest subjek. Hasil menunjukkan bahwa intervensi menulis surat syukur meningkatkan kebahagiaan remaja.


(3)

SURAT SYUKUR DAN KEBAHAGIAAN REMAJA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh: Yulius Sodah 129114017

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

(5)

(6)

iv

“If the only prayer you ever say in your entire life

is ‘Thank you’, it will be enough”


(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Tulisan ini kupersembahkan untuk :

Kongregasi MSC Provinsi Indonesia Ayah saya yang sudah menghadap Penciptanya Ibu dan kakak adik tercinta, Para konfrater MSC komunitas Griya Chevalier Palagan Teman-teman angkatan 2012, khususnya grup “B02 - Anak-anak Romo”,

Semua orang yang telah mendukung saya dengan cara masing-masing, Para pencinta kebahagiaan.


(8)

(9)

(10)

viii

SURAT SYUKUR DAN KEBAHAGIAAN REMAJA

Yulius Sodah

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan menguji efek intervensi syukur dengan metode menulis surat syukur terhadap peningkatan kebahagiaan (subjective well-being/SWB) remaja. Subjek penelitian adalah 66 siswa asrama kelas X. Partisipan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu, kelompok eksperimen yang mendapat tugas menulis surat syukur selama 5 hari dan kelompok kontrol yang tidak menulis surat syukur. Para siswa mengisi skala Kebahagiaan (Multidimensional Students’ Life

Satisfaction/MSLSS dan The Expanded Form of Positive and Negative Affect Schedule/PANAS-X) dan skala disposisi syukur (GRAT/Gratitude, Resentment, & Appreciation Test), sebelum dan sesudah eksperimen. Peneliti menerapkan analisis statistika independent sample t test untuk gain score kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (between group) dan uji twithin group (paired sample t-test) untuk hasil pretest dan posttest subjek. Hasil menunjukkan bahwa intervensi surat syukur meningkatkan kebahagiaan remaja.

Kata kunci : kebahagiaan, syukur, kepuasan hidup, afek positif, afek negatif, remaja.


(11)

ix

GRATITUDE AND ADOLESCENTS’ SUBJECTIVE WELL

-BEING

Yulius Sodah

Department of Psychology Sanata Dharma University

ABSTRACT

This study aimed to examine the effect of writing gratitude letters towards the enhancement of subjective well-being (SWB/happiness) in adolescents. Participants were 66 dormitory students, boys and girls from grade X. They were divided into two groups, experiment group who wrote gratitude letters

for 5 days and control group who didn’t write letters of gratitude. Participants completed the pretest and posttest of both the scales of SWB’s components

(MSLSS/ Multidimensional Students’ Life Satisfaction and PANAS-X/The Expanded Form of Positive and Negative Affects Schedule) and gratitude (GRAT scale/Gratitude, Resentment, and Appreciation Test). A between subject t-test (gain scores of experiment vs control group) and within subject t-test (pretest and posttest) analysis were conducted. Results show that the gratitude letters

intervention enhance adolescents’ SWB.

Key words : Subjective well-being, gratitude, life satisfaction, positive and negative affects, adolescents.


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya haturkan kepada Tuhan atas segala berkat dan penyertaan-Nya yang penuh kasih sehingga saya mampu menyelesaikan karya tulis ini. Berkat Tuhan itu juga saya alami lewat bantuan dari banyak pihak selama proses penyelesaian karya tulis ini. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih banyak kepada semua saja yang telah memberikan banyak dukungan terutama kepada :

1. Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma dan dosen penguji II.

2. P. Eddy Suhartanto, M.Si., Kaprodi Psikologi Universitas Sanata Dharma. 3. Drs. Hadrianus Wahyudi, M.Si., dosen pembimbing akademik.

4. Romo Dr. A Priyono Marwan, SJ, dosen pembimbing skripsi. 5. Ibu Sylvia Carolina MYM., M.Si, dosen penguji III.

6. Bapak dan ibu dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. 7. Kongregasi Para Misionaris Hati Kudus Yesus (MSC) Propinsi Indonesia. 8. Konfratres komunitas Griya Chevalier Palagan, Yogyakarta.

9. Keluargaku : ibu dan kakak adik saya serta keluarga besar.

10.Para remaja putera dan puteri yang luar biasa yang tinggal di asrama St. Mikael, Stella Duce 2, Stella Duce I, St. Pius Kutoarjo, Bruderan Karitas Purworejo, Panti Rini, Purworejo, dan Seminar Mertoyudan.


(13)

xi

11.Para suster kongregasi SND komunitas Warak, khususnya yang tinggal di Asrama Putra Sto. Mikael: Sr. Marta, SND, Sr. Elisa, SND, Sr. Marciana, SND, dan Sr. Graciela, SND.

12.Para suster Kongregasi CB asrama Puteri SMA Stella Duce 2, khususnya Sr. Renata, CB, kepala asrama.

13.Para suster kongregasi ADM, asrama Putera dan Puteri SMA Pius Kutoarjo.

14.Pimpinan dan Staf Seminari Mertoyudan.

15.Teman-teman angkatan 2012 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

16.Teman-teman Grup B02: Indri, Felin, Jejes, Tiffany, dan Agnes.

17.Pegawai sekretariat Fakultas Psikologi dan perpustakaan Kampus III Paingan Universitas Sanata Dharma.

18.Semua pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah mendukung saya dengan caranya masing-masing.

Akhirnya, “tak ada gading yang tak retak”. Penulis menyadari bahwa

tulisan ini belum sempurna. Penulis terbuka menerima dan menghargai segala kritik dan saran yang membantu menyempurnakan karya tulis ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi banyak orang yang mencintai kebahagiaan.

Yogyakarta, 14 Juni 2016


(14)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PENGESAHAN KEASLIAN KARYA ... vi

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...vii

ABSTRAK ...viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

1. Manfaat Teoritis ... 6

2. Manfaat Praktis ... 6


(15)

xiii

A. Subjective Well-Being/Kebahagiaan ... 7

1. Definisi Subjective Well-Being ... 7

2. Komponen Subjective Well-Being ... 9

3. Faktor-faktor yang Memengaruhi SWB ... 14

B. Syukur dan Surat Syukur ... 16

1. Definisi Syukur ... 16

2. Dimensi Syukur ... 19

3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Gratitude ... 20

4. Gratitude Letters : Manfaat Menulis ... 21

C. Remaja ... 23

1. Definisi Remaja ... 23

2. Remaja dan Perkembangannya ... 24

D. Kebahagiaan, Syukur, dan Remaja ... 28

E. Skema Penelitian ... 31

F. Hipotesis ... 31

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 32

A. Jenis dan Desain Penelitian ... 32

B. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional ... 32

1. Identifikasi Variabel ... 32

2. Definisi Operasional ... 33

C. Subjek Penelitian ... 37

D. Alat/Bahan Penelitian ... 38


(16)

xiv

F. Metode Analisis Data ... 40

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

A. Hasil ... 41

1. Try Out dan Pilot Study ...41

2. Uji Normalitas ... 43

3. Hasil Eksperimen ...44

4. Hasil Tambahan: Gratitude ... 46

B. Pembahasan ... 46

1. Efektivitas Surat Syukur terhadap Peningkatan Kebahagiaan .. 46

2. Kekuatan dan Kelemahan ...50

3. Serendipity ... 52

4. Efektivitas Surat Syukur terhadap Peningkatan Gratitude ...52

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ...53

A. Kesimpulan ...53

B. Saran ...53

1. Penelitian Selanjutnya ...53

2. Pendidikan Kaum Remaja ...55

DAFTAR PUSTAKA ...56


(17)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Uji Coba Skala Tahap I 1. Skala Uji Coba I

2. Reliabilitas Skala Uji Coba I 3. Instruksi Pilot Study

Lampiran 2 : Uji Coba Skala Tahap II 1. Skala Uji Coba Ii

2. Reliabilitas Skala Uji Coba II

3. Nilai Korelasi Item-Total (Rit) Uji Coba I dan II

Lampiran 3 : Eksperimen

1. Informed Consent

2. Instruksi Eksperimen

3. Contoh Surat Syukur Subjek 4. Skala Eksperimen

5. Tabel Mean, Standard Deviasi dan Gain Score

6. Analisis Uji Beda Paired Sample dan Independent Sample

7. Hasil Korelasi Skala Subjective Well-Being dan Gratitude

Lampiran 4 : Surat-Surat

1. Surat Izin Penelitian

2. Surat Keterangan Telah Meneliti


(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Kehidupan yang bahagia merupakan idaman setiap orang. Keinginan mencapai kebahagiaan menjadi motivasi yang kuat dalam perkembangan kepribadian manusia (King, 2008). Kebahagiaan membantu manusia berfungsi dengan baik dalam hidup (Diener & Biswas-Diener, 2008). Remaja adalah kelompok individu yang mengalami tahap perkembangan psikososial yang cepat dan penting menuju kedewasaan. Di satu sisi proses perkembangan ini menimbulkan perilaku maladaptif (Santrock, 2011) tetapi di sisi lain memberikan kesempatan bagi remaja untuk berkembang secara positif (Erikson, 1963, dalam Croxford, 2011). Remaja mengalami konflik psikososial yang disebut identitas vs kekaburan identitas (Erikson, 1950/1968 dalam Santrock, 2011). Sebagian remaja yang tidak berhasil melalui konflik identitas cenderung menarik diri dari teman sebaya dan keluarga ataupun melakukan perilaku menyimpang. Mereka yang berhasil mengatasi konflik identitas akan mencapai perkembangan positif dalam kepribadiannya (Berk, 2007; Santrock, 2011). Penelitian ini bertujuan membantu remaja berkembang secara optimal melalui intervensi untuk meningkatkan kebahagiaan (Subjective Well-Being/SWB).

Subjective well-being atau kesejahteraan subjektif adalah evaluasi kognitif dan afektif individu tentang hidupnya secara keseluruhan (Diener,


(19)

2

Oishi, & Lucas, 2009). Dalam literatur psikologi positif istilah SWB sering dipertukarkan dengan kebahagiaan atau happiness (Snyder, Lopez, & Pedrotti, 2011). Diener (2009) menyimpulkan bahwa orang disebut bahagia jika merasa puas atas hidupnya secara keseluruhan dan mengalami banyak emosi positif dan sedikit atau tidak mengalami emosi negatif. Para peneliti sepakat bahwa kebahagiaan penting bagi remaja karena remaja yang memiliki SWB yang tinggi cenderung lebih termotivasi (Froh, et al., 2009), memiliki prestasi akademis yang tinggi, kompetensi sosial yang baik, dan harga diri yang tinggi (Gilman & Huebner, 2006 dalam Croxford, 2011).

Penelitian-penelitian psikologi positif beberapa dekade terakhir berfokus pada bagaimana meningkatkan kebahagiaan individu termasuk remaja (Gilek, 2010). Salah satu tema penting dalam psikologi positif adalah hubungan antara rasa syukur dan kebahagiaan manusia (Croxford, 2011). Rasa syukur merupakan terjemahan dari istilah ilmiah bahasa Inggris,

gratitude. Emmons dan McCullough (2003) mendefinisikan gratitude sebagai suatu perasaan berterima kasih dan sukacita yang muncul karena seseorang menerima pemberian atau hadiah yang menguntungkan dari orang lain atau Tuhan atau suatu suasana bahagia dan damai yang disebabkan oleh alam. Penelitian-penelitian membuktikan bahwa intervensi syukur meningkatkan kebahagiaan individu (Emmons & McCullough, 2003; Toepfer, et al., 2012; Watkins, 2004; Withington & Scher, 2010. Rasa syukur juga meningkatkan kebahagiaan remaja dan membantu mereka berkembang secara optimal (Froh,


(20)

3

et al., 2009; Froh, Yurkewicz, & Kashdan, 2008; Froh, Emmons, Card, Bono, & Wilson, 2011; Froh, et al., 2011).

Penelitian-penelitian terbaru membuktikan bahwa gratitude

meningkatkan SWB/kebahagiaan kaum remaja. Dalam penelitian di bidang olahraga, Chen dan Kee (2008) menemukan bahwa atlit-atlit remaja yang memiliki rasa syukur cenderung menampilkan kesejahteraan subjektif yang lebih baik. Rasa syukur berkorelasi secara positif dengan kepuasan hidup, kepuasan tim dan berkorelasi negatif dengan kelelahan atlit. Penelitian SWB remaja dalam kaitannya dengan rasa syukur dilakukan juga oleh Froh et al (2009). Penelitian membuktikan bahwa anak-anak remaja yang saat pretest

mendapatkan skor rendah pada tingkat kebahagiaannya menunjukkan peningkatan rasa syukur dan kebahagiaan yang lebih baik setelah eksperimen. Remaja yang rajin menulis surat syukur lebih berbahagia daripada kelompok remaja yang hanya menulis aktivitas hariannya.

Froh, Bono, dan Emmons (2010) juga menunjukkan bahwa selain meningkatkan kebahagiaan personal, syukur yang diekpresikan mendorong munculnya perilaku prososial dan kebahagiaan sosial remaja. Selain itu, Froh et al. (2011) menemukan bahwa generasi muda yang memiliki gratitude yang tinggi memiliki kepuasan hidup yang tinggi, integrasi sosial yang baik, dan juga rendah tingkat depresi serta kecemburuannya.

Intervensi gratitude terbukti meningkatkan kebahagiaan, mendorong munculnya perilaku prososial (Froh, Bono, & Emmons, 2010), meningkatkan motivasi belajar (Froh, et al., 2009) dan mengurangi depresi


(21)

4

serta kecemburuan sosial remaja (Froh, et al., 2011). Para peneliti syukur dan kebahagiaan menemukan beberapa model intervensi syukur yang efektif yaitu surat syukur (Froh, et al, 2009), counting blesssing (daftar hal-hal yang disyukuri: Emmons & McCullough, 2003; Watkins, et al, 2003), gratitude contemplation (berpikir tentang orang dan hal-hal yang disyukuri, Watkins, et al, 2003; Wood, Froh, & Geraghty, 2010), dan gratitude visits (mengunjungi dan mengungkapkan syukur pada orang yang melakukan kebaikan; Emmons, 2013). Salah satu intervensi syukur yang efektif meningkatkan kebahagiaan remaja adalah gratitude letters atau surat syukur (Emmons, 2013; Froh, et al., 2009). Menulis surat syukur terbukti meningkatkan kebahagiaan dan mengurangi depresi baik anak remaja maupun orang dewasa (Froh, et al., 2009; Toepfer, Cichy, & Peters, 2012).

Intervensi syukur relevan untuk remaja di Indonesia yang banyak melakukan perilaku menyimpang (merokok, seks bebas, bullying, konsumsi alkohol, tawuran, dan narkoba) (Lestari & Sugiharty, 2007) dan sering mengalami depresi (Sarwono, 2011 dalam Safitri & Hidayati, 2013). Remaja sering menghabiskan waktunya untuk menggunakan media sosial seperti

facebook, instagram, path, line, dan lain-lain. Kecanduan media sosial ini mengurangi keterampilan komunikasi interpersonal (www.kompas.com, Senin, 27 Juni 2015). Remaja yang aktif dengan media sosial juga cenderung mengalami banyak emosi negatif karena mereka suka membandingkan diri dengan orang lain (www.kompas.com, Senin, 17 Juni 2014). Masih banyak daftar panjang masalah yang memengaruhi perkembangan kepribadian remaja


(22)

5

di Indonesia. Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa remaja perlu dibantu untuk berfungsi secara optimal atau berkembang secara positif.

Sekitar 66 juta jiwa penduduk Indonesia adalah remaja. Untuk mendukung perkembangan optimal remaja Indonesia dan menyukseskan program revolusi mental, intervensi syukur perlu mendapat tempat dalam pembinaan kaum remaja. Hal ini mendorong peneliti melakukan percobaan efektivitas intervensi syukur terhadap peningkatan kebahagiaan remaja di Indonesia.

Sedikit sekali penelitian tentang hubungan antara syukur dan kebahagiaan dengan subjek remaja Indonesia. Penelitian tentang hubungan antara gratitude dan happiness yang pernah dilakukan di Indonesia melibatkan subjek mahasiswa (Djudiah, Sumantri, & Harding, 2015; Safaria, 2014), dan beberapa penduduk Yogyakarta yang selamat dari bencana Gunung Merapi tahun 2010 (Subandi, et al, 2014). Penelitian ini bertujuan menguji efektivitas metode menulis surat syukur selama 5 hari terhadap peningkatan SWB remaja SMA yang tinggal di asrama.

B. PERTANYAAN PENELITIAN

Pertanyaan utama penelitian ini yaitu apakah kebiasaan bersyukur atau gratitude dapat meningkatkan kebahagiaan remaja? Apakah remaja yang mengungkapkan syukurnya dalam gratitude letters, mengalami peningkatan kebahagiaan secara signifikan? Apakah tingkat kebahagiaan remaja yang menulis surat syukur berbeda secara signifikan dengan remaja yang tidak menulis surat syukur?


(23)

6

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian bertujuan menguji efektivitas intervensi syukur dalam bentuk menulis surat syukur terhadap peningkatan kebahagiaan remaja.

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini memiliki manfaat yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan memperkaya teori tentang efektivitas intervensi syukur terhadap peningkatan Subjective Well-Being atau kebahagiaan remaja. Penelitian ini akan memperkuat bukti bahwa metode menulis surat syukur (gratitude letter) merupakan salah satu cara yang sangat efektif dalam meningkatkan kebahagiaan remaja.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan membantu remaja meningkatkan kebahagiaan mereka dengan cara yang tepat. Tingkat kesejahteraan subjektif yang tinggi mendorong munculnya perilaku sosial dan motivasi belajar yang baik. Kebiasaan bersyukur dan kebahagiaan membantu remaja berkembang secara optimal. Penelitian ini dapat bermanfaat juga bagi kalangan lain di luar kaum remaja, untuk meningkatkan kebahagiaan mereka dengan kebiasaan mengungkapkan rasa syukur.


(24)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. SUBJECTIVE WELL-BEING/KEBAHAGIAAN 1. Definisi Subjective Well-Being (SWB)

Dalam literatur psikologi, SWB sering dipakai sebagai sinonim dari kata happiness atau kebahagiaan (Snyder, Lopez, & Pedrotti, 2011). Kata subjektif berarti kebahagiaan itu berasal dari penilaian pribadi seseorang terhadap kehidupannya sendiri bukan penilaian orang lain atau pengamat (Baumgardner & Crother, 2009).

Diener (1984; Diener, 2002, dalam Snyder, Lopez & Pedrotti, 2011; Diener, 2009) membagi definisi well-being dalam 3 kelompok.

Pertama, kebahagiaan telah didefinisikan berdasarkan kriteria eksternal seperti keutamaan dan kesucian. Secara normatif kebahagiaan bukan pikiran tentang suatu keadaan subjektif, tetapi berarti memiliki beberapa kualitas yang diinginkan. Aristoteles menulis bahwa eudamonia

(kebahagiaan) diperoleh terutama dengan menjalani sebuah hidup yang luhur, bukanlah perasaan sukacita/senang semata (Diener, 2009).

Eudamonia bukanlah kebahagiaan seperti yang dipahami dunia modern tetapi suatu keadaan yang dikehendaki yang dinilai dari suatu kerangka nilai khusus yang bersifat objektif. Kebahagiaan dalam konteks ini didasarkan pada kerangka nilai dari pengamat atau orang lain ( Snyder, Lopez, & Pedrotti, 2011).


(25)

8

Kedua, ilmuwan sosial berfokus pada pertanyaan tentang apa yang mengarahkan orang-orang untuk mengevaluasi hidup mereka secara positif (Diener, 1984; Diener, Oishi, & Lukas, 2009). Chekola (1975, dalam Diener 1984) mendefinisikan kebahagiaan sebagai kepuasan yang harmonis terhadap keinginan dan tujuan-tujuan hidup. Ketiga, kebahagiaan adalah keadaan yang menunjukkan superordinasi afek positif terhadap afek negatif (Larsen & Eid, 2009). Definisi ini menekankan pentingnya pengalaman emosional yang menyenangkan.

Kebahagiaan dalam arti subjective well-being tampak dalam definisi kedua dan ketiga. Definisi tersebut menunjukkan dua unsur penting SWB yaitu kepuasan hidup dan perasaan positif. Dengan demikian, SWB adalah kombinasi dari perasaan-perasaan positif, ketiadaan atau kurangnya perasaan-perasaan negatif dan kepuasan hidup secara umum. Kepuasan hidup merupakan penghargaan positif terhadap apa yang dialami dan diperoleh dalam hidup seseorang. (Diener, 1984; Diener, Oishi, & Lucas, 2009). Komponen afektif merupakan reaksi-reaksi emosional terhadap peristiwa-peristiwa hidup individu (Diener, Oishi, & Lucas, 2009)

Dalam perkembangan, unsur-unsur SWB tidak hanya mencakup kepuasan hidup secara global tetapi juga domain satisfaction atau kepuasaan dalam aspek-aspek penting kehidupan manusia (Schimmack, 2008). Diener et al. (1999, dalam Sirgy, 2012) mendefinisikan subjective well-being sebagai suatu kategori fenomena yang luas yang mencakup


(26)

9

respon-respon emosi seseorang (komponen afektif), kepuasaan dalam aspek-aspek hidup manusia/domain satisfaction dan penilaian global terhadap kepuasan hidup manusia (komponen kognitif).

Penelitian ini menggunakan definisi SWB dari Diener (1984; 2009; Diener, et al., 2009), yaitu evaluasi kognitif dan afektif individu terhadap kehidupannya. Evaluasi kognitif mencakup kepuasan hidup dan kepuasan dalam aspek-aspek hidup individu karena didasarkan pada keyakinan-keyakinan individu terhadap kehidupannya. Evaluasi afektif mencakup emosi positif dan negatif individu yang merupakan reaksi seseorang terhadap peristiwa-peristiwa hidupnya (Diener, Oishi, & Lukas, 2009; Schimack, 2008).

2. Komponen Subjective Well-Being

Kebahagiaan subjektif memiliki dua komponen utama yaitu komponen kognitif dan afektif. Komponen kognitif terdiri atas kepuasan hidup secara global (global life satisfaction) dan kepuasan dalam aspek-aspek kehidupan penting individu (domain satisfaction). Komponen afektif mencakup perasaan-perasaan positif (positive affects) dan perasaan-perasaan negatif (negative affects) (Diener, 1984; Schimmack, 2008). a. Komponen Kognitif

Komponen kognitif dari subjective well-being atau sering disebut

cognitive well-being, terdiri dari life satisfaction/LS dan domain satisfaction/DS. Kedua unsur ini merupakan komponen kognitif karena didasarkan pada sikap evaluatif atau keyakinan-keyakinan seseorang


(27)

10

terhadap kehidupannya sendiri (Schimack, 2008). Dimensi kognitif tampak dari cara orang melakukan evaluasi atau memberikan penilaian (judgment) terhadap kehidupannya, seberapa positif atau seberapa baik hidup yang dijalaninya. Evaluasi tersebut didasarkan pada informasi-informasi yang diperoleh dari pengalaman hidupnya.

Kepuasan hidup adalah proses penilaian kognitif yang bergantung pada pembandingan antara keadaan individu saat ini dan standar harapan yang cocok. Semakin kecil perbedaan antara apa yang diharapkan dengan apa yang dicapai oleh individu, semakin besar kepuasan hidup seseorang (Diener, Emmons, Larsen, & Griffin, 1985; Diener, Horwitz & Emmons, 1985, dalam Sirgy, 2012). Penilaian kepuasan hidup didasarkan pada informasi yang relevan dan dapat diakses ketika individu melakukan evaluasi tersebut (Schimmack, Diener, & Oishi, 2009).

Kepuasan hidup adalah suatu penilaian yang bersifat global tentang kualitas hidup seseorang. Individu-individu biasanya mengevaluasi keadaan-keadaan hidupnya, menimbang-nimbang pentingnya situasi-situasi tersebut dan kemudian mengevaluasi tingkat kepuasannya terhadap kehidupan yang dijalaninya. Penilaian ini melibatkan proses kognitif. Selain itu, individu juga membandingkan hidupnya dengan standar-standar yang umum maupun standar yang ditentukan oleh individu tersebut, misalnya membandingkan pendapatannya dengan pendapatan orang lain di sekitarnya (Diener, Scollon, & Lukas, 2009).


(28)

11

Kepuasan terhadap aspek-aspek kehidupan individu mencerminkan evaluasi seseorang tentang aspek khusus dari kehidupannya. Proses penilaian kepuasan dalam aspek-aspek kehidupan individu dapat bervariasi tergantung individunya. Domain satisfaction memberikan informasi yang unik tentang kesejahteraan individu secara keseluruhan dan kesejahteraan pada area kehidupan tertentu (Diener, Scollon, & Oishi, 2009).

Frisch (2006) merinci beberapa aspek penting kehidupan manusia yaitu kesehatan, harga diri, tujuan dan nilai, materi, pekerjaan, rekreasi, pendidikan, kreativitas, perilaku menolong, cinta, pertemanan, anak-anak, sanak saudara, rumah, rukun tetangga (neighbourhood), komunitas sosial. Penelitian ini membahas 5 aspek utama yang berhubungan dengan kehidupan remaja yaitu keluarga, teman-teman, sekolah, lingkungan sekitar dan diri sendiri (Huebner, 1994 dalam Jovanovic & Zuljevic, 2013).

b. Komponen Afektif

Afek adalah reaksi langsung yang bersifat psikologis terhadap stimulus karena perasaan tergetar (Snyder, Lopez, & Pedrotti, 2011). Frijda (1999, dalam Snyder, Lopez, & Pedrotti, 2011) mengatakan bahwa afek mencakup suatu penilaian terhadap peristiwa sebagai sesuatu yang menyakitkan atau menyenangkan, suatu pengalaman

autonomic arousal (perasaan tergetar/ terbangunkan). Komponen ini menyangkut evaluasi perasaan seseorang terhadap peristiwa atau situasi


(29)

12

yang sedang dialaminya dalam beberapa hari atau minggu terakhir dalam hidupnya (Diener, Scollon, & Lucas, 2009). Veenhoven (1984, dalam Diener, et al., 2009; Veenhoven, 2008) menyebut komponen afektif sebagai level hedonik, kesenangan yang dialami individu dalam bentuk perasaan/afek, emosi dan mood. Komponen afektif terdiri dari

positive affect dan negative affect.

Afek positif merupakan komponen dari sistem fasilitasi perilaku yang berorientasi pendekatan (approach-oriented Behavioral Facilitation System), yang mengarahkan organisme pada situasi-situasi atau pengalaman-pengalaman yang secara potensial menghasilkan kesenangan dan imbalan (Watson & Naragon, 2009). Afek ini mendorong individu untuk menyukai pengalaman hidupnya.

Watson dan Clark (1994), peneliti SWB, membagi afek positif dalam 3 kelompok yaitu: Joviality adalah semua jenis perasaan bahagia atau riang yang dialami individu (sukacita, bahagia, senang/delighted, riang/cheerful, bergairah/excited, antusias, hidup-hidup/lively, energik.

Self-Assurance adalah perasaan percaya diri atau yakin akan diri sendiri yang dialami individu dalam peristiwa-peristiwa hidupnya (rasa bangga, kuat, rasa yakin, bold/merasa hebat, berani, fearless/tidak takut).

Attentiveness adalah perasaan penuh perhatian yang dialami individu terkait peristiwa-peristiwa yang sedang dialaminya (alert/waspada,


(30)

13

Negative affect mengacu pada emosi seperti marah, takut, sedih, rasa bersalah, jijik dan muak (Baumgardner & Crothers, 2009). Afek negatif merupakan komponen dari sistem hambatan perilaku yang berorientasi penarikan diri (withdrawal-oriented Behavioral Inhibition System). Tujuan utama sistem ini adalah menjauhkan organisme dari masalah dengan menghambat perilaku yang dapat mengakibatkan penderitaan, hukuman atau beberapa akibat lain yang tidak diinginkan. Ketika manusia menghadapi situasi masalah, dia akan merasakan suatu perasaan negatif yang mendorongnya untuk menjauh dari keadaan tersebut agar terhindar dari penderitaan (Watson & Naragon, 2009).

Perasaan negatif mencakup 10 jenis emosi yaitu takut, gelisah, terluka, bermusuhan, rasa bersalah, malu, terganggu, dan susah. Watson dan Clark (1994) membuat klasifikasi yang lebih rinci yaitu rasa takut yang terdiri dari 6 item yaitu : khawatir, scares/takut,

frightened/terkejut, gelisah, gugup, shaky/gemetar. Hostility/perasaan bermusuhan yang meliputi 6 item, yaitu: marah, memusuhi, mudah tersinggung, scornful/perasaan menghina, jijik, dan benci. Rasa bersalah yang mencakup 6 item: rasa beralah, malu karena perbuatannya, pantas disalahkan, marah pada diri sendiri, muak dengan diri sendiri, tidak puas dengan diri sendiri. Kesedihan yang dibagi dalam 5 item yaitu: sedih, murung, putus asa, sendirian, dan kesepian. Selain itu ada dua kelompok perasaan negatif yang tidak termasuk


(31)

14

dalam 4 kategori di atas: rasa malu (malu, segan, sheepish/tersipu malu,

timid/takut-takut); lelah (mengantuk, lelah, lemas, dan malas).

3. Faktor-faktor yang Memengaruhi SWB

Penelitian-penelitian Diener menunjukkan beberapa faktor yang memengaruhi SWB namun tidak terdapat determinan yang tunggal bagi SWB. Faktor-faktor tersebut pada dirinya tidak cukup untuk secara tunggal menentukan kualitas SWB individu (Larsen & Eid, 2008).

a. Variabel Demografis

Variabel demografis mencakup usia, gender, ras, pendidikan, pendapatan, status perkawinan dan keluarga, dan pekerjaan. Diener (1984, dalam Larsen & Eid, 2008) menyimpulkan dari pelbagai penelitian bahwa variabel-variabel demografis ini umumnya memiliki pengaruh terhadap SWB meski lemah. Watson dan Naragon (2009) juga menyimpulkan berdasarkan beberapa penelitian mereka bahwa faktor demografis atau kondisi objektif seperti jenis kelamin, usia, ekonomi dan status perkawinan tidak memiliki pengaruh yang serius terhadap SWB (Watson & Naragon, 2009).

b. Budaya

Salah satu variabel budaya yang memengaruhi emosi positif adalah individualisme (independent self-conseptualization) versus kolektivisme (interdependent self-conseptualization). Individualisme vs kolektivisme cukup menentukan konsistensi pengalaman afektif individu dalam situasi-situasi tertentu. Oishi et al. (2004, dalam Watson


(32)

15

& Naragon, 2009) mengukur suasana hati/mood partisipan dalam penelitian dalam situasi yang berbeda, misalnya ketika mereka sendiri atau bersama orang lain. Mereka menemukan bahwa situasi memiliki pengaruh yang lebih besar pada tingkat emosi positif di budaya yang bercorak kolektif daripada budaya individualis.

Penelitian-penelitian SWB (Diener, 1995; Diener, et al., 1995 dalam Larsen & Eid, 2008) menunjukkan bahwa budaya memiliki pengaruh terhadap emosi positif individu, meskipun hasil-hasil penelitian tersebut belum dapat membantu kita untuk melakukan generalisasi. Dalam situasi-situasi tertentu saja, variabel budaya seperti kolektivisme vs individualisme memengaruhi tingkat emosi positif individu (Larsen & Eid, 2008).

c. Lingkungan

Penelitian-penelitian SWB membuktikan bahwa lingkungan keluarga pada awal-awal kehidupan individu memengaruhi level emosi positif individu. Lingkungan keluarga pada masa kanak-kanak memengaruhi pengalaman akan positif emosi di masa-masa selanjutnya (Larsen & Eid, 2009). Lingkungan yang lebih luas seperti negara memengaruhi SWB individu. Diener & Suh (1999 dalam Watson & Naragon, 2009) menyimpulkan bahwa rakyat di negara-negara yang miskin dan negara yang kaya berbeda dalam tingkatan kebahagiaannya. Penduduk di negara Komunis memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih rendah daripada rakyat di negara non-Komunis (Larsen & Eid, 2009).


(33)

16 d. Kepribadian

Kepribadian merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh yang kuat terhadap kebahagiaan berdasarkan penelitian-penelitian SWB (Diener, 1984; Watkins, 2004). Salah satu sifat kepribadian yang sangat kuat memengaruhi kebahagiaan adalah harga diri yang tinggi (Diener, Oishi, & Lukas, 2009). Selain itu, ekstraversi dan neurotisme juga merupakan prediktor terkuat bagi SWB. Ekstraversi memengaruhi SWB karena sifat kepribadian ini berhubungan dengan kecenderungan mengalami emosi-emosi positif. Sebaliknya, neurotisme berhubungan dengan kecenderungan untuk merasakan emosi-emosi negatif. Orang yang berkepribadian ekstravert lebih mudah mengalami emosi positif dan sebaliknya orang yang neurotis lebih mudah merasakan emosi-emosi negatif (Larsen & Eid, 2009). Sifat kepribadian lain yang mempengaruhi SWB adalah sifat bersyukur/gratitude (Watkins, 2004). Syukur sebagai salah satu sifat kepribadian dalam psikologi klinis memiliki relasi yang kuat, unik dan kausal dengan kebahagiaan/SWB (Wood, et al., 2010).

B. SYUKUR DAN SURAT SYUKUR 1. Definisi Syukur

Kata syukur dalam bahasa Indonesia yang dipakai dalam tulisan ini merupakan terjemahan dari kata gratitude dalam bahasa Inggris. Gratitude

berasal dari bahasa Latin gratia yang berarti rahmat, rasa terima kasih. Kata ini berhubungan dengan sesuatu yang harus dilakukan terhadap


(34)

17

kebaikan, kemurahan hati, pemberian-pemberian, keindahan memberi dan menerima, atau karena memperoleh sesuatu secara cuma-cuma (Emmons, 2008). Peterson dan Seligman (2004, dalam Martinez-Marti, et al. 2010), mengklasifikasikan gratitude sebagai kekuatan karakter yang dimiliki individu yang disebut sebagai keutamaan transendental. Emmons (2004, dalam Peterson & Seligman, 2004; Martinez-Marti, et al., 2010) mendefinisikan gratitude sebagai suatu perasaan berterima kasih dan sukacita yang muncul karena menerima suatu pemberian atau hadiah yang menguntungkan dari orang lain atau suasana bahagia dan damai yang ditimbulkan oleh suatu keindahan alam. Dengan demikian, syukur memiliki dua objek yaitu manusia dan alam atau sumber-sumber non-human lain(Emmons & McCullough, 2003).

Berdasarkan objeknya, gratitude dapat dibedakan menjadi dua, yaitu personal gratitude dan transpersonal gratitude. Personal gratitude

adalah rasa terima kasih kepada seorang pribadi yang khusus karena telah memberikan sesuatu yang menguntungkan. Transpersonal gratitude

adalah suatu rasa syukur kepada Tuhan, suatu kekuatan yang lebih tinggi, atau kepada alam semesta (Peterson & Seligman, 2004).

Watkins (2003) mendefinisikan gratitude sebagai state atau emosi/perasaan dan trait (disposisi kepribadian). Sebagai trait, syukur mencakup perbedaan individual dalam hal intensitas, frekuensi pengalaman syukur dan rangkaian peristiwa-peristiwa yang memunculkan rasa syukur itu (McCullough, et al, 2002; Wood, et al., 2008, dalam Sun &


(35)

18

Kong, 2013). Gratitude adalah suatu kekuatan manusia yang dapat meningkatkan kesejahteraan pribadi maupun kesejahteraan relasional atau sosial (Peterson & Seligman, 2004).

Sebagai suatu emosi, gratitude mengacu pada suatu perasaan subjektif yang mencakup kekaguman, rasa terima kasih dan penghargaan (Emmons & Sheldon, 2002, dalam Sun & Kong, 2013). McCullough, et al. (2001 dalam Emmons & McCullough, 2004) menyimpulkan bahwa individu mengalami emosi atau rasa syukur paling konsisten dan kuat ketika mereka memandang dirinya sebagai penerima keuntungan yang disengaja, yang bernilai bagi penerima maupun pemberi. Rasa syukur mendorong munculnya tindakan yang berguna bagi kesejahteraan pemberi kebaikan di masa datang. Lazarus dan Lazarus (1994 dalam Emmons & McCollough, 2004) mengatakan bahwa gratitude merupakan emosi empatis yang muncul ketika individu mengakui bahwa mereka telah menemukan suatu situasi yang menguntungkan dan berempati karena kebaikan yang diberikan oleh sang pemberi/benefactor. Lambert et al. (2010) mengartikan syukur sebagai suatu emosi atau keadaan yang berasal dari suatu kesadaran dan penghargaan terhadap sesuatu yang berharga dan bermakna bagi seseorang.

Dari pelbagai definisi gratitude di atas, penelitian ini memilih definisi dari Emmons dan McCullough (2003). Mereka mengartikan syukur sebagai dispositional trait yaitu suatu perasaan berterima kasih dan sukacita yang muncul karena menerima suatu pemberian atau hadiah yang


(36)

19

menguntungkan dari orang lain atau suatu suasana bahagia dan damai yang ditimbulkan oleh suatu keindahan alam.

.

2. Dimensi Gratitude

Emmons dan McCullough (2003) mengatakan bahwa disposisi syukur mempunyai 4 dimensi yaitu intensitas, frekuensi, rentang atau ruang lingkup dan kepadatan. Dimensi pertama dari disposisi syukur adalah intensitas. Seseorang dengan disposisi syukur yang kuat merasakan perasaan syukur yang lebih intens dibandingkan orang dengan disposisi syukur yang lemah meski mengalami peristiwa positif yang sama.

Dimensi kedua dari disposisi syukur disebut frekuensi. Individu dengan disposisi syukur yang kuat cenderung mengalami rasa syukur beberapa kali dalam sehari. Pengalaman syukur itu muncul karena hal-hal kecil seperti bantuan yang sederhana atau tindakan kesopanan. Individu yang disposisi syukurnya kuat, mudah merasa syukur atas pengalaman-pengalaman harian, misalnya berjumpa dengan orang yang menyapanya, memberikan senyuman ataupun bantuan yang kecil.

Dimensi ketiga dari disposisi syukur adalah rentangan atau cakupan. Rentang syukur mengacu pada sejumlah situasi hidup yang membuat individu merasa bersyukur pada suatu waktu tertentu. Seseorang dengan disposisi syukur yang kuat cenderung bersyukur karena keluarga, pekerjaan, kesehatan, kehidupannya sendiri dan sejumlah besar keuntungan-keuntungan lainnya. Sebaliknya individu dengan disposisi


(37)

20

syukur yang lemah cenderung kurang bersyukur atau hanya mensyukuri sedikit dari aspek-aspek kehidupannya.

Dimensi keempat adalah kepadatan rasa syukur yang mengacu pada sejumlah orang yang menjadi objek ungkapan syukur atas suatu keuntungan atau hasil positif yang diperoleh. Individu yang mengalami keuntungan merasa bersyukur kepada banyak orang lain seperti, guru, pendamping, pelatihnya, orangtua, teman-teman dan Tuhan. Individu dengan disposisi syukur yang lemah cenderung berterima kasih pada sedikit orang atas kebaikan-kebaikan yang dialaminya.

3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Gratitude

Faktor yang sangat memengaruhi gratitude adalah faktor kognitif. Disposisi bersyukur melibatkan proses kognitif yaitu pengakuan atas keuntungan yang diperoleh, persepsi intensi orang lain, dan penilaian keuntungan yang dihasilkan. Syukur melewati dua tahap pemrosesan informasi yaitu afirmasi bahwa individu telah menerima kebaikan dalam hidupnya dan pengakuan bahwa kebaikan tersebut berasal dari luar dirinya (Emmons 2013; Weiner, 1985, dalam Emmons & McCollough, 2003). Afirmasi adalah signal bahwa individu telah menerima suatu hadiah atau keuntungan. Pengakuan adalah proses mengatribusikan kebaikan pada intensi orang lain. Proses ini mengaktifkan jaringan yang terhubung dengan proses kognisi sosial. Dengan demikian, pengalaman dan ungkapan rasa syukur mencerminkan interaksi antara sistem otak untuk penilaian terhadap pemberian dan proses kognisi sosial (Emmons, 2013)


(38)

21

Sistem kerja otak juga memengaruhi gratitude. Hormon dopamin di otak terlibat dalam dua tahap proses kognitif di atas. Dopamin memengaruhi individu yang memperoleh sesuatu yang menguntungkan untuk membangkitkan perasaan syukur bersama dengan perasan positif lain (Emmons, 2013).

4. Gratitude Letters : Manfaat Menulis

Gratitude letters atau menulis surat syukur merupakan salah satu bentuk ungkapan syukur dengan menulis rasa terima kasih kepada seseorang (human) atau situasi/alam/Tuhan (non-human) yang mendatangkan kebaikan bagi subjek (Emmons, 2013). Teknik ini merupakan salah satu dari beberapa intervensi syukur. Selain surat syukur para peneliti syukur juga menggunakan teknik counting blessing atau menulis hal-hal yang pantas disyukuri dalam sehari selama 2 atau 3 minggu (Emmons & McCullough, 2003). Intervensi syukur lain adalah kontemplasi syukur/gratitude contemplation yaitu teknik memikirkan orang-orang yang telah berjasa dan pantas menerima rasa terima kasih (Watkins, 2003, Wood, et al., 2010). Teknik lain adalah kunjungan syukur atau gratitude visits atau mengunjungi orang yang telah berbuat kebaikan dan menyampaikan terima kasih kepadanya (Emmons, 2013).

Teknik menulis ungkapan syukur adalah salah satu bentuk tulisan ekspresif yang penting dalam rangka meningkatkan mood positif (Watkin et al., 2003). Menulis surat syukur memiliki efek yang lebih besar terhadap kebahagiaan individu dibandingkan intervensi lain seperti counting


(39)

22

blessing atau gratitude contemplation (Watkins, et al., 2003). Froh et al., (2009) menemukan bahwa siswa yang berada menulis surat syukur selama 5 hari mengalami peningkatan pada level kebahagiaan mereka. Selain itu, mereka juga lebih termotivasi dibandingkan siswa lain yang diminta menulis jurnal tentang peristiwa-peristiwa yang dialami sepanjang hari.

Para psikolog sepakat bahwa mengungkapkan perasaan atau pikiran dalam tulisan (expressive writings) memberikan keuntungan psikologis dan kesehatan fisik bagi individu (King, 2001; Sheldon & Lyubormirsky, 2006, dalam Toepfer et al., 2012). Upaya menyandingkan rasa syukur dan menulis telah lama dibuat untuk mengevaluasi tingkat kesejahteraan seseorang (King 2001; Sheldon & Lyubomirsky, 2006; Seligman et al., 2005; Watkins et al., 2003 dalam Toepfer et al., 2012). Pennebaker dan Seagal (1999, dalam Toepfer et al., 2012) menunjukkan bahwa orang-orang yang menulis kata-kata emosi positif dan kata-kata inspiratif memperoleh efek positif yaitu peningkatan kebahagiaan.

Teknik menulis yang terstruktur melahirkan pemahaman dan pemaknaan yang baik atas pengalaman (Singer, 2004; Smith et al., 2001 dalam Toepfer et al., 2012), memberikan definisi dan kemampuan mengontrol emosi dan pengalaman (Pennebaker & Graybeal, 2001, dalam Toepfer et al., 2012). Hal ini menunjukkan bahwa berefleksi tentang memori rasa syukur dalam suatu format yang teratur dan mengontrol kumpulan pengalaman-pengalaman syukur yang telah ada sebelumnya, mempengaruhi kebahagiaan individu. Menulis hal-hal positif yang menjadi


(40)

23

cirikhas dalam surat syukur dapat meningkatkan kesehatan mental individu (Esterling et al., 1999; Pennebaker et al., 1997, dalam Toepfer et al., 2012). Penelitian ini memilih intervensi menulis surat syukur karena kekuatan pengaruhnya bagi peningkatan kebahagiaan.

C. REMAJA

1. Definisi Remaja

Masa remaja adalah suatu periode transisi dalam rentang kehidupan manusia, yang menghubungkan masa kanak-kanak dengan masa dewasa (Santrock, 2011). Masa remaja merupakan persiapan memasuki masa dewasa. Tahap ini ditandai dengan pubertas (Santrock, 2011; Smetana, et al., 2006 dalam Croxford, 2011). Masa remaja memiliki tiga tahapan perkembangan: masa remaja awal (10 – 12 tahun), remaja tengah (13 – 16 tahun) dan remaja akhir (16 -18 tahun) (Berk, 2007). Subjek penelitian ini adalah remaja tengah.

Masa remaja merupakan suatu masa di mana individu mengalami perkembangan psikososial yang cepat yang menuntut remaja menyelesaikan tugas perkembangannya agar berfungsi optimal (Berk, 2007; Croxford, 2011). Kemampuan mengatasi tugas perkembangan adalah bekal yang penting untuk memasuki masa dewasa. Remaja membutuhkan sumber daya yang tepat untuk berkembang secara optimal. Penelitian-penelitian psikologi positif telah menunjukkan bahwa syukur adalah salah satu sumber daya yang terbukti meningkatkan kebahagiaan


(41)

24

remaja sehingga mengalami perkembangan positif (Froh, Emmons, et al., 2011; Froh, Emmons, & Bono, 2010; Froh, Yurkewicz, & Kashdan, 2008).

2. Remaja dan Perkembangannya

a. Perkembangan fisik

Remaja mengalami masa pubertas yaitu sebuah periode dimana kematangan fisik berlangsung cepat yang melibatkan perubahan hormonal dan tubuh, yang terutama berlangsung di masa remaja awal. Perubahan yang paling jelas adalah terdapat tanda-tanda kematangan seksual serta pertambahan tinggi dan berat tubuh. Remaja perempuan mengalami menarche atau menstruasi pertama, payudara membesar, pinggul melebar, tumbuh rambut di kemaluan dan ketiak. Remaja pria mengalami perubahan suara, ukuran penis dan testis meningkat, munculnya rambut kemaluan, ejakulasi pertama, pertumbuhan rambut di ketiak dan wajah.

Sejalan dengan perkembangan fisik, remaja mulai memerhatikan tubuhnya dan mengembangkan citra tubuh (Mueller, 2009 dalam Santrock, 2011). Menurut Bearman, dkk (2006 dalam Santrock, 2011), anak perempuan cenderung memiliki citra tubuh yang lebih negatif daripada laki-laki. Hal ini mempengaruhi tingkat syukur dan kebahagiaan remaja.

Selain perkembangan fisik, remaja juga mengalami perkembangan otak. Struktur otak remaja mengalami perubahan yang signifikan (Bava, et al., 2010; Lenroot, et al., 2009 dalam Santrock, 2011). Corpus


(42)

25

callosum dimana serat optik menghubungkan otak kiri dan kanan, semakin tebal sehingga meningkatkan kemampuan remaja memroses informasi (Gield, 2008 dalam Santrock, 2011).

Remaja juga mengalami perkembangan seksual. Remaja cenderung melakukan eksplorasi dan eksperimen seksual. Sebagian remaja mampu mengembangkan identitas seksual yang matang namun sebagian besar mengalami masa yang rentan dan membingungkan. Remaja perlu dibantu mengembangkan identitas seksual yang positif yang mencakup aktivitas seksual, minat, gaya perilaku dan indikasi yang mengarah pada orientasi seksual jelas.

b. Perkembangan kognitif

Teori perkembangan kognitif Piaget menempatkan remaja dalam tahap operasional formal. Pemikiran remaja lebih bersifat abstrak dibandingkan pemikiran operasional konkret. Kualitas abstrak pemikiran remaja tampak dalam kemampuan mereka memecahkan masalah secara verbal (Santrock 2011). Selain itu pemikiran operasional formal remaja cenderung idealis. Remaja juga mampu berpikir logis dan memecahkan masalah melalui trial-and-error. Remaja mulai mampu mengembangkan hipotesis untuk memecahkan masalah dan secara sistematis memecahkan masalah dengan langkah-langkah deduktif.

Perkembangan kognitif juga memengaruhi relasi sosial. Remaja mulai mampu memikirkan realitas sosial orang lain. Maier (1969,


(43)

26

dalam Croxford, 2011) mengatakan bahwa remaja mulai merefleksikan konsep keadilan dalam cara pandang yang berbeda melalui konsep-konsep yang relatif. Remaja juga mengalami situasi-situasi yang menuntut kemampuan mengambil keputusan yang tepat. Kemampuan kognitif yang baik memampukan remaja mengambil keputusan yang benar. Kemampuan nalar memungkinkan remaja memahami hidupnya dan mampu memberikan penilaian atas kehidupannya (Croxford, 2011)

c. Perkembangan sosioemosi

Erikson (1950, 1968 dalam Berk, 2007) memandang penemuan identitas sebagai pencapaian perkembangan kepribadian remaja yang utama. Masa remaja merupakan masa krusial untuk menjadi orang dewasa yang produktif dan bahagia. Remaja mengalami konflik psikososial yaitu identitas vs kebingungan peran. Erikson (1950, 1968 dalam Santrock 2011) mengatakan bahwa pada masa ini, remaja harus memutuskan siapa dan bagaimana dirinya serta tujuan apa yang hendak dicapai. Remaja yang berhasil mengatasi konflik psikososial ini tumbuh menjadi remaja yang mengenal diri sendiri dan merasa nyaman dengan dirinya (Erikson, 1968 dalam Berk, 2007). Sebaliknya, remaja yang gagal mengatasi krisis identitas akan mengalami kebingungan identitas (Santrock 2011).

Remaja ingin mengubah relasinya dengan orangtuanya karena keinginan untuk menjadi otonom. Kemampuan remaja untuk mencapai otonomi dan kemampuan mengendalikan tingkah lakunya sendiri


(44)

27

terjadi karena pengaruh reaksi-reaksi yang tepat dari orang dewasa/orang tua terhadap hasrat remaja untuk memperoleh kendali (Laursen & Collins, 2009, dalam Santrock 2011). Remaja akan mencapai otonomi yang tepat jika orang dewasa secara bijaksana mengurangi kendali dalam bidang-bidang di mana remaja dapat mengambil keputusan yang rasional. (Santrock, 2011).

Kecenderungan mengejar otonomi pada masa remaja mengakibatkan banyak konflik dengan orang tua. Remaja ingin berperan mandiri sebagaimana orang tua. Negosiasi adalah cara yang baik untuk mengatasi konflik tersebut. Konflik merupakan bagian dari proses normatif dalam tahap perkembangan dalam rangka menciptakan relasi orang tua-remaja yang lebih seimbang (Collins, et al., 1997 dalam Croxford, 2011).

Remaja yang cenderung ingin mandiri akan menghadapi dunia pergaulan yang lebih luas. Mereka mulai bergaul dengan teman sebaya dan membangun persahabatan atau terlibat dalam kelompok-kelompok sebaya. Pergaulan dengan teman sebaya membuat remaja berada dalam konflik antara menjadi diri sendiri atau tenggelam dalam kelompok (Hook, 2002 dalam Croxford, 2011). Tugas remaja adalah menemukan keseimbangan antara mengembangkan pertemanan yang suportif dan usaha memelihara kemandirian dirinya (Croxford, 2011).


(45)

28

D. KEBAHAGIAAN, SYUKUR, DAN REMAJA

Kondisi-kondisi psikologis yang positif sebagai hasil dari rasa syukur disepakati berasal dari hubungan antara rasa syukur dan kebahagiaan/SWB (Froh, Bono, & Emmons, 2010; Froh, Yurkewicz, & Kashdan, 2008). Remaja yang memiliki rasa syukur mengakui adanya kebaikan dalam hidupnya sehingga ia akan mengembangkan penilaian positif terhadap hidupnya dan mengalami emosi-emosi positif (Froh, et al, 2010).

Remaja adalah sekelompok individu yang berada pada tahap perkembangan yang penting menuju masa dewasa. Masa remaja berkaitan dengan sejumlah tugas perkembangan psikososial yang harus dihadapi karena kemampuan menyelesaikan tugas perkembangan mempengaruhi keberfungsian individu di masa dewasa (Croxford, 2011). Remaja perlu memiliki sumber daya untuk mampu berkembang secara positif. Kemampuan bersyukur diyakini para ahli salah satu kekuatan psikologis yang dapat membantu remaja berfungsi optimal (Froh, Emmons, et al., 2011, Froh, et al., 2009; Froh Yurkewicz, Kashdan, 2008). Intervensi syukur yang sering diasosiasikan dengan kebahagiaan merupakan sarana penting untuk membantu remaja dalam melaksanakan tugas perkembangannya.

Penelitian tentang intervensi terhadap peningkatan kebahagiaan pada kaum remaja masih terbatas dan tergolong baru (Huebner & Diener, 2008). Intervensi syukur dan efektivitasnya bagi peningkatan kebahagiaan lebih banyak melibatkan subjek dewasa. Penelitian-penelitian dalam psikologi positif menyimpulkan bahwa orang-orang yang sering bersyukur


(46)

29

mengalami peningkatan level kebahagiaan atau SWB mereka (Emmons & McCullough, 2003; McCullough, et al., 2002 dalam Emmons, 2004; Toepfer, Cichy, & Peters, 2012; Watkins et al., 2003). Kurtz (2008) dalam penelitiannya tentang keuntungan menikmati peristiwa yang jarang terjadi atau hampir berakhir (scarcity), menemukan bahwa subjek yang diperhadapkan dengan kondisi scarcity, cenderung lebih beryukur dan lebih berbahagia.

Penelitian tentang hubungan syukur dan SWB mulai melibatkan kaum remaja pada satu dekade terakhir (Bono & Froh, 2009 dalam Froh et al., 2011; Froh, et al., 2009; Froh, Yurkewicz, & Kashdan, 2008). Gratitude

tidak hanya berkorelasi dengan SWB tetapi juga mampu meningkatkan SWB kaum remaja. Chen dan Kee (2008) menemukan bahwa atlit-atlit remaja yang memiliki rasa syukur cenderung menampilkan kesejahteraan subjektif yang lebih baik. Rasa syukur berkorelasi secara positif dengan kepuasan hidup, kepuasan tim dan berkorelasi negatif dengan kelelahan atlit.

Froh, Bono, dan Emmons (2010) menunjukkan bahwa selain meningkatkan kebahagiaan personal, syukur yang diekpresikan mendorong munculnya perilaku prososial dan kebahagiaan sosial remaja. Selain itu, Froh et al. (2011) menemukan bahwa generasi muda yang memiliki gratitude yang tinggi memiliki kepuasan hidup yang tinggi, integrasi sosial yang baik, dan juga rendah tingkat depresi serta kecemburuannya. Sebaliknya, generasi muda yang cenderung materialis menunjukkan level kebahagiaan rendah (Froh et al., 2011).


(47)

30

Salah satu model intervensi syukur yang populer dan efektif adalah metode menulis surat syukur (Gratitude Letters) (Watkins, et al., 2003). Froh et al (2009) menguji efektivitas surat syukur pada subjek remaja. Mereka membagi remaja dalam dua kelompok yaitu kelompok kontrol dengan tugas menulis aktivitas harian dan kelompok eksperimen yang diminta menulis surat syukur. Penelitian membuktikan bahwa remaja yang saat pretest

mendapatkan skor rendah pada tingkat kebahagiaannya menunjukkan peningkatan rasa syukur dan kebahagiaan yang lebih baik setelah eksperimen. Remaja yang rajin menulis surat syukur lebih berbahagia daripada kelompok remaja yang hanya menulis aktivitas hariannya.

Kebiasaan bersyukur pada remaja meningkatkan level kebahagiaan mereka. Karena syukur mengarahkan individu untuk memikirkan kesejahteraan dirinya dan orang lain, maka pembentukan kebiasaan bersyukur sejak masa muda dapat menjadi landasan untuk mencapai perkembangan positif remaja (Froh, et al., 2011). Ungkapan syukur berhubungan dengan perasaan-perasaan positif, kemampuan adaptasi sosial, memotivasi remaja mengejar tujuan intrinsik yang membantu remaja menyelesaikan tugas perkembangannya (Croxford, 2011). Surat syukur adalah salah satu model intervensi yang perlu mendapat perhatian dalam membantu remaja berkembang secara optimal.


(48)

31

E.

SKEMA PENELITIAN

F.

HIPOTESIS

Hipotesis penelitian menyatakan bahwa intervensi syukur meningkatkan kebahagiaan/SWBremaja. Remaja pada kelompok eksperimen memiliki level SWB yang berbeda secara signifikan dibandingkan subjek yang tidak menulis surat syukur. Selain itu, remaja yang mengungkapkan rasa syukurnya melalui surat syukur (gratitude letters) menunjukkan perbedaan yang signifikan pada tingkat SWB sebelum dan sesudah eskperimen.

REMAJA

MENULIS SURAT SYUKUR

TIDAK MENULIS SURAT SYUKUR

SWB TIDAK MENINGKAT PENINGKATAN

SWB


(49)

32

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS DAN DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan kuantitatif dengan desain eksperimen. Penelitian kuantitatif bertujuan menguji teori-teori tertentu secara objektif dengan meneliti hubungan antar variabel (Creswell, 2012). Pengukuran psikologis dalam penelitian kuantitatif bertujuan mengukur dan menunjukkan kepemilikan atribut oleh individu atau subjek penelitian (Supratiknya, 2014).

Eksperimen adalah suatu prosedur terkontrol yang sekurang-kurangnya memiliki 2 kondisi perlakuan terhadap subjek (Myers & Hansen, 2002). Penelitian ini bertujuan melakukan eksperimen untuk meningkatkan

subjective well-being subjek dengan metode menulis surat syukur. Peneliti membagi subjek dalam kelompok kontrol (tidak menulis surat syukur) dan kelompok eksperimen (menulis surat syukur). Kedua kelompok subjek mengikuti pre dan posttest. Peneliti melihat perbedaan hasil pretest dan

posttest masing-masing kelompok (Within Subject Design) dan perbedaan SWB kelompok kontrol dan kelompok eksperimen (Between Subject Design).

B. IDENTIFIKASI VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL 1. Identifikasi Variabel

Penelitian ini menggunakan satu variabel independen dan satu variabel dependen. Variabel dependen penelitian adalah Subjective


(50)

Well-33

Being atau kebahagiaan dan variabel independennya adalah ungkapan rasa syukur (gratitude) dengan menulis surat syukur (gratitude letters).

2. Definisi Operasional

a. Syukur dan surat syukur

Syukur adalah suatu perasaan berterima kasih dan sukacita yang muncul karena menerima suatu pemberian atau hadiah yang menguntungkan, yang berasal dari orang lain atau dari suatu suasana bahagia dan damai yang ditimbulkan oleh keindahan yang alami. Rasa syukur diungkapkan lewat perilaku. Salah satu bentuk ungkapan syukur adalah menulis surat syukur kepada orang yang telah mendatangkan keuntungan bagi individu. Dengan demikian surat syukur adalah salah satu bentuk ungkapan syukur kepada orang atau situasi atau Tuhan yang telah mendatangkan kebaikan yang dinyatakan dalam tulisan ekspresif.

Pengukuran syukur menggunakan alat ukur Gratitude, Resentment and Appreciation Test (GRAT) yang terdiri dari 44 item (Watkins et al., 2003). Tes ini menggunakan 9 poin skala Likert, mulai dari angka 1 (sangat tidak setuju) sampai 9 (sangat setuju). Reliabilitas skala ini

tergolong baik dengan nilai alpha Cronbach α = 0,92. Subjek skala

GRAT adalah orang dewasa. Peneliti mengadaptasi skala GRAT untuk subjek remaja Indonesia dengan melakukan dua kali uji coba. Hasil uji coba pertama dan kedua menunjukkan bahwa skala GRAT memiliki


(51)

34

Uji coba pertama melibatkan 48 subjek anak asrama kelas X di daerah Purworejo dan Kutoarjo (28 perempuan dan 19 laki-laki). Satu subjek laki-laki memberikan data yang tidak lengkap sehingga gugur. Setelah uji coba pertama, peneliti mengubah jumlah poin skala Likert menjadi 6 poin untuk mencegah kecenderungan memilih nilai tengah atau netral. Selain itu, peneliti menghapus satu item yang bias musim sehingga jumlah item menjadi 43. Peneliti mempertahankan beberapa item yang nilai rit-nya di bawah 0,25/0,3 dengan memperbaiki

terjemahan rumusan pernyataan dengan bantuan ahli. 9 item memiliki

rit rendah (item 11, 12, 26, 33, 36, 41, 42, 43 dan dua item memiliki rit

negatif : item 20 dan 21).

Pada uji coba kedua dengan jumlah subjek 91 remaja (26 perempuan, 65 laki-laki), 3 item memiliki rit yang rendah yaitu item 12

(rit = 0,112), item 15 (rit = 0,69), dan item 26 (rit = 0,127). Peneliti

menghapus ketiga item tersebut sehingga jumlah item menjadi 40. Dua item memiliki rit < 0,25, namun pada uji coba pertama memiliki rit >

0,25, sehingga di pertahankan (item 5: rit I = 0,322, rit II = 0,234 dan

item 14: rit I = 0,320, rit II = 0,156).

b. Kebahagiaan/SWB

Kesejahteraan subjektif atau kebahagiaan adalah hasil evaluasi subjektif individu yang mencakup evaluasi kognitif yang terdiri dari penilaian kepuasan hidup secara global dan kepuasan hidup dalam aspek-aspek kehidupan spesifik inidividu manusia, dan evaluasi afektif,


(52)

35

positif maupun negatif, terhadap peristiwa-peristiwa hidup yang dialami individu. Seseorang disebut bahagia jika dia merasa puas dengan kehidupannya baik secara global maupun dalam aspek-aspek khusus dan mengalami lebih banyak emosi-emosi positif daripada emosi negatif atau tidak mengalami emosi negatif sama sekali.

Pengukuran SWB mengadaptasi dua alat ukur yaitu

Multidimensional Student’s Life Satisfaction/MSLSS dan PANAS-X (The Expanded Form of Positive and Negative Affects Schedule).

1) Multidimensional Students’ Life Satisfaction Scale (MSLSS)

MSLSS adalah skala untuk mengukur kepuasan hidup siswa dalam aspek-aspek penting kehidupannya yaitu keluarga, teman, sekolah, lingkungan sekitar, dan diri sendiri (Huebner, 1994 dalam Froh, Bono, & Emmons, 2010; Jovanovic & Zuljevic, 2013). Skala ini menggunakan 6 poin skala Likert, dengan rentangan mulai dari angka 1 (sangat tidak setuju) sampai 6 (sangat setuju). Skala ini memiliki angka reliabilitas yang baik, dengan nilai koefisian alpha berkisar 0,70 – 0,90. Skala ini juga sudah melalui uji validitas dengan hasil yang valid untuk subjek dari berbagai negara (Huebner, 2001).

Peneliti melakukan dua kali uji coba skala MSLSS untuk subjek remaja Indonesia. Hasil uji coba membuktikan bahwa skala ini memiliki reliabilitas yang baik dengan nilai alpha Cronbach α > 0,70 (αI

= 0,849; αII = 0,914). Pada uji coba pertama 9 item tidak valid karena


(53)

36

bantuan ahli, peneliti melakukan revisi item tanpa menghapus item yang kurang valid. Hasil uji coba kedua menunjukkan bahwa 3 item tidak valid (item 11: rit = 0,218; item 14: rit = 0,166; item 33: rit = -

0,34), sehingga peneliti menghapusnya. Item 1 memiliki nilai rit rendah

(0,176) tetapi peneliti tetap mempertahankannya karena pada uji coba pertama nilai rit-nya tinggi (rit = 0,473). Jumlah item total setelah uji

coba kedua adalah 37 item.

2) The Expanded Version of Positive and Negative Affect Schedule

(PANAS-X)

PANAS-X merupakan alat untuk mengukur afek positif dan negatif seseorang. Subjek diminta untuk menunjukkan tingkat perasaan mereka dalam beberapa minggu terakhir menggunakan skala penilaian mulai dari angka 1 (sangat kecil) sampai angka 5 (sangat kuat) (Howell, Rodzon, Kurai, & Sanchez, 2010). Alat ukur afek ini memiliki validitas yang baik yang dibuktikan melalui test-retest, berkorelasi tinggi dengan alat-alat ukur kumpulan afek lain (misalnya, Profile of Mood States/POMS), dan alat ukur kepribadian dan emosionalitas (NEO-FFI dan Goldberg) (Watson & Clark, 1994). Reliabilitas skala afek ini tergolong baik dengan nilai alpha cronbach berkisar 0,70 – 0,93.

Peneliti mengadaptasi skala ini dengan melakukan dua kali uji coba untuk menguji reliabilitas dan validitas skala untuk subjek remaja Indonesia. Hasil uji coba pertama dan kedua memberi informasi bahwa skala PANAS-X memiliki reliabilitas yang baik (PA : αI = 0,856, αII =


(54)

37

0,933, terdiri atas 27 item; NA : αI = 0,940, αII = 0,913, terdri atas 33

item). Pada uji coba pertama, 4 item Positive Affect/PA memiliki nilai

rit yang rendah (penuh perhatian = 0,198, terkejut/surprised = 0,043,

selalu waspada = 0,180; terheran-heran = 0,71). Peneliti melakukan revisi item dengan memperbaiki terjemahan kata surprised (kaget

dengan keterangan “karena senang/surprised”), astonished (=‘takjub’)

dan bold (=‘hebat’). Dua item Negative Affect/NA memiliki nilai rit

yang rendah (menghina = 0,167; terharu = 0,081). Peneliti melakukan revisi terjemahan beberapa item (‘muak/jijik’=‘jengkel/muak’;

‘menghina (orang lain)’ = ‘sombong’; ‘berduka’ = ‘terharu’).

Hasil uji coba kedua menunjukkan bahwa seluruh item PA valid, namun beberapa item NA kurang valid karena nilai rit-nya yang rendah

(sombong = 0,157; terharu = 0,107; suka mengantuk = 0,245; tersipu malu=0,231). Peneliti, dengan bantuan ahli melakukan revisi

terjemahan 4 item tersebut (‘sombong’=‘sinis’; ‘terharu’ melankolis/melo; ‘suka mengantuk’=‘mudah mengantuk’; ‘tersipu malu’ =‘tersipu-sipu’).

C. SUBJEK PENELITIAN

Subjek penelitian ini adalah 73 remaja SMA kelas X yang tinggal di dua asrama (arama putri Stella Duce II dan asrama Sto. Michael). Usia subjek berkisar antara 15 -16 tahun. Subjek terdiri dari 29 laki-laki ( kelompok kontrol = 14 orang; eksperimen = 15 orang) dan 44 remaja putri (kelompok kontrol = 22; kelompok eksperimen = 22).


(55)

38

Tujuh orang tidak hadir secara penuh selama ekperimen (4 subjek laki-laki dan 1 perempuan dari kelompok kontrol; 2 subjek laki-laki kelompok eksperimen). Peneliti melakukan penelitian dalam waktu yang berbeda (9-13, 16 Mei 2016 asrama putera dan 16 – 20, 23 asrama puteri). Teknik pengumpulan sampel menggunakan teknik non-probability sampling

karena subjek dipilih berdasarkan ketersediaan, kesempatan, dan kesanggupannya. Teknik ini sering disebut convenience sampling (Myers & Hansen, 2002; Supratiknya, 2015). Peneliti tidak secara langsung meminta kesediaan peserta tetapi membuat kesepakatan dengan pemimpin asrama.

D. ALAT / BAHAN PENELITIAN

Alat-alat atau bahan penelitian ini sebagai berikut : 1. Balpoint

2. Lembaran instruksi dan kertas kosong untuk menulis Surat Syukur.

E. PROSEDUR DAN TUGAS

Penelitian ini melibatkan dua asrama berbeda yaitu asrama Putera Sto. Mikael, Warak, Sleman dan Asrama Puteri Stella Duce, Trenggono, Yogyakarta. Eksperimen berlangsung sebagai berikut:

1. Peneliti dan asisten mengumpulkan partisipan dalam satu ruangan dan meminta mereka membaca dan menandatangani lembaran persetujuan. Kegiatan hari pertama mulai pukul 19.30 WIB


(56)

39

2. Setelah itu, peneliti membagi peserta dalam dua kelompok dengan cara mencabut kertas undian yang sudah bertuliskan kode E (Kelompok Eksperimen) dan K (Kelompok Kontrol).

3. Peneliti dan asisten mengadministrasikan test kebahagiaan (MSLSS dan PANAS-X) dan syukur (GRAT) yang sudah tersusun dalam satu booklet. Peneliti mengadministrasikan pretest kepada kelompok eksperimen, asisten memberikan pretest dan mendampingi kelompok kontrol.

4. Setelah itu, partisipan beristirahat 15 menit. Kemudian peneliti mengumpulkan kembali kelompok eksperimen di ruang kelas. Peneliti membagikan lembaran instruksi dan 2 lembar kertas kosong untuk menulis surat syukur. Surat syukur berisi tanggal, tujuan surat (kepada siapa dan dimana), sapaan pembuka, deskripsi kebaikan yang dibuat oleh orang atau Tuhan disertai ungkapan terima kasih, deskripsi perilaku yang akan dibuat sebagai ungkapan terima kasih, kata penutup, nama pengirim. Waktu menulis adalah 20 menit.(instruksi terlampir)

5. Subjek dalam kelompok kontrol berkumpul di ruang kelas lain bersama asisten, selama 30 menit. Pada hari kedua sampai kelima, subjek dari kelompok kontrol datang menandatangani daftar hadir dan kembali melakukan aktivitas seperti biasa.

6. Peneliti dan asisten melakukan posttest 3 hari setelah eksperimen karena para peserta libur akhir pekan. Peserta kelompok kontrol berkumpul didampingi oleh seorang asisten penelitian dan menceritakan pengalaman selama mengikuti kegiatan selama 30 menit. Subjek kelompok eksperimen


(57)

40

membaca kembali surat-surat mereka dan menceritakan kesan serta manfaat mengikuti kegiatan. Kemudian asisten memberikan posttest

kepada kelompok kontrol dan eksperimen. Waktu tes adalah 30 menit.

F. METODE ANALISIS DATA

Desain eksperimen dalam penelitian ini adalah desain between subject (perbedaan tingkat SWB kelompok kontrol dan eksperimen) dan

within subject (perbedaan tingkat SWB pada posttest dan pretest). Penelitian ini menguji perbedaan SWB kelompok kontrol dan ekeperimen dengan menerapkan independent sample t-test untuk gain score partisipan eksperimen. Selain itu, analisis data menggunakan teknik statistika uji t yaitu

paired sample t-test untuk melihat perbedaan SWB subjek pada pretest dan


(58)

41

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

1. Try Out dan Pilot Study

a. Hasil uji coba

Tabel 1. Data Partisipan

Try out I Try out II Jumlah

Usia Jumlah Usia Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

18 30 15 - 16 26 65 15-16

Peneliti melakukan dua kali uji coba skala. Uji coba pertama mengikutsertakan 48 subjek (18 laki-laki dan 30 perempuan). Satu subjek tidak memberikan data yang lengkap sehingga gugur dan tersisa 47 subjek. Hasil uji coba pertama menunjukkan bahwa skala SWB dan

gratitudememiliki reliabilitas yang tinggi (skala MSLSS: α = 0,849, 40 item; PA : α = 0,858, 27 item; NA: α =0, 940, 33 item; skala GRAT: α

= 0,837). Setelah uji coba pertama, peneliti menghapus satu item dari 44 item skala GRAT karena bias musim. Item tersebut berisi pernyataan tentang pergantian empat musim di negara asal pembuat skala, sedangkan Indonesia sebagai daerah tropis hanya mempunyai dua musim.

Pada uji coba kedua, peneliti melibatkan 91 remaja yang tinggal di asrama dengan komposisi 26 perempuan dan 65 laki-laki. Hasil uji coba


(59)

42

> 0,70: GRAT = 0,881; MSLSS = 0,914; PA = 0,933; NA = 913). Tiga item dari skala kepuasan hidup remaja/MSLSS tidak valid, dengan nilai

rit<0,25/0,3 sehingga jumlah item menjadi 37. Ketiganya adalah item

unfavorable. Dugaan peneliti, ketiga item itu memiliki social desirability yang tinggi untuk subjek remaja Indonesia. Tiga item dari skala syukur/GRAT juga tidak valid dan peneliti menggugurkan ketiga item tersebut sehingga jumlah item menjadi 40. Satu item berisi pernyataan yang cenderung bias budaya/geografis yaitu tentang kebiasaan melihat daun-daun berguguran di musim kering/gugur. Dua item lain berasal dari kelompok item unfavorable yang juga diduga memiliki tendensi social desirability bagi subjek Indonesia. Tidak ditemukan item yang gugur dari skala PANAS-X yang terdiri dari 60 item (27 afek positif/PA dan 33 afek negatif/NA).

b. Pilot study

Pilot study melibatkan 19 subjek remaja kelas X dari asrama Pius Kutoarjo dengan komposisi 15 siswi dan 4 siswa. Peneliti membagi peserta menjadi dua kelompok dengan tugas yang berbeda. Kelompok kontrol mendapat instruksi untuk menulis dalam buku harian kegiatan-kegiatan/peristiwa-peristiwa yang mereka alami sepanjang hari dalam bentuk cerita. Kelompok ekperimen mendapat tugas menulis surat syukur. Hasil menunjukkan bahwa tugas menulis kegiatan harian menuntun beberapa subjek untuk menulis ungkapan syukur. Penemuan


(60)

43

ini mendorong peneliti untuk tidak memberikan tugas menulis kepada kelompok kontrol selain melakukan aktivitas harian mereka.

Pada pilot study, beberapa peserta menanyakan tentang jumlah surat dalam sehari dan apakah mereka bisa menulis surat kepada orang yang sama pada hari berbeda. Instruksi revisi untuk eksperimen menekankan bahwa peserta harus menulis satu surat untuk orang yang berbeda di hari berbeda dan meminta supaya menulis secara detail ungkapan syukur dalam setiap surat yang dibuat minimal 250 kata. Eksperimenter memberikan waktu yang cukup panjang yaitu 20 menit.

Peserta laki-laki pada pilot study menulis surat syukur yang lebih singkat daripada subjek perempuan. Instruksi revisi untuk eksperimen mengajak siswa memikirkan satu orang yang berjasa sebelum menulis dan meminta mereka untuk tidak berhenti menulis sebelum waktunya. Selain itu, beberapa subjek menunda waktu menulis karena peneliti tidak mengawasi langsung. Subjek menulis di tempat tinggal mereka masing-masing. Pada saat eksperimen, peserta berkumpul dalam satu ruangan dan ekperimenter melakukan observasi selama kegiatan.

2. Uji Normalitas

Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa data kelompok kontrol dan kelompok eksperimen memiliki distribusi normal. Normalitas distribusi data kelompok kontrol untuk pretest, posttest dan gain score komponen-komponen SWB dan GRAT terlihat dari nilai p yang lebih besar dari 0,1 (Santoso, 2010).


(61)

44

3. Hasil Eksperimen

Hasil penelitian terdiri atas hasil uji t between subject

menggunakan independent sample t-test untuk gain score kelompok kontrol dan eksperimen dan uji t within subject (pretest dan posttest) menggunakan paired sample t-test. Tabel 1 menyajikan data mean dan standar deviasi pre dan posttest komponen-komponen SWB dan mean/SD atribut syukur subjek dan gain score kelompok eksperimen dan kontrol.

Tabel 2. Nilai Mean dan SD

SWB dan GRAT

Waktu

Gain Score Pre-test Post-test

M SD M SD M SD MSLSS

Eksperimen (n = 35) 177,94 13,81 182,26 13,67 4,31 8,14 Kontrol (n = 31) 165,02 13,83 162,23 18,54 -2,81 11,69 PA

Eksperimen (n = 35) 88,83 13,33 93,03 12,515 4,2 5,67 Kontrol (n = 31) 85,9 11,49 83,81 18,66 -4,29 15,8 NA

Eksperimen (n = 35) 78,43 22,59 71,14 20,46 -7,29 12,56 Kontrol (n = 31) 83,45 19,76 83,29 24,15 -0,16 19,04 GRAT

Eksperimen (n = 35) 198,2 9,98 203,23 12 5,03 7,66 Kontrol (n = 31) 190,81 17,86 190,06 21,01 -0,74 11,61

a. Komponen-komponen SWB 1) Kepuasan hidup/Life satisfaction

Hasil analisis data gain score subjek menunjukkan perbedaan yang signifikan antara taraf kepuasan hidup remaja yang mengikuti intervensi menulis surat syukur dan mereka yang tidak menulis surat syukur (t = -2,899, dengan p = 0,005 atau p < 0,05).


(62)

45

Kepuasan hidup remaja pada kelompok eksperimen pada posttest berbeda secara signifikan dibandingkan saat pretest (t = - 3,136 dengan nilai p = 0,004 atau p< 0,01). Subjek remaja pada kelompok kontrol tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan terkait tingkat kepuasan hidupnya antara pretest dan posttest (t -= 0,337 dengan p = 0,191 atau > 0,05.

2) Afek positif

Remaja yang menulis surat syukur melaporkan tingkat afek positif yang berbeda secara signifikan dibandingkan remaja yang tidak menulis surat syukur. Signifikansi ini tampak dari nilai beda rata-rata gain score

subjek pada kelompok eksperimen dan kontrol (t = -2,834, dengan p = 0,007 atau p < 0,05).

Hasil untuk afek positif menggambarkan perbedaan yang signifikan antara skor subjek kelompok eksperimen saat pretest dan posttest (t = - 4,383 dan p = 0,000 atau p<0,01. Subjek pada kelompok kontrol tidak menampilkan perbedaan yang signifikan dalam afek positif mereka saat

pretest dan posttest (t = 1,512, p = 0,141 atau p > 0,05).

3) Afek negatif

Terkait afek negatif, Hasil analisis uji beda between subject

terhadap gain score mean menggambarkan perbedaan yang tidak signifikan terkait afek negatif subjek kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. (t=1,813 dengan taraf signifikansi p = 0,075 atau p>0,05).


(63)

46

Walaupun analisis gain score antar kelompok tidak signifikan namun remaja yang mengikuti intervensi melaporkan perbedaan signifikan antara hasil posttest dan pretest terkait afek negatif (t = 3,431, dengan p = 0,002 atau p<0,05). Sebaliknya, skor afek negatif subjek pada kelompok kontrol tidak menggambarkan perbedaan yang signifikan antara pretest

dan posttest meskipun terjadi penurunan (t = 0,047, p = 0,963, p>0,05).

4. Hasil Tambahan : Gratitude

Kelompok remaja yang menulis surat syukur melaporkan tingkat syukur yang berbeda secara signifikan dibandingkan mereka yang tidak menulis surat syukur. Kelompok eksperimen menunjukkan nilai rata-rata

gain score yang lebih tinggi dari pada kelompok kontrol (nilai t = -2,352, pada taraf signifikansi p = 0,023 atau p<0,05).

Hasil analisis uji t within subject menunjukkan bahwa rasa syukur subjek meningkat pada post-test dibandingkan saat pretest. Perbedaan tingkat syukur ini bersifat signifikan (t = -3,886, p = 0,000 atau p < 0,05). Sebaliknya subjek dalam kelompok kontrol tidak menggambarkan perbedaan yang signifikan pada tingkat gratitude-nya antara pretest dan

posttest dengan nilai t = 0,356 dan p = 0,724 atau p> 0,05.

B. PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan menguji efektifitas menulis surat syukur terhadap peningkatan kesejahteraan subjektif remaja. Para peneliti psikologi positif telah menyimpulkan bahwa intervensi syukur/gratitude mampu


(1)

117

PostPA 35 64 115 93,03 2,115 12,515 -,237 ,398

GainPA 35 -13 18 4,20 ,958 5,666 -,039 ,398

PreNA 35 43 128 78,43 3,818 22,586 ,530 ,398

PostNA 35 42 125 71,14 3,458 20,460 ,895 ,398

GainNA 35 -47 21 -7,29 2,124 12,564 -,638 ,398

PreGrat 35 173 220 198,20 1,687 9,982 -,335 ,398

PostGrat 35 173 227 203,23 2,029 12,003 -,306 ,398

GainGrat 35 -10 24 5,03 1,294 7,656 ,126 ,398

Valid N (listwise) 35

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

PreMSLSS ,076 35 ,200* ,983 35 ,854

PostMSLSS ,101 35 ,200* ,959 35 ,211

PrePA ,080 35 ,200* ,971 35 ,485

PostPA ,095 35 ,200* ,980 35 ,750

PreNA ,097 35 ,200* ,957 35 ,186

PostNA ,113 35 ,200* ,934 35 ,037

PreGrat ,096 35 ,200* ,979 35 ,720

PostGrat ,087 35 ,200* ,980 35 ,767

a. Lilliefors Significance Correction


(2)

118

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

GainMSLSS ,189 35 ,003 ,929 35 ,026

GainPA ,187 35 ,003 ,918 35 ,013

GainNA ,155 35 ,032 ,932 35 ,033

GainGrat ,149 35 ,048 ,948 35 ,099

a. Lilliefors Significance Correction

B.

DATA KELOMPOK KONTROL

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

PreMSLSS PostMSLSS PrePA PostPA PreNA PostNA PreGRAT PostGRAT

N 31 31 31 31 31 31 31 31

Normal Parametersa,b Mean 165,03 162,23 85,90 81,61 83,45 83,29 190,81 190,06

Std. Deviation 13,826 18,538 11,490 18,660 19,752 24,150 17,859 21,008

Most Extreme Differences Absolute ,119 ,085 ,117 ,133 ,076 ,133 ,101 ,133

Positive ,074 ,042 ,072 ,087 ,076 ,133 ,054 ,084

Negative -,119 -,085 -,117 -,133 -,073 -,095 -,101 -,133

Kolmogorov-Smirnov Z ,665 ,476 ,650 ,740 ,421 ,739 ,565 ,740

Asymp. Sig. (2-tailed) ,769 ,977 ,792 ,644 ,994 ,645 ,907 ,643


(3)

119

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

PreMSLSS PostMSLSS PrePA PostPA PreNA PostNA PreGRAT PostGRAT

N 31 31 31 31 31 31 31 31

Normal Parametersa,b Mean 165,03 162,23 85,90 81,61 83,45 83,29 190,81 190,06

Std. Deviation 13,826 18,538 11,490 18,660 19,752 24,150 17,859 21,008

Most Extreme Differences Absolute ,119 ,085 ,117 ,133 ,076 ,133 ,101 ,133

Positive ,074 ,042 ,072 ,087 ,076 ,133 ,054 ,084

Negative -,119 -,085 -,117 -,133 -,073 -,095 -,101 -,133

Kolmogorov-Smirnov Z ,665 ,476 ,650 ,740 ,421 ,739 ,565 ,740

Asymp. Sig. (2-tailed) ,769 ,977 ,792 ,644 ,994 ,645 ,907 ,643

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

GainMSLSS GainPA GainNA GainGRAT

N 31 31 31 31

Normal Parametersa,b Mean -2,81 -4,29 -,16 -,74

Std. Deviation 11,686 15,803 19,042 11,607

Most Extreme Differences Absolute ,137 ,152 ,206 ,184

Positive ,116 ,103 ,136 ,184

Negative -,137 -,152 -,206 -,102

Kolmogorov-Smirnov Z ,761 ,849 1,146 1,026

Asymp. Sig. (2-tailed) ,608 ,467 ,144 ,244

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.


(4)

120

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Skewness

Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic Statistic Std. Error

PreMSLSS 31 143 188 165,03 2,483 13,826 -,121 ,421

PostMSLSS 31 116 195 162,23 3,329 18,538 -,498 ,421

GainMSLSS 31 -37 16 -2,81 2,099 11,686 -,816 ,421

PrePA 31 56 105 85,90 2,064 11,490 -,700 ,421

PostPA 31 33 107 81,61 3,351 18,660 -,983 ,421

GainPA 31 -59 29 -4,29 2,838 15,803 -1,169 ,421

PreNA 31 40 125 83,45 3,547 19,752 ,131 ,421

PostNA 31 33 124 83,29 4,337 24,150 ,044 ,421

GainNA 31 -72 42 -,16 3,420 19,042 -1,600 ,421

PreGRAT 31 134 220 190,81 3,208 17,859 -,830 ,421

PostGRAT 31 123 219 190,06 3,773 21,008 -1,223 ,421

GainGRAT 31 -25 25 -,74 2,085 11,607 ,310 ,421

Valid N (listwise) 31

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig.


(5)

121

PostMSLSS ,085 31 ,200* ,979 31 ,775

PrePA ,117 31 ,200* ,949 31 ,144

PostPA ,133 31 ,174 ,926 31 ,033

PreNA ,076 31 ,200* ,984 31 ,902

PostNA ,133 31 ,175 ,958 31 ,264

PreGRAT ,101 31 ,200* ,939 31 ,078

PostGRAT ,133 31 ,174 ,918 31 ,021

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

PreMSLSS ,076 35 ,200* ,983 35 ,854

PostMSLSS ,101 35 ,200* ,959 35 ,211

PrePA ,080 35 ,200* ,971 35 ,485

PostPA ,095 35 ,200* ,980 35 ,750

PreNA ,097 35 ,200* ,957 35 ,186

PostNA ,113 35 ,200* ,934 35 ,037

PreGrat ,096 35 ,200* ,979 35 ,720

PostGrat ,087 35 ,200* ,980 35 ,767

a. Lilliefors Significance Correction


(6)

122

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

GainMSLSS ,137 31 ,147 ,943 31 ,100

GainNA ,206 31 ,002 ,828 31 ,000

GainPA ,152 31 ,064 ,907 31 ,011

GainGRAT ,184 31 ,009 ,954 31 ,198