Tingkatan Partisipasi Masyarakat KAJIAN PUSTAKA

swadaya masyarakat yang pada gilirannya akan mengurangi kebutuhan sumber daya pemerintah. Korten 1986 mengatakan bahwa pembangunan yang berorientasi pada pembangunan manusia ini, dalam pelaksanaan sangat mensyaratkan keterlibatan langsung masyarakat penerima program pembangunan partisipasi pembangunan karena hanya dengan partisipasi masyarakat menerima program, maka hasil pembangunan ini akan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Dengan adanya kesesuaian ini maka hasil pembangunan akan memberikan manfaat yang optimal bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat. Oleh karenaya salah satu indikator keberhasilan pembangunan adanya partisipasi masyarakat penerima program.

2.6 Tingkatan Partisipasi Masyarakat

Dalam hal partisipasi masyarakat dapat dirumuskan bentuk tingkatan seperti yang dirumuskan partisipasi Santropoetro 1988 merumuskan bentuk partisipasi yang terdiri dari: 1. Konsultasi jasa. 2. Sumbangan uangbarang. 3. Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan donornya berasal dari sumbangan individuintansi yang berada diluar lingkungan tertentu. 4. Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari yang dan dibiayai seluruhnya oleh komuniti biasanya diputuskan oleh rapat komuniti a.l rapat desa yang menentukan anggaranya. Universitas Sumatera Utara 5. Sumbangan dalam bentuk kerja, yang biasanya dilakukan oleh tenaga ahli setempat. 6. Aksi masa. 7. Mengadakan pembangunan di kalangan keluarga desa sendiri. 8. Membangun proyek komuniti yang bersifat otonom. Berdasarkan pengamatannya di Amerika Serikat, menurut Arnstein 1969 diperkirakan ada 150 tingkat peran serta masyarakat yang seringkali sulit dibedakan secara tajam dan murni. Untuk mengurangi kerancuan dalam menganalisis persoalan ini, dari 150 macam peran serta oleh Arnstein disederhanakan menjadi delapan tipologi dibawah ini: Pertama: ManipulasiManipulation, tingkat peran serta ini adalah yang paling rendah, karena masyarakat hanya dipakai namanya sebagai anggota dalam berbagai badan penasehat advising board. Dalam hal ini tidak ada peran serta masyarakat yang sebenarnya dan tulus, tetapi diselewengkan dan dipakai sebagai alat publikasi dari pihak pengguna. Kedua: Penyembuhantherapy, istilah ini diambil dari group atau kelompok penyembuhan. Dengan berkedok melibatkan peran serta masyarakat dalam perencanaan, para perancang memerlukan anggota masayarakat seperti proses penyembuhan pasien penyakit jiwa dalam group therapy. Meskipun masyarakat terlibat dalam banyak kegiatan, pada kenyataannya kegiatan tersebut lebih banyak untuk mengubah pola pikir masyarakat yang bersangkutan dari pada mendapat masukan atau usulan-usulan dari mereka. Universitas Sumatera Utara Ketiga: Pemberian informasiinforming, memberi informasi kepada masyarakat tentang hak-hak mereka, tanggung jawab dan berbagai pilihan, dapat menjadi langkah pertama yang sangat penting dalam pelaksanaan peran serta masyarakat. Meskipun demikian yang sering terjadi penekanannya lebih dari pada pemberian informasi satu arah dari pihak pemegang kuasa kepada masyarakat. Tanpa adanya kemungkinan untuk memberikan umpan balik atau kekuatan untuk negosiasi dari masayarakat dalam keadaan semacam ini, terutama apabila informasi diberikan pada saat-saat terakhir perencanaan, masyarakat hanya memberikan sedikit kesempatan untuk mempengaruhi rencana program tersebut agar dapat menguntungkan mereka, alat-alat yang sering digunakan komunikasi searah adalah media berita, pamphlet, poster dan tanggapan atas pernyataan-pernyataan. Keempat: Konsultasiconsultation, mengundang opini masyarakat, setelah memberikan informasi kepada mereka, dapat merupakan langkah penting dalam menuju peran serta penuh dari masyarakat. Akan tetapi bila kita konsultasi dengan masyarakat tersebut disertai dengan cara-cara peran serta yang lain. Cara ini tingkat keberhasilannya rendah, karena tidak adanya jaminan bahwa kepedulian dan ide masyarakat akan diperhatikan. Metode yang sering dipergunakan adalah attitude atau survey tentang arah fikir masyarakat, neighbourdhood atau pertemuan lingkungan masyarakat dan public hearing atau mendengar pendapat dengan masyarakat. Kelima: Rujukplacation, pada tingkah ini masyarakat mulai mempunyai beberapa pengaruh meskipun beberapa hal masih tetap ditentukan oleh pihak yang mempunyai kekuasaan. Dalam pelaksanaanya beberapa anggota masyarakat yang Universitas Sumatera Utara dianggap mampu dimasukan sebagai anggota dalam badan-badan kerjasama pengembangan kelompok masyarakat yang anggotanya lainnya wakil-wakil dari berbagai instansi pemerintah. Dengan sistim ini usul-usul atau ke inginan dari masyarakat berpenghasilan rendah dapat dikemukakan. Namun seringkali suara dari masyarakat tersebut tidak diperhitungkan karena kemampuan dan kedudukannya yang relatif rendah atau jumlah mereka terlalu sedikit bila dibanding dengan anggota- anggota instansi pemerintah yang ada. Keenam: Kemitraanpartnership, pada tingkat ini atas kesepakatan bersama, kekuasaan dalam berbagai hal dibagi antara pihak masyarakat dengan pihak pemegang kekuasaan. Dalam hal ini disepakati bersama untuk saling membagi tanggung jawab di dalam perencanaan pengendalian keputusan, penyusunan, kebijaksanaan dan pemecahaan berbagai permasalahan yang dihadapi. Setelah adanya kesepakatan tentang peraturan dasar tersebut maka tidak dibenarkan adanya perubahan-perubahan yang dilakukan secara sepihak oleh pihak manapun. Ketujuh: Pelimpahan kekuasaan delegated power pada tingkat ini masyarakat diberikan limpahan wewenang untuk membuat keputusan pada rencana atau program tertentu. Pada tahap ini masyarakat mempunyai wewenang untuk memperhitungkan bahwa program-program yang akan dilaksanakan bermanfaat bagi mereka. Untuk memecahkan perbedaan yang muncul, pemilik kekuasaan yang dalam hal ini adalah pemerintah harus mengadakan tawar-menawar dengan masyarakat dan tidak dapat memberikan tekanan-tekanan dari atas. Universitas Sumatera Utara Kedelapan: Kontrol masyarakatCitizen control, pada tingkat ini masyarakat memiliki kekuatan untuk mengatur program atau kelembagaan yang berkaitan dengan kepentingan mereka. Mereka mempunyai kewenangan penuh dibidang kebijaksanaan, aspek-aspek pengelolaan dan dapat mengadakan negosiasi dengan pihak-pihak luar yang hendak melakukan perubahan. Dalam hal ini usaha bersama warga atau neighbourhood corporation, dapat langsung berhubungan dengan sumber- sumber dana untuk mendapatkan bantuan atau pinjaman dana, tanpa melewati pihak ketiga. Tangga partisipasi yang disusun oleh Sherry Arnstein merupakan salah satu model yang bisa membantu kita untuk menilai tingkat partisipasi dalam proses kebijakan atau program. Secara umum dalam model ini, ada tiga derajat partsisipasi masyarakat, pertama: tidak partsipatif non partipation Kedua: derajat semu degrees of tokenism Ketiga: kekuatan masyarakat degrees of citizen power Masing-masing derajat ditekankan ukuran pada seberapa jauh masyarakat telah terlibat dalam proses pembentukan kebijakan atau program yang dilaksanakan oleh Negara, tapi sejauh mana masyarakat dalam hal ini kelompok miskin dan rentan dapat menentukan hasil akhir atau dampak dari kebijakan atau program tersebut. Derajat bawah terdiri dari dua tingkat partisipasi yakni manipulasi manipulation dan terapi therapy. Dalam tingkatan ini partisipasi hanya untuk menatar masyarakat dan mengobati luka yang timbul akibat dari kegagalan sistem dan mekanisme pemerintah. Tidak ada kaitan sedikitpun untuk melibatkan masyarakat dalam menyusun kegiatan atau program pemerintah. Derajat menengah Universitas Sumatera Utara yang semu, terdiri dari tiga tingkatan partisipasi yaitu, pemberitahuan informing, konsultasi consultation dan peredama placation, dalam tahap ini sudah ada kadar perluasan partisipasi, masyarakat sudah bisa mendengar tingkat pemberitahuan dan didengar tingkat konsultasi, namun begitu tahap ini belum menyediakan jaminan yang jelas bagi masyarakat bahwa suara mereka diperhitungakan dalam penentuan hasil dari sebuah kebijakan public. Sedangkan tahap peredaman memang sudah memungkinkan masyarakat khusus yang rentan untuk memberikan masukan secara lebih signifikan dalam penentuan hasil kebijakan public, namun proses pengambilan keputusan masih dipegang penuh oleh pemegang kekuasaan. Derajat tinggi terdiri dari tiga tingkatan partisipasi yakni kemitraan partnership, delegasi kekuasaan delegated power dan yang teratas adalah kendali masyarakat citizen control. Dalam tahap ini partisipasi kelompok rentan sudah masuk dalam ruang penentuan proses hasil dan dampak kebijakan. Masyarakat sudah bisa bernegosiasi dengan penguasa traditional dalam posisi politik yang sejajar tingkat kemitraan bahkan lebih jauh mampu mengarahkan kebijakan karena ruang pengambilan keputusan telah dikuasai tingkat delegasi kekuasaan. Hingga pada tahap akhir, partisipasi sudah sampai pada puncaknya ketika masyarakat secara politik maupun administratif sudah mampu mengendalikan proses pembentukan, pelaksanaan dan konsumsi dari kebijakan tersebut tingkat kendali masyarakat. Partisipasi yang diberikan masyarakat pada suatu kegiatan tidak mempunyai tingkatan yang sama hingga para ahli dapat menyimpulkan berbagai tingkatan partisipasi berdasarkan situasi dan Universitas Sumatera Utara kondisi daerah masing-masing. Delapan tingkatan Partisipasi menurut Anrstein 1969 dapat dilihat pada Table 2.2. Tabel 2.2 Tingkatan Partisipasi Sumber: Anrstein 1969 Untuk melihat sejauh mana dinamika partisipasi masyarakat dalam ruang waktu tertentu, lantas menempatkannya dalam tangga partisipasi arnstein, ada 4 faktor yang sesungguhnya berpengaruh. Tiga faktor bersifat obyektif yakni peluang opportunity, kapasitas capacity dan proses process, serta satu factor besifat subyektif yakni ideology. 2.7 Hambatan dalam Partisipasi Partisipasi telah diyakini oleh pemerintah sebagai salah satu keberhasilan untuk mendukung pembangunan, namun masalah di lapangan masih banyak, seperti yang dikatakan Steinberg 1993 bahwa partisipasi masyarakat dalam program- program dan proyek-proyek maupun partisipasi atau prakarsa masyarakat sendiri Kendali masyarakatCittzen Control 8 Delegasi kekuasaan Delegated power 7 Kemitraan Partnership 6 Peredaman Placation 5 Konsultasi Consultation 4 Pengimpormasian Informing 3 Terapi Therapy 2 Manipulasi Manipulation 1 Degrees of Citezen Power Kekuasaan Masyarakat Degrees of Tokenism semu Nonparticipation tidak partisipasi Universitas Sumatera Utara mempunyai tantangan untuk mencapai suatu gabungan atau kombinasi antara rencana-rencana pemerintah dan rencana-rencana masyarakat. Menurut Soetrisno 1995 hambatan-hambatan yang dihadapi dalam melaksanakan proses pembangunan yang partisipatif adalah belum dipahaminya makna sebenarnya dari konsep partisipasi oleh pihak perencana dan pelaksana pembangunan. Kemudian menurut Soetrisno 1995 yang menjadi permasalahan dari segi sosial politik dalam pelaksanaan pembangunannya pada Negara berkembang termasuk Indonesia, munculnya suatu gejala di mana pemerintah menempatkan pembangunan bukan lagi sebagai pekerjaan rutin suatu pemerintah, melainkan telah diangkat kedudukannya sebagai suatu ideologi baru dalam negara. Ini mempunyai segi positif dan negatif. Aspek positifnya dengan dijadikan sebagai suatu ideologi dalam suatu negara, maka pembangunan akan menjadi sesuatu yang harus dilakukan oleh pemerintah dan pelestariannya harus dijaga oleh semua warga negara, seperti kita menghayati ideologi Negara. Akan tetapi karena pembangunan telah menjadi sebuah ideologi, maka pembangunan itu telah menjadi suatu yang suci, karenanya tidaklah bebas untuk dikritik lebih-lebih untuk dikaji ulang guna mencari alternatifnya.

2.8 Peran Masyarakat dalam Pembangunan