1. Optimasi polaritas fase diam dalam analisis PPD dengan KCKT
Fase diam merupakan faktor yang sangat berperan penting dalam optimasi karena menentukan retensi dan selektivitas. Retensi adalah tertahannya
analit pada fase diam dan selektivitas adalah kemampuan suatu metode untuk mendeteksi analit yang diinginkan walaupun terdapat komponen lain dalam
sampel yang sama Snyder, et al., 2010.
Fase diam yang digunakan dalam optimasi sistem KCKT dalam penelitian ini ada lima macam, yaitu C18, C8, C2, diol, dan poliol silika.
Penggunaan fase diam C18, C8, dan C2 dengan fase gerak yang lebih polar akan menghasilkan sistem KCKT fase terbalik dan sebaliknya, penggunaan fase diam
diol dan poliol silika dengan fase gerak yang lebih nonpolar akan menghasilkan
sistem KCKT fase normal. 2.
Optimasi pH dan polaritas fase gerak dalam analisis PPD dengan KCKT
Fase gerak pada penelitian ini terdiri dari komposisi metanol atau asetonitril dan air atau air yang diberi dapar fosfat, serta asetonitril dan air yang
diberi amonia 10 atau asam asetat 0,05 M atau asam formiat. Optimasi fase gerak dilakukan dengan menambah, mengurangi, atau mengubah komponen fase
gerak. Sistem elusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem isokratik yaitu, komposisi fase gerak sama selama pengukuran berlangsung.
Metanol dan asetonitril digunakan sebagai kombinasi dengan air karena pada pemisahan dengan fase normal fase diam lebih polar daripada fase gerak,
kekuatan elusi meningkat seiring dengan meningkatnya polaritas fase gerak dan sebaliknya, pada pemisahan dengan fase terbalik fase diam lebih nonpolar
daripada fase gerak, kekuatan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas fase gerak Kealey and Haines, 2002 Gambar 15. Polaritas P’ air yang tinggi
Tabel V membuatnya menjadi eluen paling kuat pada KCKT fase normal karena air berinteraksi dengan gugus polar fase diam, sehingga analit sulit berinteraksi
dengan fase diam dan akan terelusi lebih cepat, sebaliknya, air merupakan eluen yang lemah pada KCKT fase terbalik karena sulit membasahi fase diam yang
nonpolar. Hal ini juga membuat fase gerak yang mengandung semakin banyak air akan mempunyai waktu retensi yang semakin lama pada KCKT fase terbalik.
Kekuatan elusi pelarut pa da fase diam polar dapat dilihat pula dari nilai εº Tabel
V. Semakin tinggi εº, semakin kuat pelarut tersebut Meyer, 2004. Oleh sebab itu, kekuatan elusi fase gerak mempengaruhi pula nilai k. Semakin kuat suatu
komposisi fase gerak, semakin kecil nilai k puncak analit yang dihasilkan Snyder et al., 2010. Kombinasi metanol atau asetonitril dengan air berguna untuk
mengatur pemisahan analit yang lebih baik dibandingkan bila fase gerak hanya terdiri dari air.
Gambar 15. Pengaruh komposisi asetonitril, metanol, dan tetrahidrofuran dalam air terhadap kekuatan elusinya pada KCKT fase terbalik Meyer, 2004
Tabel V. Deret eluotropik dan nilai UV cut-off pelarut KCKT Meyer, 2004
Komponen fase gerak
Kekuatan εº
Polaritas P’
Dipolaritas π
Keasaman α
Kebasaan β
UV cut- off nm
Asetonitril 0,50
5,8 0,60
0,15 0,25
190 Metanol
0,73 5,1
0,29 0,43
0,29 205
Air Lebih
tinggi 10,2
0,39 0,43
0,18 170
Gambar 16. Segitiga selektivitas fase gerak KCKT Snyder et al., 2010
Walaupun dengan mengubah perbandingan komponen fase gerak dapat mengubah indeks polaritas Lampiran 4 dan mempengaruhi kekuatan elusi dan
nilai k, tetapi perubahan tersebut tidak selektif, sehingga bila terdapat puncak yang sangat menumpuk, bisa saja puncak tersebut terus menumpuk meskipun
polaritas fase gerak telah diubah secara signifikan. Pada kasus ini, akan lebih baik mengubah selektivitas pelarut agar terjadi pemisahan yang baik. Terdapat dua cara
yang biasanya dilakukan, yang pertama yaitu mengubah jenis pelarut pada fase gerak. Segitiga selektivitas fase gerak dapat menjadi panduan untuk memilih
pelarut tersebut Harvey, 2000. Pada Gambar 16, dapat dilihat segitiga selektivitas fase gerak KCKT
yang dibuat berdasarkan nilai dipolaritas π, keasaman α, dan kebasaan β
masing-masing pelarut Tabel V. Dipolaritas adalah ukuran kemampuan pelarut berinteraksi dengan analit dengan kekuatan dipol dan polarisasi. Keasaman adalah
ukuran kemampuan pelarut untuk bertindak sebagai pendonor ikatan hidrogen terhadap analit basa akseptor, sebaliknya kebasaan adalah ukuran kemampuan
pelarut untuk bertindak sebagai akseptor ikatan hidrogen terhadap analit asam pendonor. Segitiga selektivitas tersebut menggambarkan bahwa pemilihan
kombinasi pelarut fase gerak lebih tepat bila dipilih pelarut yang tidak berada pada area yang berdekatan supaya diperoleh selektivitas yang diinginkan Meyer,
2004. Oleh sebab itu, dipilih pelarut asetonitril ACN yang merupakan pelarut yang bersifat dipolar, serta metanol dan air yang bersifat sebagai pendonor H
untuk digunakan dalam pemisahan PPD untuk memodifikasi selektifitas fase gerak agar pemisahan dapat berjalan dengan baik. Asetonitril yang bersifat dipolar
karena memiliki dipol positif pada atom C dari gugus nitril dapat berinteraksi secara dipolar dengan PPD yang memiliki dipol negatif pada atom N. Metanol dan
air yang bersifat sebagai pendonor H dapat berinteraksi dengan PPD yang bersifat basa akseptor H.
Gambar 17. Distribusi bentuk molekul PPD dalam berbagai pH ChemAxon, 2014
Cara kedua untuk mengubah selektivitas fase gerak adalah dengan mengubah pH. Analit yang bersifat asam lemah atau basa lemah akan berubah
mekanisme retensinya secara signifikan bila pH fase gerak diubah Harvey, 2000.
Senyawa PPD merupakan analit yang dapat terionisasi pada pH tertentu Gambar 17, sehingga pada pemisahannya menggunakan KCKT diperlukan dapar dalam
fase gerak agar dapat mempertahankan pH dan menghasilkan retensi yang reprodusibel selama pemisahan Snyder et al., 2010.
Tujuan pengubahan pH fase gerak adalah untuk mengamati pengaruh pH pada pemisahan PPD menggunakan polaritas kolom tertentu. Pengaturan pH juga
penting pada pemisahan PPD menggunakan KCKT karena kecepatan pembentukan produk oksidasi PPD Bandrowski’s base dipengaruhi pula oleh
peningkatan pH. Kecepatan oksidasi PPD meningkat pada pH 8,5 Corbett, 1972. Pada beberapa kombinasi komposisi fase gerak ditambahkan pula asam
asetat 0,05 M dan asam formiat dengan tujuan untuk mengatur pH fase gerak pada suasana asam ± pH 5; dapar fosfat pH 7 pada suasana netral ± pH 7; amonia
10 pada suasana basa ± pH 8. Nilai UV cut-off adalah panjang gelombang UV pelarut yang akan
memberikan serapan lebih dari 1,0 satuan absorbansi dalam kuvet 1 cm sehingga dianjurkan untuk tidak menggunakan pelarut yang memiliki nilai UV cut-off
bertepatan atau mendekati panjang gelombang deteksi analit Gandjar dan Rohman, 2007. Air, metanol, dan asetonitril berturut-turut memiliki nilai UV cut-
off 170 nm, 205 nm, dan 190 nm Tabel V sehingga tidak mengganggu pembacaan analit karena penelitian ini menggunakan detektor spektrofotometer
UV pada panjang gelombang cukup jauh dari nilai UV cut-off pelarut yaitu, 254 nm.
Viskositas fase gerak dapat mempengaruhi tekanan dan efisiensi kolom. Semakin tinggi viskositas, semakin tinggi pula tekanan pada kolom, sebaliknya
semakin kecil nilai N. Maka dari itu, viskositas yang baik untuk fase gerak adalah viskositas yang sekecil mungkin. Viskositas air, metanol, dan asetonitril berturut-
turut sebesar 0,89; 0,54; dan 0,34 cP. Kombinasi ketiga senyawa tersebut dapat mempengaruhi viskositasnya. Tabel VI menyajikan data viskositas kombinasi fase
gerak antara metanol dan air serta asetonitril dan air dalam satuan cP pada berbagai suhu.
Tabel VI. Viskositas kombinasi fase gerak metanol:air baris atas dan asetonitril:air baris bawah pada suhu tertentu B = komposisi organik Snyder
et al., 2010
Partikel-partikel pengotor dalam fase gerak harus dihilangkan karena dapat mengganggu proses analisis dan pembacaan analit karena partikel tersebut
dapat menyumbat pori-pori kolom. Oleh karena itu, fase gerak harus disaring menggunakan kertas Whatman terlebih dahulu sebelum digunakan. Keberadaan
gas dalam fase gerak juga dapat mengganggu pembacaan analit Gandjar dan Rohman, 2007. Fase gerak di-degassing dihilangkan gasnya dengan
ultrasonifikator selama 20 menit.
3. Optimasi laju alir fase gerak dalam analisis PPD dengan KCKT