Optimasi penetapan kadar p-Phenylenediamine (PPD) dan uji kesesuaian sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

(1)

INTISARI

p-Phenylenediamine (PPD) merupakan senyawa pewarna yang terkandung dalam pewarna rambut oksidatif. Kadar PPD yang diperbolehkan maksimum sebesar 6% (60 mg/g sampel) karena dapat mengiritasi kulit. Meskipun demikian, banyak pewarna rambut yang tidak mencantumkan kadar PPD pada kemasannya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pH dan polaritas sistem kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) yang sesuai untuk penetapan kadar PPD serta mendapatkan sistem KCKT dan metode penetapan kadar PPD yang dapat memberikan hasil yang valid.

Instrumen KCKT yang digunakan terdiri dari detektor UV pada λ 254 nm dan sistem elusi isokratik dengan jenis kolom, fase gerak, laju alir, dan suhu oven yang diubah hingga didapatkan pemisahan PPD yang optimal. Parameter optimasi yang diacu adalah nilai resolusi (Rs), tailing factor (TF), jumlah lempeng (N), tinggi lempeng (HETP), dan waktu retensi (tR). Uji kesesuaian sistem KCKT yang telah dioptimasi untuk penetapan kadar PPD mengacu pada parameter presisi (keterulangan dan presisi antara), linearitas, dan sensitivitas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem KCKT yang optimal untuk pengukuran PPD adalah kolom C18 dengan fase gerak asetonitril:air = 10:90 + amonia 10% hingga pH 8, pada suhu lingkungan, dan laju alir 0,5 mL/menit. Sistem KCKT optimal tersebut memenuhi parameter validitas setelah dilakukan uji kesesuaian sistem, sehingga disimpulkan dapat digunakan sebagai metode penetapan kadar PPD.

Kata kunci: p-phenylenediamine, pewarna rambut, KCKT, optimasi, uji kesesuaian sistem


(2)

ABSTRACT

p-Phenylenediamine (PPD) is the colorant contained in oxidative hair dyes with allowed maximum concentration of 6% (60 mg/g sample) because it is irritative to skin. Despite of that, majority of hair dyes don’t provide information about the amount of PPD on its packaging. The aims of this study are to determine the pH and polarity of high performance liquid chromatography (HPLC) system appropriate for determination of PPD and to obtain the HPLC condition and method which can give valid results.

The HPLC instrument equipped with UV detector at 254 nm and isocratic elution while using variation of column, mobile phase, flow rate, and oven temperature to acquire optimum separation of PPD. The parameters are resolution (Rs), tailing factor (TF), plate number (N), plate height (HETP), and retention time (tR). System suitability test was performed on optimum HPLC condition with the parameters of precision (repeatability and intermediate precision), linearity, and sensitivity.

The results show the optimum HPLC condition for PPD determination are C18 column; acetonitrile:water = 10:90 adjusted to pH of 8 with a 10% ammonia solution, as the mobile phase; ambient temperature; and 0,5 mL/min of flow rate. The HPLC system mentioned will be able to give reliable results as it passed all parameters on system suitability test hence, can be used as a technique to determine PPD.

Keywords: p-phenylenediamine, hair dyes, HPLC, optimization, system suitability test


(3)

ii

OPTIMASI PENETAPAN KADAR P-PHENYLENEDIAMINE (PPD) DAN UJI KESESUAIAN SISTEM KROMATOGRAFI CAIR KINERJA

TINGGI (KCKT)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Verni Emelia NIM : 118114033

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

(5)

(6)

iv

I’m so glad to be born,

I’m so lucky to be the daughter of my loving mom and dad,

I’m so excited to grow among my sisters and brother,

I’m so joyous to be a part of society,

I’m so contented to be a companion of my friends,

I’m so delighted to be considered a rival or even an enemy,

I’m so thankful to be able to learn precious lessons from people who come and go,

I’m so grateful as a student of my teachers,

I’m so pleased that I have studied at my alma mater,

I’m so honored to live in my lovely hometown and country,

I’m so happy to be who I am today.

This work is dedicated to all of the above mentioned parties,

for who I am today was magnificently sculptured by them yesterday, I’m extending my greatest gratitude towards them sincerely.


(7)

(8)

(9)

vii PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Optimasi Penetapan Kadar p-Phenylenediamine (PPD) dan Uji Kesesuaian Sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)” ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Penulis mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materiil selama proses penyusunan skripsi ini, maka dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:

1. Prof. Dr. Sri Noegrohati, Apt., selaku dosen pembimbing, atas segala bimbingan, masukan, penghiburan, dan motivasi kepada penulis

2. Bapak Sanjayadi, M.Si., selaku ‘pembimbing tanpa tanda jasa’, atas segala bimbingan, masukan, penghiburan, cerita, suka duka, dan motivasi kepada penulis

3. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt., selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

4. Bapak Jeffry Julianus, M.Si., selaku dosen penguji skripsi atas motivasi, bantuan, kritik, dan masukkan kepada penulis selama penyusunan skripsi 5. Bapak F. Dika Octa Riswanto, M.Sc. selaku dosen penguji skripsi atas

bantuan, kritik, dan masukkan kepada penulis selama penyusunan skripsi 6. Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia atas Program Beasiswa


(10)

viii

7. Ibu Dr. Sri Hartati Yuliani, Apt., selaku kepala laboratorium yang telah memberikan izin untuk penggunaan laboratorium di lingkungan Fakultas Farmasi

8. Pak Bimo, Pak Bima, Pak Parlan, Pak Kun, Pak Mus, selaku laboran di lingkungan laboratorium Fakultas Farmasi yang turut memberikan bantuan selama penggunaan laboratorium untuk penelitian skripsi ini

9. Segenap dosen dan karyawan yang telah memberikan segala pengajaran dan ilmu kepada penulis selama masa studi di Fakultas Farmasi

10. Orang tua penulis atas motivasi, doa, pengertian, serta cinta yang tak terhingga diberikan kepada penulis

11. Tim PPDers, Rita, Canly, Shiro, selaku sahabat, partners in crime, serta teman seperjuangan skripsi, atas segala masukan, motivasi, suka duka, keceriaan, kegilaan, ejekan, cerita, keluh kesah, dan cinta yang dibagikan dan diberikan kepada penulis

12. Sahabat yang jauh di mata dekat di hati, Vero dan Margaret, atas motivasi, doa, kebersamaan, suka duka, cinta, serta cerita yang diberikan dan dilalui bersama penulis sejak dulu hingga sekarang

13. Sahabat yang dekat di mata apalagi di hati, Ester, Sisca, Ingrid, Uci, Greta, dan Evi, atas motivasi, cerita, suka duka, dinamika, serta makanan yang dibagikan kepada penulis

14. Tim golongan umur dewasa, Henra, Tia, Dea, atas canda tawa, motivasi, cerita faktual maupun fiktif, serta ilmu pendewasaan diri yang telah dibagikan kepada penulis


(11)

ix

15. Tim analisis, Eva, Yolana, Me Li, Miko, Kiki, Devi, Lika, Yolanda, Adit, selaku teman-teman seperjuangan skripsi bidang analisis di bawah bimbingan Bu Nunuk dan Pak Sanjaya

16. Teman-teman angkatan 2011 Prodi S1 Fakultas Farmasi Sanata Dharma yang menjalani masa studi bersama-sama dengan penulis dan berperan dalam pembentukan pribadi penulis yang lebih baik

17. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas bantuan secara langsung maupun tidak langsung yang diberikan kepada penulis dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, sehingga segala bentuk masukan, kritik, dan saran yang membangun sangat diharapkan. Terlepas dari segala ketidaksempurnaan, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di lingkungan masyarakat dan negara Republik Indonesia

.

Yogyakarta, 5 Juni 2015


(12)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……… HALAMAN PENGESAHAN……… HALAMAN PERSEMBAHAN……… PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………. LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI……… PRAKATA………. DAFTAR ISI……….. DAFTAR TABEL……….. DAFTAR GAMBAR………. DAFTAR LAMPIRAN……….. INTISARI……….. ABSTRACT……….

BAB I PENGANTAR……… A. Latar Belakang………...

1. Permasalahan………. 2. Keaslian penelitian………. 3. Manfaat penelitian………. B. Tujuan Penelitian………... BAB II PENELAAHAN PUSTAKA………. A. Pewarna Rambut………

B. p-Phenylenediamine (PPD)………...

i ii iii iv v vi vii x xiii xv xvii xviii xix 1 1 4 4 5 5 6 6 6


(13)

xi

C. Kromatografi………. D. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)……….. E. Optimasi………. F. Pengaruh Laju Alir Terhadap Efisiensi Pemisahan………... G. Uji Kesesuaian Sistem………... H. Metode Analisis Baku………... I. Landasan Teori……… J. Hipotesis………. BAB III METODE PENELITIAN………. A. Jenis dan Rancangan Penelitian………. B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional……… 1. Variabel………. 2. Definisi operasional………... C. Bahan Penelitian……… D. Alat Penelitian………... E. Tata Cara Penelitian………... 1. Pembuatan seri larutan baku PPD………. 2. Optimasi jenis fase diam, fase gerak, suhu oven, dan laju alir KCKT.. 3. Uji kesesuaian sistem KCKT………. F. Analisis Hasil………. 1. Analisis hasil optimasi KCKT………... 2. Analisis hasil UKS KCKT………. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………

8 8 10 15 17 18 19 20 21 21 21 21 21 23 23 24 24 24 25 27 27 28 30


(14)

xii

A. Pembuatan seri larutan baku PPD………. B. Optimasi Jenis Fase Diam, Fase Gerak, Suhu Oven, dan Laju Alir

KCKT……… 1. Optimasi polaritas fase diam dalam analisis PPD dengan KCKT……. 2. Optimasi pH dan polaritas fase gerak dalam analisis PPD dengan KCKT……… 3. Optimasi laju alir fase gerak dalam analisis PPD dengan KCKT……. 4. Optimasi suhu oven dalam analisis PPD dengan KCKT………... 5. Hasil optimasi sistem KCKT untuk analisis PPD………. C. Uji Kesesuaian Sistem KCKT………... 1. Presisi (keterulangan)……….………... 2. Presisi antara……….………... 3. Linieritas……….... 4. Sensitivitas………. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………. A. Kesimpulan……… B. Saran……….. DAFTAR PUSTAKA……… LAMPIRAN………... BIOGRAFI PENULIS……… 30 31 32 32 38 38 39 59 60 61 62 63 66 66 66 67 70 74


(15)

ixiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Kolom dengan berbagai fase diam yang dipakai dalam penelitian ini……… Tabel II. Kondisi sistem KCKT yang diubah-ubah dalam optimasi…….. Tabel III. Batas % CV parameter presisi (keterulangan) yang dapat

diterima menurut standar AOAC……… Tabel IV. Batas nilai r yang harus dilampaui dan hubungannya dengan

banyaknya penetapan kadar (n)……….. Tabel V. Deret eluotropik dan nilai UV cut-off pelarut KCKT…………. Tabel VI. Viskositas kombinasi fase gerak metanol:air (baris atas) dan

asetonitril:air (baris bawah) pada suhu tertentu (B = komposisi organik)………... Tabel VII. Nilai TF, Rs, N, HETP, dan tR puncak baku PPD setiap

kondisi sistem KCKT dengan fase diam C18………. Tabel VIII. Nilai TF, Rs, N, HETP, dan tR puncak baku PPD setiap

kondisi sistem KCKT dengan fase diam C8………..…………. Tabel IX. Nilai TF, Rs, N, HETP, dan tR puncak baku PPD setiap

kondisi sistem KCKT dengan fase diam C2………... Tabel X. Nilai TF, Rs, N, HETP, dan tR puncak baku PPD setiap

kondisi sistem KCKT dengan fase diam diol……….. Tabel XI. Kombinasi fase gerak, laju alir, dan suhu oven kolom yang

digunakan bersama kolom poliol silika………...

23 25 28 29 33 37 43 49 52 56 58


(16)

xiv

Tabel XII. Nilai TF, Rs, N, dan HETP puncak baku PPD terbaik pada setiap fase diam………... Tabel XIII. Persen CV nilai tR dan AUC baku PPD………. Tabel XIV. Data persamaan regresi linier baku PPD………

59 60 62


(17)

ixv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Proses oksidasi molekul PPD (I) menjadi p-benzoquinone diimine (III), p-benzoquinone monoimine (V), benzoquinone (VI), dan Bandrowski’s base (II)……….. Gambar 2. Skema instrumentasi KCKT………. Gambar 3. Hubungan tR, t0, dan k………. Gambar 4. Pengaruh komposisi fase gerak terhadap k………... Gambar 5. Nilai Rs dan hubungannya dengan pemisahan terhadap

puncak lain……… Gambar 6. Perhitungan nilai Rs puncak kromatogram………... Gambar 7. Bentuk puncak yang mungkin muncul dalam pemisahan

dengan KCKT………... Gambar 8. Perhitungan nilai TF suatu puncak kromatogram………. Gambar 9. Nilai TF dan hubungannya dengan bentuk puncak dan

pemisahan dengan puncak lain………. Gambar 10. Perhitungan nilai N suatu puncak kromatogram………... Gambar 11. Difusi Eddy pada kolom KCKT………... Gambar 12. Difusi longitudinal pada kolom KCKT………. Gambar 13. Ilustrasi transfer massa pada kolom KCKT……….. Gambar 14. Pengaruh laju alir terhadap efisiensi pemisahan………... Gambar 15. Pengaruh komposisi asetonitril, metanol, dan tetrahidrofuran

dalam air terhadap kekuatan elusinya pada KCKT fase terbalik……….. 7 9 11 11 12 12 12 13 13 14 15 16 16 17 33


(18)

xvi

Gambar 16. Segitiga selektivitas fase gerak KCKT………. Gambar 17. Distribusi bentuk molekul PPD dalam berbagai pH…………. Gambar 18. Susunan molekul fase diam C18………... Gambar 19. Kromatogram dengan kolom C18………. Gambar 20. Molekul fase diam C8………... Gambar 21. Kromatogram baku PPD dengan fase diam C8……… Gambar 22. Molekul fase diam C2………... Gambar 23. Kromatogram baku PPD dengan C2………. Gambar 24. Molekul fase diam diol………. Gambar 25. Kromatogram baku PPD dengan kolom diol………...……… Gambar 26. Kromatogram dengan fase diam poliol silika………... Gambar 27. Plot kumulatif AUC terhadap jumlah baku PPD (ng)……….. Gambar 28. Perbedaan profil linieritas antara kisaran massa baku PPD

20-80 ng dengan kisaran massa baku PPD 20-80-200 ng….……….. 34 35 41 43 47 50 51 53 55 57 58 63


(19)

ixvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Certificate of Analysis (CoA) Baku PPD I...……… Lampiran 2. Certificate of Analysis (CoA) Baku PPD II...………... Lampiran 3. Perhitungan student’s t-test slope persamaan garis kisaran

massa baku PPD 20-80 ng dan 80-200 ng……… Lampiran 4. Perhitungan LOD……...………... Lampiran 5. Contoh perhitungan polaritas fase gerak………... Lampiran 6. Perhitungan ANOVA satu arah untuk slope kurva baku...…...

71 71

72 72 73 73


(20)

ixviii

INTISARI

p-Phenylenediamine (PPD) merupakan senyawa pewarna yang terkandung dalam pewarna rambut oksidatif. Kadar PPD yang diperbolehkan maksimum sebesar 6% (60 mg/g sampel) karena dapat mengiritasi kulit. Meskipun demikian, banyak pewarna rambut yang tidak mencantumkan kadar PPD pada kemasannya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pH dan polaritas sistem kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) yang sesuai untuk penetapan kadar PPD serta mendapatkan sistem KCKT dan metode penetapan kadar PPD yang dapat memberikan hasil yang valid.

Instrumen KCKT yang digunakan terdiri dari detektor UV pada λ 254 nm dan sistem elusi isokratik dengan jenis kolom, fase gerak, laju alir, dan suhu oven yang diubah hingga didapatkan pemisahan PPD yang optimal. Parameter optimasi yang diacu adalah nilai resolusi (Rs), tailing factor (TF), jumlah lempeng (N), tinggi lempeng (HETP), dan waktu retensi (tR). Uji kesesuaian sistem KCKT yang telah dioptimasi untuk penetapan kadar PPD mengacu pada parameter presisi (keterulangan dan presisi antara), linearitas, dan sensitivitas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem KCKT yang optimal untuk pengukuran PPD adalah kolom C18 dengan fase gerak asetonitril:air = 10:90 + amonia 10% hingga pH 8, pada suhu lingkungan, dan laju alir 0,5 mL/menit. Sistem KCKT optimal tersebut memenuhi parameter validitas setelah dilakukan uji kesesuaian sistem, sehingga disimpulkan dapat digunakan sebagai metode penetapan kadar PPD.

Kata kunci: p-phenylenediamine, pewarna rambut, KCKT, optimasi, uji kesesuaian sistem


(21)

xix ABSTRACT

p-Phenylenediamine (PPD) is the colorant contained in oxidative hair dyes with allowed maximum concentration of 6% (60 mg/g sample) because it is irritative to skin. Despite of that, majority of hair dyes don’t provide information about the amount of PPD on its packaging. The aims of this study are to determine the pH and polarity of high performance liquid chromatography (HPLC) system appropriate for determination of PPD and to obtain the HPLC condition and method which can give valid results.

The HPLC instrument equipped with UV detector at 254 nm and isocratic elution while using variation of column, mobile phase, flow rate, and oven temperature to acquire optimum separation of PPD. The parameters are resolution (Rs), tailing factor (TF), plate number (N), plate height (HETP), and retention time (tR). System suitability test was performed on optimum HPLC condition with the parameters of precision (repeatability and intermediate precision), linearity, and sensitivity.

The results show the optimum HPLC condition for PPD determination are C18 column; acetonitrile:water = 10:90 adjusted to pH of 8 with a 10% ammonia solution, as the mobile phase; ambient temperature; and 0,5 mL/min of flow rate. The HPLC system mentioned will be able to give reliable results as it passed all parameters on system suitability test hence, can be used as a technique to determine PPD.

Keywords: p-phenylenediamine, hair dyes, HPLC, optimization, system suitability test


(22)

1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Seiring dengan meningkatnya perhatian masyarakat terhadap penampilan fisiknya, berbagai produk perawatan tubuh dan kosmetik tersedia luas di pasaran, salah satunya adalah pewarna rambut. Pewarna rambut termasuk produk kosmetik yang dipakai oleh sebagian besar penduduk di dunia, baik pria maupun wanita, untuk mendapatkan warna rambut yang menambah percaya diri penggunanya, misalnya untuk menyamarkan uban ataupun untuk mengikuti perkembangan tren. Pada tahun 2001, dilaporkan bahwa pasar global untuk pewarna rambut menghasilkan tujuh miliar dolar Amerika Serikat per tahun dan diperkirakan akan meningkat 8-10% per tahun hingga lima tahun yang akan datang. Hal ini membuat pasar pewarna rambut menjadi pasar dengan pertumbuhan paling pesat di industri produk perawatan rambut (The Economist Newspaper, 2001).

Pewarna rambut adalah sediaan kosmetik yang digunakan dalam tata rias rambut untuk mewarnai rambut atau untuk mengembalikan warna rambut asalnya (Dirjen POM, 1985). p-Phenylenediamine (PPD) merupakan salah satu komposisi utama pewarna rambut jenis oksidasi yang berperan sebagai pemberi warna. Mayoritas produk pewarna rambut mengandung PPD, terutama yang membuat warna rambut menjadi hitam. Namun, penggunaan produk pewarna rambut yang mengandung PPD pada individu yang sensitif akan menyebabkan timbulnya masalah kulit seperti dermatitis dan alergi (Pardede, Nababan, dan Mahadi, 2008). Pada tahun 2011, terjadi kasus alergi serius yang menimpa seorang ibu berusia 39


(23)

tahun akibat penggunaan pewarna rambut merek ternama yang mengandung PPD. Reaksi alergi tersebut berujung pada kematian setelah korban mengalami koma selama 1 tahun (Brooke, 2015).

Kandungan PPD tidak hanya terdapat dalam pewarna rambut biasa, namun juga dalam pewarna rambut henna. Pewarna rambut henna mengandung tumbuhan henna (Lawsonia inermis L.) yang telah digunakan sejak lama untuk mewarnai rambut. Banyak produk pewarna rambut henna yang diklaim alami, lebih aman dari pewarna rambut sintetis, dan hanya mengandung henna ternyata juga mengandung PPD. Pewarna rambut henna yang mengandung PPD biasanya disebut ‘black henna’. Adanya PPD dapat memberikan warna yang lebih tahan lama dan lebih hitam dibandingkan produk pewarna rambut henna yang tidak mengandung PPD karena henna hanya dapat memberi warna jingga kecoklatan atau merah kecoklatan (U.S. Food and Drug Administration, 2015). Penggunaan PPD dalam produk pewarna rambut henna akan lebih berisiko, sebab banyak konsumen yang tidak mengetahui adanya kandungan PPD dan percaya bahwa pewarna rambut henna tersebut sepenuhnya aman dan alami.

Berdasarkan peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) nomor HK.00.05.42.1018 tentang bahan kosmetik (2008), kadar maksimum PPD yang diperbolehkan dalam pewarna rambut adalah sebesar 6%. Namun, seringkali pada produk pewarna rambut tidak dicantumkan mengenai banyaknya kandungan PPD, sehingga penelitian mengenai penetapan kadar PPD secara kuantitatif dalam produk pewarna rambut perlu dilakukan.


(24)

Metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan metode analisis yang digunakan untuk analisis dan pemisahan hampir semua jenis campuran senyawa kimia, dapat dilakukan oleh banyak laboratorium karena peralatan dan instrumennya tersedia luas di pasaran, serta memiliki presisi pengukuran yang sangat baik (Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010). Penentuan kadar PPD lebih baik menggunakan suatu metode pemisahan seperti KCKT karena sifat PPD yang mudah mengalami oksidasi menjadi berbagai senyawa lain (Corbett, 1972). Pemisahan PPD akan sangat bergantung pada nilai pH dan polaritas sistem KCKT karena PPD merupakan senyawa basa lemah yang memiliki dua nilai pKa, yaitu 6,46 dan 3,04 (ChemAxon, 2014), sehingga dalam lingkungan pH yang berbeda, distribusi bentuk molekul PPD dan polaritasnya akan berbeda pula. Kualitas pemisahan PPD menggunakan teknik KCKT dapat ditingkatkan pula dengan mengatur sistem KCKT pada suhu oven kolom dan laju alir yang optimal (Snyder et al., 2010).

Penelitian tentang optimasi penetapan kadar PPD melalui pengaturan pH dan polaritas sistem KCKT dan uji kesesuaian sistem KCKT ini adalah tahap pertama dalam rangkaian penelitian mengenai PPD dalam sampel pewarna rambut oksidatif. Hasil penelitian ini akan digunakan untuk tahap penelitian selanjutnya yang mencakup optimasi penetapan kadar PPD dan uji kesesuaian sistem KCKT, validasi metode analisis PPD dalam formulasi pewarna rambut oksidatif, penentuan kinetika penetrasi PPD dalam pewarna rambut oksidatif pada kulit manusia, serta kajian risiko PPD dalam sampel pewarna rambut oksidatif.


(25)

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang, maka timbul permasalahan sebagai berikut: a. Bagaimanakah jenis fase diam, fase gerak, suhu oven kolom, dan laju alir

yang optimal agar didapatkan pH dan polaritas sistem KCKT yang sesuai pada penetapan kadar PPD, sehingga dapat menghasilkan pemisahan yang baik?

b. Apakah sistem KCKT yang telah diatur pada pH dan polaritas hasil optimasi telah dapat memberikan hasil analisis yang valid setelah dilakukan uji kesesuaian sistem?

2. Keaslian penelitian

Sejauh penelusuran peneliti, penelitian tentang PPD pernah dilakukan secara KCKT pasangan ion fase terbalik, kolom C16 dengan gugus aktif amida, fase gerak asetonitril:dapar fosfat pH 6 dengan sistem elusi gradien, pengukuran pada suhu kamar (25±1 ºC), serta detektor photodiode-array (PDA) (Rastogi, Worsøe, and Jensen, 2001); menggunakan kolom C18 dan fase gerak asetonitril:dapar asetat 10 mM (sistem elusi gradien), serta detektor PDA (Fu, 2010); dengan kolom C8 dan fase gerak metanol:asam asetat 0,05 M yang ditambah larutan amonia 10% hingga pH 5,9 yang dipompa dengan sistem elusi gradien, pengukuran pada suhu oven 48 ºC, serta detektor UV (Vincent, Bordin, and Rodríguez, 2002); menggunakan kolom C18 dan fase gerak metanol:asam asetat 0,05 M = 5:95 yang ditambahan larutan amonia 10% hingga pH 5,9 dengan sistem elusi isokratik, pengukuran pada suhu 30 ºC, serta detektor indeks bias (Al-Suwaidi and Ahmed, 2010).


(26)

Penelitian terhadap pengaturan pH dan polaritas sistem KCKT melalui optimasi jenis fase diam, fase gerak, suhu oven kolom, dan laju alir fase gerak, serta uji kesesuaian sistem KCKT untuk penetapan kadar PPD belum pernah dilakukan sebelumnya.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat metodologis. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif metode penetapan kadar PPD atau aplikasinya dengan teknik KCKT.

b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait pemilihan sistem KCKT yang sesuai serta memenuhi parameter optimasi dan validasi atau aplikasinya dalam penetapan kadar PPD dengan teknik KCKT.

B. Tujuan Penelitian

1. Menentukan sistem kromatografi yang sesuai digunakan dalam determinasi PPD dengan cara mengatur pH dan polaritas sistem KCKT.

2. Mendapatkan hasil pengukuran PPD yang valid menggunakan metode penetapan kadar dan sistem KCKT yang telah sesuai pH dan polaritasnya.


(27)

6 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Pewarna Rambut

Pewarna rambut adalah sediaan kosmetik yang digunakan dalam tata rias rambut untuk mewarnai rambut atau untuk mengembalikan warna rambut asalnya (Dirjen POM, 1985). Berdasarkan durasi daya lekatnya, pewarna rambut diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu pewarna rambut temporer, semi-permanen dan semi-permanen (Azis dan Muktiningsih, 1999).

p-Phenylenediamine (PPD) atau p-diaminobenzene adalah penyusun utama pewarna rambut permanen yang juga dikenal sebagai pewarna rambut oksidatif, (Helmenstine, 2003). Daya oksidatif pewarna rambut ini juga dapat merusak rambut dan menyebabkan dermatitis kontak (Acton, 2013).

B. p-Phenylenediamine (PPD)

p-Phenylenediamine (PPD) adalah suatu amin aromatik yang digunakan dalam hampir setiap cat rambut di pasaran. p-Phenylenediamine adalah senyawa yang tidak berwarna, menjadi berwarna pada saat teroksidasi, dan pada keadaan teroksidasi sebagian menyebabkan alergi bagi individu yang sensitif. Paparan terhadap PPD meski dalam konsentrasi rendah selanjutnya dapat menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang bermanifestasi sebagai dermatitis kontak alergi (Pardede dkk., 2008).

Bobot molekul PPD adalah 108,14 g/mol, berwujud serbuk kristal berwarna putih hingga sedikit merah, dan dapat menjadi lebih gelap karena teroksidasi saat terpapar udara. p-Phenylenediamine dapat terlarut dalam 100


(28)

bagian air dingin, larut dalam alkohol, kloroform, eter. Kelarutan PPD pada suhu 22 °C dalam air sebesar < 10% (b/v), dalam etanol sebesar < 10% (b/v), dan dalam DMSO sebesar > 20% (b/v) (United States Department of Labor, diakses tanggal 18 April 2014). Pada suhu 25 °C, kelarutan PPD dalam air adalah 4 g/100 mL. Log Pow PPD sebesar –0,25 (National Center for Biotechnology Information, diakses tanggal 4 Juni 2015); titik leleh pada suhu 139-141 °C (Merck index: 145-147 °C), tekanan uap < 1 mmHg pada suhu 21 °C (produk teknis), titik didih pada suhu 267 °C, dan panjang gelombang maksimum sebesar 281,9 nm (Scientific Committee on Consumer Safety, 2012).

Senyawa ini memiliki nilai pKa 1 = 6,46 dan pKa 2 = 3,04 (ChemAxon, 2014), sehingga struktur molekulnya sangat bergantung pada nilai pH. Bila terpapar oksigen, PPD sangat mudah mengalami autoksidasi menjadi produk oksidasi seperti Bandrowski’s base, benzoquinone, p-benzoquinone monoimine dan p-benzoquinone diimine (Gambar 1) (Corbett, 1972).

Gambar 1. Proses oksidasi molekul PPD (I) menjadi p-benzoquinone diimine (III), p-benzoquinone monoimine (V), benzoquinone (VI), dan Bandrowski’s base (II)(Corbett, 1972)

Berdasarkan peraturan Kepala BPOM RI nomor HK.00.05.42.1018 tentang bahan kosmetik (2008), kadar maksimum PPD yang diperbolehkan dalam pewarna rambut adalah 6%.


(29)

C. Kromatografi

Kromatografi adalah metode pemisahan yang didasarkan pada perbedaan kecepatan migrasi analit ketika suatu komponen sampel dilewatkan pada fase diam menggunakan fase gerak. Fase diam terdiri dari partikel-partikel padat atau semipadat atau cair yang dikemas dalam suatu tabung yang kemudian disebut kolom. Fase gerak dipompa ke dalam kolom pada kecepatan tertentu. Fase gerak dapat berupa gas, zat cair atau fluida superkritis (Hansen, Pedersen-Bjergaard, and Rasmussen, 2012).

Berdasarkan mekanisme pemisahannya, kromatografi dibedakan menjadi kromatografi adsorbsi, kromatografi partisi, kromatografi pasangan ion, kromatografi penukar ion, kromatografi eksklusi ukuran, dan kromatografi afinitas. Berdasarkan alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, yang keduanya sering disebut dengan kromatografi planar, kromatografi gas dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) (Gandjar dan Rohman, 2007).

D. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi cair kinerja tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut dengan HPLC (high performance liquid chromatography) merupakan teknik kromatografi yang paling banyak digunakan dalam analisis farmasetika. Fase gerak yang digunakan adalah zat cair, sehingga metode ini disebut sebagai kromatografi cair. Analisis menggunakan KCKT dapat memberikan hasil yang akurat dan presisi untuk analisis senyawa secara kuantitatif, walaupun dalam proses analisisnya akan dihasilkan banyak limbah pelarut organik (Watson, 2012).


(30)

Teknik KCKT dilakukan dengan menginjeksikan sampel ke dalam kolom, sementara fase gerak dipompa terus-menerus melalui kolom ke detektor, analit akan terpisah di dalam kolom menurut kekuatan interaksinya dengan fase diam dan fase gerak. Semakin lemah interaksi analit dengan fase diam, semakin cepat analit tersebut keluar kolom. Analit yang keluar kolom akan dideteksi oleh detektor, lalu sinyal yang terdeteksi akan diplot terhadap waktu oleh komputer dan disebut kromatogram (Snyder et al., 2010).

Instrumentasi KCKT terdiri dari wadah fase gerak, pompa bertekanan tinggi (mencapai 4000 psi) dan mampu memompa fase gerak dengan kecepatan hingga 10 mL/menit, injektor (biasanya dengan volume injeksi 20 L), kolom yang berisi berbagai macam fase diam, detektor (biasanya digunakan spektrofotometer UV/visibel), sistem komputasi pengolah data kromatogram, serta injektor sampel otomatis atau oven kolom untuk instrumen yang lebih rumit (Watson, 2012). Instrumentasi KCKT secara skematik dapat dilihat pada Gambar 2.


(31)

E. Optimasi

Optimasi metode dapat dilakukan secara manual dengan melibatkan variasi satu variabel percobaan dalam satu waktu, sedangkan variabel yang lain dibuat tetap, lalu respon yang terjadi dicatat. Variabel-variabel tersebut dapat berupa laju alir, komposisi fase diam dan atau fase gerak, suhu, λ deteksi, dan pH. Selama tahap optimasi, nilai resolusi, bentuk puncak, jumlah lempeng, kapasitas kolom, waktu retensi, batas deteksi, batas kuantifikasi, dan parameter kualitas pemisahan dan pengukuran lain harus dimaksimalkan hingga didapatkan nilai yang paling baik dan memenuhi syarat (Gandjar dan Rohman, 2007).

Pada pemisahan analit menggunakan metode KCKT, dikenal istilah waktu retensi dan faktor retensi/faktor kapasitas. Waktu retensi (tR) adalah ukuran waktu yang dihitung saat cuplikan diinjeksikan hingga suatu komponen campuran keluar kolom (Hendayana, 2006). Waktu retensi pelarut (zat yang tidak teretensi) disebut dead-time (waktu mati) dan disimbolkan sebagai tm atau t0. Faktor retensi (k) atau faktor kapasitas (k’) merupakan banyaknya solut pada fase diam dibagi dengan banyaknya solut pada fase gerak. Nilai k merupakan nilai yang penting bagi peneliti dalam proses interpretasi dan peningkatan kualitas pemisahan. Nilai k tidak perlu dihitung karena dalam suatu pengembangan metode analisis ataupun analisis rutin, nilai k cukup diperkirakan berdasarkan rumus berikut (Snyder et al., 2010):

= (1)

Ilustrasi proses pemisahan analit X, Y, dan Z menggunakan KCKT dapat dilihat pada Gambar 3. Pada gambar tersebut, dapat dilihat hubungan antara tR, t0


(32)

dan k. Semakin besar tR, makin besar pula nilai k. Nilai k yang dikehendaki adalah nilai k yang tidak terlalu kecil (k < 1), tetapi juga tidak terlalu besar, yaitu k ≤ 10 sebab pada nilai tersebut, puncak yang dihasilkan biasanya lebih tinggi, lebih sempit, dan tR yang lebih singkat. Nilai k < 1 dapat menghasilkan puncak dengan resolusi yang buruk karena kemungkinan terjadinya penumpukan dengan puncak lain. Maka dari itu, nilai k yang biasanya disarankan adalah 1 ≤ k ≤ 10 atau untuk resolusi yang lebih baik nilai k sebaiknya 2 ≤ k ≤ 10 (Snyder et al., 2010).

Gambar 3. Hubungan tR, t0, dan k (Snyder et al., 2010)

Nilai k sebagian besar dipengaruhi oleh kekuatan elusi fase gerak, sehingga perbedaan komposisi komponen fase gerak dapat menghasilkan nilai k yang berbeda pula (Snyder et al., 2010). Semakin kuat komposisi fase gerak tersebut, semakin kecil nilai k yang dihasilkan. Pengaruh komposisi fase gerak terhadap nilai k pada pemisahan menggunakan kolom C18 dapat dilihat pada gambar berikut.


(33)

Resolusi (Rs) adalah perbedaan antara waktu retensi dua puncak yang saling berdekatan dibagi dengan rata-rata lebar puncak. Nilai Rs harus mendekati atau ≥ 1,5 agar memberikan puncak yang terpisah dengan baik (baseline resolution) (Gandjar dan Rohman, 2007) (Gambar 5).

Gambar 5. Nilai Rs dan hubungannya dengan pemisahan terhadap puncak lain (Snyder et al., 2010)

Gambar 6. Perhitungan nilai Rs puncak kromatogram (Kealey and Haines, 2002)

Resolusi dapat dihitung dengan rumus:

=

( ) (2)

ΔtR adalah perbedaan waktu retensi dua puncak yang saling berdekatan dan (W1+W2) adalah jumlah lebar alas kedua puncak (Gambar 6) (Gandjar dan Rohman, 2007).

Gambar 7. Bentuk puncak yang mungkin muncul dalam pemisahan dengan KCKT (Meyer, 2004)

Tailing factor (TF) adalah ukuran yang menyatakan bentuk puncak. Puncak yang memiliki nilai TF = 1 berarti berbentuk simetris sempurna


(34)

(Gaussian). Nilai TF > 1 menunjukkan puncak mengalami pengekoran (tailing) dan nilai TF < 1 berarti puncak mengalami fronting (Gambar 7). Nilai TF yang diperbolehkan adalah < 2. Bila nilai TF ≥ 2 maka, harus dilakukan optimasi sistem KCKT hingga dihasilkan puncak TF < 2 karena akan berpengaruh pada pemisahan (Gambar 9) (Snyder et al., 2010). TF dapat dihitung dengan rumus:

= , (3)

Gambar 8. Perhitungan nilai TF suatu puncak kromatogram (Hansen et al., 2012) Simbol d adalah setengah lebar puncak sebelah kiri dan W0,05 adalah lebar alas puncak. Nilai keduanya diukur pada 5% tinggi puncak dari alas puncak (Hansen et al., 2012) (Gambar 8).

Gambar 9. Nilai TF dan hubungannya dengan bentuk puncak dan pemisahan dengan puncak lain (Snyder et al., 2010)

Plate number (N) atau jumlah lempeng dan height equivalent to a theoritical plate (HETP) adalah parameter efisiensi pemisahan dalam


(35)

kromatografi. Semakin besar nilai N, semakin efisien suatu pemisahan sebaliknya, semakin kecil nilai HETP, semakin efisien suatu pemisahan karena didasarkan pada teori plat yang menyatakan bahwa sepanjang kolom terjadi proses kesetimbangan ekstraksi sebanyak N kali dan HETP merupakan tinggi setiap plat (Hendayana, 2006).

Nilai N berbanding terbalik terhadap efisiensi kolom (HETP). Semakin besar nilai N, maka semakin kecil nilai HETP yang berarti bahwa kolom memberikan efisiensi yang baik pula (Gandjar dan Rohman, 2007). Nilai N dan HETP dapat dihitung dengan rumus:

= 5,54 (

/

) (4)

= (5)

tR adalah waktu retensi, Wh/2 adalah lebar setengah puncak (Gambar 10), L adalah panjang kolom dalam cm (sentimeter).

Gambar 10. Perhitungan nilai N suatu puncak kromatogram (Kealey and Haines, 2002)

F. Pengaruh Laju Alir Terhadap Efisiensi Pemisahan

Pada pemisahan menggunakan sistem KCKT, seringkali puncak yang dihasilkan melebar. Pelebaran puncak ini menunjukkan bahwa pemisahan kurang


(36)

efisien. Fenomena ini disebut band broadening (pelebaran puncak) dan dipengaruhi oleh kondisi sistem KCKT, yaitu laju alir. Pengaruh ini dapat dijelaskan melalui persamaan van Deemter (6). Simbol H menunjukkan HETP, A, B, dan C berturut-turut menunjukkan besarnya difusi Eddy, difusi longitudinal, dan transfer massa, serta u menunjukkan besarnya laju alir (Snyder et al., 2010).

(6) Difusi Eddy menjelaskan bahwa terdapat molekul analit yang mencapai ujung kolom lebih cepat sementara yang lain lebih lambat karena melalui jalur yang berbeda (Gambar 11). Fenomena ini menyebabkan terjadinya pelebaran puncak karena perbedaan waktu molekul mencapai detektor. Hal ini terjadi karena distribusi ukuran partikel fase diam yang tidak merata, sehingga tidak terpengaruh oleh laju alir (Hendayana, 2006).

Gambar 11. Difusi Eddy pada kolom KCKT (Meyer, 2004)

Difusi longitudinal merupakan kecenderungan molekul-molekul analit untuk berdifusi ke daerah di dalam kolom yang tidak ditempati oleh molekul lain (dari konsentrasi yang lebih tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah). Semakin lama analit berada dalam kolom, semakin besar pula kecenderungan untuk berdifusi yang menyebabkan melebarnya puncak kromatogram. Hal ini terjadi sebab molekul yang berdifusi searah dengan aliran fase gerak akan tiba lebih cepat di ujung kolom dibandingkan dengan molekul yang berdifusi ke arah


(37)

berbeda (Gambar 12). Peningkatan laju alir akan menurunkan kemungkinan terjadinya difusi longitudinal (Hendayana, 2006).

Gambar 12. Difusi longitudinal pada kolom KCKT (Hendayana, 2006)

Sebagian molekul analit berada dalam fase gerak dan sebagian lagi berada dalam fase diam ketika diinjeksikan ke dalam kolom. Bila fase gerak yang membawa sebagian molekul analit mengalir dengan terlalu cepat, sementara sebagian molekul yang masih tertinggal pada fase diam tidak dapat meninggalkan kolom dengan kecepatan yang sama, maka akan terjadi pelebaran puncak akibat molekul analit yang tiba di ujung kolom secara tidak bersamaan (Gambar 13) (Hendayana, 2006).

Gambar 13. Ilustrasi transfer massa pada kolom KCKT (Hendayana, 2006)

Pengaruh laju alir terhadap efisiensi pemisahan dapat dilihat pada grafik berikut (Gambar 14). Pada grafik tersebut, dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai efisiensi yang optimum (HETP paling kecil), bukan berarti laju alir harus diatur paling kecil ataupun paling besar, namun harus diatur sedemikian rupa, sehingga pengaruh difusi longitudinal dan transfer massa menjadi kecil.


(38)

Gambar 14. Pengaruh laju alir terhadap efisiensi pemisahan (Hansen et al., 2012)

G. Uji Kesesuaian Sistem

Uji kesesuaian sistem (UKS) adalah suatu proses untuk memastikan bahwa instrumen dan prosedur analisis yang digunakan pada pengujian tertentu beroperasi dengan benar, sehingga memberikan hasil yang dapat dipercaya. Uji kesesuaian sistem biasanya dilakukan sebelum proses analisis sampel dilakukan. Parameter untuk UKS dapat berbeda-beda tergantung keperluan analisis (Snyder et al., 2010).

Parameter UKS dalam penelitian ini mengacu pada kriteria validitas analisis menggunakan KCKT, yaitu presisi, linearitas, dan batas deteksi (LOD). Parameter presisi yang digunakan adalah keterulangan (repeatability) dan presisi antara (intermediate precision/ruggedness). Keterulangan menunjukkan kedekatan antarhasil pengukuran yang didapatkan dari metode pengukuran yang sama, laboratorium yang sama, serta dilakukan oleh operator dan instrumen yang sama dalam jangka waktu pengukuran yang singkat. Presisi antara menunjukkan variasi pengukuran dalam laboratorium yang sama yang diperoleh dari metode pengukuran yang sama, sampel yang identik, serta dilakukan oleh operator dan atau instrumen yang berbeda dalam jangka waktu pengukuran yang lama (berbeda


(39)

hari) (United States Pharmacopeia, 2006). Presisi (keterulangan) dinyatakan dengan koefisien variansi/coefficient of variation (CV) yang dapat dihitung dengan rumus:

CV = 100 x SD / (7)

Simbol SD adalah standar deviasi dan X adalah nilai rata-rata data (Gandjar dan Rohman, 2007).

Linearitas adalah kemampuan (dalam rentang tertentu) untuk mendapatkan hasil penelitian yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Semakin mendekati -1 atau 1 nilai koefisien korelasi (r), semakin baik dan linear kurva bakunya (Gandjar dan Rohman, 2007).

Limit of detection/batas deteksi (LOD) adalah konsentrasi yang menghasilkan sinyal instrumen yang berbeda signifikan dari sinyal blanko (Miller and Miller, 2010). Sensitivitas dapat ditentukan dari LOD dan slope. LOD dapat dihitung dari regresi linier y = (b ± Sb) x + (a ± Sa) dengan rumus:

LOD = 3 (Sa/b) (8) Simbol b adalah slope atau kemiringan kurva baku, Sb merupakan standar deviasi slope, a adalah intersep, dan Sa merupakan standar deviasi intersep (Gonzales and Herrador, 2007). Nilai slope diperoleh dari nilai b pada persamaan regresi linier y = bx + a. Slope menunjukkan respon alat.

H. Metode Analisis Baku

Sejauh penelusuran pustaka penulis, belum terdapat metode analisis baku PPD dalam pewarna rambut menggunakan instrumen KCKT. Metode analisis PPD dalam pewarna rambut menggunakan instrumen KCKT hanya terdapat


(40)

dalam penelitian tertentu, sehingga merupakan suatu pengembangan metode seperti yang dilakukan oleh Rastogi et al. (2001). Terdapat metode analisis baku PPD dalam pewarna rambut pada AOAC (Association of Official Analytical Chemists) (1984) yang menggunakan metode gravimetri. European Commission pada tahun 1999 mengeluarkan metode analisis baku PPD dalam pewarna rambut menggunakan metode TLC (Thin Layer Chromatography).

I. Landasan Teori

p-Phenylenediamine (PPD) merupakan salah satu komposisi utama dalam pewarna rambut permanen jenis oksidatif. Pada penggunaan jangka pendek maupun jangka panjang, PPD dapat menimbulkan efek buruk pada kesehatan seperti dermatitis, mata iritasi dan berair, serta asma pada manusia. Menurut peraturan yang berlaku, kadar PPD yang diperbolehkan dalam suatu sediaan pewarna rambut maksimal sebesar 6%. Namun, pada kenyataannya, banyak sediaan pewarna rambut yang tidak mencantumkan kadar PPD dalam produknya, sehingga keamanan produk tersebut tidak dapat dipastikan.

Sifat PPD yang mudah mengalami oksidasi saat terpapar oksigen dianalisis menggunakan instrumen KCKT dalam penelitian ini untuk memisahkan PPD dengan produk oksidasinya. Metode analisis baku yang tersedia adalah gravimetri dan TLC, namun kedua metode tersebut belum cukup baik untuk memisahkan PPD dan tidak memiliki sistem pendeteksi sebaik instrumen KCKT mengingat hasil dari penelitian ini akan digunakan dalam kajian keamanan dan kajian risiko yang membutuhkan hasil analisis dalam jumlah yang sangat kecil.


(41)

Oleh sebab itu, metode baku tersebut tidak digunakan dan dilakukan pengembangan metode penetapan kadar menggunakan teknik KCKT.

Analisis PPD yang struktur molekulnya ditentukan oleh nilai pKa sangat tergantung pada pH dan polaritas sistem KCKT, sehingga perlu dilakukan proses optimasi khususnya pada jenis fase diam dan fase gerak. Optimasi suhu oven kolom dan laju alir fase gerak juga dilakukan agar didapatkan kualitas pemisahan yang baik, kemudian sistem KCKT yang telah optimal diuji kesesuaian sistemnya sebelum digunakan untuk penetapan kadar PPD. Parameter pemisahan dengan KCKT yang menunjukkan hasil optimum yaitu resolusi ≥ 1,5 pada kromatogram, TF < 2, N > 2000, HETP kecil dan waktu retensi yang tidak lama (< 10 menit). Parameter uji kesesuaian sistem dengan KCKT ditentukan dari linearitas (koefisien korelasi/r), presisi keterulangan (koefisien variansi/CV) dan presisi antara (signifikansi slope), serta sensitivitas (slope dan batas deteksi/LOD).

J. Hipotesis

1. Bila struktur molekul PPD ditentukan oleh pKa, maka pemilihan sistem KCKT untuk penetapan kadar PPD harus diatur pH dan polaritasnya.

2. Metode penetapan kadar PPD menggunakan sistem KCKT yang telah disesuaikan pH dan polaritasnya akan memberikan hasil analisis yang valid.


(42)

21 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimental karena terdapat perlakuan terhadap subjek uji dengan rancangan penelitian deskriptif.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel

a. Variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi larutan baku PPD, jenis fase diam, komposisi fase gerak, suhu oven, dan laju alir yang digunakan.

b. Variabel tergantung. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah resolusi (Rs), tailing factor (TF), jumlah lempeng (N), nilai HETP, waktu retensi (tR), limit of detection (LOD), slope, koefisien korelasi (r), dan koefisien variansi (CV).

c. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah kemurnian pelarut yang digunakan. Hal tersebut dapat diatasi dengan mengunakan pelarut pro analysis (p.a.)yang memiliki kemurnian tinggi.

d. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah kemungkinan oksidasi baku PPD.

2. Definisi operasional

a. Sistem KCKT yang dipergunakan adalah seperangkat alat KCKT yang terdiri dari kolom, oven kolom, fase gerak, injektor, detektor, pompa, CBM


(43)

(communication bus module), dan komputer yang dilengkapi dengan aplikasi penyaji data kromatogram.

b. Optimasi adalah proses penentuan sistem KCKT paling baik (optimal) yang dilakukan dengan cara mengubah jenis fase diam, suhu oven kolom, komposisi fase gerak yaitu jenis, pH, dan perbandingan volume fase gerak, serta laju alirfase gerak.

c. Sistem KCKT optimal adalah kondisi KCKT yang mampu menghasilkan puncak baku PPD yang baik dan dapat dilihat dari penentuan nilai resolusi (Rs), tailing factor (TF), jumlah lempeng (N), nilai HETP, dan waktu retensi (tR).

d. Resolusi (Rs) adalah ukuran pemisahan puncak baku PPD dengan puncak komponen lain seperti natrium metabisulfit yang terletak paling dekat dengan puncak PPD. Tailing factor adalah nilai yang mendefinisikan bentuk puncak baku PPD yang dihasilkan. N dan HETP adalah ukuran efisiensi pemisahan sistem KCKT terhadap baku PPD.

e. Penentuan nilai Rs, TF, N, HETP, dan tR adalah untuk puncak-puncak baku PPD yang terlihat mencapai baseline resolution dari kromatogram.

f. Uji kesesuaian sistem KCKT adalah proses pemastian sistem KCKT yang digunakan telah sesuai untuk digunakan dalam penetapan kadar baku PPD dengan hasil yang dapat dipercaya yang dapat dilihat dari penentuan presisi (keterulangan dan presisi antara) yang dilihat dari koefisien variansi (CV), sensitivitas yang dilihat dari limit of detection (LOD) dan slope, serta linieritas yang dilihat dari koefisien korelasi (r).


(44)

C. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah baku PPD 99,6% (Nacalai Tesque, Inc.) dan 100,0% (Sigma Aldrich); metanol, asetonitril, natrium metabisulfit, larutan amonia 10%, asam asetat, asam formiat dengan kualitas pro analysis (E. Merck); Na2HPO4, KH2PO4, dan akuades.

D. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik (OHAUS Pioneer tm PA214; maks. 60/120 g; min. 0,001 g; d = 0,01/0,1 mg),

ultrasonifikator (Branson 3510), kertas saring (Whatman; d = 47 mm; 0,45 μm),

syringe, mikropipet (Transferpette), milipore filter (Minisart; d = 30 mm; 0,45 µ m), pH meter (Hanna), indikator pH universal (E.Merck), tabung mikrosentrifus 1,5 mL (Eppendorf), seperangkat alat-alat gelas (Pyrex), instrumen KCKT yang meliputi pompa (Waters, Model 510) dengan sistem elusi isokratik, injektor (Rheodyne 7125; Loop 20L), oven kolom (Waters Millipore 1122) dan detektor

spektrofotometer ultraviolet (Waters Associates, Model 441; λ = 254 nm),

seperangkat komputer dengan CBM-102 (Shimadzu) dan perangkat lunak (Shimadzu Labsolutions: GCsolution versi 2.30.00SU4), perangkat lunak Powerfit v.6.05, serta kolom kromatografi seperti yang ditunjukkan pada Tabel I.

Tabel I. Kolom dengan berbagai fase diam yang dipakai dalam penelitian ini

Fase diam Merek Dimensi

internal (mm)

Ukuran partikel (m) C18 Shinwa Chemical Industries, Ltd. 150 x 4,0 5

C8 Chrompack Chromospher 250 x 4,6 10

C2 Chrompack Lichrosorb 250 x 4,6 10

Diol Chrompack Lichrosorb 250 x 4,6 10-100


(45)

E. Tata Cara Penelitian 1. Pembuatan seri larutan baku PPD

a. Pembuatan larutan natrium metabisulfit 0,01 M. Sejumlah lebih kurang 1,9 g natrium metabisulfit ditimbang seksama lalu dilarutkan dalam akuades yang telah disaring dengan kertas Whatman hingga 1 L.

b. Pembuatan larutan stok PPD 2 mg/mL dan larutan intermediet PPD 40 g/mL. Larutan stok PPD 2 mg/mL dibuat dengan menimbang seksama lebih kurang 100 mg baku PPD lalu dilarutkan dengan larutan natrium metabisulfit 0,01 M dan diencerkanhingga batas dalam labu takar 50 mL. Larutan intermediet PPD 40 g/mL dibuat dari larutan stok 2 mg/mL.

c. Pembuatan seri larutan baku PPD. Seri larutan baku dibuat dari larutan intermediet dengan konsentrasi 40 g/mL sebanyak tujuh seri konsentrasi

yaitu 1, 2, 3, 4, 6, 8, dan 10 g/mL.

2. Optimasi jenis fase diam, fase gerak, suhu oven, dan laju alir KCKT Masing-masing seri larutan baku PPD dengan konsentrasi 1, 2, 3, 4, 6, 8, dan 10 g/mL diinjeksikan ke dalam KCKT dengan volume 20 µL. Optimasi pemisahan sistem KCKT dilakukan pada setiap kolom yang tertera pada Tabel I dengan mengubah kondisi suhu oven kolom, komposisi dan laju alir fase gerak seperti yang ditunjukkan pada Tabel II. Nilai TF, Rs, N, HETP, dan tR ditetapkan dari data kromatogram yang dihasilkan untuk masing-masing perlakuan/optimasi.

Contoh penyiapan fase gerak asetonitril:air = 10:90 pH 8 adalah dengan mencampur air (akuades) sebanyak 90 mL yang telah ditambah larutan amonia 10% sebanyak 100 µ L dengan asetonitril sebanyak 10 mL. Fase gerak tersebut


(46)

disaring menggunakan kertas saring Whatman dengan dibantu pompa vakum lalu di-degassing dengan ultrasonifikator selama 20 menit.

Tabel II. Kondisi sistem KCKT yang diubah-ubah dalam optimasi

Komposisi fase gerak (dalam berbagai pH)

Air Metanol Asetonitril

Asam asetat 0,05 M Metanol:air

Asetonitril:air

Asetonitril:metanol:air Laju alir (mL/menit) 0,5

0,6 0,8 0,9 1

Suhu oven (ºC) Suhu lingkungan (32-33) 34

36 40 45 48

Pengubahan pH fase gerak dilakukan dengan menambahkan dapar fosfat 0,15 M, amonia 10%, asam asetat 0,05 M atau asam formiat. Dapar fosfat 0,15 M dibuat dengan menimbang seksama lebih kurang 57,731 g Na2HPO4 dan 35,3833 g KH2PO4 lalu dilarutkan dalam akuades hingga 1 L.

3. Uji kesesuaian sistem KCKT

Uji kesesuaian sistem KCKT dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kelayakan sistem KCKT untuk digunakan dalam penentuan kadar baku PPD berdasarkan tiga parameter, yaitu presisi (keterulangan dan presisi antara), linieritas, dan sensitivitas sistem KCKT.


(47)

a. Presisi (keterulangan) sistem KCKT. Nilai CV digunakan untuk menentukan keterulangan sistem KCKT yang telah optimal. Parameter keterulangan ditetapkan dengan cara menginjeksikan larutan baku PPD dengan konsentrasi 1, 3, 4, 6, dan 10 g/mL dengan volume 20 µL ke dalam sistem KCKT sebanyak 5 kali. Respon alat berupa luas puncak PPD masing-masing konsentrasi larutan baku yang diperoleh dapat dihitung nilai rata-rata, (standar deviasi) SD, dan CV.

c. Presisi antara (intermediet) sistem KCKT. Parameter presisi antara ditetapkan dengan cara menginjeksikan larutan baku PPD dengan konsentrasi 1, 2, 3, 4, 6, 8, dan 10 g/mL dengan volume 20 µL ke dalam sistem KCKT. Linieritas hubungan antara jumlah PPD yang diinjeksikan dengan respon alat diplotkan dalam bentuk kurva baku dan dihitung parameter statistik, yaitu intersep (a), slope (b), dan koefisien korelasi (r). Metode pengukuran yang sama dilakukan pada 3 hari yang berbeda. Nilai slope dari ketiga persamaan kurva baku tersebut dihitung signifikansinya menggunakan perhitungan statistik.

b. Linieritas hubungan konsentrasi baku PPD dengan respon sistem KCKT. Koefisien korelasi (r) digunakan untuk menentukan linieritas hubungan konsentrasi baku PPD dengan respon sistem KCKT yang telah optimal. Parameter linieritas ditetapkan dengan cara menginjeksikan larutan baku PPD dengan konsentrasi 1, 2, 3, 4, 6, 8, dan 10 g/mL dengan volume 20 µL ke dalam sistem KCKT. Linieritas hubungan antara jumlah PPD yang diinjeksikan dengan respon alat diplotkan dalam bentuk kurva baku dan dihitung parameter statistik, yaitu intersep (a), slope (b), dan koefisien korelasi (r).


(48)

c. Sensitivitas sistem KCKT. Nilai LOD dan slope digunakan untuk menentukan sensitivitas sistem KCKT yang telah optimal. Parameter sensitivitas ditetapkan dengan cara menginjeksikan larutan baku PPD dengan konsentrasi 1, 2, 3, 4, 6, 8, dan 10 g/mL dengan volume 20 µL ke dalam sistem KCKT. Persamaan kurva baku dari hasil injeksi tersebut dapat ditentukan dan dapat dihitung nilai LOD dan slope.

F. Analisis Hasil 1. Analisis hasil optimasi KCKT

Analisis hasil optimasi KCKT dilakukan sesuai dengan persamaan (2) hingga (5). Berikut ini ditentukan syarat-syarat nilai Rs, TF, N, HETP, tR yang harus dicapai agar sistem KCKT dinyatakan optimal untuk penentuan kadar PPD.

a. Daya pisah (resolusi). Nilai Rs harus ≥ 1,5 karena akan memberikan pemisahan puncak yang baik (Gandjar dan Rohman, 2007).

b. Bentuk puncak. Nilai TF yang dikehendaki adalah ≤ 2 karena tidak mengganggu atau berpengaruh terhadap pemisahan, sedangkan nilai TF > 2 dapat berpotensi mengganggu dan memberikan efek terhadap pemisahan secara rutin (Snyder et al., 2010).

c. Jumlah lempeng (N) dan HETP. Nilai N (jumlah lempeng) yang direkomendasikan secara umum adalah > 2000 dengan HETP menyesuaikan panjang kolom dan nilai N (Snyder et al., 2010).

d. Waktu retensi (tR). Waktu retensi yang diharapkan dalam penelitian ini adalah < 10 menit agar proses analisis berlangsung efisien.


(49)

2. Analisis hasil UKS KCKT

Analisis hasil UKS KCKT dilakukan sesuai dengan persamaan (7) dan (8). Berikut ini ditentukan syarat-syarat nilai CV, r, LOD, dan slope yang harus dicapai agar sistem KCKT dinyatakan sesuai untuk penentuan kadar PPD.

a. Presisi (keterulangan). Batas nilai CV yang diterima dalam penelitian ini mengacu pada standar AOAC (Tabel III).

Tabel III. Batas % CV parameter presisi (keterulangan) yang dapat diterima menurut standar AOAC (AOAC International, 2012)

b. Presisi antara. Uji signifikansi slope kurva baku antarhari dilakukan dengan uji statistik menggunakan ANOVA (Analysis of Variance) satu arah.

c. Linearitas. Batas nilai r yang harus dipenuhi dalam penelitian ini mengacu pada Pearson’s Product Moment Correlation Coefficient (PPMCC) (Tabel IV). Batas nilai r yang harus dipenuhi dilihat dari derajat kebebasan (df) yaitu banyaknya pengukuran (n) – 2. Nilai r yang dicetak tebal menunjukkan nilai r pada tingkat kepercayaan (1 – P) 95%, sedangkan nilai r yang tidak dicetak tebal adalah nilai r pada 1 – P = 99% secara statistik.


(50)

Tabel IV. Batas nilai r yang harus dilampaui dan hubungannya dengan banyaknya pengukuran (n) (Wheater and Cook, 2000)

d. Sensitivitas. Nilai LOD harus lebih kecil daripada jumlah baku PPD terkecil yang diinjeksikan. Nilai LOD diharapkan sekecil mungkin dan nilai slope diharapkan sebesar mungkin.


(51)

30 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penetapan kadar PPD menggunakan instrumen KCKT karena peneliti ingin memisahkan PPD dari produk oksidasinya. Instrumen KCKT harus dalam kondisi yang optimal bila akan digunakan untuk penetapan kadar suatu analit. Sistem KCKT yang beroperasi dalam keadaan tidak optimal akan memberikan hasil analisis yang kurang baik, benar, dan efisien. Proses optimasi dalam penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pH fase gerak serta polaritas fase diam dan fase gerak sistem KCKT yang optimal agar dapat digunakan dalam penetapan kadar PPD. Optimasi tersebut dapat dilakukan dengan mengubah jenis fase diam dan fase gerak, laju alir serta suhu oven kolom hingga didapatkan puncak PPD yang memenuhi parameter optimasi yang telah ditentukan.

A. Pembuatan Seri Larutan Baku PPD

Tujuan pembuatan seri larutan baku adalah untuk mengetahui hubungan antara respon instrumen dengan konsentrasi baku PPD (analit) memenuhi kriteria linieritas atau tidak, sehingga jika memenuhi dapat digunakan untuk menetapkan kadar PPD dalam sampel pewarna rambut oksidatif atau sampel lain yang mengandung PPD. Baku yang digunakan dalam penelitian ini merupakan baku PPD dengan kemurnian 99,6% dan 100,0% berdasarkan Certificate of Analysis (CoA) pada Lampiran 1 dan 2. Baku dengan kemurnian 99,6% diganti dengan kemurnian 100,0% karena dalam proses optimasi yang dilakukan, sulit didapatkan hasil pemisahan yang baik, sehingga peneliti mengganti baku yang digunakan menjadi baku 100,0% hingga didapatkan hasil yang diinginkan. Hal tersebut


(52)

diperkirakan terjadi karena kemurnian baku yang kurang tinggi menyebabkan banyak pengotor yang mengganggu pemisahan dan mengakibatkan proses oksidasi baku PPD menjadi lebih cepat. Penanganan baku yang tidak tepat pada awal penelitian juga mempercepat proses oksidasi baku PPD tersebut. Oleh sebab itu, pada penggunaan baku 100,0%, peneliti berusaha menangani baku sebaik mungkin dengan memisahkan sebagian kecil baku pada wadah yang berbeda dan wadah baku diberi nitrogen setelah dibuka lalu ditutup rapat, kemudian disimpan dalam lemari pendingin.

Pelarut baku PPD yang digunakan adalah natrium metabisulfit. Natrium metabisulfit merupakan suatu serbuk kristal yang dapat larut dalam air, bersifat sebagai reduktor, berfungsi sebagai antimikroba, antifungi, dan pengawet makanan (Bareh, Shouk, and Kassem, 2011). Oleh karena itu, penggunaan natrium metabisulfit dalam penelitian ini adalah sebagai antioksidan yang dapat mencegah baku PPD mengalami oksidasi selama pemisahan dengan KCKT. Penggunaan antioksidan sebagai pelarut PPD disebabkan oleh sifat PPD yang mudah mengalami autooksidasi bila terpapar oksigen (Corbett, 1972).

B. Optimasi Jenis Fase Diam, Fase Gerak, Suhu Oven, dan Laju Alir KCKT

Variabel-variabel bebas yang dioptimasi dalam analisis ini sangat berperan penting untuk penentuan kualitas pemisahan PPD. Oleh sebab itu, optimasi sistem KCKT dengan mengubah variabel bebas tersebut diharapkan dapat memberikan kualitas pemisahan PPD yang paling baik.


(53)

1. Optimasi polaritas fase diam dalam analisis PPD dengan KCKT

Fase diam merupakan faktor yang sangat berperan penting dalam optimasi karena menentukan retensi dan selektivitas. Retensi adalah tertahannya analit pada fase diam dan selektivitas adalah kemampuan suatu metode untuk mendeteksi analit yang diinginkan walaupun terdapat komponen lain dalam sampel yang sama (Snyder, et al., 2010).

Fase diam yang digunakan dalam optimasi sistem KCKT dalam penelitian ini ada lima macam, yaitu C18, C8, C2, diol, dan poliol silika. Penggunaan fase diam C18, C8, dan C2 dengan fase gerak yang lebih polar akan menghasilkan sistem KCKT fase terbalik dan sebaliknya, penggunaan fase diam diol dan poliol silika dengan fase gerak yang lebih nonpolar akan menghasilkan sistem KCKT fase normal.

2. Optimasi pH dan polaritas fase gerak dalam analisis PPD dengan KCKT Fase gerak pada penelitian ini terdiri dari komposisi metanol atau asetonitril dan air atau air yang diberi dapar fosfat, serta asetonitril dan air yang diberi amonia 10% atau asam asetat 0,05 M atau asam formiat. Optimasi fase gerak dilakukan dengan menambah, mengurangi, atau mengubah komponen fase gerak. Sistem elusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem isokratik yaitu, komposisi fase gerak sama selama pengukuran berlangsung.

Metanol dan asetonitril digunakan sebagai kombinasi dengan air karena pada pemisahan dengan fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak), kekuatan elusi meningkat seiring dengan meningkatnya polaritas fase gerak dan sebaliknya, pada pemisahan dengan fase terbalik (fase diam lebih nonpolar


(54)

daripada fase gerak), kekuatan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas fase gerak (Kealey and Haines, 2002) (Gambar 15). Polaritas (P’) air yang tinggi (Tabel V) membuatnya menjadi eluen paling kuat pada KCKT fase normal karena air berinteraksi dengan gugus polar fase diam, sehingga analit sulit berinteraksi dengan fase diam dan akan terelusi lebih cepat, sebaliknya, air merupakan eluen yang lemah pada KCKT fase terbalik karena sulit membasahi fase diam yang nonpolar. Hal ini juga membuat fase gerak yang mengandung semakin banyak air akan mempunyai waktu retensi yang semakin lama pada KCKT fase terbalik. Kekuatan elusi pelarut pada fase diam polar dapat dilihat pula dari nilai εº (Tabel

V). Semakin tinggi εº, semakin kuat pelarut tersebut (Meyer, 2004). Oleh sebab itu, kekuatan elusi fase gerak mempengaruhi pula nilai k. Semakin kuat suatu komposisi fase gerak, semakin kecil nilai k puncak analit yang dihasilkan (Snyder et al., 2010). Kombinasi metanol atau asetonitril dengan air berguna untuk mengatur pemisahan analit yang lebih baik dibandingkan bila fase gerak hanya terdiri dari air.

Gambar 15. Pengaruh komposisi asetonitril, metanol, dan tetrahidrofuran dalam air terhadap kekuatan elusinya pada KCKT fase terbalik (Meyer, 2004)

Tabel V. Deret eluotropik dan nilai UV cut-off pelarut KCKT (Meyer, 2004) Komponen

fase gerak

Kekuatan

/εº

Polaritas /P’

Dipolaritas /π*

Keasaman

/α Kebasaan /β UV off (nm)

cut-Asetonitril 0,50 5,8 0,60 0,15 0,25 190

Metanol 0,73 5,1 0,29 0,43 0,29 205

Air Lebih


(55)

Gambar 16. Segitiga selektivitas fase gerak KCKT (Snyder et al., 2010)

Walaupun dengan mengubah perbandingan komponen fase gerak dapat mengubah indeks polaritas (Lampiran 4) dan mempengaruhi kekuatan elusi dan nilai k, tetapi perubahan tersebut tidak selektif, sehingga bila terdapat puncak yang sangat menumpuk, bisa saja puncak tersebut terus menumpuk meskipun polaritas fase gerak telah diubah secara signifikan. Pada kasus ini, akan lebih baik mengubah selektivitas pelarut agar terjadi pemisahan yang baik. Terdapat dua cara yang biasanya dilakukan, yang pertama yaitu mengubah jenis pelarut pada fase gerak. Segitiga selektivitas fase gerak dapat menjadi panduan untuk memilih pelarut tersebut (Harvey, 2000).

Pada Gambar 16, dapat dilihat segitiga selektivitas fase gerak KCKT yang dibuat berdasarkan nilai dipolaritas (π*), keasaman (α), dan kebasaan (β) masing-masing pelarut (Tabel V). Dipolaritas adalah ukuran kemampuan pelarut berinteraksi dengan analit dengan kekuatan dipol dan polarisasi. Keasaman adalah ukuran kemampuan pelarut untuk bertindak sebagai pendonor ikatan hidrogen terhadap analit basa (akseptor), sebaliknya kebasaan adalah ukuran kemampuan


(56)

pelarut untuk bertindak sebagai akseptor ikatan hidrogen terhadap analit asam (pendonor). Segitiga selektivitas tersebut menggambarkan bahwa pemilihan kombinasi pelarut fase gerak lebih tepat bila dipilih pelarut yang tidak berada pada area yang berdekatan supaya diperoleh selektivitas yang diinginkan (Meyer, 2004). Oleh sebab itu, dipilih pelarut asetonitril (ACN) yang merupakan pelarut yang bersifat dipolar, serta metanol dan air yang bersifat sebagai pendonor H untuk digunakan dalam pemisahan PPD untuk memodifikasi selektifitas fase gerak agar pemisahan dapat berjalan dengan baik. Asetonitril yang bersifat dipolar karena memiliki dipol positif pada atom C dari gugus nitril dapat berinteraksi secara dipolar dengan PPD yang memiliki dipol negatif pada atom N. Metanol dan air yang bersifat sebagai pendonor H dapat berinteraksi dengan PPD yang bersifat basa (akseptor H).

Gambar 17. Distribusi bentuk molekul PPD dalam berbagai pH (ChemAxon, 2014)

Cara kedua untuk mengubah selektivitas fase gerak adalah dengan mengubah pH. Analit yang bersifat asam lemah atau basa lemah akan berubah mekanisme retensinya secara signifikan bila pH fase gerak diubah (Harvey, 2000).


(57)

Senyawa PPD merupakan analit yang dapat terionisasi pada pH tertentu (Gambar 17), sehingga pada pemisahannya menggunakan KCKT diperlukan dapar dalam fase gerak agar dapat mempertahankan pH dan menghasilkan retensi yang reprodusibel selama pemisahan (Snyder et al., 2010).

Tujuan pengubahan pH fase gerak adalah untuk mengamati pengaruh pH pada pemisahan PPD menggunakan polaritas kolom tertentu. Pengaturan pH juga penting pada pemisahan PPD menggunakan KCKT karena kecepatan pembentukan produk oksidasi PPD (Bandrowski’s base) dipengaruhi pula oleh peningkatan pH. Kecepatan oksidasi PPD meningkat pada pH > 8,5 (Corbett, 1972). Pada beberapa kombinasi komposisi fase gerak ditambahkan pula asam asetat 0,05 M dan asam formiat dengan tujuan untuk mengatur pH fase gerak pada suasana asam (± pH 5); dapar fosfat pH 7 pada suasana netral (± pH 7); amonia 10% pada suasana basa (± pH 8).

Nilai UV cut-off adalah panjang gelombang UV pelarut yang akan memberikan serapan lebih dari 1,0 satuan absorbansi dalam kuvet 1 cm sehingga dianjurkan untuk tidak menggunakan pelarut yang memiliki nilai UV cut-off bertepatan atau mendekati panjang gelombang deteksi analit (Gandjar dan Rohman, 2007). Air, metanol, dan asetonitril berturut-turut memiliki nilai UV cut-off 170 nm, 205 nm, dan 190 nm (Tabel V) sehingga tidak mengganggu pembacaan analit karena penelitian ini menggunakan detektor spektrofotometer UV pada panjang gelombang cukup jauh dari nilai UV cut-off pelarut yaitu, 254 nm.


(58)

Viskositas fase gerak dapat mempengaruhi tekanan dan efisiensi kolom. Semakin tinggi viskositas, semakin tinggi pula tekanan pada kolom, sebaliknya semakin kecil nilai N. Maka dari itu, viskositas yang baik untuk fase gerak adalah viskositas yang sekecil mungkin. Viskositas air, metanol, dan asetonitril berturut-turut sebesar 0,89; 0,54; dan 0,34 cP. Kombinasi ketiga senyawa tersebut dapat mempengaruhi viskositasnya. Tabel VI menyajikan data viskositas kombinasi fase gerak antara metanol dan air serta asetonitril dan air dalam satuan cP pada berbagai suhu.

Tabel VI. Viskositas kombinasi fase gerak metanol:air (baris atas) dan asetonitril:air (baris bawah) pada suhu tertentu (B = komposisi organik) (Snyder et al., 2010)

Partikel-partikel pengotor dalam fase gerak harus dihilangkan karena dapat mengganggu proses analisis dan pembacaan analit karena partikel tersebut dapat menyumbat pori-pori kolom. Oleh karena itu, fase gerak harus disaring menggunakan kertas Whatman terlebih dahulu sebelum digunakan. Keberadaan gas dalam fase gerak juga dapat mengganggu pembacaan analit (Gandjar dan Rohman, 2007). Fase gerak di-degassing (dihilangkan gasnya) dengan ultrasonifikator selama 20 menit.


(59)

3. Optimasi laju alir fase gerak dalam analisis PPD dengan KCKT

Pengubahan laju alir akan mempengaruhi efisiensi pemisahan pula karena mempengaruhi pelebaran puncak. Pengaruh tersebut dijelaskan oleh persamaan van Deemter (6) dan grafik pengaruh laju alir terhadap efisiensi (Gambar 14). Persamaan dan grafik tersebut menunjukkan bahwa laju alir secara langsung berpengaruh pada besarnya difusi longitudinal dan transfer massa. Oleh sebab itu, laju alir harus dioptimasi agar puncak yang dihasilkan memiliki nilai HETP sekecil mungkin. Pada penelitian ini, peneliti mengubah laju alir fase gerak dengan tujuan mendapatkan laju alir yang dapat menghasilkan puncak PPD paling baik.

4. Optimasi suhu oven dalam analisis PPD dengan KCKT

Suhu merupakan variabel yang penting dalam KCKT karena memiliki efek yang signifikan pada nilai k (faktor retensi); semakin tinggi suhu, semakin kecil nilai k. Faktor retensi didefinisikan sebagai banyaknya solut pada fase diam dibagi dengan banyaknya solut pada fase gerak (Snyder et al., 2010) sehingga, nilai k yang besar menunjukkan bahwa lebih banyak solut yang terikat pada fase diam dibandingkan pada fase gerak, begitupun sebaliknya.

Keuntungan peningkatan suhu kolom, yaitu waktu retensi yang lebih singkat; meningkatnya tinggi puncak karena pengaruh transfer massa menurun, sehingga suhu dapat pula meningkatkan nilai N (Snyder et al., 2010). Peningkatan suhu juga dapat mengurangi pelebaran puncak karena meningkatkan kemampuan difusi analit dari fase diam ke fase gerak dan mengurangi viskositas fase gerak (Poole and Poole, 1991).


(60)

Walaupun terdapat keuntungan, peningkatan suhu oven kolom KCKT mempunyai kerugian pula seperti fase gerak, analit, serta fase diam yang lebih mudah rusak; kemungkinan munculnya baseline yang tidak rata dan ghost peaks (puncak-puncak yang tidak teridentifikasi), hingga gangguan pembacaan pada detektor yang disebabkan oleh meningkatnya risiko munculnya gelembung akibat tekanan uap fase gerak yang meningkat. Seiring meningkatnya suhu, puncak biasanya akan semakin tidak terpisah dengan baik karena nilai resolusi menurun (Snyder et al., 2010). Selain itu, analisis pada suhu lingkungan dibanding pada suhu yang ditingkatkan juga dinilai lebih praktis, tetapi tetap dapat memberikan efisiensi kolom yang baik untuk analit-analit yang mempunyai berat molekul rendah (nonpolimer) (Poole and Poole, 1991). Adanya keuntungan maupun kerugian ini menyebabkan pengaruh suhu pada pemisahan menggunakan KCKT tidak dapat ditetapkan secara pasti (Meyer, 2004).

Pada penelitian ini, peneliti mencoba mengubah suhu oven kolom untuk melihat pengaruhnya terhadap kualitas pemisahan PPD. Peningkatan suhu oven dilakukan dengan harapan mendapatkan waktu retensi yang lebih singkat dan nilai N yang lebih tinggi serta resolusi yang baik pula.

5. Hasil optimasi sistem KCKT untuk analisis PPD

Hasil optimasi menggunakan sistem KCKT yang berbeda-beda akan dijelaskan masing-masing berdasarkan sistem KCKT yang digunakan. Penentuan kualitas analisis PPD ditentukan dari nilai TF, Rs, N, dan HETP masing-masing sistem KCKT yang digunakan.


(61)

a. Sistem KCKT fase terbalik. Pada sistem KCKT fase terbalik, fase diam (kolom) yang digunakan bersifat lebih nonpolar dibandingkan fase gerak. Pada penelitian ini, kolom yang digunakan dalam KCKT fase terbalik adalah C18, C8, dan C2. Mekanisme interaksi antara PPD dengan fase diam pada sistem KCKT ini adalah interaksi hidrofobik. Interaksi tersebut terjadi antara bagian hidrofobik PPD, yaitu cincin benzen dengan bagian hidrofobik fase diam, yaitu rantai karbon (C18, C8, C2). Mekanisme interaksi antara PPD dengan fase gerak pada sistem KCKT ini adalah dengan ikatan hidrogen (dengan metanol atau air) antara gugus polar PPD (-NH2) dengan gugus polar fase gerak (-OH) dan interaksi dipolar (dengan ACN).

1) Fase diam C18

Kolom C18 merupakan fase diam nonpolar yang paling umum digunakan dalam pemisahan menggunakan KCKT fase terbalik (Watson, 2012). Fase diam ini dapat memisahkan sebagian besar senyawa dengan polaritas rendah, sedang, hingga tinggi. Kolom C18 merupakan kolom silika gel termodifikasi yang pada gugus silanolnya terikat rantai hidrokarbon panjang dengan 18 gugus karbon, sehingga kolom ini paling nonpolar dibandingkan fase diam lain yang digunakan dalam penelitian ini.

Gambar 18. Susunan molekul fase diam C18 (Watson, 2012)

Rentang pH yang dapat diatur pada fase gerak terbatas pada pH 2-8,5. Apabila pH fase gerak yang digunakan berada di luar rentang tersebut, maka kemungkinan ikatan antara silika gel dan C18 yang melapisinya akan rusak


(62)

serta silika gel fase diam akan larut oleh fase gerak yang terlalu asam atau basa. Namun, rentang pH ini semakin diperlebar dengan tersedianya fase diam yang lebih stabil dewasa ini (Watson, 2012).

Komposisi fase gerak, laju alir, suhu oven kolom yang digunakan dengan fase diam ini dan hasil perhitungan nilai TF, Rs, N, dan HETP puncak baku PPD dapat dilihat pada Tabel VII. Parameter optimasi yang telah ditentukan, yaitu TF, Rs, N, dan HETP dihitung untuk masing-masing kondisi KCKT tersebut. Puncak-puncak yang tidak terpisah atau tidak terlihat di kromatogram tidak dapat dihitung dan dianggap tidak memenuhi parameter optimasi. Contoh kromatogram ditampilkan pada Gambar 19.

Pada Tabel VII, terlihat bahwa puncak PPD yang dihasilkan fase gerak asetonitril 100% tidak memisah dengan pelarut, sehingga parameter optimasi tidak dapat dihitung. Hal tersebut dapat terjadi karena kekuatan elusi asetonitril terlalu besar bila digunakan tanpa dikombinasikan dengan air, sehingga molekul PPD belum sempat mencapai kesetimbangan dengan fase diam, tetapi sudah keluar kolom bersama fase gerak. Penggunaan asetonitril yang dikombinasikan dengan air selanjutnya dapat menghasilkan puncak PPD yang terpisah dan dapat dihitung parameter optimasinya, misalnya asetonitril:air = 10:90.


(63)

Tabel VII. Nilai TF, Rs, N, HETP, dan tR puncak baku PPD setiap kondisi sistem KCKT dengan fase diam C18

No. Komposisi fase gerak Polaritas Laju alir

(mL/menit) pH

Suhu

ovena (ºC) TF Rs N HETP

tR (menit)

1. Air = 100 + dapar fosfat 0,15 M 10,2 0,8 7 32-33 N/Ab N/A N/A N/A N/A

2. Air = 100 + dapar fosfat 0,15 M 10,2 0,8 5 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A

3. Dapar fosfat 0,15 M 10,2 1 7 36 2,63 1,94 234,07 0,064 3,748

4. Dapar fosfat 0,15 M 10,2 1 7 40 N/A N/A N/A N/A N/A

5. Asetonitril = 100 + amonia 10% 1 L/mL 5,8 0,5 8 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A

6. Metanol:air = 10:90 9,69 0,8 5 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A

7. Metanol:air = 10:90 + dapar fosfat 0,15 M 9,69 0,8 7 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A

8. Metanol:air = 20:80 9,18 0,8 5 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A

9. Asetonitril:air = 5:95 + dapar fosfat 0,15 M 9,98 0,8 7 32-33 2,33 6,62 408,15 0,04 6,468

10. Asetonitril:air = 10:90 9,76 0,8 5 32-33 1,83 1,44 427,63 0,035 5,949

11. Asetonitril:air = 20:80 9,32 0,8 5 32-33 1,68 1,62 360,92 0,042 5,372

12. Asetonitril:air = 30:70 + dapar fosfat 0,15 M 8,88 0,8 7 32-33 2,25 1,54 430,79 0,035 4,671 13. Asetonitril:air = 1:99 + amonia 10% 1 L/mL 10,16 0,5 8 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A 14. Asetonitril:air = 2:98 + amonia 10% 1 L/mL 10,11 0,5 8 32-33 1,5 24,9 7906,47 0,002 9,119 15. Asetonitril:air = 2:98 + amonia 10% 1 L/mL 10,11 1 8 32-33 1,8 6,17 1105,32 0,014 4,911 16. Asetonitril:air = 2:98 + amonia 10% 2 L/mL 10,11 1 8 32-33 2,17 5,53 975,96 0,015 5,304

17. Asetonitril:air = 3:97 + amonia 10% 2 L/mL 10,07 1 8 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A

18. Asetonitril:air = 5:95 + amonia 10% 1 L/mL 9,98 0,5 8 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A 19. Asetonitril:air = 10:90 + amonia 10% 1 L/mL 9,76 1 8 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A 20. Asetonitril:air = 10:90 + amonia 10% 1 L/mL 9,76 0,5 8 32-33 1,25 6,125 6254,44 0,002 4,834 Keterangan:

a

Suhu 32-33 ºC merupakan suhu lingkungan. Pada saat oven tidak dinyalakan, pengukuran dianggap dilakukan pada suhu tersebut

b


(1)

NERI, 142, National Environmental Research Institute, Roskilde Denmark.

Rowe, R.C., Sheskey, P.J., and Quinn, M.E., 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipient, 6th Edition, Pharmaceutical Press and American Pharmacist Association, Grayslake, pp. 118-119, 635, 728-729.

Scientific Committee on Consumer Safety, 2012, Opinion on p-Phenylenediamine, European Commission, Europe, pp. 7-8.

Snyder, L.R., Kirkland, J.J., and Dolan, J.W., 2010, Introduction to Modern Liquid Chromatography, 3rd Edition, John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, pp. 20, 813.

The Economist Newspaper, 2001, Fast-growing Business,

http://www.economist.com/node/631692, diakses tanggal 1 Juni 2015. U.S. Food and Drug Administration, 2015, Temporary Tattoos, Henna/Mehndi,

and "Black Henna": Safety and Regulatory Information,

http://www.fda.gov/Cosmetics/ProductsIngredients/Products/ucm108569. htm#whats_in, diakses tanggal 1 Juni 2015.

United States Department of Labor, m-, o-, p-Phenylenediamine,

https://www.osha.gov/dts/sltc/methods/organic/org087/org087.html, diakses tanggal 18 April 2014.

United States Pharmacopeia, 2006, United States Pharmacopeia-National Formulary (USP30-NF25), The United States Pharmacopeial Convention, USA.

Vincent, U., Bordin, G., and Rodríguez, A.R., 2002, Validation of an analytical procedure for the determination of oxidative hair dyes in cosmetic formulations, J. Cosmet. Sci., 53, 43-58.

Watson, D.G., 2012, Pharmaceutical Analysis: A Textbook for Pharmacy Students and Pharmaceutical Analists, Third Edition, Elsevier Churchill Livingstone, New York, pp 20-120.

Wheater, C.P., and Cook, P.A., 2000, Using Statistics to Understand the Environment (Routledge Introductions to the Environment), in Focus 10a: Pearson’s Product Moment Correlation Coefficient (PPMCC),

http://media3.bmth.ac.uk/spss/focus_pages/focus_10a.htm, diakses tanggal 1 April 2015.


(2)

(3)

Lampiran 1. Certificate of Analysis (CoA) Baku PPD I


(4)

Lampiran 3. Perhitungan student’s t-test slope persamaan garis kisaran massa baku PPD 20-80 ng dan 80-200 ng

Kisaran massa PPD

Jumlah titik (n)

Slope ± Sb Sb2 s2 s df

20-80 ng 12 1657,9 ± 96,8 9375,86

12908,8 113,6 22 80-200 ng 12 2413,1 ± 128,2 16441,65

t hitung = 16,28

t tabel (P = 0,05) = 2,07

Kedua slope berbeda signifikan karena t hitung > t tabel

Keterangan:

Nilai s2 dan t hitung didapatkan dengan perhitungan sesuai rumus pada pustaka (Miller and Miller, 2010).

Nilai df didapatkan dari jumlah n kedua persamaan dikurangi 2.

Nilai t tabel didapatkan dari tabel t dengan taraf kepercayaan 95% sesuai nilai df.

Lampiran 4. Perhitungan LOD

Data persamaan regresi linier kurva baku kumulatif PPD 4 massa terkecil diperoleh dari aplikasi Powefit v.6.05. sebagai berikut:

Nilai Sa (standar deviasi intersep) ditunjukkan pada bagian Std.Dev., a0 yaitu 5403,08 dan nilai slope (b) ditunjukkan dari persamaan regresi linier sebesar 1657,89. Maka, nilai LOD dapat dihitung sebagai berikut:

LOD = 3 (Sa/b) = 3 (5403,08/1657,89) = 9,78 ng/20 L.


(5)

Lampiran 5. Contoh perhitungan polaritas fase gerak (Harvey, 2000)

Komposisi fase gerak P’ = a.P’a + b.P’b P’

Asetonitril = 100 (1)(5,8) + 0 5,8

Asetonitril:air = 10:90 (0,1)(5,8) + (0,9)(10,2) 9,76 Metanol:air = 20:80 (0,2)(5,1) + (0,8)(10,2) 9,18 Keterangan:

a dan b adalah fraksi volume pelarut A dan B dari komposisi fase gerak,

sedangkan P’a dan P’b adalah indeks polaritas kedua pelarut serta P’ adalah indeks

polaritas campuran fase gerak

Lampiran 6. Perhitungan ANOVA satu arah untuk slope kurva baku

Replikasi Slope Sba Sb2 dfb (n-1)

I 2343,4 132,74 17618,58 6

II 2252,6 95,95 9206,81 6

III 2208,6 129,84 16858,69 6

SDc 68,77 Mean square within samplesd

14561,36 18 (total dfb)

SD2 4729,94 F hitungg 0,650

dfe (n-1) 2 F tabel 2,18 (P = 0,05)h 3,555

Mean square between samplesf

9459,88 Karena F hitung < F tabel, maka slope disimpulkan tidak berbeda signifikan

Keterangan:

a

Standar deviasi slope dari persamaan regresi linier per replikasi yang diperoleh dari aplikasi Powefit v.6.05. (Std.Dev., a1).

b

Derajat kebebasan dengan n = injeksi per replikasi.

c

Standar deviasi yang dihitung dari slope tiga replikasi.

d

Dihitung dari rata-rata Sb2.

e

Derajat kebebasan dengan n = banyaknya replikasi.

f

Dihitung dari SD2 dikali dfe.

g

Dihitung dari mean square between samples dibagi mean square within samples.

h

Didapatkan dari tabel F dengan taraf kepercayaan 95% untuk ANOVA satu arah. Simbol F2,18 didapatkan dari Fdfe,dfb (Miller and Miller, 2010).


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis mempunyai nama lengkap Verni Emelia dan dilahirkan di Singkawang, Kalimantan Barat, pada tanggal 30 Juni 1993 serta merupakan anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan Tjhang (Kang) Tjun Kiong dan Bong Djan Lang. Penulis menempuh pendidikan TK hingga SMP di Kota Singkawang, yaitu TK Betel (1997-1999), SDS Suster (1999-2005), dan SMP Pengabdi (2005-2008). Penulis menyelesaikan pendidikan SMA di Kota Pontianak yaitu SMA Santu Petrus (2008-2011) dan melanjutkan pendidikan S1 di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yaitu di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma (USD) (2011-2015). Penulis aktif dalam kegiatan akademik dan non-akademik di dalam maupun di luar lingkungan kampus semasa kuliah, yaitu peserta Pelatihan Pembuatan Produk Farmasi pada acara Paingan Festival USD (2011); seksi acara Journalistic Competition USD (2011); staf divisi pendidikan (2011-2012) dan koordinator divisi sosial (2012-2013) Komunitas Mahasiswa Buddhis Kong Hu Cu Dharma Virya (KMBK-DV) USD; peserta seminar nasional Diabetes Melitus USD (2011); contact person IPSF ISMAFARSI USD (2012-2013) dan BEMFF USD (2013-2014); peserta (2012) dan seksi outbond (2013) Latihan Kepemimpinan (LK) I ISMAFARSI/BEMFF USD; sekretaris dan bendahara (2012) serta Master of Ceremony (MC) (2013) Asyiknya Berbagi Dhamma KMBK-DV USD; peserta (2012 dan 2013), Peringkat IV (2014) dan Peringkat I antar-PTS tingkat wilayah Kopertis V, serta peserta tingkat nasional (2015) Olimpiade Nasional MIPA PT (ONMIPA-PT) bidang Kimia; volunteer seminar motivasi Andrie Wongso (2012) dan seminar vegetarian Gobind Vashdev (2013) KMBK-DV USD; seksi humas Musyawarah Wilayah Joglosepur ISMAFARSI (2012); volunteer “Obat Generik Berlogo” (2012) dan seksi acara “Penggolongan Obat” (2012) Kampanye Informasi Obat (KIO) dan cek kesehatan gratis USD; peserta seminar “Mengenal Pilar-pilar Budaya Tionghoa” Angkatan Muda Hok Tek Tong Parakan (2012); pendamping kelompok acara Tiga Hari Temu Akrab Farmasi (TITRASI) USD (2012); seksi dana dan usaha LK KMBK-DV USD (2012); panitia CPD (Continuous Professional Development) IAI (2013); volunteer Desa Mitra 1 BEMFF USD (2013); MC Seminar Kesehatan Mount Alvernia Hospital Singapore di DIY (2013); bendahara SEP (Student Exchange Programme) IPSF USD (2013); peserta 12th APPS (Asia Pacific Pharmaceutical Symposium) IPSF in Japan (2013), peserta seminar dan tim semifinalis Kompetisi Kefarmasian Tingkat Mahasiswa PharmaDays UGM (2013); peserta Program Kreativitas Mahasiswa bidang pengabdian kepada masyarakat (PKM-M) Dikti (2014); peserta Olimpiade Farmasi Indonesia (OFI) VI di Padang (2014); relawan farmasis Bakti Sosial kerjasama STT Nazarene Indonesia, MNI Jawa-Bali, dan Yayasan Persaudaraan Masyarakat Jogja (YPMJ) (2015); asisten praktikum Kimia Dasar (2012), Kimia Organik II (2013), Kimia Analisis (2013), Analisis Farmasi dan Validasi Metode Analisis (2014), dan Pharmaceutical Analysis (2014).