Walaupun terdapat keuntungan, peningkatan suhu oven kolom KCKT mempunyai kerugian pula seperti fase gerak, analit, serta fase diam yang lebih
mudah rusak; kemungkinan munculnya baseline yang tidak rata dan ghost peaks puncak-puncak yang tidak teridentifikasi, hingga gangguan pembacaan pada
detektor yang disebabkan oleh meningkatnya risiko munculnya gelembung akibat tekanan uap fase gerak yang meningkat. Seiring meningkatnya suhu, puncak
biasanya akan semakin tidak terpisah dengan baik karena nilai resolusi menurun Snyder et al., 2010. Selain itu, analisis pada suhu lingkungan dibanding pada
suhu yang ditingkatkan juga dinilai lebih praktis, tetapi tetap dapat memberikan efisiensi kolom yang baik untuk analit-analit yang mempunyai berat molekul
rendah nonpolimer Poole and Poole, 1991. Adanya keuntungan maupun kerugian ini menyebabkan pengaruh suhu pada pemisahan menggunakan KCKT
tidak dapat ditetapkan secara pasti Meyer, 2004. Pada penelitian ini, peneliti mencoba mengubah suhu oven kolom untuk
melihat pengaruhnya terhadap kualitas pemisahan PPD. Peningkatan suhu oven dilakukan dengan harapan mendapatkan waktu retensi yang lebih singkat dan nilai
N yang lebih tinggi serta resolusi yang baik pula.
5. Hasil optimasi sistem KCKT untuk analisis PPD
Hasil optimasi menggunakan sistem KCKT yang berbeda-beda akan dijelaskan masing-masing berdasarkan sistem KCKT yang digunakan. Penentuan
kualitas analisis PPD ditentukan dari nilai TF, Rs, N, dan HETP masing-masing
sistem KCKT yang digunakan.
a. Sistem KCKT fase terbalik. Pada sistem KCKT fase terbalik, fase
diam kolom yang digunakan bersifat lebih nonpolar dibandingkan fase gerak. Pada penelitian ini, kolom yang digunakan dalam KCKT fase terbalik adalah C18,
C8, dan C2. Mekanisme interaksi antara PPD dengan fase diam pada sistem KCKT ini adalah interaksi hidrofobik. Interaksi tersebut terjadi antara bagian
hidrofobik PPD, yaitu cincin benzen dengan bagian hidrofobik fase diam, yaitu rantai karbon C18, C8, C2. Mekanisme interaksi antara PPD dengan fase gerak
pada sistem KCKT ini adalah dengan ikatan hidrogen dengan metanol atau air antara gugus polar PPD -NH
2
dengan gugus polar fase gerak -OH dan interaksi dipolar dengan ACN.
1 Fase diam C18
Kolom C18 merupakan fase diam nonpolar yang paling umum digunakan dalam pemisahan menggunakan KCKT fase terbalik Watson, 2012. Fase
diam ini dapat memisahkan sebagian besar senyawa dengan polaritas rendah, sedang, hingga tinggi. Kolom C18 merupakan kolom silika gel termodifikasi
yang pada gugus silanolnya terikat rantai hidrokarbon panjang dengan 18 gugus karbon, sehingga kolom ini paling nonpolar dibandingkan fase diam lain
yang digunakan dalam penelitian ini.
Gambar 18. Susunan molekul fase diam C18 Watson, 2012
Rentang pH yang dapat diatur pada fase gerak terbatas pada pH 2-8,5. Apabila pH fase gerak yang digunakan berada di luar rentang tersebut, maka
kemungkinan ikatan antara silika gel dan C18 yang melapisinya akan rusak
serta silika gel fase diam akan larut oleh fase gerak yang terlalu asam atau basa. Namun, rentang pH ini semakin diperlebar dengan tersedianya fase diam
yang lebih stabil dewasa ini Watson, 2012. Komposisi fase gerak, laju alir, suhu oven kolom yang digunakan dengan
fase diam ini dan hasil perhitungan nilai TF, Rs, N, dan HETP puncak baku PPD dapat dilihat pada Tabel VII. Parameter optimasi yang telah ditentukan,
yaitu TF, Rs, N, dan HETP dihitung untuk masing-masing kondisi KCKT tersebut. Puncak-puncak yang tidak terpisah atau tidak terlihat di kromatogram
tidak dapat dihitung dan dianggap tidak memenuhi parameter optimasi. Contoh kromatogram ditampilkan pada Gambar 19.
Pada Tabel VII, terlihat bahwa puncak PPD yang dihasilkan fase gerak asetonitril 100 tidak memisah dengan pelarut, sehingga parameter optimasi
tidak dapat dihitung. Hal tersebut dapat terjadi karena kekuatan elusi asetonitril terlalu besar bila digunakan tanpa dikombinasikan dengan air, sehingga
molekul PPD belum sempat mencapai kesetimbangan dengan fase diam, tetapi sudah keluar kolom bersama fase gerak. Penggunaan asetonitril yang
dikombinasikan dengan air selanjutnya dapat menghasilkan puncak PPD yang terpisah dan dapat dihitung parameter optimasinya, misalnya asetonitril:air =
10:90.
42
Tabel VII. Nilai TF, Rs, N, HETP, dan tR puncak baku PPD setiap kondisi sistem KCKT dengan fase diam C18
No. Komposisi fase gerak
Polaritas Laju alir
mLmenit pH
Suhu oven
a
ºC TF
Rs N
HETP tR
menit 1. Air = 100 + dapar fosfat 0,15 M
10,2 0,8
7 32-33
NA
b
NA NA
NA NA
2. Air = 100 + dapar fosfat 0,15 M 10,2
0,8 5
32-33 NA
NA NA
NA NA
3. Dapar fosfat 0,15 M 10,2
1 7
36 2,63
1,94 234,07
0,064 3,748
4. Dapar fosfat 0,15 M 10,2
1 7
40 NA
NA NA
NA NA
5. Asetonitril = 100 + amonia 10 1 LmL
5,8 0,5
8 32-33
NA NA
NA NA
NA 6. Metanol:air = 10:90
9,69 0,8
5 32-33
NA NA
NA NA
NA 7. Metanol:air = 10:90 + dapar fosfat 0,15 M
9,69 0,8
7 32-33
NA NA
NA NA
NA 8. Metanol:air = 20:80
9,18 0,8
5 32-33
NA NA
NA NA
NA 9. Asetonitril:air = 5:95 + dapar fosfat 0,15 M
9,98 0,8
7 32-33
2,33 6,62
408,15 0,04
6,468 10. Asetonitril:air = 10:90
9,76 0,8
5 32-33
1,83 1,44
427,63 0,035
5,949 11. Asetonitril:air = 20:80
9,32 0,8
5 32-33
1,68 1,62
360,92 0,042
5,372 12. Asetonitril:air = 30:70 + dapar fosfat 0,15 M
8,88 0,8
7 32-33
2,25 1,54
430,79 0,035
4,671 13. Asetonitril:air = 1:99 + amonia 10 1
LmL 10,16
0,5 8
32-33 NA
NA NA
NA NA
14. Asetonitril:air = 2:98 + amonia 10 1 LmL
10,11 0,5
8 32-33
1,5 24,9
7906,47 0,002
9,119 15. Asetonitril:air = 2:98 + amonia 10 1
LmL 10,11
1 8
32-33 1,8
6,17 1105,32
0,014 4,911
16. Asetonitril:air = 2:98 + amonia 10 2 LmL
10,11 1
8 32-33
2,17 5,53
975,96 0,015
5,304 17. Asetonitril:air = 3:97 + amonia 10 2
LmL 10,07
1 8
32-33 NA
NA NA
NA NA
18. Asetonitril:air = 5:95 + amonia 10 1 LmL
9,98 0,5
8 32-33
NA NA
NA NA
NA 19. Asetonitril:air = 10:90 + amonia 10 1
LmL 9,76 1
8 32-33
NA NA
NA NA
NA 20. Asetonitril:air = 10:90 + amonia 10 1
LmL 9,76 0,5
8 32-33
1,25 6,125 6254,44
0,002 4,834
Keterangan:
a
Suhu 32-33 ºC merupakan suhu lingkungan. Pada saat oven tidak dinyalakan, pengukuran dianggap dilakukan pada suhu tersebut
b
Not available, artinya parameter tidak dapat dihitung karena puncak tidak memisah atau tidak terdeteksi
Gambar 19. Kromatogram a pelarut, tR = 2,147 menit dan b baku PPD pada fase gerak asetonitril:air = 10:90 + amonia 10 1
LmL pH 8, laju alir = 0,5 mLmenit, suhu lingkungan, tR = 4,834 menit serta c baku PPD pada fase gerak dapar fosfat pH 7, laju alir
= 1 mLmenit, suhu oven 36 ºC, tR = 3,748 menit dengan kolom C18
Penggunaan fase gerak pada pH di bawah 8 juga menghasilkan puncak yang buruk. Hal ini dapat terjadi karena pada pH tersebut, PPD masih
berbentuk ion Gambar 17 dilihat dari nilai pKa yang dekat dengan pH yang digunakan. Baku PPD yang sebagian besar berbentuk ion akan tidak teretensi
pada kolom dan lebih larut dalam fase gerak yang lebih polar, mengakibatkan
b
c a
pemisahan tidak optimal. Pada pH di bawah 8, PPD yang terion akan bersifat lebih ‘polar’ dibandingkan pada pH 8, sehingga nilai k dan tR seharusnya akan
lebih kecil. Namun, puncak yang dihasilkan dengan fase gerak asetonitril:air = 10:90 pH 5 mempunyai tR yang lebih besar dibandingkan dengan fase gerak
asetonitril:air = 10:90 pH 8 meskipun, laju alir pada pH 5 lebih cepat dibandingkan pada pH 8. Fenomena ini diperkirakan disebabkan oleh adanya
pengaruh amonia yang dapat menutup capping gugus silanol, sehingga PPD yang terikat lebih sedikit dan keluar kolom lebih cepat. Namun, diperlukan
penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi penyebab yang lebih spesifik. Pengaruh laju alir dapat dilihat pada puncak yang dihasilkan fase gerak
dengan indeks polaritas 9,76; yaitu asetonitril:air = 10: 90 pH 8 pada suhu lingkungan dengan laju alir 0,5 dan 1 mLmenit. Puncak yang paling efisien
dan memenuhi parameter optimasi adalah puncak yang dihasilkan pada fase gerak dengan laju alir 0,5 mLmenit, sehingga laju alir yang optimal untuk
mendapatkan nilai N sebesar mungkin dan HETP sekecil mungkin adalah 0,5 mLmenit. Hal ini dapat terjadi karena pada laju alir 1 mLmenit, pengaruh
transfer massa terlalu besar dan mengakibatkan puncak yang dihasilkan tidak efisien dan tidak terpisah dengan baik.
Puncak PPD yang dihasilkan dengan fase gerak air 100, dapar fosfat 0,15 M pada suhu oven 40 ºC, serta metanol:air tidak terpisah dengan puncak
pelarut. Puncak yang tidak memisah dapat disebabkan oleh fase gerak yang terlalu kuat, sementara interaksi PPD dengan fase diam lemah. Puncak PPD
yang dihasilkan dengan fase gerak dapar fosfat 0,15 M pada suhu oven 36 ºC
dapat terpisah dengan puncak pelarut, tetapi puncak tersebut tailing. Puncak yang tailing dapat disebabkan oleh fase gerak yang terlalu lemah, sementara
interaksi dengan fase diam kuat. Fase gerak dapar fosfat 0,15 M pada laju alir yang sama dan pH yang
sama, tetapi pada suhu oven yang berbeda, menghasilkan puncak yang berbeda pula. Pada suhu 36 ºC, puncak baku PPD terpisah dengan pelarut walaupun
nilai TF tidak memenuhi parameter, sedangkan pada suhu 40 ºC, puncak baku PPD yang dihasilkan lebih buruk karena tidak memisah. Hal ini menunjukkan
bahwa suhu oven yang lebih tinggi dapat menyebabkan penurunan faktor retensi, sehingga resolusi juga turun dan pemisahan menjadi tidak baik.
Pada Tabel VII, terlihat bahwa profil puncak yang paling baik didapatkan pada fase gerak asetonitril:air = 10:90 pH 8 laju alir 0,5 mLmenit pada suhu
lingkungan dan telah memenuhi semua parameter optimasi, yaitu TF 2, Rs ≥
1,5, N 2000, HETP yang kecil, serta tR 10 menit, yaitu 4,834 menit. Puncak yang dihasilkan fase gerak asetonitril:air = 2:98 pH 8 laju alir 0,5
mLmenit pada suhu lingkungan sebenarnya lebih baik bila dibandingkan nilai N dan HETP-nya, tetapi fase gerak ini menghasilkan puncak PPD dalam waktu
retensi jauh lebih lama, yaitu 9,119 menit. Hal ini dapat disebabkan oleh komposisi asetonitril yang lebih sedikit, sehingga kekuatan elusi fase gerak ini
lebih kecil. Kekuatan elusi yang lebih kecil akan membuat analit teretensi lebih lama pada fase diam dan faktor retensi yang dihasilkan lebih besar. Selain itu,
polaritas fase gerak ini juga lebih besar, sehingga PPD yang berbentuk molekul
pada pH 8 akan lebih mudah berinteraksi dengan fase diam yang lebih nonpolar.
Puncak-puncak yang dihasilkan tidak dapat berbentuk simetris sempurna TF = 1 dapat diakibatkan oleh adanya gugus silanol yang menyebabkan
terjadinya tailing untuk analit yang bersifat basa Hendayana, 2006 sementara PPD adalah analit yang bersifat basa mempunyai dua gugus –NH
3
. Fase diam yang dibuat dari silika termodifikasi rantai hidrokarbon C18, C8, dan C2
tetap dapat beresiko memberikan puncak yang tailing karena tidak dapat dipastikan bahwa semua gugus silanol telah diikat oleh rantai hidrokarbon. Hal
ini dapat dicegah dengan penggunaan kolom yang lebih baik yaitu fase diam yang telah di-encapped gugus silanolnya Gandjar dan Rohman, 2007.
2 Fase diam C8
Kolom C8 merupakan pilihan alternatif sebagai pengganti kolom C18 jika diperlukan pemisahan analit yang relatif hidrofobik. Bila kolom C18
terdiri dari 18 gugus karbon yang terikat pada gugus silanol, maka C8 mempunyai gugus karbon yang lebih pendek, yaitu 8 gugus. Semakin banyak
gugus karbon, semakin nonpolar fase diam tersebut, sehingga dapat dikatakan fase diam C8 lebih polar dibanding kolom C18. Rantai hidrokarbon yang lebih
pendek pada fase diam ini membuatnya memiliki selektivitas lebih baik dibandingkan kolom C18 karena terbatas pada analit dengan kepolaran sedang
hingga tinggi. Pemisahan menggunakan fase diam C8 juga dikatakan sebagai sistem KCKT fase terbalik Hansen et al., 2012.
Gambar 20. Molekul fase diam C8 Hansen et al., 2012
Komposisi fase gerak, laju alir, suhu oven kolom yang digunakan dengan fase diam ini dan hasil perhitungan nilai TF, Rs, N, dan HETP puncak baku
PPD dapat dilihat pada Tabel VIII. Parameter optimasi yang telah ditentukan, yaitu TF, Rs, N, dan HETP dihitung untuk masing-masing kondisi KCKT
tersebut. Pengaruh suhu dapat dilihat dari puncak yang dihasilkan oleh metanol:air
= 1:99 pH 7, laju alir 0,5 mLmenit pada suhu oven 36 ºC dan 40 ºC. Suhu yang lebih tinggi menghasilkan puncak yang sedikit lebih buruk dan lebih tidak
efisien bila dilihat dari hasil perhitungan parameter optimasinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan suhu oven kolom belum tentu dapat
meningkatkan nilai N dan HETP. Fase gerak pH 8 menghasilkan puncak yang buruk pada penggunaan
dengan fase diam ini. Nilai pH yang menghasilkan puncak yang lebih baik adalah pH 7, sedangkan pada fase diam C18, pH 8 merupakan pH fase gerak
yang paling baik. Perbedaan ini dapat disebabkan karena perbedaan kepolaran fase diam C8 dan C18. Fase diam C8 yang lebih nonpolar masih dapat
meretensi PPD walaupun sebagian berbentuk ion pada pH 7. Penggunaan fase gerak air 100 dan metanol:air menghasilkan puncak
yang tidak memisah. Puncak yang tidak memisah dapat disebabkan oleh fase gerak yang terlalu kuat, sementara interaksi PPD dengan fase diam lemah.
Puncak PPD yang dihasilkan dengan fase gerak asetonitril:metanol:air tidak
memenuhi parameter optimasi dan kandungan metanol dapat menyebabkan baku PPD mengalami oksidasi lebih cepat.
Kombinasi fase gerak yang paling memenuhi syarat untuk keempat parameter adalah metanol:air = 1:99 pH 7 pada suhu oven 36 ºC dan laju alir
0,5 mLmenit. Namun, fase gerak ini tidak dipilih sebab PPD lebih cepat teroksidasi karena adanya metanol. Hal tersebut terlihat dari perubahan
puncak-puncak yang dihasilkan yang semakin lama semakin tailing. Namun, selain fase gerak tersebut, tidak ada lagi fase gerak lain yang dapat
menghasilkan puncak yang lebih baik karena semuanya tidak memenuhi parameter optimasi.
Pengaruh laju alir tidak terlalu besar dengan fase diam ini karena sama- sama menghasilkan puncak yang buruk walaupun laju alir telah diubah-ubah.
Berdasarkan hasil yang didapatkan, disimpulkan bahwa tidak ada kombinasi fase gerak yang cocok digunakan untuk fase diam C8.
49
Tabel VIII. Nilai TF, Rs, N, HETP, dan tR puncak baku PPD setiap kondisi sistem KCKT dengan fase diam C8
No. Komposisi fase gerak
Polaritas Laju alir
mLmenit pH
Suhu oven ºC
TF Rs
N HETP
tR menit
1. Air = 100 + dapar fosfat 0,15 M 10,2
0,6 7
32-33 NA
NA NA
NA NA
2. Air = 100 + dapar fosfat 0,15 M 10,2
0,6 7
38 NA
NA NA
NA NA
3. Air = 100 + dapar fosfat 0,15 M 10,2
0,8 7
32-33 NA
NA NA
NA NA
4. Air = 100 10,2
0,9 5
32-33 NA
NA NA
NA NA
5. CH
3
COOH 0,05 M = 100 + amonia 10 10,2
0,8 5,9
32-33 NA
NA NA
NA NA
6. CH
3
COOH 0,05 M = 100 + amonia 10 10,2
0,8 5,9
48 NA
NA NA
NA NA
7. CH
3
COOH 0,05 M = 100 + amonia 10 10,2
0,8 7
48 NA
NA NA
NA NA
8. Metanol:air = 0,5:99,5 + dapar fosfat 0,15 M 10,18
0,8 7
32-33 NA
NA NA
NA NA
9. Metanol:air = 1:99 + dapar fosfat 0,15 M 10,15
0,5 7
36 1,3
2 2179,22
0,011 5,930
10. Metanol:air = 1:99 + dapar fosfat 0,15 M 10,15
0,5 7
40 1,43
1,96 1984,93
0,013 5,911
11. Metanol:air = 1:99 + dapar fosfat 0,15 M 10,15
0,8 7
32-33 1,65
1,82 1778,38
0,014 3,598
12. Metanol:air = 5:95 + dapar fosfat 0,15 M 9,95
0,6 7
32-33 NA
NA NA
NA NA
13. Metanol:air = 10:90 9,69
0,9 5
32-33 NA
NA NA
NA NA
14. Asetonitril:air = 5:95 + dapar fosfat 0,15 M 9,98
0,8 7
32-33 NA
NA NA
NA NA
15. Asetonitril:air = 10:90 9,76
0,9 5
32-33 NA
NA NA
NA NA
16. Asetonitril:air = 20:80 + dapar fosfat 0,15 M 9,32
0,8 7
32-33 NA
NA NA
NA NA
17. Asetonitril:air = 30:70 + dapar fosfat 0,15 M 8,88
0,8 7
32-33 NA
NA NA
NA NA
18. Asetonitril:air = 3:97 + amonia 10 1 LmL
10,07 1
8 32-33
NA NA
NA NA
NA 19. Asetonitril:air = 3:97 + amonia 10 1,5
LmL 10,07
1 8
32-33 NA
NA NA
NA NA
20. Asetonitril:air = 3:97 + amonia 10 2 LmL
10,07 1
8 32-33
NA NA
NA NA
NA 21. Asetonitril:air = 5:95 + amonia 10 1
LmL 9,98
1 8
32-33 NA
NA NA
NA NA
22. Asetonitril:air = 10:90 + amonia 10 1 LmL
9,76 1
8 32-33
NA NA
NA NA
NA 23. Asetonitril:metanol:air = 1:0,5:98,5 + dapar fosfat 0,15 M
10,13 0,8
7 32-33
NA NA
NA NA
NA 24. Asetonitril:metanol:air = 1:1:98 + dapar fosfat 0,15 M
10,11 0,8
7 32-33
1,25 1,71
1775,07 0,014
3,495 25. Asetonitril:metanol:air = 2:1:97 + dapar fosfat 0,15 M
10,06 0,8
7 32-33
NA NA
NA NA
NA 26. Asetonitril:metanol:air = 4:1:95 + dapar fosfat 0,15 M
9,97 0,8
7 32-33
1,63 1,3
2216 0,011
3,574 27. Asetonitril:metanol:air = 5:0,5:94,5 + dapar fosfat 0,15 M
9,95 0,8
7 32-33
NA NA
NA NA
NA 28. Asetonitril:metanol:air = 5:5:90 + dapar fosfat 0,15 M
9,73 0,8
7 32-33
2 0,67
3745,04 0,007
3,674
Fase gerak asam asetat 0,05 M 100 + amonia 10 pH 5,9 pada suhu oven 48 ºC digunakan berdasarkan penelitian yang sudah pernah dilakukan
Vincent et al., 2002. Penelitian tersebut bertujuan untuk mendapatkan metode analisis secara KCKT fase terbalik yang valid pada produk pewarna rambut
jenis oksidatif, termasuk PPD. Fase gerak tersebut digunakan bersama fase diam C8 dan didapatkan hasil puncak yang memenuhi parameter validasi.
Namun, ternyata penggunaan fase gerak tersebut pada penelitian ini tidak menghasilkan puncak yang baik, meskipun pH dan suhu oven diubah. Hal
tersebut dapat disebabkan oleh kondisi lain yang digunakan tidak sesuai dengan penelitian tersebut, sehingga hasil yang didapatkan juga berbeda.
Gambar 21 menunjukkan contoh kromatogram yang didapatkan.
Gambar 21. Kromatogram baku PPD dengan fase diam C8 dan a fase gerak asetonitril:metanol:air = 5:5:90 pH 7, laju alir = 0,8 mLmenit, suhu lingkungan, tR = 3,674
menit dan b fase gerak asetonitril:metanol:air = 1:1:98 pH 7, laju alir = 0,8 mLmenit, suhu lingkungan, tR = 3,495 menit
a
b
3 Fase diam C2
Kolom C2 merupakan jenis kolom silika gel termodifikasi lainnya dan mempunyai gugus karbon yang lebih pendek lagi, yaitu dua gugus, sehingga
bersifat lebih polar dibanding C8 maupun C18. Kolom C2 dapat pula menjadi alternatif kolom C18 di samping kolom C8. Rantai hidrokarbon yang lebih
pendek tidak menjamin waktu retensi analit yang lebih cepat karena banyaknya rantai karbon yang terikat pada permukaan silika gel mungkin lebih banyak
daripada fase diam dengan rantai karbon lebih panjang sehingga memungkinkan analit teretensi lebih lama Watson, 2012.
Gambar 22. Molekul fase diam C2 Hansen et al., 2012
Komposisi fase gerak, laju alir, suhu oven kolom yang digunakan dengan fase diam ini dan hasil perhitungan nilai TF, Rs, N, dan HETP puncak baku
PPD dapat dilihat pada Tabel IX. Parameter optimasi yang telah ditentukan, yaitu TF, Rs, N, dan HETP dihitung untuk masing-masing kondisi KCKT
tersebut. Hasil perhitungan parameter optimasi puncak PPD yang terlihat di Tabel IX menunjukkan bahwa sistem KCKT yang paling optimal dengan fase
diam C2 adalah dengan fase gerak asetonitril:air = 70:30 pH 7 pada suhu oven 34 ºC dan laju alir 0,8 mLmenit. Puncak yang dihasilkan dengan fase gerak
dan laju alir yang sama, tetapi pada suhu oven 36 ºC dan ternyata lebih buruk karena lebih tidak efisien. Namun, bila dilihat puncak yang dihasilkan fase
gerak asetonitril:air = 30:70 pH 7 dengan laju alir 0,8 mLmenit, profil puncak
yang lebih baik justru ditunjukkan pada suhu yang lebih tinggi, yaitu 40 ºC.
52
Tabel IX. Nilai TF, Rs, N, HETP, dan tR puncak baku PPD setiap kondisi sistem KCKT dengan fase diam C2
No. Komposisi fase gerak
Polaritas Laju alir
mLmenit pH
Suhu oven ºC
TF Rs
N HETP
tR menit
1. Air = 100 + dapar fosfat 0,15 M 10,2
1 7
32-33 NA
NA NA
NA NA
2. Metanol = 100 5,1
0,8 5
32-33 NA
NA NA
NA NA
3. Asetonitril = 100 5,8
0,8 5
32-33 NA
NA NA
NA NA
4. Metanol:air = 5:95 + dapar fosfat 0,15 M 9,95
0,8 7
32-33 NA
NA NA
NA NA
5. Metanol:air = 10:90 9,69
0,8 5
32-33 NA
NA NA
NA NA
6. Metanol:air = 10:90 9,69
1 5
32-33 NA
NA NA
NA NA
7. Metanol:air = 10:90 + dapar fosfat 0,15 M 9,69
1 7
32-33 NA
NA NA
NA NA
8. Asetonitril:air = 5:95 + dapar fosfat 0,15 M 9,98
0,8 7
32-33 2,42
1,73 604,34
0,041 9,521
9. Asetonitril:air = 5:95 + dapar fosfat 0,15 M 9,98
0,8 7
34 2,71
4,15 1794,96
0,014 15,108
10. Asetonitril:air = 5:95 + dapar fosfat 0,15 M 9,98
0,8 7
40 2,14
5,22 2195,9
0,011 9,170
11. Asetonitril:air = 5:95 + dapar fosfat 0,15 M 9,98
0,8 7
45 2,35
4,86 2096,78
0,012 8,965
12. Asetonitril:air = 5:95 + amonia 10 9,98
0,8 8,4
40 2,79
3,19 1176,29
0,021 8,518
13. Asetonitril:air = 10:90 + dapar fosfat 0,15 M 9,76
0,8 7
32-33 NA
NA NA
NA NA
14. Asetonitril:air = 15:85 + dapar fosfat 0,15 M 9,54
0,8 7
40 2,75
2,48 2042,27
0,012 6,363
15. Asetonitril:air = 30:70 + dapar fosfat 0,15 M 8,88
0,8 7
34 2,1
2,61 701,16
0,036 6,042
16. Asetonitril:air = 30:70 + dapar fosfat 0,15 M 8,88
0,8 7
40 1,9
2,67 4138,99
0,006 5,753
17. Asetonitril:air = 70:30 + dapar fosfat 0,15 M 7,12
0,8 7
34 1,71
2,38 2179,22
0,011 4,980
18. Asetonitril:air = 70:30 + dapar fosfat 0,15 M 7,12
0,8 7
36 1,83
2,25 1302,52
0,019 4,805
Gambar 23. Kromatogram baku PPD dengan fase diam C2 dan a fase gerak asetonitril:air = 5:95 pH 7, laju alir = 0,8 mlmenit, suhu oven kolom 34 ºC, tR = 15,108 menit dan b fase
gerak asetonitril:air = 70:30 pH 7, laju alir = 0,8 mLmenit, suhu oven kolom 34 ºC, tR = 4,980 menit
Begitu pula pada fase gerak asetonitril = 5:95 pH 7,4 dengan laju alir 0,8 mLmenit, puncak yang paling baik ditunjukkan pada penggunaan suhu oven
40 ºC tetapi peningkatan suhu hingga 45 ºC menghasilkan puncak yang lebih buruk. Hal ini terjadi karena pada suhu yang semakin tinggi, baku PPD
semakin mudah teroksidasi yang dibuktikan dari puncak yang semakin lama semakin tidak konstan. Fenomena ini terjadi pula pada puncak yang dihasilkan
oleh suhu oven 40 ºC yang semakin lama semakin buruk. Penggunaan fase gerak yang mengandung metanol pada fase diam ini
menghasilkan puncak yang buruk karena perbedaan polaritas antara metanol dan C2 tidak besar, sehingga analit sulit teretensi maupun mencapai
b a
kesetimbangan antara fase gerak dan fase diam. Contoh kromatogram yang didapatkan dengan fase diam ini ditampilkan pada Gambar 23.
Pemisahan PPD pada sistem KCKT fase terbalik yang paling baik ditunjukkan oleh kolom C18 dengan fase gerak asetonitril:air = 10:90 pH 8, laju
alir 0,5 mLmenit pada suhu lingkungan. b.
Sistem KCKT fase normal. Pada sistem KCKT fase normal, fase diam kolom yang digunakan bersifat lebih polar dibandingkan fase gerak. Pada
penelitian ini, kolom yang digunakan dalam KCKT fase normal adalah diol dan poliol silika. Kolom diol lebih nonpolar dibandingkan dengan kolom poliol silika.
Mekanisme interaksi antara PPD dengan fase diam pada sistem KCKT ini adalah interaksi hidrogen antara gugus polar PPD -NH
2
dengan gugus polar fase diam -OH. Mekanisme interaksi antara PPD dengan fase gerak pada sistem KCKT ini
adalah interaksi dipolar dengan ACN dan hidrogen dengan air. 1
Fase diam diol Penggunaan fase diam diol biasanya untuk pemisahan analit polar serta
untuk pemisahan protein pada sistem kromatografi eksklusi ukuran. Analit yang diinjeksikan akan berinteraksi dengan ikatan hidrogen pada gugus
hidroksi fase diam Watson, 2012. Nilai log P molekul PPD adalah -0,25 National Center for Biotechnology Information, 2015, sehingga merupakan
analit yang polar. Walaupun kolom diol lebih baik digunakan untuk pemisahan analit
seperti steroid, tetrasiklin, asam organik dan biopolimer yang dapat berikatan hidrogen Meyer, 2004, peneliti mencoba menggunakan fase diam ini untuk
memisahkan PPD karena PPD juga memiliki gugus polar –NH
2
sehingga diharapkan PPD dapat berinteraksi hidrogen dengan diol dan menghasilkan
puncak yang terpisah dengan baik.
Gambar 24. Molekul fase diam diol Hansen et al., 2012
Komposisi fase gerak, laju alir, suhu oven kolom yang digunakan dengan fase diam ini dan hasil perhitungan nilai TF, Rs, N, dan HETP puncak baku
PPD dapat dilihat pada Tabel X. Parameter optimasi yang telah ditentukan, yaitu TF, Rs, N, dan HETP dihitung untuk masing-masing kondisi KCKT
tersebut. Pada Tabel X, terlihat bahwa pemisahan menggunakan semua fase gerak
tidak menghasilkan puncak yang baik karena terdapat puncak yang tidak memisah, tidak terdeteksi, dan tailing. Hal tersebut dapat disebabkan karena
fase diam diol menahan PPD dengan kuat, sehingga fase gerak tidak cukup kuat untuk mengelusinya dengan baik. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan
bahwa fase diam ini tidak cocok digunakan untuk pemisahan PPD.
56
Tabel X. Nilai TF, Rs, N, HETP, dan tR puncak baku PPD setiap kondisi sistem KCKT dengan fase diam diol
No. Komposisi fase gerak
Polaritas Laju alir
mLmenit pH
Suhu oven ºC
TF Rs
N HETP
tR menit
1. Asetonitril = 100 5,8
0,8 5
32-33 NA
NA NA
NA NA
2. Asetonitril:air = 90:10 6,24
0,8 5
32-33 NA
NA NA
NA NA
3. Asetonitril:air = 92:8 6,15
1 5
32-33 3,14
2,17 99,37
0,25 7,051
4. Asetonitril:air = 94:6 6,06
1 5
32-33 3,06
3,05 135,6
0,184 12,965
5. Asetonitril:air = 96:4 5,98
0,8 5
32-33 3,06
2,62 97,73
0,256 8,237
6. Asetonitril:air = 96:4 5,98
1 5
32-33 2,41
3 111,1
0,225 14,333
7. Asetonitril:air = 96:4 5,98
1 5
40 2,54
2,63 101,76
0,25 12,553
8. Asetonitril:air = 97:3 5,93
0,5 5
32-33 NA
NA NA
NA NA
9. Asetonitril:air = 97:3 5,93
1 5
32-33 2,58
3,76 140,72
0,178 17,635
10. Asetonitril:air = 99:1 5,84
0,8 5
40 NA
NA NA
NA NA
11. Asetonitril:air = 99:1 5,84
1 5
32-33 NA
NA NA
NA NA
12. Asetonitril:air = 96:4 + HCOOH 1 LmL
5,98 0,7
5 32-33
NA NA
NA NA
NA 13. Asetonitril:air = 96:4 + CH
3
COOH 2 LmL 5,98
0,8 5
32-33 NA
NA NA
NA NA
14. Asetonitril:air = 96:4 + CH
3
COOH 1 LmL 5,98
1 5
32-33 NA
NA NA
NA NA
15. Asetonitril:air = 98:2 + CH
3
COOH 1 LmL 5,89
0,8 5
32-33 3,07
2,58 225,83
0,111 18,548
16. Asetonitril:air = 98:2 + CH
3
COOH 2 LmL 5,89
0,8 5
32-33 NA
NA NA
NA NA
Contoh kromatogram ditampilkan pada berikut.
Gambar 25. Kromatogram baku PPD dengan fase diam diol dan a fase gerak asetonitril:air = 96:4 pH 5, laju alir 1 mLmenit, suhu lingkungan, tR = 14,333 menit dan b fase gerak
asetonitril:air = 92:8 pH 5, laju alir 1 mLmenit, suhu lingkungan, tR = 18,548 menit
2 Fase diam poliol silika
Kolom poliol silika merupakan kolom paling polar dibandingkan semua kolom yang digunakan pada penelitian ini. Penggunaan kolom ini membuat
sistem KCKT menjadi fase normal. Kolom poliol silika biasanya digunakan dalam kromatografi eksklusi ukuran untuk memisahkan protein ed., Aboul-
Enein, 1999 seperti fase diam diol dan dalam kromatografi interaksi
hidrofobik ed., Horváth, 1988.
a
b
Tabel XI. Kombinasi fase gerak, laju alir, dan suhu oven kolom yang digunakan bersama kolom poliol silika
No. Komposisi fase gerak
Polaritas Laju alir
mLmenit pH
Suhu oven ºC
1. Asetonitril = 100 5,8
1 5
32-33 2. Asetonitril:air = 90:10 + dapar fosfat 0,15 M 6,24
0,5 7
32-33 3. Asetonitril:air = 90:10 + dapar fosfat 0,15 M 6,24
0,8 7
32-33
Gambar 26. Kromatogram a pelarut, tR = 4,756 menit dan b baku PPD tidak terdeteksi dengan fase diam poliol silika dan fase gerak asetonitril = 100 pH 5, laju alir =1 mLmenit,
suhu lingkungan
Komposisi fase gerak, laju alir, suhu oven kolom yang digunakan dengan fase diam ini dapat dilihat pada Tabel XI. Contoh kromatogram ditampilkan
pada Gambar 26. Pada kedua kromatogram tersebut, terlihat bahwa ketika diinjeksikan pelarut atau baku PPD ternyata dihasilkan satu puncak pada tR
yang sama. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa puncak baku PPD tidak terdeteksi atau tidak terpisah dengan puncak pelarut, sehingga parameter
a
b
optimasi tidak dapat dihitung. Hal ini membuat peneliti menghentikan penggunaan fase diam ini sebab terbukti tidak dapat digunakan dalam
pemisahan PPD. Pemisahan PPD menggunakan sistem KCKT fase normal disimpulkan
tidak dapat memberikan hasil yang baik karena tidak ada puncak yang terpisah.
Tabel XII. Nilai TF, Rs, N, dan HETP puncak baku PPD terbaik pada setiap fase diam
Fase diam
Fase gerak Laju alir
mLmenit TF
Rs N
HETP tR
menit Kesesuaian
C18 Asetonitril:air
= 10:90 pH 8, suhu
lingkungan 0,5
1,25 6,125 6254,44 0,002 4,834
+++++ C8
- -
- -
- -
- -
C2 Asetonitril:a
ir = 70:30 pH 7, suhu
oven 34 ºC 0,8
1,71 2,38 2179,22
0,011 4,980 ++++
Diol - -
- -
- -
- -
Poliol Silika
- -
- -
- -
- -
Setelah membandingkan puncak yang dihasilkan oleh sistem KCKT yang berbeda-beda, fase gerak asetonitril:air = 10:90 pH 8 dengan laju alir 0,5
mLmenit dan fase diam C18 pada suhu lingkungan digunakan sebagai sistem KCKT penelitian ini karena menunjukkan profil puncak yang paling baik di antara
sistem dengan fase diam lainnya Tabel XII.
C. Uji Kesesuaian Sistem KCKT