negatif downward sloping, dimana hal tersebut menunjukkan bahwa apabila tingkat harga mengalami kenaikan, maka permintaan agregat yang diinginkan
mengalami penurunan, seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.2. bagian a. Selain itu, kemiringan negatif dari kurva AD juga disebabkan oleh efek penawaran uang,
apabila penawaran uang konstan sementara tingkat harga mengalami kenaikan, maka penawaran uang riil akan mengalami penurunan, sehingga memengaruhi
permintaan riil terhadap barang dan jasa juga akan menurun. Sementara itu, pada Gambar 2.2. bagian b menunjukkan pergeseran
kurva AD secara keseluruhan, dimana pergeseran tersebut menunjukkan peningkatan permintaan agregat sebagai akibat adanya perubahan variabel-
variabel yang semula diasumsikan konstan, seperti variabel kebijakan fiskal dan moneter dan variabel eksternal seperti output luar negeri, nilai modal. Untuk
melihat kaitan permintaan agregat terhadap pembentukan inflasi, maka proxy yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah General Government Final
Consumption Expenditure GGFCE.
2.5. Konvergensi Inflasi
Hanie 2006 konvergensi convergence dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan dari pergerakan satu atau lebih variabel yang menuju suatu titik
yang sama. Untuk mencapai integrasi ekonomi, kriteria konvergensi menjadi salah satu syarat pembentukan mata uang tunggal, baik konvergensi nominal tingkat
inflasi dan suku bunga maupun konvergensi riil pendapatan per kapita, produktivitas pekerja, dan tingkat harga komparatif Angeloni et al. 2005.
Penelitian ini akan fokus membahas konvergensi inflasi, dimana jika tingkat
inflasinya serupa, atau bergerak kearah yang sama maka akan lebih mudah menentukan target inflasi bersama dan kebijakan yang cocok bagi seluruh negara
anggota.
2.6. Metode Data Panel Dinamis
Data panel atau longitudinal data adalah data yang memiliki dimensi ruang individu dan waktu. Dalam data panel, data cross section yang sama di
observasi menurut waktu. Jika setiap unit cross section memiliki jumlah observasi time series
yang sama maka disebut sebagai balanced panel. Sebaliknya jika jumlah observasi berbeda untuk setiap unit cross section, maka disebut
unbalanced panel .
Aplikasi metode estimasi dengan menggunakan data panel banyak digunakan baik secara teoritis maupun aplikatif dalam berbagai literatur
mikroekonometrik dan makroekonometrik. Popularitas penggunaan data panel ini merupakan konsekuensi dari kemampuan dan ketersediaan analisis yang diberikan
oleh data jenis ini. Penggabungan data cross section dan time series dalam studi data panel digunakan untuk mengatasi kelemahan dan menjawab pertanyaan yang
tidak dapat dijawab oleh model cross section dan time series murni. Baltagi 2005, penggunaan data panel memberikan banyak kelebihan.
Kelebihan dari penggunaan data panel adalah: 1. Mampu mengontrol heterogenitas individu atau unit cross section.
2. Dapat memberikan informasi lebih banyak, mengurangi kolinieritas antar variabel, meningkatkan degree of freedom, dan lebih efisien.
3. Panel data lebih baik untuk studi yang bersifat dinamis atau dynamics of adjustment
. 4. Dapat mengidentifikasi dan mengukur efek yang sederhana yang tidak
dapat dideteksi dalam model data cross section maupun time series. 5. Mampu menguji dan membangun model prilaku behavioral models
yang lebih kompleks.
Indra 2009 relasi di antara variabel-variabel ekonomi pada kenyataannya banyak yang bersifat dinamis. Analisis dapat digunakan sebagai model yang
bersifat dinamis dalam kaitannya dengan analisis penyesuaian dinamis dynamic of adjustment
. Hubungan dinamis ini dicirikan oleh keberadaan lag variabel dependen diantara variabel-variabel regresor. Sebagai ilustrasi, perhatikan model
data panel dinamis sebagai berikut:
=
,
+
′
+ ; i = 1, … , N ; t = 1, …. T ……… 2.8
dengan menyatakan suatu skalar, ′ menyatakan matriks berukuran 1 x K dan
matriks berukuran K x 1. Dalam hal ini, diasumsikan mengikuti model one
way error component sebagai berikut
= +
…………………………………………………………… 2.9
dengan
~ 0,
menyatakan pengaruh individu dan
~ 0,
menyatakan gangguan yang saling bebas satu sama lain atau dalam beberapa literatur disebut sebagai transient error.
Dalam model data panel statis, dapat ditunjukkan adanya konsistensi dan efisiensi baik pada Fixed Effect Model FEM maupun Random Effect Model
REM terkait perlakuan terhadap . Dalam model dinamis, situasi ini secara
substansi sangat berbeda, karena merupakan fungsi dari
maka
,
juga
merupakan fungsi dari . Karena
adalah fungsi dari maka akan terjadi
korelasi antara variabel regresor
,
dan , hal ini akan menyebabkan penduga
least square sebagaimana digunakan pada model data panel statis menjadi bias
dan inkosisten, bahkan bila tidak berkorelasi serial sekalipun.
Untuk mengilustrasikan kasus tersebut, berikut diberikan model data panel autoregresif AR 1 tanpa menyertakan variabel eksogen
=
,
+
;
| | 1 ; = 1, …. . ……………………. 2.10
dengan
= +
di mana
~ 0,
dan
~ 0,
saling bebas satu sama lain. Penduga fixed effect bagi diberikan oleh
=
∑ ∑
−
,
−
,
∑ ∑
,
−
,
………………………………. . 2.11
dengan
= 1
∑ dan
,
= 1
∑
,
. Untuk menganalisis sifat dari
,
dapat disubstitusi persamaan 2.10 ke 2.11 untuk memperoleh persamaan di bawah ini:
= + 1
∑ ∑ −
̅
,
−
,
1
∑ ∑
,
−
,
………………. 2.12
Penduga ini bersifat bias dan inkonsisten untuk N ⟶
∞ dan T tetap, bentuk
pembagian pada persamaan di atas 2.12 tidak memiliki nilai harapan nol dan tidak konvergen menuju nol bila N
⟶ ∞. Secara khusus, hal ini dapat
ditunjukkan Nickel 1981 dan Hsiao 1986 dalam Verbeek 2004 bahwa
pli m
→
1
− ̅
,
−
,
=
− −
1
−
+ 1
− ≠
0 ……………………………………………………………… 2.13
sehingga, untuk T tetap, akan dihasilkan penduga yang inkonsisten.
Untuk mengatasi masalah ini, pendekatan method of moments dapat digunakan. Arellano dan Bond 1991 dalam Verbeek 2004 menyarankan suatu
pendekatan Generalized Method of Moments GMM. Pendekatan GMM merupakan salah satu yang populer. Setidaknya ada dua alasan yang mendasari,
pertama , GMM merupakan common estimator dan memberikan kerangka yang
lebih bermanfaat untuk perbandingan dan penilaian. Kedua, GMM memberikan alternatif yang sederhana terhadap estimator lainnya, terutama terhadap maximum
likelihood. Namun demikian, penduga GMM juga tidak terlepas dari kelemahan.
Adapun beberapa kelemahan metode ini, yaitu: i GMM estimator adalah asymptotically efficient
dalam ukuran contoh besar tetapi kurang efisien dalam ukuran contoh yang terbatas finite, dan ii estimator ini terkadang memerlukan
sejumlah implementasi pemrograman sehingga dibutuhkan suatu perangkat lunak software
yang mendukung aplikasi pendekatan GMM Indra, 2009. Ada dua jenis prosedur estimasi GMM yang umumnya digunakan untuk
mengestimasi model linear autoregresif, yakni: 1. First-differences GMM FD-GMM atau AB-GMM
2. System GMM SYS-GMM
2.6.1. First-differences GMM AB-GMM
Untuk mendapatkan estimasi yang konsisten di mana N → ∞ dengan T
tertentu, akan dilakukan first-difference pada Persamaan 2.10 untuk mengeliminasi pengaruh individual sebagai berikut:
−
,
=
,
−
,
+
−
,
; t = 2, …,T … 2.14
namun, pendugaan dengan least square akan menghasilkan penduga yang inkonsisten karena
,
dan
,
berdasarkan definisi berkorelasi, bahkan bila T
→ ∞. Untuk itu, transformasi dengan menggunakan first difference ini dapat menggunakan suatu pendekatan variabel instrumen. Sebagai contoh,
,
akan digunakan sebagai instrumen. Di sini,
,
berkorelasi dengan
,
−
,
tetapi tidak berkorelasi dengan
,
, dan tidak berkorelasi serial. Di sini,
penduga variabel instrumen bagi disajikan sebagai
=
∑ ∑
,
−
,
∑ ∑
, ,
−
,
……………………………………… 2.15
syarat perlu agar penduga ini konsisten adalah
pli m
→ →
1
−
1
−
, ,
= 0 ……………………… 2.16
Penduga 2.15 merupakan salah satu penduga yang diajukan oleh Anderson dan Hsiao 1981 dalam Verbeek 2004. Mereka juga mengajukan
penduga alternatif di mana
,
−
,
digunakan sebagai instrumen. Penduga variabel instrumen bagi disajikan sebagai:
=
∑ ∑
,
−
,
−
,
∑ ∑
,
−
, ,
−
,
…………………… 2.17
syarat perlu agar penduga ini konsisten adalah
pli m
→ →
1
−
2
−
, ,
−
,
= 0 ………… 2.18
Perhatikan bahwa penduga variabel instrumen yang kedua IV 2 memerlukan tambahan lag variabel untuk membentuk instrumen, sehingga jumlah
amatan efektif yang digunakan untuk melakukan pendugaan menjadi berkurang satu periode sampel “hilang”. Dalam hal ini pendekatan metode momen dapat
menyatukan penduga dan mengeliminasi kerugian dari pengurangan ukuran sampel. Langkah pertama dari pendekatan metode ini adalah mencatat bahwa
pli m
→ →
1
−
1
−
, ,
=
−
, ,
= 0 ………………………………………………………………. 2.19
yang merupakan kondisi momen moment condition. Dengan cara yang sama dapat diperoleh
pli m
→ →
1
−
2
−
, ,
−
,
=
−
, ,
−
,
= 0 …………………… 2.20
yang juga merupakan kondisi momen. Kedua estimator IV dan IV 2 selanjutnya dikenakan kondisi momen dalam pendugaan. Sebagaimana diketahui
penggunaan lebih banyak kondisi momen meningkatkan efisiensi dari penduga. Arellano dan Bond 1991 dalam Verbeek 2004, menyatakan bahwa daftar
instrumen dapat dikembangkan dengan cara menambah kondisi momen dan membiarkan jumlahnya bervariasi berdasarkan t. Untuk itu, Arellano dan Bond
1991 dalam Verbeek 2004 mempertahankan T tetap. Sebagai contoh, ketika T = 4 diperoleh
[
−
] = 0
, untuk t = 2
[
−
] = 0
dan
[
−
] = 0,
untuk t = 3
[
−
] = 0, [
−
] = 0,
dan
[
−
] = 0
, untuk t =4
Semua kondisi momen dapat diperluas ke dalam GMM. Selanjutnya, untuk memperkenalkan penduga GMM, misalkan didefinisikan ukuran sampel
yang lebih umum sebanyak T, sehingga dapat dituliskan ∆
=
−
…
,
−
,
…………………………………………………………. 2.21
sebagai vektor transformasi error, dan
= [
]
⋮
[ ,
]
⋮
… …
⋮⋱
…
⋮
, …,
,
…………………. 2.22
sebagai matriks instrumen. Setiap baris pada matriks Z
i
berisi instrumen yang valid untuk setiap periode yang diberikan. Konsekuensinya, himpunan seluruh
kondisi momen dapat dituliskan secara ringkas sebagai
[
′ ∆
] = 0 ………………………………………………………… 2.23
yang merupakan kondisi bagi 1+2+…+T-1. Untuk menurunkan penduga GMM, tuliskan persamaan sebagai
′ ∆ − ∆
,
= 0 ……………………………………………. 2.24
karena jumlah kondisi momen umumnya akan melebihi jumlah koefisien yang belum diketahui, akan diduga dengan meminimumkan kuadrat momen sampel
yang bersesuaian, yakni
min 1
N Z
′ ∆ − ∆
,
W 1
N Z
′ ∆ − ∆
,
…………. . 2.25
dengan W
N
adalah adalah matriks penimbang definit positif yang simetris. Dengan mendifrensiasikan terhadap akan diperoleh penduga GMM sebagai
=
∆ ′
,
W Z
′ ∆
,
x
∆ ′
,
W Z
′ ∆
…………………………. . 2.26
Sifat dari penduga GMM 2.26 bergantung pada pemilihan W
N
yang konsisten selama W
N
definit positif, sebagai contoh W
N
= I yang merupakan matriks
identitas. Matriks penimbang optimal optimal weighting matrix akan memberikan
penduga yang paling efisien karena menghasilkan matriks kovarian asimtotik terkecil bagi
. Sebagaimana diketahui dalam teori umum GMM Verbeek, 2004, diketahui bahwa matriks penimbang optimal proposional terhadap matriks
kovarian invers dari momen sampel. Dalam hal ini, matriks penimbang optimal seharusnya memenuhi
pli m
⟶
= [
′ ∆
] =
[
′ ∆ ∆
] ……………………. 2.27
dalam kasus biasa, dimana tidak ada restriksi yang dikenakan terhadap matriks kovarian v
i
, matriks penimbang optimal dapat diestimasi menggunakan first-step consistent estimator
bagi dan mengganti operator ekspektasi dengan rata-rata sampel, yakni two step estimator
= 1
′ ∆ ∆
……………………………………………. . 2.28
dengan ∆ menyatakan vektor residual yang diperoleh dari first-step consistent
estimator .
Pendekatan GMM secara umum tidak menekankan bahwa
~
pada seluruh individu dan waktu, dan matriks penimbang optimal kemudian diestimasi
tanpa mengenakan restriksi. Sebagai catatan bahwa, ketidakberadaan autokorelasi dibutuhkan untuk menjamin validitas kondisi momen. Oleh karena pendugaan
matriks penimbang optimal tidak terestriksi, maka dimungkinkan dan sangat dianjurkan bagi sampel berukuran kecil menekankan ketidakberadaan
autokorelasi pada v
it
dan juga dikombinasikan dengan asumsi homoskedastis. Dengan catatan di bawah restriksi sebagai berikut:
[
∆ ∆
] = =
2
−
1
⋮ −
1 2
⋱ ⋱
⋱ −
1 …
−
1 2
……………………… 2.29
matriks penimbang optimal dapat ditentukan sebagai one step estimator.
= 1
′
……………………………………………………. . 2.30
Sebagai catatan bahwa 2.30 tidak mengandung parameter yang tidak diketahui, sehingga penduga GMM yang optimal dapat dihitung dalam satu langkah bila
error v
it
diasumsikan homoskedastis dan tidak mengandung autokorelasi. Jika model data panel dinamis mengandung variabel eksogenus, maka
Persamaan 2.10 dapat dituliskan kembali menjadi
=
′
+
,
+ +
……………………………………. . 2.31
Parameter persamaan 2.31 juga dapat diestimasi menggunakan generalisasi variabel instrumen atau pendekatan GMM bergantung pada asumsi
yang dibuat terhadap x
it
, sekumpulan instrumen tambahan yang berbeda dapat dibangun. Bila x
it
strictly exogenous dalam artian bahwa x
it
tidak berkorelasi dengan sembarang error v
is
, akan diperoleh
[ ,
∆
] = 0 ; untuk setiap s dan t ……………………………. . 2.32
sehingga x
1
, …, x
iT
dapat ditambah ke dalam daftar instrumen untuk persamaan first difference
setiap periode. Hal ini akan membuat jumlah baris pada Z
i
menjadi besar. Selanjutnya dengan menggunakan kondisi momen
[
∆
,
∆
] = 0 ; untuk setiap t …………………………………. . 2.33
matriks instrumen dapat dituliskan sebagai
=
,
∆ ′ ⋮
,
,
∆ ′
… …
⋱
, …. ,
, ,
∆
…… 2.34
bila variabel x
it
tidak strictly exogenous melainkan predetermined, dalam kasus di mana x
it
dan lag x
it
tidak berkorelasi dengan bentuk error saat ini, akan diperoleh
[ ,
]
untuk s ≥ t . Dalam kasus dimana hanya x
i,t- 1
,…, x
i 1
instrumen yang valid bagi persamaan first difference pada periode t, kondisi momen dapat
dikenakan sebagai
, ,
∆
= 0 ; = 1, …. . ,
−
1,
∀
………………………. . 2.35
Dalam prakteknya, kombinasi variabel x yang strictly exogenous dan predetermined
dapat terjadi lebih dari sekali. Matriks Z
i
kemudian dapat disesuaikan. Baltagi 1995, menyajikan contoh dan diskusi tambahan untuk kasus
ini. Penduga AB-GMM dapat mengandung bias pada sampel terbatas berukuran kecil, hal ini terjadi ketika tingkat lag lagged level dari deret berkorelasi secara
lemah dengan first-difference berikutnya, sehingga instrumen yang tersedia untuk persamaan first-difference lemah Blundell Bond, 1998.
Dalam model AR 1 di Persamaan 2.10, fenomena ini terjadi karena parameter autoregresif
mendekati satu, atau varian dari pengaruh individu
i
meningkat relatif terhadap varian transient error v
it
.
Blundell dan Bond 1998 menunjukkan bahwa penduga AB-GMM dapat terkendala oleh bias sampel terbatas, terutama ketika jumlah periode amatan yang
tersedia relatif kecil. Hal ini menekankan perlunya perhatian sebelum menerapkan metode ini untuk mengestimasi model autoregresif dengan jumlah deret waktu
yang relatif kecil. Keberadaan bias sampel terbatas dapat dideteksi dengan mengkomparasi
hasil AB-GMM dengan penduga alternatif dari parameter autoregresif. Sebagaimana diketahui dalam model AR 1, least square akan memberikan suatu
estimasi dengan bias yang ke atas biased upward dengan keberadaan pengaruh spesifik individu individual-spesific effect dan fixed effect akan memberikan
dugaan dengan bias yang ke bawah biased downward. Selanjutnya penduga konsisten dapat diekspektasi di antara penduga least square atau fixed effect. Bila
penduga AB-GMM dekat atau di bawah penduga penduga fixed effect, maka kemungkinan penduga AB-GMM akan biased downward, yang kemungkinan
disebabkan oleh lemahnya instrumen.
2.6.2. System GMM SYS-GMM
Indra 2009 ide dasar dari penggunaan metode system GMM adalah untuk mengestimasi sistem persamaan baik pada first-differences maupun pada level
yang mana instrumen yang digunakan pada level adalah lag first-differences dari deret. Blundell dan Bond 1998 menyatakan pentingnya pemanfaatan initial
condition dalam menghasilkan penduga yang efisien dari model data panel
dinamis ketika T berukuran kecil. Salah satunya dengan membuat model autoregresif data panel dinamis tanpa regresor eksogenus sebagai berikut:
=
,
+ +
……………………………………………… 2.36
dengan
= 0, = 0, dan
= 0
untuk i= 1, 2, …. , N; t = 1, 2, …, T. Dalam hal ini, Blundell dan Bond 1998 memfokuskan pada T=3 oleh
karenanya hanya terdapat satu kondisi ortogonal yang diberikan oleh
,
∆
= 0
sedemikian sehingga tepat teridentifikasi just Indentified. Dalam kasus ini, tahap pertama dari regresi variabel instrumen diperoleh dengan
meregresikan ∆ dan y
i1.
Perhatikan bahwa regresi ini dapat diperoleh dari persamaan 2.36 yang dievaluasi pada saat t=2 dengan mengurangi kedua ruas
persamaan tersebut, yakni ∆
=
−
1
,
+ +
……………………………………… 2.37
Dikarenakan eskpektasi
0,
maka −
1
akan bias ke atas upward biased
dengan
pli m
−
1 =
−
1 +
…………………………. . 2.38
dengan
= 1
−
1 +
. Bias dapat menyebabkan koefisien estimasi dari variabel instrumen y
i 1
mendekati nol. Selain itu, nilai statistik-F dari regresi variabel instrumen tahap pertama akan konvergen ke
dengan parameter non- centrality
=
⟶
0,
dengan →
1
karena →
maka penduga variabel instrumen menjadi lemah. Di sini, Blundell dan Bond mengaitkan bias dan lemahnya presisi dari penduga first-difference
GMM dengan masalah lemahnya instrumen yang mana hal ini dicirikan dari parameter konsentrasi Baltagi, 2005.
2.7. Penelitian Terdahulu
Evzen Kocenda David H. Papell 1997 dalam Inflation Convergence Within the European Union: A Panel Data Analysis
meneliti apakah terdapat bukti yang mendukung konvergensi inflasi dalam Uni Eropa. Penelitian ini
menggunakan metode panel data. Analisis juga berfokus pada apakah Exchange Rate Mecanism
ERM membantu mempercepat konvergensi inflasi diantara negara-negara anggotanya. Hasilnya adalah ERM mendukung konvergensi
diantara negara-negara anggota Uni Eropa. Negara yang terus berpartisipasi dalam kelompok ERM menunjukkan tingkat konvergensi yang lebih tinggi secara
dramatis selama periode pembentukan mekanisme nilai tukar tersebut. Busetti et al. 2006 dalam Inflation
Convergence and Divergence Within The European Monetary Union.
Penelitian ini menganalisis mengenai sifat konvergensi tingkat inflasi diantara negara-negara Uni Eropa selama periode
1980-2004. Analisis yang digunakan dibagi menjadi dua bagian, sebelum dan sesudah kelahiran mata uang euro. Analisis konvergensi pertama menggunakan
uji akar unit univariat dan multivariat pada perbedaan inflasi, dengan alasan bahwa kekuatan dari pengujian ini meningkat jauh jika regresi Dickey-Fuller
tanpa intercept term. Analisis selanjutnya menyelidiki apakah kedua sub sampel dicirikan oleh tingkat inflasi yang stabil di negara-negara Eropa. Pada saat
menggunakan tes stationeritas pada tingkat diferensial untuk inflasi, ditemukan bukti perilaku yang menyimpang. Secara statistik penelitian ini dapat mendeteksi
dua kelompok terpisah atau convergence clubs. Kelompok inflasi yang lebih rendah, terdiri dari Jerman, Perancis, Belgia, Austria, Finlandia. Sedangkan
kelompok inflasi yang lebih tinggi adalah Spanyol, Belanda, Yunani, Portugal,
dan Irlandia. Italia muncul untuk membentuk kelompok sendiri, berada diantara dua kelompok lainnya.
Hanie 2006 dalam Analisis Konvergensi Nominal dan Riil Diantara Negara-Negara ASEAN-5, Jepang, dan Korea Selatan.
Penelitian ini mengkaji apakah konvergensi nominal dan konvergensi riil telah terjadi di negara-negara
ASEAN-5 Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, dan Thailand, Jepang, dan Korea Selatan. Konvergensi nominal dianalisis dengan menggunakan variabel
Consumer Price Index CPI, sedangkan analisis konvergensi riil menggunakan
variabel Industrial Production Index IPX. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan VECM melalui simulasi Decomposition of Forecasting
Error Varians dan simulasi Impulse Response Function. Selain itu, konvergensi
juga dianalisis dengan menggunakan uji kausalitas Granger dan matriks korelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konvergensi nominal terjadi di negara-
negara ASEAN-5 kecuali Indonesia, namun konvergensi ini belum begitu terlihat diantara Korea Selatan dengan ASEAN-5. Selain itu, konvergensi riil terjadi di
antara negara-negara ASEAN-5, dan antara Korea Selatan dengan ASEAN-5 kecuali Indonesia.
Penelitian berikutnya Andersson et al. 2009 dalam Determinants of
Inflation and Price Level Differentials Across the Euro Area Countries. Penelitian
ini menganalisa faktor-faktor penentu perbedaan inflasi dan tingkat harga di negara-negara kawasan euro. Estimasi panel dinamis untuk periode 1999-2006
menunjukkan bahwa perbedaan dalam inflasi terutama ditentukan oleh perkembangan yang berbeda dalam PDB per kapita atau tingkat produktivitas,
posisi siklus dan untuk beberapa tingkat pertumbuhan upah serta perubahan dalam
peraturan pasar produk. Penelitian ini juga menemukan kekuatan penting dalam perbedaan tingkat inflasi, dapat terlihat dari sebagian hubungan terkait dengan
harga yang ditentukan dan peraturan pasar produk. Dalam rangka kointegrasi, penelitian ini menemukan bahwa tingkat harga masing-masing negara kawasan
euro diatur oleh tingkat GDP per kapita, pada gilirannya ditentukan oleh tingkat produktivitas dan konsumsi. Kekuatan dalam perbedaan tingkat inflasi tampaknya
sebagian dijelaskan oleh administered prices dan sampai batas tertentu oleh peraturan pasar produk.
Ningsih 2010 dalam kajian Analisis Keterkaitan Dinamis Inflasi Di Negara-Negara ASEAN+6
. Penelitian ini menganalisis tingkat inflasi diantara negara-negara ASEAN+6 yang semakin konvergen atau semakin tidak konvergen,
menganalisis respon inflasi negara-negara ASEAN+6 akibat adanya guncangan inflasi yang terjadi di Indonesia, RRC, Jepang, dan Singapura, serta menganalisis
respon inflasi di Indonesia akibat adanya shock dari variabel yang sama di seluruh negara anggota ASEAN+6. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah VAR-VECM. Hasil penelitian Ningsih 2010 menyatakan bahwa tingkat inflasi diantara
negara-negara ASEAN+6 pada periode 1997-2008, jika dianalisis dengan Johansen Test for Cointegration
, koefisien keragaman maupun FEVD hasilnya adalah semakin konvergen. Adanya shock inflasi Indonesia tidak terlalu
berpengaruh banyak terhadap inflasi di negara-negara ASEAN+6 lainnya. Hanya Cina dan Vietnam yang mengalami peningkatan inflasi akibat adanya guncangan
inflasi Indonesia. Berdasarkan analisis IRF, terjadinya guncangan inflasi di Cina akan mendorong peningkatan inflasi di Indonesia, Australia, Korea, Myanmar,
New Zealand, Singapura, Vietnam. Guncangan inflasi yang terjadi di Jepang paling banyak memengaruhi inflasi negara-negara anggota ASEAN +6 lainnya.
Negara-negara yang inflasinya meningkat akibat guncangan inflasi di Jepang adalah Indonesia, Australia, Filipina, India, Kamboja, Laos, Myanmar, Malaysia,
New Zealand, Singapura. Guncangan inflasi yang terjadi di Singapura cukup banyak memengaruhi negara-negara lain. Negara-negara yang mengalami
peningkatan inflasi akibat guncangan Singapura adalah, Indonesia, Australia, India, Jepang, Kamboja, Myanmar, Cina, dan Vietnam. Respon dinamis inflasi di
Indonesia terhadap guncangan inflasi ASEAN+6 paling besar adalah jika terjadi guncangan pada inflasi Filipina dan Singapura.
Tabel 2.2. Penelitian Empiris Terkait
Penulis Judul
Variabel Ekonomi
Observasi Rentang
Waktu
Kocenda dan Papell 1997
Inflation Convergence Within the European
Union: A Panel Data Analysis
CPI European
Union 1959:2-
1994:4
Honohan dan Lane 2003
Divergent Inflation
Rates in EMU CPI, Output Gap,
NEER, Fiskal European
Union 1999-2001
Busetti et al. 2006
Inflation Convergence
and Divergence Within The
European Monetary Union.
CPI European
Union 1980:1-
1997:12
Hanie 2006 Analisis Konvergensi
Nominal dan
Riil Diantara
Negara- Negara
ASEAN-5, Jepang,
dan Korea
Selatan CPI, IPX
ASEAN-5, Jepang dan
Korea Selatan
1995:1- 2005:11
Andersson et al.
2009 Determinants
of Inflation and Price
Level Differentials
Across the Euro Area Countries.
Output Gap ,
NEER, HICP, Tingkat Harga
Komparatif, Product Market
Regulation European
Union 1999-2006
Ningsih 2010
Analisis Keterkaitan
Dinamis Inflasi
Di Negara-Negara
ASEAN+6. CPI
ASEAN+6 kecuali
Brunei 1997-2008
2.8. Kerangka Pemikiran