Hubungan Tingkat Pendidikan terhadap Program

1. Untuk mengetahui tingkat efektivitas suatu kebijakan, yakni seberapa jauh suatu kebijakan mencapai tujuannya. 2. Mengetahui apakah suatu kebijakan berhasil atau gagal. Dengan melihat tingkat efektivitasnya, maka dapat disimpulkan apakah suatu kebijakan berhasil atau gagal. 3. Memenuhi aspek akuntabilitas publik. Dengan melakukan penilaian kinerja suatu kebijakan, maka dapat dipahami sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah kepada publik sebagai pemilik dana dan mengambil manfaat dari kebijakan dan program pemerintah. 4. Menunjukkan pada stakeholders manfaat suatu kebijakan. Apabila tidak dilakukan evaluasi terhadap sebuah kebijakan, para stakeholders, terutama kelompok sasaran tidak mengetahui secara pasti manfaat dari sebuah kebijakan atau program. 5. Agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Pada akhirnya, evaluasi kebijakan bermanfaat untuk memberikan masukan bagi proses pengambilan kebijakan yang akan datang agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Sebaliknya, dari hasil evaluasi diharapkan dapat ditetapkan kebijakan yang lebih baik.

2.2.5. Hubungan Tingkat Pendidikan terhadap Program

Petani sebagai pelaku sektor pertanian memiliki berbagai masalah dalam melaksanakan usaha taninya. Secara umum masalah tersebut dapat dikelompokkan menjadi 4 yaitu: Universitas Sumatera Utara 1. Masalah sumberdaya manusia Sebahagian besar petani di Indonesia adalah petani gurem lahan dibawah 0,5 ha dan tergolong lanjut usia. Sebagian besar petani di dalam mengembangkan usaha taninya dengan cara melihat petani lain yang sudah berhasil. Mereka sangat hati-hati di dalam menerapkan inovasi baru karena mereka sangat takut dengan resiko gagal. Tanpa ada contoh yang telah berhasil, petani sangat rentan untuk mengubah usaha taninya. 2. Masalah ilmu pengetahuan dan teknologi Sebahagian besar petani masih berpendidikan Sekolah Dasar SD dan hanya sebahagian kecil berpendidikan lanjutan. Pada umumnya keterampilan bercocok tanam mereka peroleh dari orang tuanya serta pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari usaha taninya. Penggunan benih unggul terkadang dilakukan tidak setiap turun tanam tapi terkadang mereka menangkar sendiri benih untuk pertanaman berikutnya. Pengetahuan tentang penggunaan pupuk yang berimbang msaih sangat terbatas sehingga pertumbuhan tanaman padinya sering tidak optimal. 3. Masalah Modal Usaha Tani Masalah keterbatasan modal usaha tani merupakan masalah yang mendasar bagi petani. Sebagian besar petani memperoleh modal usaha dari kekayaan keluarga atau meminjam dari pengusaha yang ada di desanya. Sering petani memerlukan sarana produksi berupa pupuk, benih, alsintan dan obat-obatan namun karena keterbatasan modal usaha menyebabkan pengadaan sarana ini dilakukan secara seadanya. Universitas Sumatera Utara 4. Pemasaran hasil usahatani Proses produksi tanaman padi biasanya dilakukan pada hamparan sawah yang luas dengan sumber air yang sama. Proses penanaman umumnya dilakukan secara serempak. Dengan kondisi ini menyebabkan suplai gabah meningkat pada puncak panen sedangkan penawaran terbatas serta petani tidak memiliki sarana penjemuran. Petani terkadang tidak memiliki pilihan untuk menjual gabahnya dengan harga yang layak atau harga yang lebih baik. Petani juga sebagian besar tidak mengetahui unit-unit pembelian gabah yang harga dan pasarnya dijamin oleh pemerintah. Kondisi ini biasanya menyebabkan harga gabah petani menjadi turun terlebih lagi pada saat tersebut turun hujan Patiwiri, 2007. Mardikanto 1993 menerangkan pendidikan merupakan proses timbal balik dari setiap pribadi manusia dalam penyesuaian dirinya dengan alam, teman, dan alam semesta. Pendidikan dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan formal merupakan jenjang pendidikan dari terendah sampai tertinggi yang biasanya di bangku sekolah. Sedangkan pendidikan non formal biasanya diberikan sebagai penyelenggara pendidikan yang terorganisasi di luar sistem pendidikan sekolah yang terprogram. Pendidikan formal merupakan sistem pendidikan yang sudah dilembagakan, pada tingkat-tingkat yang berurutan dan mempunyai struktur hirarki, berjenjang dari sekolah dasar sampai dengan tingkat universitas tertinggi. Sedangkan pendidikan non formal merupakan setiap kegiatan pendidikan yang diorganisasi dan sistematis, yang dilaksanakan di luar jaringan sistem formal untuk menyediakan tipe pelajaran yang dipilih untuk sub-kelompok tertentu dalam Universitas Sumatera Utara masyarakat. Pendidikan non formal meliputi penyuluhan pertanian, program pelatihan petani, latihan kerja diluar sistem formal dan berbagai program pengajaran kemasyarakatan Blanckenburg, 1979. Menurut Prayitno dan Lincolin 1987, menyatakan bahwa pendidikan mempunyai pengaruh bagi petani dalam mengadopsi teknologi dan keterampilan manajemendalam mengelola usahataninya. Semakin tinggi tingkat pendidikan baik formal maupun non formal, maka diharapkan pola pikirnya akan semakin rasional. Tingkat pendidikan menggambarkan tingkat pengetahuan, wawasan, dan pandangan seseorang. Dalam bidang pertanian diartikan sebagai cara seseorang merespon suatu teknologi. Oleh karena itu, pendidikan memegang peranan kunci dalam pembangunan pertanian. Dengan pendidikan yang memadai, maka transfer teknologi mudah terlaksana sehingga dapat memacu pembangunan teknologi di tingkat petani Kanro, 2002. Syarief 2007 menyebutkan dalam penelitiannya bahwa tingkat pendidikan berpengaruh nyata terhadap efektivitas program DPM-LUEP yang diteliti. Sehingga semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi efektivitas program tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa, dalam mengelola suatu usaha, khususnya dibidang manajemen perusahaan penggilingan padi atau gabah sangat dibutuhkan pendidikan yang cukup untuk dapat mengelola perusahaan dengan baik. Solikah 2010 menyebutkan dalam penelitiannya bahwa tingkat pendidikan memiliki hubungan yang signifikan dengan persepsi petani terhadap peran lembaga LUEP dalam Usahatani Padi. Petani dengan pendidikan formal Universitas Sumatera Utara yang rendah cenderung memiliki pola piker sederhana dalam mengelola usaha tani dan memandang setiap permasalahan yang dihadapinya. Mosher 1983 menyebutkan bahwa pendidikan merupakan faktor pelancar yang dapat mempercepat pembangunan pertanian. Dengan pendidikan, seseorang akan mudah dalam mengadopsi teknologi baru, mengembangkan ketrampilan dan memecahkan permasalahan yang dihadapi.

2.2.6. Hubungan Usia terhadap Program