Identifikasi Masalah Metode Pemilihan Lokasi Metode Penentuan Sampel

Program P-LDPM di Kabupaten Serdang Bedagai telah dilaksanakan sejak Tahun 2009. Program ini telah dilaksanakan selama kurang lebih 3 tahun. Oleh karena itu dirasa perlu dilakukan suatu penelitian untuk menganalisismengevaluasi keberhasilan Program P-LDPM di Kabupaten Serdang Bedagai Selain itu juga perlu dilihat faktor – faktor apa saja yang berhubungan dengan keberhasilan Program P-LDPM serta dampak keberhasilan Program terhadap pendapatan Petani peserta P-LDPM.

1.2. Identifikasi Masalah

Dari uraian pada latar belakang, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah keberhasilan pelaksanaan program P-LDPM di Kabupaten Serdang Bedagai? 2. Faktor–faktor apa saja yang berhubungan dengan keberhasilan program P- LDPM di Kabupaten Serdang Bedagai? 3. Bagaimanakah dampak pelaksanaan Program P-LDPM terhadap penerimaan petani peserta program? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah u 1. Mengevaluasi keberhasilan pelaksanaan program P-LDPM di Kabupaten Serdang Bedagai ntuk: 2. Menganalisis faktor–faktor apa saja yang berhubungan dengan keberhasilan program P-LDPM di Kabupaten Serdang Bedagai. Universitas Sumatera Utara 3. Menganalisis dampak pelaksanaan Program P-LDPM terhadap penerimaan petani peserta program.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Manfaat yang diharapakan dari penelitian ini adalah: 2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya. Sebagai bahan referensi bagi BKP setempat untuk menyusun program selanjutnya yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan petani. Universitas Sumatera Utara II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Penelitian Terdahulu Ashari 2007 dalam penelitiannya menganalisis kinerja pelaksanaan DPM-LUEP serta peranannya dalam mengamankan HPP di Jawa Timur. Kesimpulan yang diambil bahwa DPM-LUEP belum berhasilbelum efektif dalam mengamankan Harga Pembelian Pemerintah. Selain itu juga dianalisis mengenai detil kinerja DPM-LUEP dan dampak DPM-LUEP terhadap pembentukan harga di tingkat wilayah. Kesimpulan yang diambil DPM-LUEP telah menunjukkan kinerja yang cukup baik serta mendapat respon positif dari petani, pemilik LUEP dan pemerintah daerah. Nilai Rasio Dampak Manfaat DPM menunjukkan kinerja dalam pemanfaatan dana tersebut cukup berhasil. Sume 2008 dalam penelitiannya menganalisis tentang karakteristik kelompok LUEP penerima DPM. Kesimpulan yang diambil, karateristik kelompok penerima DPM-LUEP adalah kelompok usaha kecil menengah yang berbadan hukum dengan tenaga kerja 5-19orang, akses permodalan lemah, administrasi dan dan manajerial kelompok lemah, wilayah pemasaran terbatas. Selain itu juga dianalisis tentang faktor apa saja yang dapat meningkatkan profitabilitas LUEP penerima DPM. Kesimpulan yang diambil Faktor-faktor yang dapat meningkatkan pendapatankeuntungan pada DPM-LUEP: a efektivitas pembelian bahan bakugabah putarandaur, memaksimalkan DPM yang dipinjam dalam beberapa kali perputaran pembelian; b peningkatan pembelian bahan baku yang akan akan meningkatkan hasil produk yang diolah; c efesiensi biaya variabel total yaitu pada biaya upah giling, upah jemur, pemasaran dan Universitas Sumatera Utara biaya lain-lain; d melakukan stok produk menunggu peningkatan harga jual produk beras di pasaran. Solikah 2010 dalam penelitiannya menganalisis tentang persepsi petani terhadap peran LUEP dalam usahatani padi. Kesimpulannya petani berpersepsi baik terhadap program DPM-LUEP karena pada waktu panen raya harga gabah jatuh dan LUEP membeli gabah minimal seharga HPP. Selain itu dianalisis juga tentang faktor-faktor yang membentuk persepsi petani terhadap peran LUEP dalam usaha tani padi. Kesimpulannya, faktor-faktor yang mebentuk persepsi petani terhadap peran LUEP dalam usahatani padi adalah pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman masa lalu, luas lahan, lingkungan sosial dan lingkungan ekonomi. Syarief 2007 dalam penelitiannya menganalisis tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas program DPM-LUEP di kab.Lampung Tengah. Kesimpulan yang diperoleh, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas Program DPM-LUEP adalah Pendidikan Formal,Masa Kerja SDM pengelola LUEP,Sarana,jaringan pasar,produksi GKP mitra LUEP dan Kualitas GKP mitra LUEP. Selain itu juga dianalisis bagaimana efektivitas program DPM- LUEP di Kabupaten Lampung Tengah. Kesimpulan yang diperoleh, rata-rata efektivitas Program DPM-LUEP berklasifikasi efektif pada ketepatan lokasi ketepatan waktu dan jumlah dana yang dikembalikan,volume pembelian gabah, jumlah petani dan pemanfaatan dana,kurang efektif pada harga GKP dan tidak efektif pada ketepatan waktu pembelian gabah. Hal ini menunjukkan bahwa Program DPM-LUEP belum berjalan sesuai tujuan. Universitas Sumatera Utara 2.2.Landasan Teori 2.2.1. Penguatan LDPM Kegiatan Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat P-LDPM adalah bagian kegiatan program Peningkatan Ketahanan Pangan yang bertujuan meningkatkan kemampuan Gapoktan dan unit-unit usaha yang dikelolanya distribusipemasaran dan cadangan pangan dalam usaha memupuk cadangan pangan dan memupuk modal dari usahanya dan dari anggotanya yang tergabung dalam wadah Gapoktan. Kegiatan Penguatan-LDPM dibiayai melalui APBN dengan mekanisme dana bantuan sosial Bansos yang disalurkan langsung kepada rekening Gapoktan Badan Ketahanan Pangan Pusat, 2010. Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Serdang Bedagai, 2009 menyebutkan bahwa Dana Bantuan Sosial bansos yang dimaksud dalam Petunjuk Teknis adalah: 1. Uang yang ditransfer kepada Gapoktan untuk pembangunan dan penguatan unit usaha distribusi hasil pertanian atau unit usaha pemasaran dan atau unit usaha pengolahan serta pengolahan cadangan pangan. 2. Fasilitas bantuan sosial ini merupakan bagian dari upaya pemberdayaan Gapoktan dengan penguatan kelembagaan dan peningkatan SDM melalui pembinaan, pemantauan, evaluasi dan dukungan lainnya. Dampak dari ketidakberdayaan petani, Poktan dan Gapoktan dalam mengolah, menyimpan dan mendistribusikanmemasarkan hasil produksinya dapat menyebabkan ketidakstabilan harga di wilayah sentra produksi pertanian pada saat terjadi panen raya dan kekurangan pangan pada saat musim paceklik. Universitas Sumatera Utara Menurut Badan Ketahanan Pangan Nasional, 2010, Tujuan dari penyaluran dana untuk pelaksanaan kegiatan P-LDPM adalah: 1. Memperkuat modal usaha Gapoktan dan unit-unit usaha yang dikelolanya distribusipemasaran dan cadangan pangan untuk dapat mengembangkan sarana penyimpanan, melakukan pembelian hasil produksi petani anggotanya, dan tersedianya cadangan pangan disaat menghadapi musim paceklik serta tercapainya stabilisasi harga pangan di tingkat petani saat panen raya; 2. Mengembangkan usaha ekonomi di wilayah dengan: i melakukan musyawarah rencana kegiatan bersama anggota kelompoknya, ii melakukan pembelian-penyimpanan-pengolahan-pemasaran sesuai rencana, kebutuhan anggota, dan kebutuhan pasar, serta mempunyai nilai tambah khususnya bagi unit usaha Gapoktan yang mengelolanya; 3. Memperluas jejaring kerja sama pemasaran yang saling menguntungkan dengan mitra usaha di dalam maupun di luar wilayahnya. Kebijakan tersebut diarahkan untuk: a mendukung upaya petani memperoleh harga produksi yang lebih baik disaat panen raya; b meningkatkan kemampuan petani memperoleh nilai tambah produksi pangan dan usahanya melalui kegiatan pengolahanpengepakanpemasaran sehingga terjadi perbaikan pendapatan di tingkat petani; dan c memperkuat kemampuan Gapoktan dalam melakukan pengelolaan cadangan pangan sehingga mampu mendekatkan akses pangan pada saat menghadapi paceklik kepada anggota petani yang tergabung dalam wadah Gapoktan. Badan Ketahanan Pangan Nasional, 2010 Dengan memberdayakan Gapoktan, mereka mampu untuk: a meningkatkan kerja sama antar Gapoktan dengan unit-unit usaha yang dikelola Universitas Sumatera Utara dalam wadah Gapoktan; b menghimpun dan mengembangkanmemupuk dana yang dikelola oleh unit usahaGapoktan secara transparan, dengan aturan dan sanksi yang dirumuskan dan ditetapkan sendiri secara musyawarah dan mufakat oleh petani anggotanya; dan c meningkatkan keterampilan dalam hal: administrasi, pembukuan pembelian-penjualan, pengadaan-penyaluran, keuangan, pemantauan secara partisipatif, pengawasan internal, dan bermitra serta bernegosiasi dengan pihak lain untuk memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya.Badan Ketahanan Pangan Nasional, 2010 Strategi yang dilaksanakan pada program P-LDPM ini antara lain: a memberikan dukungan kepada Gapoktan dan unit usaha distribusipemasaranpengolahan untuk memperkuat kemampuannya mendistribusikanmemasarkan gabahberasjagung dari petani anggotanya. Hal ini dilaksanakan dengan melakukan pembelian dan penjualan kepada mitra usahanya baik di dalam maupun di luar wilayahnya secara mandiri dan berkelanjutan sehingga tercapai stabilisasi harga di tingkat petani; dan b memberikan dukungan kepada Gapoktan dan unit pengelolaan cadangan pangan dalam mengelola cadangan pangan. Hal ini dilaksanakan dengan melakukan pengadaan gabahberas danatau jagung danatau pangan pokok lokal spesifik lainnya sehingga mudah diakses dan tersedia setiap waktu secara berkelanjutan. Badan Ketahanan Pangan Nasional, 2010. Untuk mengukur keberhasilan kegiatan P-LDPM tahap penumbuhan, Badan Ketahanan Pangan Kab. Serdang Bedagai, 2009 menyebutkan bahwa digunakan berapa indikator kinerja, yaitu: Universitas Sumatera Utara A. Indikator Masukan Input 1. Terealisasinya dana Bansos 2009 sebesar Rp. 900.000.000,- bagi 6 Gapoktan pada 6 desa di Kabupaten Serdang Bedagai 2. Ditetapkannya Tenaga Pendamping 6 orang yang terdiri dari PPL petugas lapangan yang berdomisili di wilayah Gapoktan. B. Indikator Keluaran Output Tahun I 1. Tersedianya gudang Gapoktan untuk menyimpan gabahberas 6 Gapoktan di Kabupaten Serdang Bedagai 2. Tersedianya cadangan pangan di 6 Gudang Gapoktan di Kabupaten Serdang Bedagai 3. Meningkatnya kemampuan Gapoktan dalam pembelian dan penjualan gabahberas di 6 Gapoktan di Kabupaten Serdang Bedagai C. Indikator Hasil Outcome 1. Tersedianya gabahberas digudang untuk cadangan pangan 2. Meningkatnya volume pembelian dan penjualan gabahberas pada 6 Gapoktan di Kabupaten Serdang Bedagai. D. Indikator Manfaat Benefit 1. Meningkatnya modal usaha Gapoktan 2. Harga gabahberas di wilayah Gapoktan stabil terutama pada saat panen 3. Meningkatnya nilai tambah produk pertanian gabah 4. Meningkatnya akses anggota Gapoktan terhadap beras 5. Meningkatnya kemampuan manajemen Gapoktan Universitas Sumatera Utara E. Indikator Dampak Impact 1. Terwujudnya stabilitas harga gabah di wilayah kerja 6 Gapoktan di Kabupaten Serdang Bedagai 2. Terwujudnya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga petani 3. Meningkatnya pendapatan anggota Gapoktan Untuk mengukur keberhasilan kegiatan P-LDPM tahap penumbuhan, Badan Ketahan Pangan Provinsi Sumatera Utara menyebutkan bahwa digunakan beberapa indikator kinerja, yaitu: A. Indikator Masukan Input 1. Dana Bansos Tahun Anggaran 2010 sebagai tambahan modal bagi Gapoktan. 2. Terseleksinya pendamping tahun 2009 dan tahun 2010 yang siap melanjutkan pembinaan terhadap Gapoktan di Wilayahnya 3. Terseleksinya Gapoktan hasil Penumbuhan tahun 2009 yang siap untuk menerima dana tambahan Bansos B. Indikator Keberhasilan Outcome 1. Tersedianya cadangan pangan gabahberas di gudang milik Gapoktan 2. Meningkatnya volume pembelian-penjualan gabahberas danataujagung di unit usaha DistribusiPemasaranPengolahan minimal 2 kali putaran 3. Meningkatnya modal usaha lebih besar dari dana bansos yang telah diterima Universitas Sumatera Utara C. Indikator Manfaat Benefit 1. Dana bansos dari pemerintah dimanfaatkan dengan baik oleh Gapoktan terseleksi untuk membeli gabahberasjagung minimal dari hasil produksi petani anggotanya 2. Minimal petani gabahberasjagung anggota Gapoktan terseleksi memperoleh harga gabahberas serendah-rendahnya sesuai HPP dan HRD untuk jagung terutama saat panen raya 3. Minimal anggota Gapoktan dapat memperoleh akses pangan dengan mudah pada saat musim paceklik 4. Kemampuan manajemen Gapoktan dan unit-unit usahanya semakin baik, transparan dan akuntabel D. Indikator Dampak Impact 1. Terwujudnya stabilitas harga gabahberas danatau jagung di wilayah Gapoktan 2. Terwujudnya kertahanan pangan di tingkat rumah tangga petani 3. Meningkatnya ekonomi pedesaan yang bersumber dari komoditas pangan 4. Meningkatnya pendapatan petani padi dan jagung yang berada di wilayah Gapoktan 2.2.2. Pengertian Program Menurut Jones 1996, program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan. Dengan adanya program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk dioperasionalkan. Hal ini mudah dipahami, karena program itu sendiri menjadi pedoman dalam rangka pelaksanaan program tersebut. Universitas Sumatera Utara Program merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan pelaksanaan karena dalam program tersebut telah dimuat berbagai aspek, yang antara lain adalah: 1. Adanya tujuan yang ingin dicapai 2. Adanya kebijakan-kebijakan yang harus diambil dalam pencapaian tujuan itu 3. Adanya aturan-aturan yang dipegang dengan prosedur yang harus dilalui 4. Adanya perkiraan anggaran yang perlu atau dibutuhkan 5. Adanya strategi dalam pelaksanaan Unsur kedua yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan program adalah adanya kelompok orang yang menguji sasaran program sehingga kelompok orang tersebut merasa ikut dilibatkan dan membawa hasil program yang dijalankan dan adanya perubahan dan peningkatan dalam kehidupannya. Bila tidak memberikan manfaat pada kelompok orang maka boleh dikatakan program tersebut telah gagal dilaksanakan. Berhasil tidaknya suatu program dilaksanakan tergantung dari unsur pelaksananya. Pelaksana penting artinya karena pelaksanaan suatu program, baik itu organisasi ataupun perseorangan bertanggung jawab dalam pengelola maupun pengawasan dalam pelaksanaan. Suatu program dapat dievaluasi apabila ada tolak ukur yang bisa dijadikan penilaian terhadap program yang telah berlangsung, berhasilnya atau tidak berhasilnya suatu program berdasarkan tujuan yang sudah tentu memiliki tolak ukur yang nantinya harus dicapai dengan baik oleh sumber daya yang mengelolanya. Universitas Sumatera Utara

2.2.3. Kelembagaan

Nasution 2002 menyebutkan bahwa kelembagaan mempunyai pengertian sebagai wadah dan sebagai norma. Lembaga atau institusi adalah seperangkatn aturan, prosedur, norma prilaku individual dan sangat penting artinya sebagai pengembangan pertanian. Kelembagaan dapat dibagi kedalam 2 kelompok yaitu: pertama, lembaga formal seperti pemerintah desa, BPD, KUD, dan lain-lain. Kedua, lembaga tradisional atau lokal. Kelembagaan merupakan kelembagaan yang tumbuh dari dalam komunitas itu sendiri yang sering memberikan “asuransi terselubung” bagi kelangsungan komunitas tersebut. Kelembagaan tersebut biasanya berwujud nilai- nilai, kebiasaan-kebiasaan dan cara hidup yang telah lama hidup dalam komunitas. Keberadaan lembaga dipedesaan memiliki fungsi yang mampu memberikan “energi sosial” yang merupakan kekuatan internal masyarakat dalam mengatasi masalah-masalah mereka sendiri. Berdasarkan hal tersebut,maka lembaga dipedesaan yang saat ini memiliki kesamaan dengan karakteristik tersebut dapat dikatakan sebagai lembaga gabungan kelompok tani atau gapoktan Sumarti, dkk, 2008. Menurut Sesbany 2007 Kelembagaan mempunyai titik strategis entry point dslam menggerakkan system agribisnis pedesaan. Untuk itu segala sumber daya yang ada dipedesaan perlu diarahkandiprioritaskan dalam rangka peningkatan profesionalisme dan posisi tawar petani kelompok tani. Penguatan posisi tawar petani melalui kelembagaan merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak dan mutlak diperlukan oleh petani, agar dapat bersaing dalam Universitas Sumatera Utara melaksanakan kegiatan usaha tani dan dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Departemen Pertanian 2008 mendefinisikan Gabungan Kelompok Tani Gapoktan sebagai kumpulan beberapa kelompok tani yang tergabung dan bekerja sama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha. Gapoktan terdiri atas kelompok tani yang ada dalam wilayah suatu wilayah administrasi desa atau yang berada dalam suatu wilayah aliran irigasi petak pengairan tersier. Gapoktan adalah gabungan dari beberapa kelompok tani yang melakukan usaha agribisnis diatas prinsip kebersamaan dan kemitraan sehingga mencapai peningkatan produksi dan pendapatan usaha tani bagi anggotanya dan petani lainnya. Pengembangan Gapoktan dilatarbelakangi oleh kenyataan lemahnya akses petani terhadap berbagai kelembagaan layanan usaha. Pada prinsipnya lembaga gapoktan diarahkan sebagai sebuah kelembagaan ekonom, namun diharapkan juga mampu menjalankan fungsi-fungsi lainnya serta memiliki peran penting terhadap pertanian Syahyuti, 2007. Peran kelembagaan sangat penting dalam mengatur sumber daya dan distribusi manfaat, untuk itu unsur kelembagaan perlu diperhatikan dalam upaya peningkatan potensi desa guna menunjang pembangunan desa. Dengan adanya kelembagaan petani dan ekonomi desa sangat terbantu dalam hal mengatur silang hubungan antar pemilik input dalam menghasilan output ekonomi desa dan dalam mengatur distribusi ouput tersebut Prihartanto, 2009. 2.2.4. Pengertian Evaluasi Istilah evaluasi mencapai cakupan yang cukup luas, yang dapat mengarah kepada setiap kegiatan dalam pengambilan kebijakan. Weiss 1972, mengatakan Universitas Sumatera Utara bahwa: “Evaluation is an elastic word that stretches to cover judgment of many kinds” evaluasi adalah suatu kata yang elastis yang dapat meluas meliputi penilaian kebenaran dan keberhasilan tentang banyak hal. Weiss juga menegaskan bahwa semua penilaian itu berisikan penentuan keberhasilan dari setiap pelaksanaan suatu program atau keputusan. Jones 1996, mengungkapkan bahwa evaluasi adalah upaya membandingkan antara apa yang direncanakan dengan hasil yang dicapai. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata evaluasi berarti penilaian hasil. Jadi evaluasi adalah merupakan suatu kegiatan yang membandingkan antara program telah yang direncanakan dengan hasil yang dicapai setelah program tersebut dilaksanakan, dengan menggunakan tolok ukur atau indicator yang ditetapkan. Dalam pemahaman pengertian konsep evaluasi oleh Scriven dalam Tayibnapis 1995, secara menyeluruh terdapat dua konsep besar yang berhubungan dengan penelitian ini yaitu: a. Konsep evaluasi formatif dan sumatif, evaluasi formatif merupakan evaluasi yang dilaksanakan selama program berjalan untuk memberikan informasi yang berguna kepada pemimpin program untuk perbaikan. Misalnya selama program berlangsung, akan melibatkan semua komponen yang terlibat dalam evaluasi, sehingga setiap langkah evaluasi akan menghasilkan umpan balik yang segera kepada pembuat program, yang sangat berguna bagi usaha merevisi hal-hal yang dirasa perlu diperbaiki. Selanjutnya evaluasi sumatif adalah konsep evaluasi yang dilakukan pada akhir program untuk memberikan informasi kepada pemakai atau konsumen tentang manfaat atau kegunaan program. Universitas Sumatera Utara Misalnya program kesehatan, evaluasi juga melibatkan semua komponen yang ada akan tetapi evaluasinya pada akhir program. b. Konsep evaluasi internal dan eksternal, evaluasi internal adalah untuk mengetahui lebih banyak tentang programnya dari pada orang luar. Sementara konsep evaluasi eksternal antara lain mampu menangkap hal-hal yang dianggap penting bagi program yang tidak diketahui secara internal. Metoda pendekatan yang dapat dilakukan dalam penelitian evaluasi menurut Patton 1991, metoda evaluasi secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 6 enam yaitu: a. Before and after comparisons, metode ini mengkaji suatu objek penelitian dengan membandingkan antara kondisi sebelum dan kondisi sesudahnya suatu kebijakan atau program diimplementasikan. b. With and without comparisons, metode ini mengkaji suatu objek penelitian dengan menggunakan pembandingan kondisi antara yang tidak mendapat dan kondisi yang mendapat kebijakan atau program, yang telah dimodifikasi dengan memasukkan perbandingan kriteria-kriteria yang relevan di tempat kejadian peristiwa atau TKP dengan program terhadap suatu tempat kejadian peristiwa atau TKP tanpa program. c. Actual versus planned performance comparisons, metode ini mengkaji suatu objek penelitian dengan membandingkan kondisi yang ada actual dengan ketetapan-ketetapan perencanaan yang ada planned. d. Experimental controlled model, metode ini mengkaji suatu objek penelitian dengan melakukan percobaan yang terkontroldikendalikan untuk mengetahui kondisi yang diteliti. Universitas Sumatera Utara e. Quasi experimental models, metode ini mengkaji suatu objek penelitian dengan melakukan percobaan tanpa melakukan pengontrolanpengendalian terhadap kondisi yang diteliti. f. Cost oriented models, metode ini mengkaji suatu objek penelitian yang hanya didasarkan pada penelitian biaya terhadap suatu rencana. Menurut Abidin 2004, informasi yang dihasilkan dari evaluasi merupakan nilai values yang antara lain berkenaan dengan: 1. Efisiensi efficiency, yakni perbandingan antara hasil dengan biaya, atau hasilbiaya. 2. Keuntungan profitability, yaitu selisih antara hasil dengan biaya atau hasil- biaya. 3. Efektif effectiveness, yakni penilaian pada hasil, tanpa memperhitungkan biaya. 4. Keadilan equity, yakni keseimbangan proporsional dalam pembagian hasil manfaat danatau biaya pengorbanan. 5. Detriments, yakni indikator negatif dalam bidang sosial seperti kriminal dan sebagainya. 6. Manfaat tambahan marginal rate of return, yaitu tambahan hasil banding biaya atau pengorbanan change-in-benefitschange-in-cost. Untuk keperluan jangka panjang dan untuk kepentingan keberlanjutan sustainable suatu program, evaluasi sangat diperlukan. Dengan evaluasi, kebijakan-kebijakan ke depan akan lebih baik dan tidak mengurangi kesalahan yang sama. Berikut ini diberikan beberapa argumen perlunya evaluasi: Universitas Sumatera Utara 1. Untuk mengetahui tingkat efektivitas suatu kebijakan, yakni seberapa jauh suatu kebijakan mencapai tujuannya. 2. Mengetahui apakah suatu kebijakan berhasil atau gagal. Dengan melihat tingkat efektivitasnya, maka dapat disimpulkan apakah suatu kebijakan berhasil atau gagal. 3. Memenuhi aspek akuntabilitas publik. Dengan melakukan penilaian kinerja suatu kebijakan, maka dapat dipahami sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah kepada publik sebagai pemilik dana dan mengambil manfaat dari kebijakan dan program pemerintah. 4. Menunjukkan pada stakeholders manfaat suatu kebijakan. Apabila tidak dilakukan evaluasi terhadap sebuah kebijakan, para stakeholders, terutama kelompok sasaran tidak mengetahui secara pasti manfaat dari sebuah kebijakan atau program. 5. Agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Pada akhirnya, evaluasi kebijakan bermanfaat untuk memberikan masukan bagi proses pengambilan kebijakan yang akan datang agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Sebaliknya, dari hasil evaluasi diharapkan dapat ditetapkan kebijakan yang lebih baik.

2.2.5. Hubungan Tingkat Pendidikan terhadap Program

Petani sebagai pelaku sektor pertanian memiliki berbagai masalah dalam melaksanakan usaha taninya. Secara umum masalah tersebut dapat dikelompokkan menjadi 4 yaitu: Universitas Sumatera Utara 1. Masalah sumberdaya manusia Sebahagian besar petani di Indonesia adalah petani gurem lahan dibawah 0,5 ha dan tergolong lanjut usia. Sebagian besar petani di dalam mengembangkan usaha taninya dengan cara melihat petani lain yang sudah berhasil. Mereka sangat hati-hati di dalam menerapkan inovasi baru karena mereka sangat takut dengan resiko gagal. Tanpa ada contoh yang telah berhasil, petani sangat rentan untuk mengubah usaha taninya. 2. Masalah ilmu pengetahuan dan teknologi Sebahagian besar petani masih berpendidikan Sekolah Dasar SD dan hanya sebahagian kecil berpendidikan lanjutan. Pada umumnya keterampilan bercocok tanam mereka peroleh dari orang tuanya serta pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari usaha taninya. Penggunan benih unggul terkadang dilakukan tidak setiap turun tanam tapi terkadang mereka menangkar sendiri benih untuk pertanaman berikutnya. Pengetahuan tentang penggunaan pupuk yang berimbang msaih sangat terbatas sehingga pertumbuhan tanaman padinya sering tidak optimal. 3. Masalah Modal Usaha Tani Masalah keterbatasan modal usaha tani merupakan masalah yang mendasar bagi petani. Sebagian besar petani memperoleh modal usaha dari kekayaan keluarga atau meminjam dari pengusaha yang ada di desanya. Sering petani memerlukan sarana produksi berupa pupuk, benih, alsintan dan obat-obatan namun karena keterbatasan modal usaha menyebabkan pengadaan sarana ini dilakukan secara seadanya. Universitas Sumatera Utara 4. Pemasaran hasil usahatani Proses produksi tanaman padi biasanya dilakukan pada hamparan sawah yang luas dengan sumber air yang sama. Proses penanaman umumnya dilakukan secara serempak. Dengan kondisi ini menyebabkan suplai gabah meningkat pada puncak panen sedangkan penawaran terbatas serta petani tidak memiliki sarana penjemuran. Petani terkadang tidak memiliki pilihan untuk menjual gabahnya dengan harga yang layak atau harga yang lebih baik. Petani juga sebagian besar tidak mengetahui unit-unit pembelian gabah yang harga dan pasarnya dijamin oleh pemerintah. Kondisi ini biasanya menyebabkan harga gabah petani menjadi turun terlebih lagi pada saat tersebut turun hujan Patiwiri, 2007. Mardikanto 1993 menerangkan pendidikan merupakan proses timbal balik dari setiap pribadi manusia dalam penyesuaian dirinya dengan alam, teman, dan alam semesta. Pendidikan dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan formal merupakan jenjang pendidikan dari terendah sampai tertinggi yang biasanya di bangku sekolah. Sedangkan pendidikan non formal biasanya diberikan sebagai penyelenggara pendidikan yang terorganisasi di luar sistem pendidikan sekolah yang terprogram. Pendidikan formal merupakan sistem pendidikan yang sudah dilembagakan, pada tingkat-tingkat yang berurutan dan mempunyai struktur hirarki, berjenjang dari sekolah dasar sampai dengan tingkat universitas tertinggi. Sedangkan pendidikan non formal merupakan setiap kegiatan pendidikan yang diorganisasi dan sistematis, yang dilaksanakan di luar jaringan sistem formal untuk menyediakan tipe pelajaran yang dipilih untuk sub-kelompok tertentu dalam Universitas Sumatera Utara masyarakat. Pendidikan non formal meliputi penyuluhan pertanian, program pelatihan petani, latihan kerja diluar sistem formal dan berbagai program pengajaran kemasyarakatan Blanckenburg, 1979. Menurut Prayitno dan Lincolin 1987, menyatakan bahwa pendidikan mempunyai pengaruh bagi petani dalam mengadopsi teknologi dan keterampilan manajemendalam mengelola usahataninya. Semakin tinggi tingkat pendidikan baik formal maupun non formal, maka diharapkan pola pikirnya akan semakin rasional. Tingkat pendidikan menggambarkan tingkat pengetahuan, wawasan, dan pandangan seseorang. Dalam bidang pertanian diartikan sebagai cara seseorang merespon suatu teknologi. Oleh karena itu, pendidikan memegang peranan kunci dalam pembangunan pertanian. Dengan pendidikan yang memadai, maka transfer teknologi mudah terlaksana sehingga dapat memacu pembangunan teknologi di tingkat petani Kanro, 2002. Syarief 2007 menyebutkan dalam penelitiannya bahwa tingkat pendidikan berpengaruh nyata terhadap efektivitas program DPM-LUEP yang diteliti. Sehingga semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi efektivitas program tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa, dalam mengelola suatu usaha, khususnya dibidang manajemen perusahaan penggilingan padi atau gabah sangat dibutuhkan pendidikan yang cukup untuk dapat mengelola perusahaan dengan baik. Solikah 2010 menyebutkan dalam penelitiannya bahwa tingkat pendidikan memiliki hubungan yang signifikan dengan persepsi petani terhadap peran lembaga LUEP dalam Usahatani Padi. Petani dengan pendidikan formal Universitas Sumatera Utara yang rendah cenderung memiliki pola piker sederhana dalam mengelola usaha tani dan memandang setiap permasalahan yang dihadapinya. Mosher 1983 menyebutkan bahwa pendidikan merupakan faktor pelancar yang dapat mempercepat pembangunan pertanian. Dengan pendidikan, seseorang akan mudah dalam mengadopsi teknologi baru, mengembangkan ketrampilan dan memecahkan permasalahan yang dihadapi.

2.2.6. Hubungan Usia terhadap Program

Umur petani akan mempengaruhi kemampuan fisik dan respon terhadap hal-hal yang baru dalam menjalankan usahataninya. Menurut Kartasapoetra 1991, petani yang berusia lanjut yaitu berumur 50 tahun keatas, biasanya fanatik terhadap tradisi dan sulit memberikan pengertian-pengertian yang dapat mengubah cara berpikir, cara kerja, dan cara hidup. Menurut Prayitno dan Lincolin 1987, menyatakan bahwa tingkat umur mempunyai pengaruh terhadap kemampuan fisik petani dalam mengelola usahataninya maupun usaha-usaha pekerjaan tambahan lainnya. Semakin tinggi umur petani, maka kemampuan kerjanya semakin menurun. Munthe 2009 menyebutkan bahwa tingkat umur mempengaruhi pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia seseorang, semakin berkembang juga cara mereka berfikir dan dalam membuat keputusan. Adiwilaga 1973 menyatakan bahwa peternak dalam usia produktif akan lebih efektif dalam mengelola usahanya bila dibandingkan dengan peternak yang lebih tua. Universitas Sumatera Utara 2.3.Kerangka Pemikiran Penelitian P-LDPM adalah salah satu program pemerintah dibidang pertanian yang bertujuan untuk membantu petani dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan hidup. Program ini cukup mudah untuk dijalankan oleh petani- petani terutama petani-petani yang bernaung di bawah Gapoktan. Namun peneliti merasa perlu dilakukan penelitian untuk melihat apakah petani yang menjalankan program P-LDPM ini dapat beradaptasi dan menerima program ini. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan program. Beberapa faktor yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan formal, umur dan pendidikan non formal dari pengurus. Pendidikan mempunyai pengaruh bagi petani dalam mengadopsi teknologi dan keterampilan manajemen dalam mengelola usahataninya. Semakin tinggi tingkat pendidikan baik formal maupun non formal, maka diharapkan pola pikirnya akan semakin rasional. Umur mempunyai pengaruh terhadap kemampuan fisik petani dalam mengelola usahataninya maupun usaha-usaha pekerjaan tambahan lainnya. Semakin tinggi umur petani, maka kemampuan kerjanya semakin menurun. Program P-LDPM ini dianggap berhasil di lapangan jika memenuhi 9 sembilan indikator dari 10 sepuluh indikator-indikator yang ada dalam panduan teknis pelaksanaan program P-LDPM. Indikator keberhasilan tersebut yaitu realisasi dana bantuan sosial, adanya PPL pendamping, memiliki gudang lumbung pangan, memiliki cadangan pangan, meningkatnya volume jual beli gabahberas, meningkatnya modal usaha, membeli gabah lebih besar atau sama dengan Harga Pembelian Pemerintah HPP, meningkatnya nilai tambah produk, meningkatnya akses anggota terhadap pangan, dan meningkatnya kemampuan Universitas Sumatera Utara manajemenn Gapoktan. Program ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan petani pesertanya yang diukur dengan membandingkan penerimaan petani Gapoktan yang berhasil menjalankan Program P-LDPM dengan petani Gapoktan yang tidak berhasil menjalankan Program P-LDPM. Kerangka Konsep Penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut ini: Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian 2.4.Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. bupaProgram P-LPDM berhasil dijalankan di Kabupaten Serdang Bedagai. Program P- LDPM Indikator – Indikator Keberhasilan • Realisasi Dana Bantuan Sosial • Tersedianya PPL Pendamping • Memiliki Gudang Cadangan Pangan • Memiliki Cadangan Pangan • Meningkatnya Volume Jual Beli Gabah • Meningkatnya Modal Usaha • Membeli Gabah HPP • Meningkatnya Nilai Tambah Faktor yang Berhubungan Dengan Keberhasilan 1. Tingkat Pendidikan 2. Usia 3. Pendidikan Non Formal BerhasilTidak Berhasil Penerimaan Tidak Meningkat Penerimaan Meningkat Universitas Sumatera Utara 2. Ada hubungan faktor Pendidikan, Usia dan Pendidikan Non Formal terhadap keberhasilan program P-LDPM di Kabupaten Serdang Bedagai. 3. Program P-LDPM memberikan dampak positif dengan adanya perbedaan penerimaan antara petani peserta yang berhasil menjalankan Program P-LDPM dengan petani peserta yang tidak berhasil menjalankan Program P-LDPM di Katen Serdang Bedagai. Universitas Sumatera Utara III. METODE PENELITIAN

3.1. Metode Pemilihan Lokasi

Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Serdang Bedagai yang dipilih secara purposive karena Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu daerah penerima bantuan program P-LDPM di Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan di daerah-daerah penerima P-LDPM di Kabupaten Serdang Bedagai yaitu di Desa Pematang Pelintahan Kecamatan Sei Rampah, Desa Melati II Kecamatan Perbaungan, Desa Lidah Tanah Kecamatan Perbaungan, Desa Paya Lombang Kecamatan Tebing Tinggi, Desa Mangga Dua Kecamatan Tanjung Beringin, dan Desa Pulo Gambar Kecamatan Serba Jadi.

3.2. Metode Penentuan Sampel

Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh petani yang menerima bantuan P- LDPM yang terbagi dalam beberapa Gapoktan dan pengurus P-LDPM. Untuk identifikasi masalah yang pertama, sampel diambil dari sampel pengurus dan petani pada masalah 2 dan 3, lalu digunakan metode deskriptif dengan melihat bagaimanakah keberhasilan program P-LDPM di masing-masing gapoktan penerima. Untuk menentukan apakah gapoktan berhasil atau tidak dilihat dari indikator keberhasilan. Dari 10 kriteria yang ditetapkan, sedikitnya gapoktan harus memenuhi 9 kriteria baru dianggap berhasil. Untuk identifikasi masalah yang kedua, yang menjadi populasi sekaligus sampelnya adalah pengurus P-LDPM. Metode sampel yang digunakan adalah Universitas Sumatera Utara metode sensus . Jumlah populasi dan sampel pengurus P-LDPM dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah Populasi dan Sampel Pengurus No Nama Gabungan Kelompok Tani Jumlah Pengurus P-LDPM Jumlah Sampel 1 Harapan Sei Rampah 12 12 2 Melati Jaya Perbaungan 12 12 3 Maju Bersama Perbaungan 12 12 4 Sumber Makmur T. Tinggi 12 12 5 Sri SumanaT.Beringin 12 12 6 Sahabat TaniSerba Jadi 12 12 Total 72 72 Sumber: Badan Ketahanan Pangan Kab.Serdang Bedagai Tahun 2009 Untuk identifikasi masalah yang ketiga dilakukan analisa inferensial dimana yang menjadi populasi adalah petani peserta program P-LDPM. Analisa inferensial ini digunakan untuk melihat apakah ada perbedaan pendapatan antara petani peserta yang berhasil melaksanakan Program P-LDPM dengan petani peserta yang tidak berhasil melaksanakan Program P-LDPM, dengan membandingkan harga yang diterima masing-masing kelompok.

3.3. Metode Pengumpulan Data