Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan Angka Kejadian Diare Pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru

(1)

PUSKESMAS KECAMATAN JOHAR BARU

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.kep)

OLEH:

SARAH AUDY HARUN 1111104000027

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H/2016 M


(2)

(3)

SCHOOL OF NURSING

SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA

Undergraduate Thesis, January 2016

SARAH AUDY HARUN, NIM: 1111104000027

The Relationship of Exclusive Breastfeeding with Incidence of Diarrhea in Infants Age 0-6 Months in Work Area of Puskesmas District of Johar Baru

ABSTRACT

Breast milk contains nutrients and antibodies that are desperately needed an infant against various infectious diseases, whether caused by bacteria, viruses and other triggers. Feeding early weaning will cause the incidence of gastrointestinal infections like diarrhea that cause high infant mortality rate in Indonesia. Diarrhea in Indonesia still in second rank of 10 diseases in primary care populations. This study aimed to determine the relationship of exclusive breastfeeding with incidence of diarrhea in infants age 0-6 months in working area of District Community Health Center of Johar Baru (Puskesmas Johar Baru). This study is retrospective with cross sectional design. This study conducted during February-September 2015. Respondents are baby age 6-7 months as many as 30 babies. The data was collected by quetioner to their parents. The data was analyzed using chi square. This result showed that as many as 3 babies with history of exclusive breastfeeding were diarrhea, and 11 babies were not. Baby with no history of exclusive breastfeeding as many as 7 babies were diarrhea, and 9 babies were not. The result found that P value (0,196) > 0,05 which means insignificant. The conclusions is there is no significant relationship between exclusive breastfeeding with incidence of diarrhea in baby age 0-6 months in working area of Puskesmas Johar Baru. Advice for future study to examine the factors of diarrhea other than the exclusive breastfeeding.


(4)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Januari 2016

SARAH AUDY HARUN, NIM: 1111104000027

Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan Angka Kejadian Diare Pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru

ABSTRAK

ASI mengandung zat gizi dan antibodi yang sangat dibutuhkan bayi untuk melawan berbagai penyakit infeksi, baik yang disebabkan oleh bakteri, virus dan pemicu lainnya. Pemberian MPASI yang dini atau penghentian ASI eksklusif yang dini akan menyebabkan kejadian infeksi saluran pencernaan seperti diare yang menjadi penyebab tingginya angka kematian bayi di Indonesia. Diare di Indonesia masih menempati urutan kedua dalam urutan 10 penyakit terbanyak di populasi pada pelayanan primer. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru. Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan selama bulan Februari-September 2015. Responden adalah bayi usia 6-7 bulan sebanyak 30 anak. Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang diberikan pada orangtua responden dan dianalisis menggunakan chi square. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 3 anak dengan riwayat ASI eksklusif terjadi diare, dan 11 anak tidak mengalami diare. Bayi dengan riwayat ASI tidak eksklusif sebanyak 7 anak mengalami diare, dan 9 anak tidak mengalami diare. Hasil penelitian ini didapatkan nilai p value (0,196) > 0,05 yang berarti tidak signifikan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru. Saran untuk penelitian selanjutnya untuk dapat mengkaji faktor-faktor terjadinya diare selain asi eksklusif.


(5)

(6)

(7)

(8)

Nama : Sarah Audy Harun

Tempat, Tanggal Lahr : Jakarta, 22 Desember 1993 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat Rumah : Jl. Kramat Pulo Gundul, no. K117, RT 003 RW 010 Nomor Telepon : 082237965794/087871900967

Email : sarahaudyy@yahoo.com

Fakultas/Prodi : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Keperawatan

Riwayat Pendidikan

1. SDN Kenari 08 Jakarta 1999-2005

2. SLTPN 216 Jakarta 2005-2008

3. MA Pesantren PERSIS 69 Matraman 2008-2011

4. Universitas Islam Negeri 2011-sekarang

Riwayat Organisasi

1. Anggota RG-UG (OSIS) Bidang Pendidikan 2008-2009

2. Aggota Bendahara RG-UG 2009-2010


(9)

Assalammu’alaikum wr.wb

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah mencurahkan nikmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.

Penulisan skripsi ini berjudul “Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan Angka Kejadian Diare pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Wilayah Kerja

Puskesmas Kecamatan Johar Baru” dalam rangka memenuhi syarat mendapatkan

gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep).

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak pengarahan serta doa dan bantuan dari berbagai pihak. Berkat bimbingan dan doa dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat penulis selesaikan, walaupun masih banyak kekurangannya. Karena itu, dalam kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Arif Sumantri S.KM, M.Kes, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah.

2. Ibu Maulina Handayani, S.Kp, M.Sc, selaku Kepala Program Studi Ilmu Keperawatan yang tidak bosan-bosannya memberikan pengarahan dan bimbingannya kepada penulis.

3. Ibu Ernawati, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan.


(10)

5. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang banyak memberikan dorongan dan bantuan baik secara moral, finansial, maupun spiritual dalam penyelesaian studi ini.

6. Adik dan kakak tercinta, Muhammad Aulia Pratam dan Bella Khairunnisa.

7. Ibu Ns. Kustati Budi Lestari, M.Kep dan Ibu Maftuhah, S.Kp., M.Kep., PhD selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar dan menyediakan waktu luangnya untuk berdiskusi, memberikan pengarahan, dan memotivasi penulis sejak awal penulisan masalah penelitian sampai tersusunnya skripsi ini.

8. Ibu Ratna Pelawati, M.Biomed selaku Dosen Penguji penulis mengucapkan terima kasih atas saran-saran perbaikan yang diberikan.

9. Dosen-dosen dan staf Program Studi Ilmu Keperawatan yang dengan sabar dan semangat memberikan ilmu kepada penulis.

10.Kepada Kepala Dinas Kesehatan kota Jakarta Pusat dan Kepala Suku Dinas Kesehatan kota Jakarta Pusat beserta staff yang telah membantu penulis untuk kelancaran proses penelitian.

11.Kepada Petugas Kesehatan di Puskesmas Kecamatan Johar Baru, yang telah membantu dan bersedia meluangkan waktu untuk kelancaran proses penyusunan skripsi.


(11)

Sulistiani, Ilyati Syarfa dan Trisna Syahfitri serta Muhammad Alfian Rahman yang saling memotivasi untuk tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

13.Sahabat-sahabat penulis, Fitria, Lulu Baety, Fauziah Kamilah, dan Puteri Indah Sari yang terus menerus memberikan dukungannya untuk penulis.

14.Rekan-rekan seperjuangan PSIK 2011 atas kerja sama, berbagi pemikiran, pengertian, dan memberikan warna di hari-hari penulis.

Penulis berusaha untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Namun demikian penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan. Oleh karena itu demi kesempurnaan, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran agar skripsi ini menjadi lebih baik dan berdaya guna di masa yang akan datang.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Ciputat, Januari 2016


(12)

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii

ABSTRACT ... iii

ABSTRAK ... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... v

LEMBAR PENGESAHAN ... vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. ASI Eksklusif ... 8

B. MP ASI...16

C. Susu Formula ... 19

D. Bayi ... 23


(13)

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN

HIPOTESIS ... 35

A. Kerangka Konsep ... 35

B. Definisi Operasional ... 36

C. Hipotesis ... 37

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 38

A. Desain Penelitian ... 38

B. Populasi dan Sampel ... 38

C. Waktu dan Tempat Penelitian ... 39

D. Instrumen Penelitian ... 40

E. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 41

F. Pengumpulan Data ... 42

G. Etika Penelitian ... 44

H. Pengolahan Data ... 45

I. Analisis Data ... 46

J. Penyajian Data ... 47

BAB V HASIL PENELITIAN ... 48

A. Deskripsi Umum Tempat Penelitian ... 48

B. Hasil Analisis Univariat ... 49

C. Hasil Analisis Bivariat ... 53

BAB VI PEMBAHASAN ... 54

A. Hasil Uji Analisis ... 54


(14)

B. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...


(15)

Halaman

Bagan 2.1 Kerangka Teori 34


(16)

Halaman

Tabel 3.1 Definisi Operasional 36

Tabel 4.1 Kisi-kisi Instrumen Variabel Penelitian 40 Tabel 5.1 Hasil Analisis Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru

49 Tabel 5.2 Hasil Analisis ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan

Johar Baru 50

Tabel 5.3 Hasil Analisis IMD di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru 51 Tabel 5.4 Hasil Analisis MPASI di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Johar

Baru 51

Tabel 5.5 Hasil Analisis Pertama Kali diberi MPASI di Wilayah Kerja Puskesmas

Kecamatan Johar Baru 52


(17)

Lampiran 1. Dokumen Perizinan Penelitian Lampiran 2. Inform Consent

Lampiran 3. Kuesioner Penelitian

Lampiran 4. Hasil Uji Validitas Instrumen Lampiran 5. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Lampiran 6. Hasil Uji Normalitas Instrumen Lampiran 7. Hasil Olahan SPSS Univariat Lampiran 8. Hasil Olahan SPSS Bivariat


(18)

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Air Susu Ibu (ASI) merupakan cairan yang memenuhi kebutuhan gizi bayi dan melindunginya dalam melawan kemungkinan serangan penyakit. Keseimbangan zat-zat gizi dalam ASI berada pada tingkat terbaik dan air susunya memiliki bentuk paling baik bagi tubuh bayi yang masih muda (Yahya, 2005). Kandungan gizinya yang tinggi dan adanya zat kebal di dalamnya membuat ASI tidak tergantikan oleh susu formula yang paling hebat dan mahal sekalipun (Yuliarti, 2010).

WHO/UNICEF membuat deklarasi yang dikenal dengan Deklarasi Innocenti (Innocenti Declaration) yang dilahirkan di Innocenti Italia tahun 1990. Deklarasi ini memuat hal-hal berikut. “Sebagai tujuan global untuk meningkatkan kesehatan dan mutu makanan bayi secara optimal maka semua ibu dapat memberikan ASI eksklusif dan semua bayi diberi ASI eksklusif sejak lahir sampai berusia 4-6 bulan. Setelah berumur 4-6 bulan, bayi diberi makanan pendamping/padat yang benar dan tepat, sedangkan ASI tetap diteruskan sampai usia 2 tahun atau lebih. Pemberian makanan untuk bayi yang ideal seperti ini dapat dicapai dengan cara menciptakan pengertian serta dukungan dari lingkungan sehingga ibu-ibu dapat menyusui secara ekslusif” (Roesli, 2007).


(19)

Rekomendasi terbaru dari UNICEF bersama World Health Assembly dan banyak negara lainnya adalah menetapkan jangka waktu pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan (Roesli, 2007).

Bukan saja organisasi dunia yang membahas tentang ASI, dalam Agama Islam juga membahas mengenai pemberian ASI yang disebutkan dalam Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 233 yang artinya : “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan waris pun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (Al-Baqarah [2]: 233).

Manfaat ASI bagi bayi yang utama adalah kolostrum atau susu pertama yang mengandung antibodi yang kuat untuk mencegah infeksi dan membuat bayi lebih kuat. ASI mengandung campuran yang tepat dari berbagai bahan makanan yang baik untuk bayi. Selain manfaat dalam mencegah infeksi, ASI juga mudah dicerna oleh bayi yang sistem pencernaannya belum sempurna (Bahiyatun, 2009).


(20)

Menurut WHO tahun 2011, menyatakan bahwa hanya 40% bayi di dunia yang mendapatkan ASI eksklusif, sedangkan 60% bayi lainnya ternyata telah mendapatkan MP ASI saat usianya <6 bulan. Hal ini bukan saja terjadi di negara maju, melainkan juga di negara berkembang seperti di Indonesia.

Meningkatnya angka kesakitan dan kematian bayi di Indonesia disebabkan karena ketidaktahuan dan ketidakpahaman masyarakat khususnya ibu-ibu tentang pentingnya pemberian ASI (Depkes RI, 2009). Pemberian ASI yang paling baik adalah pemberian ASI selama enam bulan yang akan memberikan kekebalan alami untuk bayi (Roesli, 2004 dalam Noviana, 2011). Menurut Riskesdas (2013), di Indonesia persentase pemberian ASI eksklusif dalam 24 jam terakhir dan tanpa riwayat diberikan makanan dan minuman lainnya semakin menurun seiring meningkatnya umur bayi dengan persentase terendah pada umur 6 bulan yaitu sebesar 30,2% .

Pemberian MP ASI yang dini atau penghentian ASI eksklusif yang dini bisa menyebabkan kejadian infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab tingginya angka kematian bayi di Indonesia (Depkes, 2009). Salah satu penyakit infeksi saluran pencernaan itu adalah diare. Setiap tahunnya sebanyak 6 juta anak meninggal di dunia karena penyakit diare. Sebagian kematian tersebut terjadi di negara berkembang.

Berdasarkan laporan WHO, kematian karena diare di Indonesia sudah menurun tajam. Walaupun angka kematian diare menurun, angka kesakitan karena diare tetap tinggi terutama di negara berkembang seperti Indonesia


(21)

dalam urutan 10 penyakit terbanyak di populasi pada pelayanan primer (Ibrahim, Manopo, dan Rompis, 2014).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menyatakan bahwa insiden diare pada kelompok usia balita di Indonesia adalah 10,2%. Lima provinsi dengan insiden diare tertinggi adalah Aceh, Papua, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, dan Banten. Prevalensi diare dalam kelompok umur <1 tahun adalah 16,5% (Depkes RI, 2011).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hardi, Masni, dan Rahma (2012) di Makassar, diketahui bahwa dari 65 responden yang mendapat ASI eksklusif, sebanyak 44 orang (67,69%) tidak terkena diare, dan hanya 21 orang (32,31%) terkena diare. Sedangkan dari 155 responden yang tidak mendapat ASI eksklusif sebagian besar yaitu sebanyak 82 orang (52,9%) terkena diare dan 73 orang (47,1%) tidak terkena diare. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara faktor pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare dengan p value (0,01) < 0,05.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Tuban oleh Suwarni, Utami, dan Nugrahini (2013) diperoleh hasil bahwa bayi (0-6 bulan) yang diberi ASI saja sebagian besar tidak mengalami kejadian diare, yaitu 90,9%. Pada bayi yang hanya diberi PASI sebagian besar (71,4%) mengalami diare, sedangkan bayi yang diberi ASI dan PASI sebagian besar 60% tidak mengalami diare. Kesimpulannya adalah bayi yang diberi ASI saja lebih jarang mengalami diare dibandingkan dengan bayi yang diberi PASI.


(22)

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, dari lima anak yang diberi ASI eksklusif hanya satu yang mengalami diare, sedangkan dari lima anak yang tidak diberi ASI eksklusif terdapat tiga anak yang mengalami diare. Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti merasa perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan ASI eksklusif dengan angka kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diketahui bahwa pentingnya pemberian ASI ekslusif juga penting untuk mencegah bayi mengalami kekambuhan dari suatu penyakit karena di dalam ASI tersebut terdapat banyak antibodi alami yang berguna untuk tubuh balita tersebut. Oleh karena DKI Jakarta merupakan salah satu dari lima provinsi yang insiden diarenya tertinggi, peneliti merasa masih perlu untuk meneliti lagi mengenai hubungan pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan dimulai dari wilayah yang kecil terlebih dahulu yaitu di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif dengan angka kerjadian diare di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru.


(23)

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik responden yang mengalami diare berdasarkan usia.

b. Mengetahui prevalensi angka kejadian diare pada bayi yang diberi ASI eksklusif.

c. Mengetahui prevalensi angka kejadian diare pada anak yang tidak diberi ASI eksklusif.

d. Mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Tempat Peneliti

Dapat dijadikan bahan masukan guna meningkatkan pengetahuan para ibu akan pentingnya ASI eksklusif untuk kesehatan buah hatinya.

2. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menambah wawasan peneliti dibidang keperawatan terutama tentang pentingnya ASI esklusif terhadap kesehatan anak dan juga menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti dibidang riset keperawatan.


(24)

3. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat dijadikan bahan referensi untuk pembelajaran mahasiswa keperawatan.

4. Bagi Keperawatan

Dapat dijadikan bahan acuan untuk dapat meningkatkan layanan keperawatan, terutama dalam hal pencegahan diare pada anak.


(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dijelaskan tentang ASI eksklusif, diare, susu formula, dan MPASI sesuai dengan teori-teori dan penelitian yang ada.

A. ASI Eksklusif

1. Definisi ASI Ekslusif

ASI adalah cairan yang memenuhi kebutuhan gizi bayi dan melindunginya dalam melawan kemungkinan serangan penyakit. Keseimbangan zat-zat gizi dalam air susu ibu berada pada tingkat terbaik. Pada saat yang sama ASI juga sangat kaya akan sari-sari makanan yang mempercepat pertumbuhan sel-sel otak dan perkembangan sistem saraf (Yahya, 2007). Eksklusif menurut kamus bahasa Indonesia mempunyai arti “khusus atau terpisah dari yang lain.”

ASI eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja tanpa makanan dan minuman lain. Pemberian ASI eksklusif dianjurkan sampai enam bulan pertama kehidupan bayi (Depkes RI, 2005).

Jadi, ASI ekslusif adalah pemberian cairan yang mengandung zat gizi yang sangat baik untuk tubuh bayi sesegera mungkin, setelah bayi lahir sampai bayi tersebut berusia 6 bulan, tanpa pemberian cairan atau makan pendamping lainnya.


(26)

2. Pemberian ASI

Waktu pemberian ASI sebaiknya secepatnya setelah bayi dilahirkan. Agar kolostrum yang terdapat di dalam ASI pertama dapat langsung diserap dan masuk ke dalam tubuh bayi. Jadi, apabila sang ibu sudah siap untuk menyusui bayinya, sebaiknya minta kepada perawat untuk meletakkan bayi ke payudara ibunya. Pada awalnya mungkin bayi akan merasa tidak tertarik, karena kebanyakan bayi akan memerlukan sedikit waktu untuk memulai proses menyusui (Suririnah, 2009).

Pemberian ASI untuk bayi kembar yang full-term dapat dilakukan dengan bersamaan segera setelah lahir. Pemberian ASI secara bersamaan mendorong produksi segera susu yang dibutuhkan bagi kedua bayi dan menjadikan susu yang normalnya hilang karena reflex letdown, menjadi tersedia bagi si bayi. Pemberian ASI untuk satu bayi saja dapat dilakukan dengan menukar-nukar payudara ibu secara bergantian (Wong & Hockenberry, 2009).

Pemberian ASI dengan cara dan waktu yang tepat penting untuk berlangsungnya proses pemberian ASI yang menyenangkan bagi ibu dan bayinya (Suririnah, 2009). Menurut Wong (2009), ada tiga kriteria utama yang menjadi esensi dalam peningkatan pemberian ASI yang positif, yaitu teknik menghisap yang benar, jadwal pemberian yang tidak kaku, dan pemberian posisi yang benar pada pemberian ASI, artinya mulut terbuka lebar, lidah di bawah areola, dan pemerahan susu dengan isapan perlahan dan dalam.


(27)

Pemberian ASI boleh dilakukan kapan saja, sebaiknya diberi jeda dari pemberian ASI sebelumnya selama 2-3 jam. Pemberian ASI yang benar dimulai dari posisi duduk ibu yang nyaman dan tegak, bila perlu gunakan bantal untuk menyokong punggung ibu. Selain dengan posisi duduk, ibu juga dapat memberi ASI dengan posisi tidur walaupun kurang disarankan (Suririnah, 2009).

Setelah mendapat posisi yang nyaman, ibu dapat meletakkan bayi ke dekat payudara ibu, dengan kepala dan pundak bayi menghadap ibu. Gunakan telunjuk dan ibu jari untuk memegang daerah areola. Sentuhkan puting susu ke arah mulut bayi, sampai mulut bayi terbuka lebar. Lalu masukkan puting susu ibu secara penuh dan bagian areola sebanyak mungkin ke dalam mulut bayi. Setelah itu dekap bayi ke arah tubuh ibu sampai hidung bayi dan dagunya menyentuh payudara ibu (Suririnah, 2009). Gunakan kedua payudara secara bergantian setiap menyusui. Selalu kosongkan payudara sebelum menggantinya dengan payudara yang satunya sehingga bayi mendapatkan komposisi nutrisi yang penuh (Suririnah, 2009). Agar tidak lupa payudara mana yang belum disusukan ke bayi, ibu dapat menggunakan saputangan atau peniti di bra payudara yang belum disusukan sebagai penandanya.

Setelah menyusui, sebaiknya ibu jangan langsung melepaskan payudara dari mulut bayi. Biarkan bayi yang melepaskan puting susu ibu dari mulutnya. Atau ibu dapat meletakkan jari kelingking ibu yang bersih di sudut mulut bayi, dan keluarkan puting ibu secara perlahan.


(28)

Untuk ibu yang merasa sibuk bekerja dan tidak mempunyai waktu untuk memberi ASI secara langsung untuk bayinya, dapat memerah susunya lalu masukkan ke dalam botol dan masukkan ke dalam lemari pendingin atau ke dalam freezer.

Pemerahan ASI dapat menggunakan dua cara, yaitu memerah menggunakan tangan dan dapat juga menggunakan pompa ASI. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan apabila ingin memerah ASI, baik menggunakan tangan maupun pompa ASI. Yang pertama adalah jaga selalu kebersihan dengan mencuci tangan dan membersihkan payudara sebelum memerah ASI. Kedua, siapkan botol susu dan tutupnya yang sebelumnya sudah disterilisasi terlebih dulu. Ketiga, jaga kebersihan alat pompa ASI (Suririnah, 2009).

Selain ketiga hal diatas, hindari juga menekan payudara dengan keras karena dapat menyebabkan memar, dan hindari menarik putting dan payudara karena dapat menyebabkan kerusakan jaringan (Sinsin, 2008).

Cara memerah ASI dengan tangan (Suririnah, 2009): sebelumnya cucilah tangan dan payudara sebelum memerah. Siapkan wadah steril yang akan digunakan. Kemudian Peganglah bagian bawah payudara dengan satu tangan, sedangkan tangan yang satunya memijat payudara ke arah areola. Pijatlah seluruh payudara dengan cara ini menggunakan seluruh telapak tangan bukan jari-jari. Lalu Dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk, peraslah secara lembut dan perlahan daerah areola. Teruslah memijat bagian ini untuk mengeluarkan ASI. Setelah ASI keluar, tampunglah ASI di wadah


(29)

yang bersih dan steril. Lakukan pada payudara yang satunya dengan cara yang sama.

Setelah ASI selesai diperas, berikan label waktu dan tanggal pengambilan pada setiap botol atau wadah setiap selesai memerah ASI. Simpanlah ASI untuk diberikan kemudian.

3. Penyimpanan ASI

ASI tidak perlu disimpan di lemari pendingin atau freezer apabila akan diberikan kepada bayi dalam waktu 6-8 jam, cukup saja diletakkan dalam suhu ruang. ASI juga dapat tahan 4x24 jam apabila disimpan dalam wadah yang telah disterilkan dan disimpan dalam lemari pendingin (K.D, 2007). ASI juga dapat disimpan dalam keadaan beku hingga enam bulan. Apabila disimpan lebih dari enam bulan, maka akan menyebabkan zat gizi yang terkandung dalam ASI tersebut dapat terurai (hilang) (Suririnah, 2009).

ASI yang disimpan dalam termos berisi es batu dapat tahan hingga 24 jam. Bila akan diberikan dalam waktu 72 jam, ASI disimpan di dalam lemari pendingin (dibawah lima derajat celsius, bukan dibekukan). Bila akan diberikan dalam waktu tiga bulan, ASI disimpan dalam freezer, dibekukan pada suhu dibawah -18 derajat celcius. Dengan penyimpanan khusus ini dapat dibekukan untuk enam bulan. Membekukan ASI akan merusak beberapa antibodi dalam susu, dan sebaiknya sedapat mungkin menggunakan ASI segar (Suririnah, 2009).

Ibu pekerja dapat memeras ASI terlebih dahulu sebelum berangkat kerja, lalu disimpan disuhu ruangan atau di dalam lemari pendingin. Setelah


(30)

dibekukan, ASI tidak dibenarkan untuk dipanaskan sampai mendidih karena akan merusak bukan saja proteinnya tetapi juga zat-zat kekebalannya (Nasar, Hendarto, & Muaris, 2005).

Ada beberapa cara menghangatkan ASI tergantung cara penyimpanan ASI tersebut. Untuk ASI yang disimpan di lemari pendingin cukup dihangatkan dengan cara meletakkan botol di wadah berisi air hangat selama 15 menit, sambil dikocok secara perlahan. Untuk ASI beku, setengah jam sebelum waktu menyusui, rendamlah di dalam wadah berisi air hangat. Gantilah air hangat beberapa kali sampai ASI mencair dan suhu ASI cukup hangat.

ASI beku dapat dipindahkan ke lemari pendingin bagian bawah semalam sebelum diberikan kepada bayi. Saat akan diberikan esok hari, susu akan mencair, kemudian hangatkan. ASI beku yang dicairkan dapat tahan 24 jam dalam lemari pendingin. Buanglah ASI yang tersisa setelah diberikan kepada bayi.

4. Manfaat ASI

ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi yang mengandung komposisi zat gizi serta zat antibodi yang dapat membuat bayi kebal terhadap penyakit. ASI memiliki unsur-unsur yang memenuhi semua kebutuhan bayi akan nutrien selama periode sekitar enam bulan, kecuali jika ibu mengalami keadaan gizi yang kurang baik. Komposisi ASI akan berubah sejalan dengan kebutuhan bayi.


(31)

Keberadaan antibodi dan sel-sel makrofag dalam kolostrum dan ASI memberikan perlindungan terhadap jenis-jenis infeksi tertentu. Imunitas terhadap infeksi enteral, dan infeksi parenteral pada taraf yang lebih rendah berasal dari antibodi. Oleh karena itu, bayi-bayi yang mendapat ASI secara penuh jarang terjangkit oleh peyakit diare yang menular atau necrotizing enterocolitis. Infeksi pernapasan dan telinga juga lebih jarang terjadi pada bayi-bayi yang disusui sendiri oleh ibunya.

Ada banyak manfaat yang terkandung dalam ASI. Salah satu kandungan ASI yang sangat fenomenal adalah kolostrum (Yuliarti, 2010). Kolostrum adalah ASI stadium I dari hari pertama sampai hari keempat. Setelah persalinan komposisi kolostrum mengalami perubahan, bukan lagi kolostrum melainkan menjadi ASI yang matur. Menurut Farrer (2001), kolostrum disekresikan oleh payudara selama kehamilan dan dalam 2-3 hari pertama setelah melahirkan, setelah itu menjadi ASI yang matur. Sedangkan menurut Verralls (2003), kolostrum berubah menjadi ASI yang matur berlangsung selama 14 hari pertama kehidupan bayi.

Kolostrum mengandung zat kekebalan 10-17 kali lebih banyak dari ASI matur. Zat kekebalan yang terdapat pada ASI akan melindungi bayi dari penyakit diare. Kandungan dari kolostrum antara lain: Protein 8,5%, Lemak 2,5% Karbohidarat 3,5%, Garam dan Mineral 0,4%, Air 85,1%, Vitamin A,B,C,D,E, dan vitamin K dalam jumlah yang sangat sedikit, Leukosit (sel darah putih), dan sisa epitel yang mati.


(32)

Berdasarkan penelitian, paling tidak ada empat manfaat kolostrum pada ASI yang sangat berguna bagi bayi, antara lain (Yuliarti, 2010): yang pertama, kolostrum mengandung zat kekebalan -terutama immunoglobulin A (IgA)- untuk melindungi bayi dari berbagai peyakit infeksi, seperti diare. Kedua, jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi, tergantung isapan bayi pada hari-hari pertama kelahiran. Walaupun sedikit, namun cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. Ketiga, kolostrum mengandung protein dan vitamin A yang tinggi, serta mengandung karbohidrat dan lemak yang rendah sehingga sesuai dengan kebutuan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran bayi. Keempat, kolostrum membantu mengeluarkan mekonium, yaitu kotoran bayi yang pertama berwarna hitam kehijauan.

Pada ASI juga terdapat Taurin, DHA, dan AA. Taurin adalah sejenis asam amino kedua yang terbanyak dalam ASI, yang berfungsi sebagai neurotransmiter yang berperan penting untuk proses pematangan sel otak. Decosahexid acid (DHA) dan arachidonic acid (AA) adalah asam lemak tak jenuh berantai panjang yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak yang optimal. Jumlah DHA dan AA dalam ASI sangat mencukupi untuk menjamin pertumbuhan dan kecerdasan anak. DHA dan AA dalam ASI dapat dibentuk dari substansi pembentuknya, yakni masing-masing omega 3 (asam linolenat) dan omega 6 (asam linoleat) (Yuliarti, 2010).

Selain kualitas fisiologis ASI, keuntungan psikologis yang luar biasa dari pemberian ASI adalah keeratan hubungan ibu-bayi. Bayi didekap sangat dekat dengan kulit ibu, dapat mendengarkan irama denyut


(33)

keamanan yang damai. Ibu memiliki perasaan menyatu sangat dekat dengan anaknya dan merasa tuntas dan puas ketika bayi mengisap ASI darinya. ASI juga memberikan perlindungan terhadap obesitas, alergi, diabetes, dan aterosklerosis, meskipun buktinya belum ada (Wong & Hockenberry, 2009). Bayi yang mendapat ASI, terutama diatas 2-3 bulan, cenderung tumbuh lebih memuaskan namun lebih lambat dari bayi yang mendapat susu botol (Dewey dkk, 1991 dalam Wong & Hockenberry, 2009).

Selain dapat dirasakan oleh bayi, ternyata manfaat ASI pun dapat dirasakan oleh ibu. Cukup banyak juga manfaat ASI yang dapat dirasakan oleh ibu, diantaranya ibu dapat terhindar dari kanker payudara dan kanker ovarium. Hasil pusat penelitian kanker di Inggris menyatakan bahwa para ibu yang menyusui selama enam bulan dapat mengurangi terkena kanker payudara dan kanker ovarium. Selain itu, ASI juga dapat melangsingkan tubuh ibu, semakin lama ibu menyusui, semakin cepat tubuhnya pulih pasca persalinan (Novita, 2007).

B. Makanan Pendamping ASI (MP ASI)

Makanan Pendamping ASI (MPASI) adalah makanan pelengkap atau tambahan bagi bayi yang harus menjadi pelengkap dan dapat memenuhi kebutuhan bayi dan menutupi kekurangan zat gizi yang terkandung dalam ASI (Sitompul, 2012). Setelah bayi berusia enam bulan, sistem imunitas bayi sudah mulai sempurna. Menurut penelitian dari badan kesehatan dunia sistem pencernaan bayi sudah membentuk enzim pemecah protein seperti asam lambung, pepsin, lipase, dan enzim amilase. Setelah berusia enam bulan juga


(34)

usus bayi telah matang dan mulai mengeluarkan imonuglobulin protein IgA yang melapisi usus dan mencegah masuknya protein yang memicu alergi (Nurdiansyah, 2011). Oleh karena itu bayi sudah mulai bisa diberikan MPASI setelah berusia enam bulan.

Setelah bayi berumur enam bulan, secara perlahan bayi memerlukan nutrisi tambahan sebagai pelengkap ASI. Makanan pelengkap tersebut bisa berupa sari buah, atau buah-buahan, makanan lunak, dan akhirnya makanan lebih keras seperti nasi (Suryanah, 1996). Tujuan pemberian makanan pelengkap ini adalah melengkapi zat gizi ASI yang sudah mulai berkurang.

Pada usia lebih dari enam bulan ini adalah saat-saat bayi membutuhkan nutrisi lebih dari yang ada di dalam ASI. Semakin bertambahnya usia bayi maka pertumbuhan dan perkembangan bayi juga semakin meningkat, dan membutuhkan nutrisi lebih untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangannya, sedangkan produksi ASI semakin menurun, olhe karena itu bayi sangat memerlikan makanan tambahan (Suryanah, 1996).

Makanan pendamping ASI bisa diberikan secara bertahap mulai dari bentuk cair yang dilanjutkan agak kental sampai menjadi makanan padat. Komposisi makanan pendamping ini perlu diperhatikan, biasanya terdiri dari (Soenardi, 2009):

1. Karbohidrat seperti beras, kentang, pasta, mi dan tepung-tepungan

2. Sumber protein seperti daging, ikan, ayam, hati, telur, kacang-kacangan, dan hasil olahannya seperti tahu dan tempe


(35)

3. Sayuran dan buah sebagai sumber vitamin dan mineral.

WHO tahun 2012 menyatakan bahwa MP ASI harus ditambahkan ke dalam diet bayi ketika ASI sudah tidak cukup lagi untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. Pengaturan makanan untuk bayi sehat (Supartini, 2004):

1. untuk bayi usia 0-6 bulan berikan hanya ASI saja

2. untuk bayi usia 6 bulan diberikan dua kali bubur susu, buah-buahan, dan telur

3. bayi usia 6-7 bulan dapat dimulai dengan pemberian nasi tim dengan campuran antara beras, sayuran, dan daging atau ikan

4. bayi usia 8-12 bulan diberikan nasi tim dengan frekuensi tiga kali sehari, dan bubur susu sudah tidak diberikan lagi

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemberian makanan padat:

1. bayi telah siap menerima makanan dalam bentuk padat

2. berikan makanan padat sesuai kemampuan anak mengunyah

3. observasi tanda alergi makan

4. kenalkan jenis makanan untuk satu waktu

5. bila bayi berasal dari keluarga vegetarian, tambahkan zat besi

6. apabila jumlah makanan yang dikonsumsi lebih banyak, asupan susu harus dikurangi


(36)

8. jangan terburu-buru dalam memberi makan, terutama makanan padat

9. berikan makanan pada saat anak lapar

Terdapat tanda-tanda bayi yang siap menerima makanan padat. Tanda-tandanya adalah sebagai berikut (Prabantini, 2010): pertama, bayi sudah mulai memasukkan jari ke mulut dan mengunyahnya. Kedua, berat badan bayi sudah mencapai dua kali lipat berat lahir. Lalu, bayi sudah merespon dan membuka mulut saat disuapi. Keempat, hilangnya refleks menjulurkan lidah.

Tanda yang kelima adalah bayi lebih tertarik pada makanan dibandingkan botol susu atau puting ibu. Keenam, bayi rewel atau gelisah, padahal sudah diberi ASI atau susu fomrula sebanyak 4-5 kali sehari. Ketujuh, bayi sudah dapat duduk disangga dan dapat megontrol kepalanya pada posisi tegak dengan baik. Tanda yang terkahir adalah, keingintahuannya terhadap makanan semakin besar.

Pemberian MPASI untuk bayi selain memberi nutrisi juga dapat melatih motorik bayi dalam memegang makanannya. Metode ini disebut sebagai Baby-led Weaning (BLW). Metode BLW ini artinya tidak memberikan MPASI berbentuk kental yang disuapkan pada bayi, melainkan memberikan kesempatan pada bayi untuk memgang dan menyuap makanannya sendiri (Sitompul, 2012).

C. Susu Formula


(37)

payudaranya. Agar bayi tidak tertular penyakit infeksi yang diderita ibu maka ASI dapat diganti dengan susu formula.

Susu formula yang beredar di pasaran sangat bermacam-macam kandungan gizinya. Ada yang mengandung Omega 3, DHA, AA/ARA, prebiotik FOS, laktoferin, laktulosa, dan lain-lain. Semua ini memberi manfaat lebih bagi kesehatan bayi dan anak. Untuk bayi dengan kondisi tertentu, sebaiknya pemilihan susu formula dikonsultasikan terlebih dahulu dengan dokter spesialis anak atau ahli gizi (K.D, 2007).

Sebagian besar susu formula untuk bayi terbuat dari susu sapi atau kedelai. Kecuali pada keadaan yang sangat langka. Susu formula yang ditambah zat besi adalah yang terbaik. Susu formula yang rendah kandungan zat besinya dianjurkan pada keadaan yang langka seperti hiperfenemia (cadangan zat besi berlebihan). Penggunaan susu rendah zat besi menjadikan anak berisiko terkena anemia dan skor uji kognitif yang rendah pada usia lima tahun (Simkin, Whalley, and Keppler, 2010).

Secara umum, susu formula dapat dikelompokkan menjadi susu formula awal, susu formula lanjutan, susu formula growing up, dan susu formula khusus. Susu formula awal yaitu untuk bayi berumur 0-6 bulan. Susu formula lanjutan yaitu untuk bayi berumur 6-12 bulan. Susu formula growing up untuk anak berusia diatas satu tahun. Susu formula khusus antara lain susu formula prematur, susu rendah atau bebas laktosa, susu formula kedelai, susu formula hipoalergenik, dan lain-lain (Nasar, Hendarto, dan Muaris, 2005).

Susu formula awal dibuat dengan bahan dasar susu sapi dengan komposisi zat gizi yang mendekati ASI tetapi tidak sama dengan ASI. Ada


(38)

beberapa produk yang menyebutkan bahwa susu ini juga dapat dikonsumsi bayi sampai berumur satu tahun, karena kebutuhan bayi diatas enam bulan tidak jauh beda dengan bayi berumur dibawah enam bulan. Sedikit perbedaan hanya pada kebutuhan protein dengan kandungan whey/casein: 60/40 dan beberapa vitamin dan mineral (Nasar, Hendarto, dan Muaris, 2005).

Menurut Wong & Hockenberry (2009), ada perbedaan bermakna antara susu sapi dengan ASI. Susu sapi mengandung lebih banyak protein whey dan casein dibanding ASI. Presentase whey dan casein dalam susu sapi melebihi kadar kebutuhan bayi. Protein casein yang berlebihan dapat menyebabkan terbentuknya gumpalan keju keras dan besar. Bayi yang diberi whey dan casein sesuai dengan kebutuhannya, seperti pada ASI, maka pengosongan lambung lebih cepat.

Susu formula lanjutan komposisinya tidak jauh beda dengan susu formula awal. Hanya saja pada kandungan protein, vitamin, dan mineralnya sedikit lebih tinggi yang disebabkan karena kebutuhan bayi juga bertambah (Muaris, 2009). Susu formula kedelai dibuat dengan komposisi sama dengan susu sapi, kecuali karbohidrat dan proteinnya.

Biasanya susu kedelai diberikan untuk bayi yang mengalami kelainan metabolisme bawaan seperti ketidakmampuan mencerna laktosa karena kekurangan enzim, dan bayi yang mengalami diare akut yang disertai gangguan mencerna laktosa sekunder. Susu kedelai ini juga dapat menjadi alternatif untuk bayi yang alergi dengan susu sapi. Kekurangan susu formula ini adalah rasanya yang tidak seenak susu sapi (Nasar, Hendarto, dan Muaris, 2005).


(39)

Susu formula untuk bayi prematur penggunaannya harus dengan petunjuk dokter. Karena fungsi saluran cerna bayi prematur belum sempurna. Oleh karena itu, susu formula ini dibuat dengan merubah bentuk karbohidrat, protein dan lemak menjadi bentuk yang lebih mudah dicerna oleh bayi. Selain itu, kandungan energi yang terdapat dalam susu ini dibuat lebih tinggi dari formula bayi cukup bulan (Nasar, Hendarto, dan Muaris, 2005).

Pada referensi lain ada yang mengelompokkan jenis susu formula menjadi tiga jenis, yaitu starting formula, follow up formula, dan special formula. Starting formula yaitu untuk bayi berusia 0-6 bulan. Susu jenis ini dibagi menjadi dua macam, yaitu complete starting formula dan adapted starting formula. Complete starting formula untuk bayi lahir tanpa ada syarat khusus. Adapted starting formula untuk bayi yang lahir dengan pertimbangan khusus untuk fisiologisnya dengan syarat rendah mineral, digunakan lemak tumbuhan sebagai sumber energi, dan susunan zat gizi yang mendekati ASI (K.D, 2007).

Follow up formula untuk bayi berumur 6-12 bulan. Spesial formula disebut juga formula edit. Formula edit ini terdiri dari empat macam susu, yaitu susu bebas laktosa untuk bayi yang pencernaannya tidak tahan terhadap laktosa, susu dengan protein hidrolisate dan lemak sederhana untuk bayi dengan diare akut atau kronis, susu formula bayi prematur dan BBLR, dan susu penambah energi sebagai menu tambahan. Susu penambah energi juga dapatanya diberikan untuk anak yang sulit makan dan nafsu makannya kurang (K.D, 2007).


(40)

D. Bayi

Masa bayi merupakan bulan pertama kehidupan kritis karena bayi akan mengalami adaptasi terhadap lingkungan, perubahan sirkulasi darah, serta mulai berfungsinya organ-organ tubuh, dan pada pasca neonatus bayi akan mengalami pertumbuhan yang sangat cepat (Perry & Potter, 2005).

Masa bayi dibagi menjadi dua tahap perkembangan. Tahap pertama (1-12) bulan dan tahap kedua (1-2 tahun). Pertumbuhan pada bayi dapat dilihat dari pertumbuhan berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, gigi, dan organ-organ tubuh (Hidayat, 2008).

Pada bayi yang lahir cukup bulan, berat badan waktu lahir akan kembali pada hari ke-10. Berat badan menjadi 2x berat badan lahir saat bayi berumur lima bulan dan menjadi 3x berat badan lahir saat berumur satu tahun (Soetjiningsih, 2007). Pada umumnya tinggi badan rata-rata waktu lahir adalah 50 cm. Pada usia 0-6 bulan bayi akan mengalami penambahan tinggi badan sekitar 2,5 cm setiap bulannya. Pada usia 6-12 bulan mengalami penambahan tinggi badan hanya sekitar 1,25 cm setiap bulannya (Hidayat, 2008).

Lingkar kepala pada waktu lahir rata-rata 34 cm. Pada anak umur 6 bulan lingkar kepala rata-ratanya adalah 44 cm, dan saat umur 12 bulan lingkar kepalanya menjadi 47 cm. Pertumbuhan kepala mengikuti pertumbuhan otak, demikian pula sebaliknya. Berat otak bayi pada saat lahir adalah 1/4 berat otak dewasa, tetapi jumlah selnya sudah mencapai 2/3 jumlah sel otak orang dewasa. Pertumbuhan gigi pertama pada bayi adalah sekitar usia 5-9 bulan.


(41)

Pada umur satu tahun sebagian besar anak mempunyai 6-8 gigi susu (Soetjiningsih, 2007).

Sejak lahir, bayi sudah mengalami pertumbuhan organ-organ tubuhnya. Secara umum bayi memiliki empat pola pertumbuhan organ, yaitu: pola umum, pols neural, pola limfoid, dan pola genital. Pertumbuhan yang mengikuti pola umum adalah tulang panjang, otot skelet, sistem pencernaan, pernafasan, peredaran darah, dan volume darah. Pertumbuhan jaringan limfoid mencapai maksimum sebelum adolesensi. Organ-organ reproduksi mengikuti pola genital, dimana pertumbuhannya lambat pada pra-remaja, kemudian disusul pacu tumbuh adolesen yang pesat (Soetjiningsih, 2007).

Perkembangan motorik halus pada usia 1-4 bulan adalah dapat melakukan hal-hal seperti memegang suatu objek, mengikuti objek dari sisi ke sisi, mencoba memgang dan memasukkan benda ke dalam mulut, memegang benda tapi terlepeas, memerhatikan tangan dan kaki, memegang benda dengan kedu tangan, serta menahan benda di tangan walaupun hanya sebentar. Saat usia 4-8 bulan, bayi sudah isa menggunkan ibu jari dan telunjuk untuk memegang, mampu menahan kedua benda di kedua tangan secara simultan, menggunakan bahu dan tangan sebagai satu kesatuan, serta memindahkan objek dari satu tangan ke tangan yang lain. Usia 8-12 bulan perkembangan motorik halus adalah mencari atau meraih benda kecil, bila diberi kubus mampu memindahkan, mengambil, memegang dengan telunjuk dan ibu jari, membenturkannya, serta meletakkan benda atau kubus ke tempatnya (Hidayat, 2008).


(42)

Perkembangan motorik kasar pada usia 1-4 bulan dimulai dengan mengangkat kepala, mencoba duduk namun ditopang, duduk dengan kepala tegak, kontrol kepala sempurna. Usia 4-8 bulan perkembangan motorik kasar adalah sudah mulai mengangkat kepala dengan melakukan gerakan menekan kedua tangannya, mampu membalikkan badan, beangkit dengan kepala tegak, berguling dari telentang menjadi tengkurap. Saat usia 8-12 bulan, bayi sudah mampu duduk tanpa pegangan, berdiri dengan pegangan dan bangkit lalu berdiri (Hidayat, 2008).

Dalam tahun pertama kehidupan anak yang terpenting adalah penerapan pola makan dan pola tidur (Behrman, Kleigman, & Arvin, 2000). Pemberian makanan yang benar ataupun salah dapat berdampak pada psikologis dan fisiologis bayi. Dampak psikologisnya diantaranya adalah (Supartini, 2004):

1. Psikodinamik (Freud)

Fase penting bayi bayi adalah fase oral. Fase oral berhasil silalui apabila anak mendapatkan kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan oral saat makan dan minum. Dampak psikodinamik yang diperoleh bayi adalah kepuasan karena terpenuhinya kebutuhan dasar dan kehangtan saat pemenuhan kebutuhan dasar tersebut.

2. Psikososial (Erikson)

Menurut pendekatan psikososial, fase awal tumbuh kembang anak adalah tercapainya rasa percaya. Makanan dapat merupakan stimulus yang dapat meringnakan rasa lapar anak, dan pemuasan yang konsisten terhadap


(43)

rasa lapar dapat memenuhi kepercayaan anak pada lingkungannya terutama keluarga.

3. Maturasi Organik (Piaget)

Perkembangan organik yang dialami anak melalui makanan adalah pengalaman mendapatkan beberapa sensoris, seperti rasa atau pengecapan, penciuman, pergerakan, dan perabaan. Selain itu, dengan makanan anak akan dapat meningkatkan keterampilan, seperti memegang botol susu, memgang cangkir, sendok, dan keterampilan koordinasi gerak, seperti menyuap dan menyendok makanan.

Dampak fisiologis yang terjadi akibat makanan adalah terpenuhinya nutrisi anak untuk menunjang pertumbuhan fisiknya. Apabila asupan makanan yang diberikan tidak adekuat ataupun terpapar kuman atau bakteri, yang terjadi adalah bayi akan mengalami reaksi alergi ataupun intoleran. Intoleran dan alergi ini berbeda, karena jika intoleran tidak melibatkan sistem imunitas, sedangkan alergi melibatkan sistem imunitas. Reaksi intoleran dan reaksi alergi diantaranya timbul bercak-bercak kemerahan, infeksi telinga atau asma, pilek, mata merah dan berair, mual dan muntah, dan diare (Soenardi, 2009).

E. Diare

1. Definisi Diare

Aktivitas Buang Air Besar (BAB) pada bayi baru lahir biasanya terjadi setiap dua hari atau tiga hari sekali jika hanya mengkomsumsi ASI (Santoso, 2010). Pada hari-hari pertama kelahirannya, kotoran bayi


(44)

berwarna kehitaman (biasa disebut mekonium) yang disebabkan sisa cairan ketuban yang ada di usus bayi. Mekonium ini harus dikeluarkan bayi setelah 24 jam setelah kelahiran. Seiring dengan bertambahnya usia bayi, maka warna kotorannya pun akan berubah menjadi hiaju kecokelatan pada akhir minggu pertama, kemudian menjadi cokelat kekuningan dengan bentuk yang tidak terlalu lengket (Nurdiansyah, 2011).

Frekuensi BAB bayi baru lahir yang hanya diberi ASI saja dalam sehari bisa sebanyak lima kali (Sears dan Sears, 2007). Ketika BAB pada bayi menjadi sangat sering (lebih dari lima atau enam kali sehari), berarir (tidak hanya lembek), berbau tidak enak, hijau, dan adanya darah atau lendir pada kotoran bayi maka itu bisa menjadi tanda-tanda bayi mempunyai masalah pada sistem pencernaannya seperti menderita diare (Nurdiansyah, 2011).

Diare didefinisikan sebagai pengeluaran feses yang lunak dan cair (Grace & Borley, 2006). Diare adalah kehilangan banyak cairan dan elektrolit melalui tinja (Behrman, Kleigman, & Arvin, 2000). Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang tidak biasa, juga perubahan dalam jumlah dan konsistensi (feses cair) (Baughman & Hackley, 2000). Diare adalah evakuasi feses cair secara berlebihan dan cepat. Secara definisi, tinja diare mengandung sekurang-kurangnya 90% air (Schwartz, 2000).

Jadi, diare adalah pengeluaran feses lunak sampai dengan cair yang sering, lebih dari tiga kali sehari, dan disertai kehilangan banyak cairan dan


(45)

2. Etiologi Diare

Penyebab diare dapat meliputi penyakit fungsional, penyakit kolon organik (kolitis, neoplasma), gangguan usus kecil (penyakit peradangan usus, malabsorpsi, fistula, dan usus pendek), penyakit pankreas dan biliaris, infeksi enterik (bakteri, parasit), gangguan metabolik (tiroid, uremia, paratiroid), dan obat-obatan (Schwartz, 2000).

Penyebab diare akut dapat karena infeksi (bakteri, virus, jamur, parasit), toksin (toksin bakteri dan racun kimia), makanan, obat, dan penyebab visera. Sedangkan penyebab diare kronis dapat karena infeksi, peradangan, obat-obatan, malabsorpsi, endokrin, gangguan motilitas, gangguan infiltratif, dan tumor yang menghasilkan hormon (Graber, 2006).

3. Klasifikasi Diare

Berdasarkan waktunya diare dibagi menjadi dua macam, yaitu: yang pertama adalah diare akut: peningkatan frekuensi yang abnormal dan penurunan konsistensi tinja selama kurang dari dua minggu. Diare akut adalah inflamasi lambung dan usus yang disebabkan oleh berbagai bakteri, virus, patogen parasitik (Wong & Hockenberry, 2004). Kedua adalah diare kronis: diare yang menetap selama lebih dari dua minggu (Graber, 2006).

Menurut Depkes RI (2010), diare dibagi menjadi tiga klasifikasi berdasarkan tanda dehidrasi. Klasifikasi pertama adalah diare tanpa dehidrasi yaitu diare yang tidak ditemukan tanda-tanda dehidrasi. Klasifikasi yang kedua yaitu diare dengan dehidrasi ringan atau sedang yaitu didapatkan dua atau lebih tanda-tanda dehidrasi ringan atau sedang.


(46)

Klasifikasi yang ketiga yaitu diare dengan dehidrasi berat yaitu ditemukannya dua atau lebih tanda-tanda dehidrasi berat. Jika diare lebih dari 14 hari dibagi menjadi dua klasifikasi yaitu diare persisten berat dan diare persisten. Jika didapatkan adanya darah dalam tinja maka diare tersebut disebut disentri.

4. Manifestasi Klinis

Gejala-gejala diare adalah peningkatan kadar air dalam tinja dan peningkatan jumlah dan volume tinja (Gribble, 2011). Menurut thompson (2003) bahwa gejala yang sering muncul pada batita yang diare adalah feses yang cair, berbau, dapat mengandung lendir, dan dapat berwarna coklat, kuning atau hijau. Anak kecil juga dapat mengalami diare balita, yaitu sering buang air besar dan di dalamnya ditemukan potongan makanan yang belum dicerna tanpa sebab yang jelas.

Tanda dan gejala diare dengan dehidrasi berat yaitu batita letargis atau tidak sadar, mata cekung, tidak dapat minum atau malas minum. Diare dengan dehidrasi ringan atau sedang tanda dan gejalanya adalah gelisah, rewel atau mudah marah, mata cekung, haus, minum dengan lahap, dan cubitan kulit perut kembali lambat. Tanda dan gejala diare tanpa dehidrasi adalah tidak ada tanda-tanda pada dehidrasi berat maupun dehidrasi ringan (Depkes RI, 2010).

Diare persisten berat tanda dan gejalanya adalah ada dehidrasi, sedangkan diare persisten tanda dan gejalanya adalah tanpa dehidrasi. Diare


(47)

yang disertai atau ditemukan darah dalam tinja adalah tanda gejala disentri (Depkes RI, 2010).

5. Patofisiologi

Infeksi diare disebabkan oleh bakteri, virus atau parasit yang menginfeksi usus kecil. Permukaan bagian dalam dari usus kecil dilapisi dengan sel-sel khusus yang disebut enterosit yang bertanggung jawab untuk sekresi dan absorpsi selama proses pencernaan (Cutting, 1988 dalam Gribble, 2011). Ketika usus gagal untuk menyerap air, atau jumlah cairan disekresi ke dalam usus meningkat, jumlah air dalam tinja meningkat dan individu menjadi diare (Cutting, 1988 dalam Gribble, 2011).

Infeksi bayi oleh patogen penyebab diare dimulai ketika organisme ditelan oleh bayi. Dalam menyebabkan diare, patogen harus bertahan di dalam perut dan kemudian berkolonisasi dalam usus kecil (Cutting, 1988 dalam Gribble 2011). Langkah pertama kolonisasi melibatkan patogen menempel pada reseptor pada enterosit, yang merupakan sel-sel usus kecil (Cutting, 1988; Knutton, Lloyd, & McNeish, 1987 dalam Gribble, 2011). Jika patogen tidak melekat dan menginfeksi enterosit, maka patogen tidak dapat berkolonisasi pada bayi, tapi malah secara lemah keluar dalam tinja dan bayi akan tetap baik (Gribble, 2011).

6. Komplikasi

Menurut Wisudanti (2013) komplikasi diare adalah dehidrasi yaitu kekurangan cairan. Terdapat 3 keadaan akibat diare, yaitu: 1) Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan <5% berat badan). Tandanya anak tetap aktif,


(48)

keinginan untuk minum seperti dapata karena rasa haus tidak meningkat, kelopak mata tidak cekung, buang air kecil (BAK) sering. 2) Dehidrasi ringan sedang (kehilangan cairan 5-10% Berat Badan). Tandanya anak gelisah atau rewel, anak ingin minum terus karena rasa haus meningkat, kelopak mata cekung, BAK mulai berkurang. 3) Dehidrasi berat (kehilangan cairan >10% Berat Badan). Tandanya anak lemas atau tidak sabar, tidak dapat minum, kelopak mata sangat cekung, pada uji cubit kulit kembali lebih dari 2 detik. Agar lebih mudah gunakan kulit perut.

Seorang bayi dapat meninggal karena dehidrasi dan ketidakseimbangan garam karena mengalami diare dalam seminggu (Sazawal, Bhan & Bhandari, 1992 dalam Gribble, 2011).

F. Mekanisme ASI Memerangi Penyakit Diare

ASI adalah cairan yang sangat kompleks mengandung ribuan bahan untuk memerangi penyakit infeksi (Gribble, 2011). Penelitian terhadap komponen ASI terus mengidentifikasi cara-cara baru dimana bahan-bahan dalam ASI adalah penting, dan bahan-bahan yang pernah dianggap tidak memiliki signifikansi biologis sekarang diketahui memainkan peranan penting dalam melindungi bayi dari infeksi (Zivkovic at al, 2010 dalam Gribble, 2011). Ada beberapa mekanisme bahan utama ASI untuk mencegah diare dan merupakan tindakan anti infeksi yang melibatkan lebih dari sekedar ‘antibodi’.

Mekanisme yang pertama adalah antibodi dan sel darah putih dalam ASI secara aktif melawan infeksi. ASI mengandung antibodi yang ibu hasilkan


(49)

lingkungannya (Morrow & Ranger, 2004; Newburg, 2005 dalam Gribble, 2011). Imun perlindungan ini yang bayi terima melalui antibodi dari ibunya secara ekstrim penting sejak sistem imun bayi tersebut belum cukup matang saat lahir dan bayi memiliki kemampuan yang terbatas untuk memproduksi antibodinya sendiri. Antibodi dalam ASI mengikat patogen yang masuk ke usus bayi dan mencegahnya melekat pada enterosit dalam usus kecil dan mencegahnya berkolonisasi (Hanson, 2006 dalam Gribble, 2011).

Sel darah putih adalah penyerang yang non-spesifik dan tidak mengharuskan ibu sebelumnya memiliki kontak dengan patogen (Riordan, 1999 dalam Gribble, 2011). Sel-sel darah putih termasuk sel mast, fagosit dan sel-sel pembunuh alami yang menyerang dan membunuh patogen dengan fagositosis atau memproduksi zat yang berbahaya bagi mereka (Armon, 2002 & Hanson, 2004 dalam Gribble, 2011).

Mekanisme yang kedua yaitu Glycan yang di dalam ASI bertindak sebagai ‘umpan’ untuk patogen. Enterosit usus memiliki struktur pada permukaannya yang disebut glycan dan ASI mempunyai struktur glycan yang mirip seperti pada enterosit manusia (Newburg, 2000 & Stahl at al, 1994 dalam Gribble, 2011). Patogen mengenali glycan ini dan melekat padanya saat patogen menginfeksi individu. Setelah patogen melekat pada glycan, patogen tersebut menjadi lemah dan keluar melalui feses (Morrow at al, 2005 dalam Gribble, 2011). Aksi glycan sebagai umpan telah terbukti memberikan perlindungan khusus terhadap penyebab diare patogen (Morrow & Rangel, 2004 dalam Gribble, 2011).


(50)

Mekanisme yang terakhir adalah oligosakarida dan laktosa yang ada dalam ASI mendorong pertumbuhan bakteri menguntungkan (Gribble, 2011). Bakteri patogen bersaing dengan bakteri yang menguntungkan seperti Bifidobacteria spp. dan Lactobacillus spp. untuk berkolonisasi di dalam usus (Yoshioka, Iseki & Fujita, 1983 dalam Gribble, 2011). Laktosa dan oligosakarida mendorong pertumbuhan bakteri baik ini sehingga dapat mendominasi dalam usus bayi (Morrow & Rangel, 2004; Yoshioka, Iseka & Fujita, 1983; Zivkovic at al, 2010 dalam Gribble, 2011).

Bifidobacteria dan Lactobacillus bermanfaat karena beberapa alasan, misalnya: mengasamkan lingkungan, menekan pertumbuhan patogen bakteri, dan mengeluarkan zat yang menghambat pertumbuhan patogen (Gibson & Wang, 1994; Lievin at al, 2000 dalam Gribble, 2011). Selain itu, Bifidobacteria dan Lactobacillus bersaing dengan patogen untuk nutrisi dan untuk situs perekatan di dinding usus (Walker, 2000 dalam Gribble, 2011), menghasilkan senyawa yang mendorong pertumbuhan lapisan lendir pelindung dalam usus, membuat patogen lebih sulit berkolonisasi (Bye, 2004; Moro & Arslanoglu, 2005 dalam Gribble, 2011). Bifidobacteria dan Lactobacillus juga membantu dalam pengembangan sistem kekebalan tubuh bayi (Bye, 2004; Rinne et al, 2005).


(51)

G. Kerangka Teori

Bagan 2.1 Kerangka Teori Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Angka Kejadian Diare pada Bayi Usia 0-6 Bulan

ASI

Ikatan patogen dan antibodi dalam ASI

Patogen

Hancur

Glycan Lemah

Oligosakarida dan laktosa

Keluar melalui feses Kolonisasi

Bifidobacteria spp. dan Lactobasillus spp.

Pertumbuhannya terhambat Tidak mendapat nutrisi dan tidak dapat melekat pada dindng usus


(52)

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS A. Kerangka Konsep

Konsep adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar variabel (baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti). Kerangka konsep akan membantu peneliti menghubungkan hasil penemuan dengan teori (Nursalam, 2008). Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, peneliti ingin menjelaskan kerangka konsep yang akan dilakukan saat penelitian di Puskesmas Kecamatan Johar Baru.

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Berdasarkan bagan di atas, peneliti hanya ingin mengetahui angka kejadian diare pada bayi yang diberi ASI eksklusif dan bayi yang tidak diberi ASI ekskusif.

ASI eksklusif

ASI tidak eksklusif

Angka Kejadian diare


(53)

B. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional

Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur 1. ASI

eksklusif

Pemberian hanya ASI saja tanpa makanan dan minuman lain sampai enam bulan pertama kehidupan bayi (Depkes RI, 2005)

Kuesioner Menyebarkan kuesioner

nominal

2. Diare Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang tidak biasa, juga perubahan dalam jumlah dan konsistensi (feses cair)

Kuesioner Menyebarkan kuesioner

3= 0 2= 1 kali 1= 1-2 kali 0= >2 kali


(54)

(Baughman & Hackley, 2000). 3. Usia Lamanya waktu hidup responden sejak dilahirkan (KBBI)

Kuesioner Menyebarkan kuesioner

6-7 bulan Interval

C. Hipotesis

Ha= ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare.

Ho= tidak ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare.


(55)

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif dengan menggunakan desain cross sectional, dimana peneliti hanya melakukan pengukuran atau penelitian dalam satu waktu. Metode cross sectional ini adalah metode yang mengobservasi variabel bebas (faktor risiko) dengan variabel tergantung (efek) hanya sekali pada saat yang sama (Dahlan, 2006).

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasi. Metode penelitian korelasi adalah metode penelitian yang bertujuan mengungkapkan hubungan korelatif antar variabel (Nursalam, 2008). Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap angka kejadian diare pada bayi berusia 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan dari unit di dalam pengamatan yang akan kita lakukan (Hastono & Sabri, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah bayi yang berada dalam cakupan wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru.


(56)

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian dari populasi yang nilai atau karakteristiknya kita ukur dan yang nantinya kita pakai untuk menduga karakteristik dari populasi (Hastono & Sabri, 2008). Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan menggunakan teknik accidental sampling. Teknik accidental sampling atau sampling asidental yaitu cara pengambilan sampel yang dilakukan dengan kebetulan bertemu (Hidayat, 2007). Sampel dalam penelitian ini adalah bayi yang berumur 6-7 bulan yang pernah atau tidak pernah mengalami diare yaitu sebanyak 30 responden.

Agar sampel yang digunakan sesuai dengan keinginan peneliti, peneliti telah menentukan kriteria inklusi sebagai berikut:

a. Bayi berusia 6-7 bulan yang berkunjung ke Puskesmas Kecamatan Johar Baru

b. Bayi yang pernah mendapat ASI Eksklusif c. Bayi yang tidak mendapat ASI Eksklusif

C. Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-September 2015 di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat. Alasan memilih wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru sebagai tempat penelitian karena puskesmas tersebut masih berada di dalam wilayah DKI Jakarta, yang termasuk kedalam lima provinsi dengan insiden diare tertinggi menurut


(57)

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan untuk pengambilan data adalah dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner adalah alat ukur yang berbentuk daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis dan dipakai sebagai pedoman atau panduan pengumpulan data sesuai tujuan penelitian (Budiharto, 2008). Kuesioner yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah kuesioner kombinasi. Kuesioner kombinasi adalah kombinasi antara kuesioner terbuka (open ended) dan kuesioner tertutup (close ended), artinya ada beberapa pertanyaan yang jawabannya sesuai dengan yang dipikirkan responden dan ada beberapa pertanyaan yang telah diberi jawaban untuk dipilih (Budiharto, 2008).

Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari tiga bagian, yaitu:

1. Kuesioner satu berisi pertanyaan tentang identitas responden

2. Kuesioner dua berisi pertanyaan tentang diare pada responden yang terdapat pada nomor P1

3. Kuesioner tiga berisi pertanyaan tentang pemberian ASI eksklusif pada responden yang terdapat pada nomor P2-P7

Tabel 4.1 Kisi-kisi Instrumen Variabel Penelitian

Variabel Nomor item Jumlah

Favorable Unfavorable

Diare 1 1


(58)

Skor untuk pertanyaan positif, yaitu:

Ya: 1, Tidak: 0

Skor untuk pertanyaan negatif, yaitu:

Ya: 0, Tidak: 1.

E. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas Instrumen

Valid artinya data-data yang diperoleh dengan penggunaan instrumen dapat menjawab tujuan penelitian (Pratisto, 2004). Prinsip validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip keandalan instrumen dalam mengumpulkan data. Instrumen harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (Nursalam, 2008).

Metode yang peneliti gunakan pada pengujian validitas instrumen menggunakan rumus Pearson Product Moment. Uji ini dilakukan dengan menghitung korelasi masing-masing pertanyaan dengan pertanyaan lainnya. Uji validitas menggunakan korelasi Product Moment dan hasilnya nanti dikatakan valid jika tiap pertanyaan mempunyai nilai positif dan nilai t hitung > t tabel (Hidayat, 2008). Hasil uji validitas menunjukkan bahwa lima pertanyaan yang ada dalam kuesioner ini adalah valid.

Uji coba instrumen dilakukan terhadap 30 orang ibu yang memiliki bayi berumur 6-12 bulan di luar ruang lingkup kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru, sehingga responden yang telah diteliti dalam uji instrumen ini tidak


(59)

2. Uji Reliabilitas Instrumen

Setelah mengukur validitas instrumen, peneliti perlu mengukur reliabilitas instrumen. Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan (Nursalam, 2008). Hal ini menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama.

Pengukuran reliabilitas menggunakan rumus Alpha Cronbach. Suatu intrumen dikatakan variabel apabilla memberikan nilai alpha cronbach > 0,60 (Hidayat, 2007). Hasil uji reliabilitas pada pertanyaan dalam instrument ini adalah ɑ=0,782. Berdasarkan nilai tersebut, pertanyaan di dalam instrumen ini dapat dipercaya dan dapat diandalkan karena nilai alpha cronbach > 0,60.

F. Metode Pengumpulan Data

1. Setelah proposal penelitian disetujui oleh penguji, peneliti mengajukan surat permohonan ijin penelitian ke Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Peneliti menyerahkan surat permohonan ijin penelitian kepada Kepala Dinas Kesehatan Jakarta Pusat sebagai surat pengantar untuk melakukan penelitian di Puskesmas Kecamatan Johar Baru.


(60)

3. Setelah surat ijin penelitian disetujui oleh pihak Dinas Kesehatan Jakarta Pusat, peneliti diberikan surat pengantar oleh Dinas Kesehatan Jakarta Pusat untuk diberikan kepada kepala Kesatuan Bangsa dan Politik DKI Jakarta.

4. Setelah surat pengantar disetujui oleh pihak Kesatuan Bangsa dan Politik DKI, peneliti diberikan surat pengantar untuk diberikan kepada Kepala Suku Dinas Kota Administrasi Jakarta Pusat.

5. Setelah surat pengantar disetujui oleh pihak Suku Dinas Kota Administrasi Jakarta Pusat, peneliti diberikan surat pengantar untuk diberikan kepada Kepala Puskesmas Kecamatan Johar Baru.

6. Setelah ijin penelitian disetujui oleh Kepala Puskesmas Kecamatan Johar Baru, peneliti mulai mengumpulkan data di Puskesmas Kecamatan Johar Baru.

7. Peneliti menggunakan teknik accidental sampling atau sampel aksidental dalam mengumpulkan sampel.

8. Setelah mendapatkan calon responden sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan, peneliti melakukan informed consent terhadap calon responden. Jika calon responden bersedia menjadi responden, mereka dapat membaca lembar persetujuan kemudian menandatanganinya.

9. Setelah responden menandatangani surat persetujuan, responden selanjutnya dijelaskan mengenai cara pengisian kuesioner dan responden dianjurkan bertanya apabila ada pertanyaan ataupun pernyataan yang kurang jelas.


(61)

10. Waktu pengisian kuesioner selama kurang lebih 15 menit untuk masing-masing responden, sedangkan proses pengambilan data dilakukan 2 hari disesuaikan dengan kondisi di Puskesmas Kecamatan Johar Baru.

11. Responden diharapkan menjawab seluruh pertanyaan di dalam kuesioner. Setelah responden selesai, lembar kuesioner dikembalikan kepada peneliti.

12. Kuesioner yang telah diisi selanjutnya diperiksa kelegkapannya kemudian diolah dan dianalisa oleh peneliti.

G. Etika Penelitian

Seorang peneliti mempunyai kewajiban untuk menghormati subjek penelitiannya, terutama bila penelitian tersebut adalah jenis penelitian eksperimen, ketika perlakuan diberikan kepada individu maupun kelompok (Wasis, 2008). Secara umum prinsip etika dalam penelitian atau pengumpulan data dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu prinsip manfaat, prinsip menghargai hak-hak subjek, dan prinsip keadilan (Nursalam, 2008).

1. Prinsip Manfaat

a) Bebas dari penderitaan

b) Bebas dari eksploitasi

c) Risiko

2. Prinsip Menghargai Hak-hak Subjek

a) Hak untuk ikut atau tidak menjadi responden


(62)

c) Informed consent 3. Prinsip Keadilan

a) Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil b) Hak dijaga kerahasiannya

H. Pengolahan Data

Adapun tahap-tahap pengolahan data sebagai berikut:

1. Editing

Hasil kuesioner dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Secara umum editing adalah kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian kuesioner yang mencakup kelengkapan data, relevan, jelas atau terbaca, dan konsisten. Apabila ada jawaban yang belum lengkap, jika memungkinkan perlu dilakukan pengambilan data ulang atau jika tidak memungkinkan maka data tersebut dimasukkan dalam pengelolaan data missing.

2. Coding

Setelah semua kuesioner diedit, maka selanjutnya dilakukan pengkodean atau coding yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Coding atau pemberian data ini sangat berguna dalam memasukkan data (data entry).

3. Data Entry atau Processing

Data dalam bentuk kode (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program atau software komputer. Software komputer ini bermacam-macam,


(63)

program yang paling sering digunakan untuk memasukkan data penelitian adalah paket program SPSS for Window. Dalam proses ini dituntut ketelitian, apabila tidak, maka akan terjadi kesalahan, meskipun hanya memasukkan data.

4. Pembersihan Data (Cleaning)

Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.

I. Analisis Data

Setelah dilakukan proses pengelolaan data langkah selanjutnya adalah melakukan proses analisis data. Analisa data dilakukan untuk mengolah data dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan serta untuk menguji secara statistik kebenaran hipotesis yang telah ditetapkan (Sumantri, 2011). Adapun analisis yang akan digunakan pada penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu:

1. Analisis Univariat (Deskriptif)

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung dari jenis datanya (Notoatmodjo, 2010). Analisis univariat ini bertujuan untuk mengetahui jumlah, mean atau rata-rata, persentase variabel penelitian (Sumantri, 2011).


(64)

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkolerasi dan hasil uji didapat adanya hubungan variabel dependen dan independen tersebut bermakna atau tidak bermakna (Notoatmodjo, 2010). Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan dependen, yaitu hubungan ASI eksklusif dan angka terjadinya diare pada bayi yang berusia 0-6 bulan di Puskesmas Kecamatan Johar Baru.

Teknik analisis dilakukan dengan uji chi square. Jika chi-square hitung < chi-square tabel, H0 ditolak. Jika chi-square hitung > chi-square tabel, Ho diterima (Santosa, 2005).

Derajat kepercayaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 95% dengan α= 5% atau 0,05, sehingga jika P (p-value) < 0.05 menunjukkan hasil perhitungan statistik bermakna (signifikan) atau menunjukkan ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, dan apabila nilai p value > 0.05 berarti hasil perhitungan statistik tidak bermakna atau tidak ada hubungan.

J. Penyajian Data

Dalam penelitian ini, data disajikan dalam bentuk tabulasi yang kemudian dijabarkan dalam bentuk tulisan.


(65)

BAB V

HASIL PENELITIAN

Pada bab lima ini, peneliti akan memaparkan secara lengkap hasil penelitian mengenai hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan angka kejadian diare pada bayi yang berusia 0-6 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru. Penelitian ini berlangsung tanggal 9-10September.

A. Deskripsi Umum Tempat Penelitian

Puskesmas Kecamatan Johar Baru terletak di Jl. Mardani Raya No.36, Johar Baru, Jakarta Pusat. Wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru terdiri dari beberapa kelurahan, diantaranya ada Kelurahan Johar Baru dan Kelurahan Tanah Tinggi. Berikut adalah Visi, Misi, dan Kebijakan Mutu Puskesmas Kecamatan Johar Baru.

1. Visi Puskesmas Kecamatan Johar Baru

Terwujudnya Puskesmas Kecamatan Johar Baru yang memberikan pelayanan prima, berorientasi pada kepuasan menuju masyarakat sehat dan mandiri.

2. Misi Puskesmas Kecamatan Johar Baru

a. Memberikan pelayanan kesehatan prima dan merata

b. Meningkatkan profesionalisme tenaga kesehatan, medis dan non medis puskesmas


(66)

d. Mengembangkan upaya kemandirian masyarakat dalam bidang kesehatan

3. Kebijakan Mutu Puskesmas Kecamatan Johar Baru

Bertekad memberikan pelayanan prima, menuju masyarakat sehat yang mandiri secara berkesinambungan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, serta senantiasa melakukan perbaikan secara berkesinambungan untuk mencapai kepuasan pelanggan.

B. Hasil Analisis Univariat

1. Karakteristik Usia Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru

Karakteristik responden berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1 Hasil Analisis Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru (n=30)

Usia Diare Total

Ya Tidak

6 bulan 3

(10%)

10 (33,3%)

13 (43,3%)

7 bulan 7

(23,3%)

10 (33,3%)

17 (66,7%)

Total 10

(33,3%)

20 (66,7%)

30 (100%)

Data pada tabel memperlihatkan bahwa usia yang diambil peneliti untuk menjadi responden hanya berkisar pada bayi yang usianya enam atau tujuh bulan saja. Usia enam bulan yang terjadi diare adalah sebanyak 3 orang (10%), dan yang tidak diare sebanyak 10 orang (33,3%). Sedangkan


(67)

bayi usia tujuh bulan yang terjadi diare sebanyak 7 orang (23,3%) dan yang tidak diare adalah sebanyak 10 orang (33,3%).

2. Karakteristik Diare Responden berdasarkan Riwayat ASI Eksklusif Sebelum peneliti melakukan uji univariat terhadap variabel ASI eksklusif, terlebih dahulu peneliti melakukan uji normalitas pada pertanyaan-pertanyaan dalam variabel tersebut. Uji normalitas variabel ini dilakukan menggunakan Rasio Skewness. Hasil uji normalitas dari variabel ASI eksklusif selama enam bulan dinyatakan berdistribusi normal yaitu -1,745. Data dikatakan berdistribusi normal jika nilai Rasio Skewness berada pada rentang nilai -2 sampai 2. Nilai rasio skewness ini didapatkan dari pembagian antara nilai skewness dengan standar error skewness.

Tabel 5.2 Hasil Analisis ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru (n=30)

Pada tabel 5.2 memperlihatkan bahwa bayi yang diberikan ASI Eksklusif lebih sedikit terjadi diare 3 orang (10%) daripada yang tidak diberikan ASI Eksklusif 7 orang (23,3%).

Asi Ekskusif

Total

Ya Tidak

Diare

ya 3

(10%)

7 (23,3%)

10 (33,3%) tidak 11

(36,7%)

9 (30%)

20 (66,7%)

Total 14

(46,7%)

16 (53.3%)

30 (100%)


(68)

3. Karakteristik Diare Responden berdasarkan Riwayat IMD

Tabel 5.3 Hasil Analisis IMD di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru (n=30)

Data pada tabel 5.3 memperlihatkan bahwa bayi yang diberikan IMD terjadi diare sebanyak 8 orang (26,7%), sedangkan yang tidak diare sebanyak 17 orang (56,7%). Bayi yang tidak diberikan IMD terjadi diare sebanyak 2 orang (6,7%), sedangkan yang tidak diare sebanyak 3 orang (10%).

4. Karakteristik Diare Responden Berdasarkan Riwayat MP ASI Tabel 5.4 Hasil Analisis MPASI di Wilayah Kerja Puskesmas

Kecamatan Johar Baru (n=30)

MP ASI

Total

Ya tidak

Diare

ya 7

(23,3%)

3 (10%)

10 (33,3%)

tidak 8

(26,7%)

12 (40%)

20 (66,7%)

Total 15

(50%) 15 (50%) 30 (100%) IMD Total

Ya Tidak

Diare

ya 8

(26,7%)

2 (6,7%)

10 (33.3%) tidak 17

(56,7%)

3 (10%)

20 (66,7%)

Total 25

(83,3%)

5 (16,7%)

30 (100%)


(69)

Pada tabel 5.4 memperlihatkan bahwa bayi yang diberikan MP ASI ketika ASI belum keluar lancar angka terjadinya diare sebanyak 7 orang (23,3%), sedangkan yang tidak diare sebanyak 8 orang (26,7%). Bayi yang tidak diberikan MP ASI ketika ASI belum keluar lancar angka terjadinya diare sebanyak 3 orang (10%), sedangkan yang tidak terjadi diare sebanyak 12 orang (40%).

5. Karakteristik Diare Responden Berdasarkan Pertama Kali Diberi MPASI

Tabel 5.5 Analisis Pertama Kali Diberi MPASI di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru (n=30)

Pertama diberi MP

ASI >6 bulan Total

Ya tidak

Diare

ya 3

(10%)

7 (23.3%)

10 (33,3%) tidak 10

(33,3%)

10 (33,3%)

20 (66,7%)

Total 13

(43,3%)

17 (56,7%)

30 (100%)

Data pada tabel 5.5 memperlihatkan bahwa bayi yang diberi MP ASI >6 bulan angka terjadi diare sebanyak 3 orang (10%), sedangkan yang tidak diare sebanyak 10 orang (33,3%). Bayi yang diberikan MP ASI <6 bulan angka terjadi diare sebanyak 7 orang (23,3%), sedangkan yang tidak diare sebanyak 10 orang (33,3%).


(70)

C. Hasil Analisis Bivariat

1. Hubungan ASI Eksklusif dengan Angka Kejadian Diare

Analisi bivariat dilakukan untuk menganalisis data dari dua variabel berbeda. Analisi bivariat dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara ASI eksklusif dengan angka kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru. Teknik analisis bivariat ini dengan menggunakan Analisis Chi Square.

Tabel 5.6 Hubungan ASI Eksklusif dengan Angka Kejadian Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru (n=30)

Hasil uji chi square diperoleh nilai signifikansi (p value) adalah sebesar 0,196. Karena nilai p value 0,196 > 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru.

Asi Ekskusif

Total

Hasil uji chi square (p

value)

ya Tidak

Diare

ya 3

(10%) 7 (23,3%) 10 (33,3%) 0,196 tidak 11

(36,7%)

9 (30%)

20 (66,7%)

Total 14

(46,7%)

16 (53,3%)

30 (100%)


(71)

PEMBAHASAN

Pada bab ini, peneliti akan menjelaskan secara mendalam dan memberikan interpretasi mengenai hasil analisis univariat dan hasil analisis bivariat yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, serta keterbatasan penelitian.

A. Hasil Uji Analisis

1. Gambaran Karakteristik Usia Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru

Responden dalam penelitian ini adalah bayi yang berusia 6-7 bulan yang pernah atau tidak pernah mengalami diare dan bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru. Jumlah responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah 30 orang. Hasil perhitungan uji statistik pada penelitian memperlihatkan bahwa bayi yang usia enam bulan terjadi diare sebanyak tiga orang, dan yang tidak terjadi diare sebanyak 10 orang. Sedangkan untuk bayi yang berusia tujuh bulan terjadi diare sebanyak tujuh orang dan yang tidak terjadi diare sebanyak 10 orang.

Usia bayi adalah usia yang dibagi menjadi dua tahap perkembangan yaitu tahap pertama terjadi dari usia 1-12 bulan, dan tahap kedua terjadi dari usia 1-2 tahun (Hidayat, 2008). Usia bayi rentan terhadap terjadinya penyakit infeksi yang menyerang sistem pencernaan, salah satunya adalah diare (Soenardi, 2009). Penyakit infeksi pada bayi terjadi karena sistem pencernaan yang belum matur, atau hanya bisa menyerap komponen yang


(1)

Validity (n=30)

Correlations

p1 p2 p3 p4 p5

p1 Pearson Correlation 1 ,244 ,407* ,244 ,244

Sig. (2-tailed) ,193 ,026 ,193 ,193

N 30 30 30 30 30

p2 Pearson Correlation ,244 1 ,408* 1,000** 1,000**

Sig. (2-tailed) ,193 ,025 ,000 ,000

N 30 30 30 30 30

p3 Pearson Correlation ,407* ,408* 1 ,408* ,408*

Sig. (2-tailed) ,026 ,025 ,025 ,025

N 30 30 30 30 30

p4 Pearson Correlation ,244 1,000** ,408* 1 1,000**

Sig. (2-tailed) ,193 ,000 ,025 ,000

N 30 30 30 30 30

p5 Pearson Correlation ,244 1,000** ,408* 1,000** 1 Sig. (2-tailed) ,193 ,000 ,025 ,000

N 30 30 30 30 30

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


(2)

Lampiran 5

Reliability (n=30)

Reliability Statistics Cronbach's

Alpha N of Items

,782 5

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

p1 2,03 ,964 30

p2 ,53 ,507 30

p3 ,70 ,466 30

p4 ,53 ,507 30

p5 ,53 ,507 30

Item-Total Statistics Scale Mean if

Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

p1 2,30 3,114 ,318 ,910

p2 3,80 3,407 ,781 ,683

p3 3,63 3,964 ,509 ,761

p4 3,80 3,407 ,781 ,683

p5 3,80 3,407 ,781 ,683

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items


(3)

Normality (n=30)

Descriptive Statistics

N Skewness Kurtosis

Statistic Statistic Std. Error Statistic Std. Error

diare 30 -,745 ,427 -1,554 ,833

Valid N (listwise) 30

Rasio skewness= skewness/std. Error skewness= -0,745/0,427= -1,745

Data tersebut berdistribusi normal


(4)

Lampiran 7

Hasil Analisis Univariat (n=30)

diare * Usia

Count

Usia

Total

6 7

diare ya 3 7 10

tidak 10 10 20

Total 13 17 30

diare * AsiEksklusif

Count

AsiEksklusif

Total tidak ya

diare ya 7 3 10

tidak 9 11 20

Total 16 14 30

diare * IMD

Count

IMD

Total tidak ya

diare ya 2 8 10

tidak 3 17 20

Total 5 25 30

diare * MpASI

Count

MpASI

Total ya tidak

diare ya 7 3 10

tidak 8 12 20


(5)

Count

Pertama

Total tidak ya

diare ya 7 3 10

tidak 10 10 20


(6)

Lampiran 8

Hasil Analisis Bivariat

diare * AsiEksklusif

Chi-Square Tests Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1,674a 1 ,196

Continuity Correctionb ,820 1 ,365

Likelihood Ratio 1,713 1 ,191

Fisher's Exact Test ,260 ,183

Linear-by-Linear Association 1,618 1 ,203

N of Valid Cases 30

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,67. b. Computed only for a 2x2 table


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP-ASI) DENGAN ANGKA KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 0-6 BULAN DI KABUPATEN MERAUKE

0 4 72

Hubungan antara pemberian asi eksklusif dengan angka kejadian diare pada bayi umur 0 6 bulan di puskesmas gilingan kecamatan Banjarsari Surakarta

0 6 40

PERBANDINGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI BERUSIA 0-6 BULAN YANG DIBERI ASI EKSKLUSIF DENGAN YANG DIBERI Perbandingan Kejadian Diare Pada Bayi Berusia 0-6 Bulan Yang Diberi Asi Eksklusif Dengan Yang Diberi Tidak Asi Eksklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Grog

0 2 16

PERBANDINGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI BERUSIA 0-6 BULAN YANG DIBERI ASI EKSKLUSIF DENGAN YANG DIBERI Perbandingan Kejadian Diare Pada Bayi Berusia 0-6 Bulan Yang Diberi Asi Eksklusif Dengan Yang Diberi Tidak Asi Eksklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Grog

0 3 15

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE AKUT PADA BAYI USIA 1-6 BULAN Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Dengan Kejadian Diare Akut Pada Bayi Usia 1-6 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pucangsawit Surakarta.

1 2 14

PENDAHULUAN Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Dengan Kejadian Diare Akut Pada Bayi Usia 1-6 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pucangsawit Surakarta.

0 2 4

DAFTAR PUSTAKA Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Dengan Kejadian Diare Akut Pada Bayi Usia 1-6 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pucangsawit Surakarta.

0 2 4

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE AKUT PADA BAYI USIA 1-6 BULAN Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Dengan Kejadian Diare Akut Pada Bayi Usia 1-6 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pucangsawit Surakarta.

0 2 14

HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 4 – 6 BULAN.

0 0 6

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI UMUR 0-6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GODEAN I SLEMAN YOGYAKARTA TAHUN 2010

0 1 6