Laporan Akhir
Kajian Implikasi Strategi Koperasi dalam Rangka Otonomi Daerah
III-5
Kumiai – kumiai koperasi – koperasi itu selanjutnya oleh pemerintah pendudukan Jepang dipergunakan sebagai sarana untuk
membagikan barang – barang pemerintah kepada rakyat dan sebaliknya mengumpulkan hasil bumi padi, kapas, iles – iles, dsb
untuk
keperluan peperangan
Asia Timur
Raya. Dengan
diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, tamat sudah era penjajahan. Dalam kondisi pahit getirnya
periode penjajahan itu, telah tertorehkan awal sejarah gerakan koperasi Indonesia.
3.2. Masa Orde Lama
Pada masa kemerdekaan, peran dan posisi koperasi dicantumkan dalam penjelasan pasal 33 ayat 1 Undang – Undang Dasar 1945. Koperasi telah
memperoleh amanah untuk menjadi sokoguru perekonomian nasional. Suasana perjuangan fisik di tanah air turut menghambat pembangunan
koperasi secara terencana. Namun demikian berdasar kesadaran bahwa pembangunan koperasi hanya bisa dilakukan secara efektif apabila di antara para
pelaku bekerjasama, maka tanggal 11 – 14 Juli 1947 telah diselenggarakan Kongres Koperasi pertama di Tasikmalaya, Jawa Barat. Kongres dihadiri oleh
sekitar 500 orang utusan dari gerakan koperasi serta pejabat pemerintah yang datang dari berbagai pelosok tanah air. Pada 12 Juli 1947 kongres menyepakati
pembentukan organisasi gerakan koperasi Indonesia yang pertama, dengan nama SOKRI Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia. Tanggal pembentukan
SOKRI 12 Juli kemudian disepakati sebagai “Hari Koperasi” yang selalu diperingati setiap tahunnya.
Pembentukan SOKRI sebagai organisasi gerakan koperasi merupakan tonggak sejarah, yang mengandung semangat kerjasama, persatuan dan
kesatuan, di antara sesama organisasi koperasi, dan di antara para anggota gerakan koperasi dengan pihak pemerintah. Hanya saja dalam kondisi masih
berlangsungnya perjuangan fisik, organisasi gerakan koperasi belum dapat melaksanakan fungsinya dengan baik. Selanjutnya dalam Kongres Koperasi II
1953 nama SOKRI diganti menjadi Dewan Koperasi Indonesia DKI. Dalam kongres itulah Moh. Hatta ditetapkan sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Langkah perjuangan koperasi untuk mewujudkan amanat konstitusi menghadapi berbagai hambatan dan tantangan, baik secara fisik maupun secara
konseptual. Perihal kesulitan mewujudkan koperasi sebagai pelaku ekonomi nasional sudah disadari sejak awal oleh para pendiri Negara ini. Adalah Bung
Hatta yang sudah memperingatkan dalam pidato radio 12 juli 1951, bahwa disamping koperasi sebagai cita – cita, ada “desakan rakyat untuk mendapat
perbaikan hidup sekarang juga”
Menyadari, bahwa “rakyat jelata tidak bisa hidup dengan cita – cita saja”
, maka beliau menyarankan untuk bersikap realis yaitu dengan memisahkan politik perekonomian jangka panjang, yang meliputi usaha dan rencana
menyelenggarakan secara berangsur – angsur ekonomi Indonesia berdasarkan koperasi, dengan politik perekonomian jangka pendek, yang realisasinya
Laporan Akhir
Kajian Implikasi Strategi Koperasi dalam Rangka Otonomi Daerah
III-6
bersandar pada bukti – bukti nyata untuk memperbaiki keadaan hidup rakyat. “tindakan itu sementara waktu dan harus dilakukan”, kata Bung Hatta, tetapi
dengan catatan, “antara kedua cabang politik kemakmuran itu harus ada koordinasinya. Perhubungannya”,
Namun demikian ternyata pembinaan dan pengembangan koperasi tetap saja mengalami kesulitan dalam penyesuaiannya dengan pesan Bapak Koperasi
Indonesia. Dan pengalaman sejarah menunjukkan, bahwa proses pembinaan dan pengembangan koperasi lebih banyak “mengikuti arus” perkembangan politik
yang berlaku, ketimbang secara konsisten berkiblat pada pasal 33 UUD 1945.
Pola itu dapat dilihat dari periode ke periode dalam perjalanan kehidupan Negara kita. Pada periode yang sering disebut sebagai “masa demokrasi liberal”
1950 – 1959 pengembangan koperasi banyak bersikap “ing ngarso sung tulodo” didepan memberi contoh dan “tut wuri handayani” di belakang,
memberikan kekuatan.
Situasi demikian itu kemudian berubah drastis, khususnya pada periode : “demokrasi terpimpin” 1959 – 1965, yang dipenuhi dengan slogan “politik
adalah panglima” . Pada masa itu, pembinaan koperasi sepenuhnya berada
dalam dominasi pemerintah, bahkan organisasi gerakan koperasi yang disebut KOKSI Kesatuan Organisasi Koperasi Seluruh Indonesia dipimpin langsung
oleh Menteri yang menangani koperasi, yaitu Menteri Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa Transkopemada, dan kemudian
dilanjutkan oleh Menteri Transmigrasi dan Koperasi Mentranskop.
Ketika pemerintah “Orde Lama” runtuh pada bulan Oktober tahun 1965, dan kemudian diganti pemerintah “Orde Baru” berbagai upaya telah
diselewengkan. Diterbitkan pula antara lain UU No. 121967 tentang pokok – pokok Perkoperasian, untuk menggantikan UU No. 141965 tentang
perkoperasian yang nyata – nyata menempatkan koperasi sebagai lembaga politik. Gerakan koperasi secara simultan mulai membenahi diri dengan
meniadakan produk – produk Orde Lama yang jelas tidak sesuai dengan prinsip– prinsip koperasi secara universal.
3.3. Masa Orde Baru