Laporan Akhir
Kajian Implikasi Strategi Koperasi dalam Rangka Otonomi Daerah
III-19
c. Koperasi industri – kerajinan
Dari hasil analisis komponen utama terhadap keragaan koperasi industri – kerajinan, terlihat beberapa fenomena yang
menarik Tabel 3.11. Hasil analisis menunjukkan bahwa keseluruhan variable asal bisa direduksi menjadi satu factor utama. Factor utama
ini berkolerasi dengan jumlah koperasi aktif, jumlah anggota, Rapat Anggota Tahunan, jumlah manajer, jumlah modal sendiri, jumlah
modal luar, volume usaha, dan SHU. Keterkaitan ini tentunya relative lebih baik karena antara variable – variable usaha koperasi jumlah
modal sendiri, jumlah modal luar, volume usaha, SHU sangat terkait dengan variable – variable keragaan aktivitas organisasi jumlah
koperasi aktif, jumlah anggota, Rapat Anggota Tahunan, jumlah manajer. Hal ini menunjukkan bahwa aktifitas yang terjadi dalam
koperasi sangat mempengaruhi keragaan usaha koperasi. Semakin aktif suatu koperasi secara organisasi, maka semakin bagus
kemampuan usahanya. Koperasi industri – kerajinan ini sudah sangat terkait dengan pasar sehingga potensinya untuk menjadi salah satu
pelaku pasar cukup besar. Hal ini tentunya terkait dengan jenis aktivitas industri atau kerajinan itu sendiri yang memang harus
langsung dipasarkan.
Tabel 3.11. Nilai Korelasi antara Peubah Asal dan Komponen Utama
Kinerja Koperasi Industri – Kerajinan Berdasarkan Data Statistik Koperasi di 27 Propinsi
Variable asal Factor 1
Jumlah koperasi aktif 0.983
Jumlah koperasi tidak aktif 0.664
Jumlah anggota
0.978
Rapat Anggota Tahunan 0.918
Jumlah manajer 0.884
Jumlah karyawan 0.678
Jumlah modal sendiri 0.864
Jumlah modal luar 0.981
Volume usaha 0.979
SHU 0.889
Expl. Var 7.904
Prp. Totl 0.970
Laporan Akhir
Kajian Implikasi Strategi Koperasi dalam Rangka Otonomi Daerah
III-20
d. Keragaan Koperasi secara Agregat di Indonesia
Berdasarkan hasil analisis komponen utama terhadap variable – variabel asal yang menggambarkan kinerja koperasi di Indonesia
secara agregat, dihasilkan dua factor utama tabel 3.12.. Faktor 1 berkorelasi dengan jumlah koperasi aktif, jumlah anggota, Rapat
Anggota Tahunan, jumlah manajer, jumlah karyawan, jumlah modal sendiri dan volume usaha. Sedangkan factor 2 berkolerasi dengan
SHU.
Tabel 3.12. Nilai Korelasi antara Peubah Asal dan Komponen Utama Kinerja
Koperasi Secara
Agregat Di
Indonesia Berdasarkan Data Statistik Koperasi di 27 Propinsi
Variable asal Factor 1 Factor 2
Jumlah koperasi aktif 0.984
0.122 Jumlah koperasi tidak aktif
0.379 0.851
Jumlah anggota 0.960
0.149 Rapat Anggota Tahunan
0.956
0.160 Jumlah manajer
0.879 0.018
Jumlah karyawan 0.948
0.239 Jumlah modal sendiri
0.886 0.027
Jumlah modal luar 0.256
-0.464 Volume usaha
0.912 0.298
SHU 0.509
0.795
Expl. Var 6.562
1.781 Prp. Totl
0.656 0.178
Hasil ini menunjukkan bahwa aktivitas koperasi lebih terkait dengan volume usaha daripada SHU. Ini tentunya perlu dicermati, mengapa
volume usaha yang meningkat tidak berkaitan dengan peningkatan SHU. Kemungkinan koperasi ini digunakan sebagai wadah usaha oleh
para pengurusnya tanpa memperhitungkan keterkaitannya dengan anggota sehingga SHU yang seharusnya diterima oleh anggota tidak
mengalami peningkatan. Ini tentunya menggambarkan adanya kemungkinan kurang adanya democratic control dalam pelaksanaan
aktivitas koperasi. Selanjutnya apabila kita kelompokkan melalui analisis cluster terdapat dua kelompok propinsi dengan factor penciri
yang berbeda.
Laporan Akhir
Kajian Implikasi Strategi Koperasi dalam Rangka Otonomi Daerah
III-21
Tabel 3.13. Tipologi Koperasi Secara Umum dan Karakteristik Pencirinya di 27 Propinsi di Indonesia
Kelompok Propinsi Anggota
Karakteristik Penciri 1
DKI, Jabar, Jateng, Jatim Proporsi koperasi aktif tinggi dan
kinerja koperasi relative baik ditinjau dari indikatornya fisiknya. Namun
demikian koperasi tidak aktif tetapi mempunyai SHU tinggi juga tinggi
2 DI Aceh, Sumut, Sumbar, Riau,
Jambi, Sumsel,
Bengkulu, Lampung, DIY, Bali, NTB, NTT,
Kalbar, Kalteng, Kaltim, Sulut, Sulteng, Sulsel, Sultra, Maluku,
Irja Proporsi koperasi aktif relative rendah
atau kinerja koperasi kurang bagus
Secara umum koperasi di Pulau Jawa mempunyai karakteristik yang baik ditinjau dari karakteristik kinerja indicator fisik. Kedekatan
dengan pusat kekuasaan mempermudah arus aliran dana ke dalam koperasi, sehingga banyak koperasi yang tidak mempunyai aktifitas
tetapi menghasilkan sisa hasil usaha tinggi, yang diduga sebagian besar dari dana subsidi dari pemerintah.
Selanjutnya untuk melihat keragaan koperasi antar propinsi berdasarkan kondisi keunggulan usaha pasar dan partisipasinya
dilakukan perhitungan indeks keunggulan pasar dan indeks partisipasi. Indeks keunggulan pasar dihitung dari rasio SHU terhadap modal baik
modal dari luar maupun modal sendiri. Sedangkan indeks partisipasi dihitung dari rasio RAT terhadap jumlah koperasi aktif. Terdapat 4
jenis koperasi yang dianalisa yaitu koperasi agregat secara umum untuk skala nasional, KUD, Koperasi kerajinan dan Koperasi tahu
tempe. Keragaan ini bisa kita lihat pada gambar 1, 2, 3 dan 4.
Laporan Akhir
Kajian Implikasi Strategi Koperasi dalam Rangka Otonomi Daerah
III-22
Laporan Akhir
Kajian Implikasi Strategi Koperasi dalam Rangka Otonomi Daerah
III-23
Laporan Akhir
Kajian Implikasi Strategi Koperasi dalam Rangka Otonomi Daerah
III-24
Dari gambar 1, 2, 3, dan 4 kita dapat melihat keragaan masing- masing koperasi di masing-masing propinsi berdasarkan jenis
koperasi, indeks keunggulan pasar dan indeks partisipasi. Secara umum koperasi di propinsi cenderung kurang dalam hal keunggulan
pasarnya. Hal ini dapat kita lihat dari gambar, dimana nilai keunggulan pasarnya cenderung kurang. Sedangkan dari nilai indeks partisipasinya
nampak bahwa proses partisipasi relative baik. Seperti pada gambar 1, 2, 3 dan 4 terlihat bahwa sudah terdapat kecenderungan untuk mulai
bergerak ke sisi atas dari sumbu Y.
Laporan Akhir
Kajian Implikasi Strategi Koperasi dalam Rangka Otonomi Daerah
IV-1
4
STRUKTUR PEMAHAMAN DAN PRAKTEK PERKOPERASIAN DI
INDONESIA
4.1 Dasar Pembentukan Koperasi adalah Menekan Biaya Transaksi