Masa Reformasi STRATEGI PENGEMBANGAN KOPERASI

Laporan Akhir Kajian Implikasi Strategi Koperasi dalam Rangka Otonomi Daerah III-10 No. 21 Tahun 1997 tentang Pengesahan Anggaran Dasar DEKOPIN baru. Ternyata kelahiran Keppres ini dianggap cacat hukum, karena prosesnya dilakukan tidak melalui Rapat Anggota DEKOPIN sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Sampai tibanya masa reformasi proses rekonsiliasi dengan pihak yang mengalami konflik tidak pernah diwujudkan. Dalam posisi DEKOPIN yang tidak mampu berfungsi seperti diharapkan, pola perkembangan koperasi pun kemudian berjalan tanpa kesatuan gerak dan kemandirian yang jelas. Selaras dengan kondisi demikian itu dorongan pengembangan kemampuan untuk melaksanakan bisnis telah menyebabkan banyak koperasi yang kemudian tumbuh berkembang hanya mengikuti arus perkemangan dari sisi usaha saja. Tidak mengherankan apabila kemudian banyak koperasi yang terjebak, sekedar hanya untuk mengejar sisa hasil usaha yang besar, yang sebenarnya menggambarkan sikap dan umumnya sebuah perusahaan tanpa berupaya untuk mengembangkan dan memperjuangkan langkah – langkah untuk memotivasi tumbuh suburnya partisipasi anggota di samping tumbuh efektifnya kualitas pelayanan yang meningkat bagi anggotanya.

3.4. Masa Reformasi

Perkembangan pada masa – masa awal orde reformasi dapat dilihat pada Tabel 3.2. Jumlah koperasi pada masa awal orde reformasi masih mengalami pertumbuhan. Namun demikian, secara relative seluruh indicator kinerjanya secara fisik antara lain dari jumlah anggota, besaran modal sendiri dari sumber anggota maupun dari luar mengalami penurunan. Demikian juga halnya dengan besarnya asset koperasi bernilai negative. Secara umum dapat dinyatakan bahwa kinerja perkoperasian pada masa reformasi masih serupa dengan kinerja pada periode – periode sebelumnya. Bertambahnya jumlah koperasi tidak menggambarkan bahwa koperasi semakin menarik bagi masyarakat. Sebaliknya, justru orang – orang sebelumnya menjadi anggota koperasi keluar dari keanggotaannya. Artinya, dari pihak yang pernah menjadi anggota koperasi sendiri merasakan bahwa koperasi kurang memberikan dampak baik secara social maupun secara ekonomi bagi anggotanya, sehingga ditinggalkan oleh para anggotanya. Laporan Akhir Kajian Implikasi Strategi Koperasi dalam Rangka Otonomi Daerah III-11 Tabel 3.3. Komposisi Kinerja Koperasi Indonesia Masa Awal Reformasi 1997 sd 1998 Tahun No Uraian Satuan 1997 1998 Laju Th 97 - 98 1 Koperasi Unit ribu 54580 59441 8.91 2 Anggota Orang Rp. 29140 20128 -30.93 3 Modal sendiri Miliar Rp. 4218 5122 21.43 4 Modal luar Miliar Rp. 8911 4331 -51.40 5 Asset Miliar Rp. 13520 9962 -26.32 6 Omzet Miliar Rp. 12952 7 SHU Miliar Rp. 508.9 Dengan semangat reformasi berbahagia kebijakan tertulis maupun yang tidak tertulis bagi koperasi yang dinilai menghambat perkembangan koperasi sebagai lembaga ekonomi yang demokratis, telah dihapuskan atau diganti pemerintah Kabinet Reformasi Pembangunan. Keluhan masyarakat tentang sulitnya memperoleh badan hukum koperasi, segera dijawab dengan keluarnya keputusan Menteri Koperasi PKM dengan melakukan pendelegasian kewenangan kepada pejabat di tingkat Kabupaten Kotamadya. Demikian pula bagi Inpres No 4 tahun 1984 tentang Pembinaan dan Pengembangan KUD, yang selama ini dinilai menjadi hambatan utama dalam pengembangan koperasi bukan KUD di daerah perdesaan, telah dicabut dan diganti dengan Inpres No. 18 Tahun 1998 tentang “Peningkatan Pembinaan dan Pengembangan Perkoperasian”. Inpres itu memberi peluang yang sama bagi tumbuhnya semua jenis koperasi, baik di perdesaan maupun di perkotaan. Kebijakan lain dalam era reformasi adalah pemberian kesempatan seluas – luasnya kepada koperasi untuk menyalurkan sembilan bahan pokok sembako melalui pengembangan jalur distribusi alternative, karena jalur yang ada telah mengalami kerusakan akibat krisis ekonomi. Kebijakan lain adalah penyediaan kredit bagi jalur koperasi dan UKM sebanyak 17 skema kredit, yang untuk tahun anggaran 1999 2000 jumlahnya mencapai Rp. 10.8 trilyun dengan tingkat bunga rendah. Namun di sisi lain berbagai kebijakan dan kemudahan tersebut, telah pula mengakibatkan tumbuhnya koperasi dikalangan masyarakat luas yang menjadi kurang asli genuine. Pembentukan koperasi yang dilakukan karena hanya untuk kepentingan pemanfaatan tersedianya berbagai peluang usaha oleh pihak pemerintah, tanpa menghiraukan syarat tentang jatidiri dan penerapan prinsip – prinsip koperasi, maka akan dapat ditemukan koperasi – koperasi baru, yang sekarang ini tidak mampu bertahan dalam lingkup kegiatan. Akibatnya dalam praktek akan dapat ditemui koperasi – koperasi baru yang tidak jauh berbeda dengan praktek pelaku ekonomi lainnya. Informasi tentang prestasi jajaran koperasi dalam aplikasinya tercantum pada tabel di muka 1998. Namun dari tingkat perkembangannya, dapat dicatat apabila pada bulan Juli 1998 ada 53.767 koperasi yang memiliki badan hukum, maka pada akhir September 1998 yang lain angka itu berkembang menjadi Laporan Akhir Kajian Implikasi Strategi Koperasi dalam Rangka Otonomi Daerah III-12 55.545 koperasi, dan pada akhir Desember 1998 telah meningkat menjadi 59.441 koperasi. Suatu prestasi biasa yang perlu dicermati lebih lanjut. Penataan kembali kondisi pembangunan koperasi meliputi pula pembenahan DEKOPIN. Pada bulan November 1998 yang lain telah diselenggarakan Temu Nasional Koperasi TUNASKOP yang diikuti oleh semua unsur gerakan koperasi, baik yang berada didalam struktur DEKOPIN berdasar Keppres No. 211997 maupun yang berada di luar struktur. TUNASKOP ini telah bersepakat untuk mengesahkan draft Anggaran Dasar DEKOPIN baru, dan kemudian perlu disahkan dengan Keppres baru sebagai pengganti dan Keppres No. 21 Tahun 1997. Pengesahan AD itu baru dilakukan tiga bulan kemudian, melalui Keppres No. 24 Tahun 1999 tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar DEKOPIN, tanggal 21 maret 1999. Pengesahan itu diikuti dengan penyelenggaraan Rapat Anggota DEKOPIN untuk memilih pengurus DEKOPIN yang baru periode 1999 – 2004. Perkembangan koperasi selanjutnya diharapkan tetap mengacu pada cita – cita yang tercantum dalam pasal 33 UU 1945. Paradigma baru dalam pembangunan system perekonomian nasional, bertumpu pada pengembangan program pemberdayaan yang berorientasi pada pembangunan ekonomi rakyat. Pada Oktober 1998 telah dideklarasikan kebangkitan ekonomi rakyat, yang bersama dengan terbitnya Ketetapan MPRXVI1998 melalui Sidang Istimewa MPR yang memuat materi tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi, dapat membuat lebih konkritnya aplikasi paradigma baru. Perkembangan kinerja koperasi dan laju perkembangannya setelah 1998 sampai tahun 200 dapat kita lihat pada tabel 3.4, tabel 3.5 dan 3.6. Tabel 3.4. Kinerja koperasi tahun 1998 – 2000 Periode Perkembangan N o Parameter Satu an 1998 1999 2000 1998- 1999 1999- 2000 1 Jumlah Koperasi Unit 59441.00 89939.00 99765.00 51.31 10.93 Aktif Unit 46420.00 77204.00 89855.00 66.32 16.39 Tidak Aktif Unit 13201.00 12735.00 9910.00 -3.53 -22.18 2 Jumlah Anggota Unit 20128283.00 22529199.00 22976539.00 11.93 1.99 3 RAT Unit 32447.00 36767.00 33454.00 13.31 -9.01 4 Manager Unit 19834.00 22802.00 22918.00 14.96 0.51 5 Karyawan Unit 170297.00 174569.00 175531.00 2.51 0.55 6 Modal sendiri Unit 5121962.85 5270474.97 5356383.71 2.90 1.63 7 Modal luar Unit 4330986.05 12466650.49 12653650.25 187.85 1.50 8 Volume usaha Unit 12952140.48 22448490.50 22506226.48 73.32 0.26 9 SHU Unit 508925.08 557086.73 561542.42 9.46 0.80 Laporan Akhir Kajian Implikasi Strategi Koperasi dalam Rangka Otonomi Daerah III-13 Tabel 3.5. Rasio Parameter Kinerja Koperasi terhadap Jumlah Koperasi N o Ratio terhadap jumlah koperasi aktif Perkemba ngan 1998-1999 Perkemban gan 1998-1999 Perkemba ngan 1998-2000 1 Jmlh anggota 338.63 250.49 230.31 -26.03 -8.06 -31.99 2 RAT 0.55 0.41 0.34 -25.11 -17.97 -38.57 3 Manager 0.33 0.25 0.23 -24.02 -9.39 -31.15 4 Karyawan 2.86 1.94 1.76 -32.25 -9.35 -38.59 5 Modal sendiri 86.17 58.60 53.69 -31.99 -8.38 -37.69 6 Modal luar 72.86 138.61 126.83 90.24 -8.50 74.08 7 Volume usaha 217.90 249.60 225.59 14.55 -9.62 3.53 8 SHU 8.56 6.19 5.63 -27.66 -9.13 -34.26 Tabel 3.6. Rasio Parameter Kinerja Koperasi terhadap Jumlah Koperasi Aktif N o Ratio terhadap jumlah koperasi aktif Perkemba ngan 1998-1999 Perkemba ngan 1998-1999 Perkemba ngan 1998-2000 1 Jmlh anggota 433.61 291.81 255.71 -32.70 -12.37 -41.03 2 RAT 0.70 0.48 0.37 -31.87 -21.82 -46.74 3 Manager 0.43 0.30 0.26 -30.88 -13.64 -40.31 4 Karyawan 3.67 2.26 1.95 -38.37 -13.61 -46.75 5 Modal sendiri 110.34 68.27 59.61 -38.13 -12.68 -45.97 6 Modal luar 93.30 161.48 140.82 73.07 -12.79 50.94 7 Volume usaha 279.02 290.77 250.47 4.21 -13.86 -10.23 8 SHU 10.96 7.22 6.25 -34.18 -13.39 -43.00 Dari tabel perkembangan kinerja koperasi tahun 1998-200 tabel 3.4 ada beberapa hal yang dapat kita lihat. Secara umum selama tiga titik tahun jumlah koperasi aktif dan tidak aktif, jumlah anggota, RAT, jumlah manager, jumlah karyawan, jumlah modal sendiri, jumlah modal luar, volume usaha dan SHU mengalami peningkatan. Perkembangannya secara persentase menunjukkan pertumbuhan yang positif. Namun apabila kita analisis lebih lanjut dengan menghitung rasio antara variable – variable tersebut dengan variable jumlah koperasi dan jumlah koperasi aktif akan nampak fenomena lain yang cukup menarik. Berdasarkan tabel 3.5. terlihat bahwa jumlah anggota, RAT, jumlah manajer, jumlah karyawan; jumlah modal sendiri dan SHU ternyata perkembangannya selama 3 tahun mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa berkembangnya jumlah koperasi sebagai organisasi ternyata diikuti dengan menurunnya jumlah anggota per koperasi; RAT per koperasi; jumlah manager per koperasi; jumlah karyawan per koperasi; jumlah modal sendiri per Laporan Akhir Kajian Implikasi Strategi Koperasi dalam Rangka Otonomi Daerah III-14 koperasi dan jumlah SHU per koperasi. Ada kemungkinan bahwa ternyata pembentukan koperasi lebih cenderung ke arah pembentukan lembaga yang bersifat simbolis, sehingga banyaknya koperasi yang terbentuk ternyata kurang didukung oleh peningkatan kapasitas di dalamnya. Volume usaha per koperasi relative meningkat namun persentasenya kecil. Ini menunjukkan bahwa belum ada peningkatan volume usaha secara signifikan walaupun jumlah koperasi mengalami peningkatan. Satu – satunya parameter kinerja yang meningkat adalah jumlah modal luar per koperasi yang lajunya semakin besar. Dari karakteristik ini terlihat bahwa laju modal luar yang semakin besar ini lebih disebabkan oleh mobilisasi dana dari pemerintah daripada investasi oleh investor swasta. Hal ini karena dari sisi kapasitas usaha dan kinerja koperasi yang tidak mengalami peningkatan tentunya akan sulit untuk mengundang investasi dari pihak swasta. Input berupa modal luar yang semakin besar ini ternyata tidak semakin meningkatkan kinerja koperasi. Dengan demikian terjadi inefisiensi modal luar yang diberikan. Rasio terhadap jumlah koperasi yang aktif juga menggambarkan fenomena yang serupa tabel 3.6. namun angkanya lebih ekstrim karena jumlah koperasi yang aktif lebih rendah daripada jumlah koperasi total. Jumlah anggota, RAT, jumlah manager, jumlah karyawan, jumlah modal sendiri, volume usaha dan SHU relative mengalami pertumbuhan yang negative, sementara jumlah modal luar relative mengalami pertumbuhan yang positif. Hal ini dapat menunjukkan secara lebih jelas bahwa telah terjadi inefisiensi modal luar yang diberikan kepada koperasi. Kinerja koperasi mengalami penurunan walaupun modal luar meningkat. Melihat hal ini sulit mengadakan bahwa modal luar ini berasal dari swasta karena swasta tidak mungkin akan menanamkan investasi pada institusi yang kinerjanya buruk. Satu – satunya kemungkinan adalah modal luar ini memang diperoleh dari mobilisasi dana oleh pemerintah. Selanjutnya dari upaya memahami tiga jenis koperasi secara lebih mendalam, yaitu koperasi KUD, koperasi tahu – tempe dan koperasi industri kerajinan diperoleh beberapa fenomena menarik yang dijabarkan pada uraian berikut ini. Data yang dianalisis untuk menjabarkan keragaan koperasi di orde reformasi ini didasarkan pada data tahun 1999. Secara umum keragaan koperasi yang dijabarkan terdiri dari data – data data agregat koperasi yang berkembang di 27 propinsi di Indonesia. KUD dipilih sebagai kasus dengan pertimbangan KUD merupakan salah satu jenis koperasi yang penyebarannya relative merata di Indonesia, kecuali di propinsi – propinsi tertentu. Demikian juga dengan koperasi tahu tempe dan koperasi industri kerajinan. Laporan Akhir Kajian Implikasi Strategi Koperasi dalam Rangka Otonomi Daerah III-15

a. Koperasi Unit Desa