Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di keempat desa Desa Umbulharjo, Sidorejo, Wonodoyo, dan Ngablak responden berpendapat bahwa
penggunaan pestisida organik lebih baik daripada pestisida kimia yang tidak ramah lingkungan. Masyarakat percaya bahwa apabila menanam sayur-sayuran
tanpa menggunakan pestisida nabati tersebut, sayur yang ditanam tidak akan tumbuh dengan subur. Hingga sekarang kepercayaan tersebut masih digunakan
oleh masyarakat sebagai pengetahuan yang telah dilakukan secara turun menurun. 5.2.4.7
Tumbuhan penghasil bahan pewarna dan tanin
Di Indonesia orang sudah lama mengenal dalam menggunakan tumbuhan sebagai bahan pewarna nabati dan sudah lama mengenal pewarna alami
tetumbuhan untuk makanan, seperti rimpang kunir Curcuma domestica untuk warna kuning Heyne 1987.
Jenis tumbuhan yang berpotensi menghasilkan bahan pewarna dan tanin yang digunakan oleh masyarakat di sekitar kawasan TNGM sebanyak 2 jenis,
seperti tersaji pada Tabel 26. Tabel 26 Daftar jenis tumbuhan penghasil pewarna dan tanin yang dimanfaatkan
masyarakat di sekitar TNGM
No Nama lokal
Nama ilmiah Bagian yang
dimanfaatkan Manfaat
kegunaan 1 Akasia Acacia deguren
Biji Pewarna pakaian
2 Kunir Curcuma domestica
Rimpang Pewarna makanan
Masyarakat memanfaatkan 2 jenis tumbuhan pewarna, yaitu akasia Acacia deguren dan kunir Curcuma domestica
.
Jenis yang paling banyak digunakan sebagai bahan pewarna yaitu kunir Curcuma domestica untuk bahan
makanan. Kunir juga digunakan sebagai bahan pewarna dalam pembuatan nasi kuning pada upacara nyadran.
5.2.4.8 Tumbuhan penghasil kayu bakar
Kayu bakar merupakan sumberdaya yang penting bagi masyarakat di sekitar kawasan TNGM. Dari hasil wawancara dengan masyarakat menunjukkan
bahwa kayu bakar merupakan salah satu sumberdaya alam yang diminati oleh masyarakat sekitar hutan. Meskipun sudah mendapatkan subsidi kompor gas
gratis dari pemerintah, namun intensitas penggunaan kayu bakar lebih sering digunakan dari pada gas. Hal ini dikarenakan harga gas mencapai Rp 15.0003 kg
sedangkan harga minyak tanah mencapai Rp 9.0001 liternya bertolak belakang dengan kehidupan masyarakat yang serba sederhana. Oleh karena itu masih
banyak masyarakat yang memanfaatkan potensi sumber daya alam berupa kayu bakar di sekitar Taman Nasional Gunung Merapi maupun di areal pekarangannya
yang sering disebut dengan istilah rencek. Pada dasarnya semua tumbuhan
berkayu atau bentuk pohon dapat digunakan sebagai kayu bakar Purwanto dan Walujo, 1992
.
Pada umumnya masyarakat enggan mengambil di kawasan Taman Nasional dikarenakan lokasi ke kawasan cukup jauh dan pengawasan yang cukup
ketat. Terdapat 11 jenis tumbuhan yang digunakan sebagai bahan bakar, seperti
tersaji pada Tabel 27. Tabel 27 Daftar jenis tumbuhan penghasil kayu bakar yang dimanfaatkan oleh
masyarakat di sekitar TNGM
No Nama lokal
Nama ilmiah Bagian yang
dimanfaatkan Manfaat
kegunaan 1 Salak
Salacca zalacca Gaertn. Voss
Dahan Bahan kayu
bakar 2 Manis
rejo Vaccinium varingfolium
Miq. Batang, ranting
Bahan kayu bakar 3 Akasia
Acacia deguren Willd.
Batang, ranting Bahan kayu bakar
4 Kaliandra Calliandra callothyrsus.
Batang, ranting Bahan kayu bakar
5 Dadap duri
Erythrina lithosperma Miq.
Batang, ranting Bahan kayu bakar
6 Mindi Melia azedarach
Linn. Batang, ranting
Bahan kayu bakar 7 Suren
Toona sureni Merr.
Batang, ranting Bahan kayu bakar
8 Mahoni Swietenia mahagoni
L. Jacq. Batang, ranting
Bahan kayu bakar 9
Bambu apus Gigantochloa apus.
Batang Bahan kayu
bakar 10 Bambu
betung Dendrocalamus asper Batang Bahan
kayu bakar
11 Sengon Paraserianthes falcataria
Batang, ranting Bahan kayu bakar
Adapun jenis-jenis tumbuhan yang paling sering digunakan oleh masyarakat sebagai bahan kayu bakar antara lain: kaliandra Calliandra
callothyrsus , akasia Acacia deguren. Akasia umumnya dimanfaatkan oleh
masyarakat yang terdapat di pinggiran kawasan Taman Nasional dan lahan masyarakat. Hal ini sesuai dengan penelitian Inama 2008 yang mengemukakan
bahwa akasia paling disukai sebagai kayu bakar oleh masyarakat Suku Marind, Papua.
5.2.4.9 Tumbuhan keperluan upacara adat