5. Assessment and Problem Based Learning
There is a shared view among PBL advocates that assess-ment drives learning and that there should be alignment between the
goals of a PBL program and what is assessed. However, the consequences of this view are interpreted differently.
Arends dalan Burris, 2005 menggambarkan lima fase utama dalan Problem Based Learning PBL. Arends mengidentifikasi fase-fase tersebut
disertai dengan tindakan guru dalam setiap fase pembelajaran. Fase-fase Problem Based Learning PBL dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Fase Problem Based Learning Phase
Behavior Phase 1 Orient student to
the problem Teacher goes over the objectives the lesson,
discribes important logistical requirements, and motivates student to engange in self-selected
problem-solving activity.
Phase 2 Organize students for study
Teacher help student define and organize study tasks related to the problem.
Phase 3 Assist independent and
group investigation
Teacher encourages
students to
gather appropriate information, conduct experiment,
and search for explanations and solution.
Phase 4 Develop and
present artifacts and exhibits
Teacher assists student in planning and preparing appopriate artifacs such as reports,
videos, and models and helps them share their work with others.
Phase 5 Analyze and
evaluate the
problem-solving process
Teacher help students to reflect on their investigations and the processes they used.
2.1.4 Strategi Problem Posing
Problem Posing merupakan perumusan atau pembuatan soal dari situasi yang diberikan Irwan, 2011. Karena soal dan penyelesaiaannya dirancang
sendiri oleh siswa, maka dimungkinkan bahwa Problem Posing dapat mengembangkan kemampuan berpikir matematis atau menggunakan pola pikir
matematis Irwan, 2011. Hal ini didukung oleh pendapat Soedjadi 2000: 99 bahwa Problem Posing menekankan pada kemampuan siswa membuat soal
sendiri dan menyelesaikannya. Pembelajaran dengan Problem Posing adalah pembelajaran yang
menekankan pada siswa untuk membentukmengajukan soal berdasarkan informasi atau situasi yang diberikan. Informasi yang ada diolah dalam pikiran
dan setelah dipahami maka peserta didik akan bisa mengajukan pertanyaan. Dengan adanya tugas pengajuan soal Problem Posing akan menyebabkan
terbentuknya pemahaman konsep yang lebih mantap pada diri siswa terhadap materi yang telah diberikan Herawati, 2010. Silver 1994 berpendapat bahwa:
Problem posing refers to both the generation of new problems and the re-formulation, of given problems. Thus, posing can occur
before, during, or after the solution of a problem. One kind of problem posing, usually referred to as problem formulation or re-
formulation, occurs within the process of problem solving When solving a nontrivial problem a solver engages in this form of
problem posing by recreating a given problem in some ways to make it more accessible for solution. Problem formulation represents a
kind of problem posing process because the solver transfonns a given statement of a problem into a new version that becomes the
focus of solving.
Banyak ahli pendidikan telah merekomendasikan berbagai cara atau
strategi peningkatan kemampuan pemecahan masalah. Salah satu cara atau strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah adalah Problem Posing. Problem Posing merujuk pada pembuatan soal oleh siswa berdasarkan kriteria tertentu Mahmudi, 2008. Serupa dengan
pendapat tersebut
Sutame 2011
mengemukakan bahwa
para ahli
merekomendasikan pendekatan problem posing sebagai salah satu alternatif untuk
meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, kemampuan berpikir kritis dan mengeliminir kecemasan matematika. Karakter pendekatan problem posing
yang unik memiliki kecenderungan mampu menampilankan pembelajaran matematika yang bermakna bagi siswa.
Menurut Abu-Elwan dalam Mahmudi, 2008 Problem Posing diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu free problem posing problem posing bebas,
semi-structured problem posing problem posing semi-terstruktur, dan structured problem posing problem posing terstruktur. Pemilihan tipe-tipe itu dapat
didasarkan pada materi matematika, kemampuan siswa, hasil belajar siswa, atau tingkat berpikir siswa. Berikut diuraikan masing-masing tipe tersebut. Free
problem posing problem posing bebas menurut tipe ini siswa diminta untuk membuat soal secara bebas berdasarkan situasi kehidupan sehari-hari. Semi-
structured problem posing problem posing semi-terstruktur dalam hal ini siswa diberikan suatu situasi bebas atau terbuka dan diminta untuk mengeksplorasinya
dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan, atau konsep yang telah mereka miliki. Bentuk soal yang dapat diberikan adalah soal terbuka open-ended
problem yang melibatkan aktivitas investigasi matematika, membuat soal berdasarkan soal yang diberikan, membuat soal dengan konteks yang sama
dengan soal yang diberikan, membuat soal yang terkait dengan teorema tertentu, atau membuat soal berdasarkan gambar yang diberikan.
Structured problem posing problem posing terstruktur d
alam hal ini siswa diminta untuk membuat soal berdasarkan soal yang diketahui dengan mengubah data atau informasi yang
diketahui.
2.1.5 Discovery Learning