Kemampuan Pemecahan Masalah Landasan Teori

Menurut Syah dalam Kemendikbud 2013, dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut : Tabel 2.2 Fase Discovery Learning Fase Kegiatan Fase 1 Stimulation Stimulasi pemberi rangsangan Pertama tama, pada tahap ini, pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Fase 2 Problem Statement Pernyataan Identifikasi Masalah Setelah dilakukan stimulation, langkah selanjutnya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda – agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis jawaban sementara atas pernyataan masalah. Fase 3 Data collection pengumpulan data Ketika eksplorasi berlangsung, guru juga memberi kesempatan pada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak – banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Fase 4 Data processing Pengolahan Data Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh. Para siswa, baik melalui wawancara, observsi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan Fase 5 Verification Pembuktian Pada tahap ini, siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing. Fase 6 Generalization Menarik Kesimpulan Generalisasi Tahap generalisasi atau menarik kesimpulan adalah proses menark sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi.

2.1.6 Kemampuan Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah secara sederhana dapat diartikan sebagai proses penerimaan masalah sebagai tantangan untuk menyelesaikan masalah tersebut Hudojo, 2003: 151. Sejalan dengan hal itu Suherman dkk 2003: 89 menyebutkan bahwa pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaian, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta ketrampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Menurut Polya dalam Suherman dkk 2003: 91 solusi soal pemecahan masalah memuat empat langkah fase penyelesaian, yaitu 1 memahami masalah, 2 merencanakan penyelesaian, 3 menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan 4 melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan. Fase pertama adalah memahami masalah. Tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak mungkin mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan benar. Setelah siswa dapat memahami masalah yang benar, selanjutnya mereka harus mampu menyusun rencana penyelesaian masalah. Kemampuan melakukan fase kedua ini sangat tergantung pada pengalaman siswa dalam menyelesaikan masalah. Jika rencana penyelesaian suatu masalan telah dibuat, baik secara tertulis atau tidak, selanjutnya dilakukan penyelesaian masalah sesuai dengan rencana yang dianggap paling tepat. Langkah terakhir dari proses penyelesaian masalah menurut Polya adalah melakukan pengecekan atas apa yang telah dilakukan mulai dari fase pertama sampai fase penyelesaian ketiga Suherman dkk, 2003: 91. Menurut Sukayasa dalam Marlina 2013 fase-fase pemecahan masalah menurut Polya lebih populer digunakan dalam memecahkan masalah matematika dibandingkan yang lainnya. Mungkin hal ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain: 1 fase-fase dalam proses pemecahan masalah yang digunakan dalam pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Polya lebih sederhana; 2aktivitas- aktivitas pada setiap fase yang dikemukakan Polya cukup jelas dan; 3 fase- fase pemecahan masalah menurut Polya telah lazim digunakan dalam memecahkan masalah matematika. Kemampuan pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan soal-soal tes pemecahan masalah pada akhir pembelajaran dengan tahap-tahap penyelesaian masalah Polya dan hasilnya dinyatakan dengan nilai. 2.1.7 Disposisi Matematik 2.1.7.1 Pengertian Disposisi Matematik

Dokumen yang terkait

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

3 29 61

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING BERNUANSAETNOMATEMATIKA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA

0 13 308

KEEFEKTIFAN PROBLEM BASED LEARNING BERBANTU FUN MATH BOOK TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA KELAS VIII

0 21 306

DAMPAK STRATEGI PEMBELAJARAN DAN MOTIVASITERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH Eksperimen Pembelajaran Matematika dengan Strategi Problem Based Learning dan Problem Posing Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa Kelas X Se

0 2 18

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN STRATEGI PROBLEM BASED LEARNING (PBL) MELALUI Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Dengan Strategi Problem Based Learning (PBL) Melalui Pendekatan Scientific Pada Pokok Bahasan Bangu

0 1 11

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PENDEKATAN PROBLEM POSING DAN PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA SISWA SMA KELAS X.

0 4 500

KEEFEKTIFAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DENGAN CONTOH TERAPAN DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATHEMATICS WORD PROBLEM SISWA SMP.

0 5 354

Keefektifan Problem-Based Learning Dan Problem Posing Dalam Pembelajaran Matematika.

0 0 8

Perbandingan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik antara yang menggunakan model problem based learning (PBL) dengan problem solving

0 0 8

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING DAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK

0 1 15