58
KONDISI FISIK CAPC
2 4
6 8
10 12
14 16
18
1985 1990
1995 2000
2005
Tahun P
resen tase
HP HS
HB PL
LK KONDISI FISIK CAPC
0.2 0.4
0.6 0.8
1 1.2
1985 1990
1995 2000
2005
Tahun P
res e
n ta
se
RW AA
PIS
rumitnya proses formal dan praktek pengambilan keputusan, yang sangat ditentukan oleh variasi kekuasaan diantara pengambil keputusan.
Gambar 3. Kondisi fisik CAPC
Keterangan : HP : Hutan Primer
LK : Lahan Kritis HS : Hutan Sekunder
RW : Rawa HB : Hutan Belukar
AA : Alang-alang PL : Perladangan
PIS : Pembangunan Infrastruktur
4.5. Faktor Pendorong dan Penghambat
Identifikasi faktor pendukung dan penghambat yang timbul dalam penerapan peraturan dan perundang-undangan pada kawasan CAPC disajikan
pada Tabel 8. Tabel 8 menunjukkan faktor pendorong lebih besar dari faktor penghabat.
Hal ini dapat dilihat dari berbagai kebijakan dan pembagian kewenangan antara sektor dalam perencanaan pengelolaan CAPC seperti di sajikan pada Lampiran 2.
Jika pembangian kewenangan dan tugas dari instansi atau pihak-pihak ini dilakukan dengan penuh tanggung jawab maka permasalahan yang terjadi di
CAPC dapat teratasi dengan baik, namun sebaliknya jika tidak dilakukan maka berbagai kebijakan menjadi mubasir.
59
Tabel 8. Faktor Pendorong dan Penghambat dalam pengelolaan CAPC
Faktor Uraian Alternatif solusi
Kebijakan
Faktor Pendorong
• Berbagai aturan perundang- undangan dibidang
konservasi • Pengakuan hak dan nilai
adat • Sikap dan prilaku masyarakat
lokal • Keterlibatan
masyarakat dalam pembangunan
• Komitmen kuat
antar stakeholders Pemda,
Masyarakat lokal, swasta, PT dan LSM
• Tersedianya informasi
tentang potensi CAPC • Tersedianya dana APBD
untuk pelestarian • Komitmen kuat LSM lokal
maupun internasional untuk penelitian, pelestarian,
penguatan kelembagaan dan pendampingan masyarakat
• Penguatan institusi
pemerintah daerah dan masyarakat adat,
swasta,PT dan LSM • Kebijakan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat
• Kesepakatan stakeholders
Kebijakan dapat terwujud dan tidak
Faktor Penghambat
• Tidak ada insentif terhadap pelestarian SDL
• Lemahnya kapasitas dan kapabilitas birokrasi
• Lemahnya koordinasi antara multipihak pusat dan daerah
• Tidak terintegrasinya program antara pemda KabKota
Jayapura • Ketidakpastian hukum
• Kepastian kebijakan dan kewenangan dalam
penyelenggaraan Otda • Hak milik lahan
• Koordinasi antara pihak Kebijakan dapat
terwujud dan tidak
4.6. Potensi Sumber Air Bersih
Salah satu fungsi ditetapkannya kawasan cycloop menjadi cagar alam adalah fungsi hidrologi bagi penduduk Jayapura dan daerah resapan bagi Danau Sentani
serta penyuplai air bagi pertanian dan perkebunan disekitar CAPC. Hasil penelitian mengambarkan bahwa kawasan CAPC sebagai sumber air bersih, telah
mengalami pencemaran yang diakibatkan oleh berbagai kegiatan penduduk dalam bentuk perladangan, pembangunan rumah penduduk disekitar sumber air dan
penambang serta pengambilan material pasir dan batu. Perladangan berpindah oleh masyarakat migran Papua Jayawijaya, Serui, Biak, Paniai dan pendatang
NTT, Makassar dan Buton telah merusak kawasan hutan primer sebagai sumber penyaring dan penyimpan air. Debit air yang berasal dari sungai-sungai yang
berhulu di dikawasan ini mempunyai volume yang sangat kecil saat kemarau dan meningkat saat musim penghujan. Hal ini sangat berpengaruh terhadap air larian
60
yang menimbulkan erosi. Laju erosi pada daerah tangkapan air DTA Sentani sebesar 94,52 tonhatahun BPDAS, 2002 dalam Mandosir et al. 2004, kondisi ini
diakibatkan oleh vegetasi hutan yang rusak. Menurut Kalilago 1998, sungai yang mengalir dari hulu kawasan ini
berjumlah 34 sungai, sedangkan menurut PDAM Jayapura 2002 ada 14 sungai yang yang masih memasok air bersih yang ditampung pada bak-bak penampung
lalu didistribusikan ke para konsumen. 12 sungai dari 14 sungai mengairi bermuara Danau Sentani. Danau Sentani adalah salah satu sumber penyediaan air
bersih bagi masyarakat yang berdomisi disekitarnya, kedepannya antisipasi kekurangan sumber air bersih bagi penduduk Jayapura akan digunakan potensi air
di danau ini untuk kebutuhan air bagi penduduk Jayapura. Sistem pengaliran air dalam bentuk perpiaan yang dilakukan oleh PDAM
Jayapura masih mengandalkan grafitasi dan topografi KabupatenKota Jayapura yang berbukit-bukit. Dengan sistem seperti ini seringkali mengalami pemasokan air
yang sangat sedikitkurang sampai ke konsumen, sementara itu tingkat kebocoran mencapai 31 dari 70 total kapasitas terpasang. Sehingga yang dapat dialirkan
40 yang didistribusikan ke konsumen. 80 pelanggang air bersih dari PDAM berada di Kota Jayapura, sedangkan 20 berada di Kabupaten Jayapura.
Sementara itu pihak PDAM sendiri belum bisa memenuhi seluruh kebutuhan pelanggang, diakibatkan oleh minimnya peralatan dan dana untuk pengoperasian
lembaga ini. Sementara itu permasalahan lain yang cukup penting adalah lahan- lahan dimana sumber air berada, masih berbenturan dengan pemilik
ulayatmasyarakat adat setempat. Hal ini dapat dilihat dari nilai pelepasan lahantanah untuk pembangunan bak-bak penampung air yang sangat mahal
pelepasan. Dalam bentuk pengalirandistribusi air, tetapi juga tarif air belum dapat dibagi berdasarkan jenis kegiatan, sehingga PDAM Jayapura, masih menggunakan
tarif umum yang ditetapkan dengan SK Bupati Jayapura No. 43 Tahun 2002. Jumlah sungai yang berhulu di CAPC berjumlah 34 sungai, saat
ditetapkan menjadi kawasan cagar alam sebanyak 34 sumber, kini tinggal 14 sumber, dan 14 sumber mata air ini digunakan oleh Perusahan Daerah Air Minum
PDAM Jayapura untuk memenuhi konsumsi air penduduk Jayapura WWF Papua, 2002 dalam Mandosir et al. 2003. 20 sumber mata air dalam kurung waktu
25 tahun telah mengalami kekeringan, pengurangan sumber air bersih diakibatkan
61
oleh kegiatan invasi masyarakat atau penduduk terhadap sumberdaya alam dalam kawasan konservasi terutama penebangan hutan secara tidak teratur dan
terencana illegal logging oleh masyarakat di sekitar CAPC untuk pembukaan perladangan atau pertanian, pengambilan kayu dan atau pembuatan arang serta
pembangunan rumah dekat sumber-sumber air dan juga akibat kebijakan pemerintah Kabupaten dan Kota Jayapura dalam bentuk pengambilan kayu
sebagai bahan bangunan perumahan dan jembatan bagi masyarakat yang berada disekitar Teluk Humbolt, Teluk Youtefa dan Danau Sentani serta Jayapura
sekitarnya. Masyarakat yang berada sekitar CAPC masih mengantungkan hidupnya pada potensi SDA seperti perburuan, penebangan kayu, dan pengalian
hasil tambang golongan C. Sepanjang koordinasi dan peran aktor pemerintah, masyarakat lokal adat LSM, perguruan tinggi dan swasta tidak berjalan dengan
baik maka permasalahan di kawasan ini tidak akan diselesaikan. Penurunan sumberdaya hutan memberikan nilai positif bagi masyarakat dalam rangka
memenuhi sektor ekonomi, namun memberikan nilai negatif bagi terpeliharanya sumber air.
Nilai negatif yang terjadi pada sumber-sumber air bersih adalah penurunan debit air terjadi karena pembukaan hutan dan lahan kritis dikawasan hulu sebagai
pasokan air bersih dari CAPC melalui sungai-sungai yang berhulu di cagar alam tersebut telah menurun debit airnya.
4.7. Nilai Ekonomi Air di Kawasan CAPC