6
KabupatenKota Jayapura. Kesadaran itu ditandai dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat bahwa, mereka tidak lagi sebagai obyek pembangunan tetapi
menjadi subyek dan lebih dari itu sebagai pelaku pembangunan. Pada kawasan konservasi Cagar Alam Pegunungan Cycloop masih
bertumpuk berbagai kepentingan baik kepemilikan adat, kebijakan pemerintah dan swasta pemanfaat, yang berkaitan dengan pemanfaatan dan pengelolaan
sumberdaya alam. Pendeknya sejak terberbentuknya Kabupaten Kota Jayapura, tuntutan terhadap upaya penyempurnaan segala bentuk kebijakan daerah
khususnya dengan pengelolaan sumberdaya lahan cenderung meningkat. Kebijakan Pembangunan Pemerintah Provinsi Papua saat ini lebih diarahkan
pada pembangunan aspek ekonomi, pendidikan dan kesehatan, sejalan dengan substansi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
Provinsi Papua. Aspek-aspek tersebut juga merupakan penjabaran dari visi Provinsi Papua yang pada tahapan jangka menengah pertama Perform Project,
2001, dimana meletakan Tahun 2005 sebagai tonggak tapal batas Milestone tercapainya kerangka landasan ekonomi, sosial, budaya dan politik yang kuat bagi
terwujudnya masyarakat Papua menjadi tuan di negeri sendiri Pemerintah Provinsi Papua, 2001.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah: a.
Mengidentifikasi kesesuaian peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan konservasi.
b. Mengidentifikasi faktor-faktor pendorong dan penghambat yang timbul
dalam penerapan peraturan perundang-undangan pada kawasan konservasi Cagar Alam Pegunungan Cycloop CAPC.
c. Menganalisis alternatif pemanfaatan yang optimal terhadap Kawasan
Konservasi CAPC. d.
Mengetahui sumber mata air dan nilai ekonomi. e.
Menyusun strategi pengembangan CAPC
7
1.3. Kerangka Pemikiran
Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena SDL diperlukan disetiap kegiatan manusia
Sitorus, 2004. Pengelolaan sumberdaya lahan adalah segalah tindakan atau perlakuan yang
diberikan pada sebidang lahan untuk menjaga dan mempertinggi produktivitas lahan tersebut Sitorus, 2004.
Perkembangan budaya, kegiatan dan kepadatan penduduk yang relatif cepat umumnya terjadi di perkotaan. Perkembangan ini dibaringi dengan kebutuhan akan
sumberdaya lahan untuk melakukan berbagai kegiatan yang menunjangan keberlanjutan hidup.
Lahan yang berada diperkotaan telah diperuntukan untuk pengembangan sentra ekonomi dan berbagai infrastruktur mengakibatkan nilai ekonomi lahan
semakin mahal sehingga masyarakat lokal yang berada disekitar perkotaan terdesak ke pinggiran kota bahkan masuk dalam wilayah kawasan
lindungkonservasi. Pada tahun 1993 kebutuhan lahan untuk pengembangan Kota dan
Kabupaten Jayapura mulai meningkat, dikarenakan kedua daerah ini telah dimekarkan. Kota Jayapura sebagai ibukota Provinsi Irian Jaya sekarang Papua
membutuhkan lahan yang sangat luas untuk pembangunan berbagai infrastruktur perkantoran, jalan, perumahan dan sentra-sentra ekonomi yang membuat tidak ada
pilihan lain untuk terhindar dari konversi lahan kawasan lindung bagi pembangunan. Sementara itu kebutuhan lahan untuk masyarakat melakukan
kegiatan seperti pertanianperkebunan, pengambilan kayu, pertambangan galian C dan pariwisata memberikan pihan mereka pada penggunaan lahan yang berada
pada kawasan lindungkonservasi. Kawasan CAPC merupakan kawasan yang penting bagi perlindungan flora
dan fauna endemis Papua yang terwakili disini, sebagai kawasan penyimpan dan pensuplai air bagi penduduk Jayapura dan sekitarnya serta sebagai penyangga
kehidupan bagi suku Tepra, Ormu, Moy, Sentani, Humbolt selaku masyarakat pemilik ulayat dan masyarakatpenduduk disekitarnya.
Pengelolaan kawasan CAPC tergolong dalam terminalogi kawasanhutan konservasi yang tercantum pada UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
8
Potensi kawasan CAPC, saat ini sebagian besar mengalami keadaan rusak berat akibat perambahan hutan, perladangan berpindah, pertambangan galian C,
pembangunan pemukiman dan infrastrukturjalan yang melintasi wilayah inti CAPC. Kegiatan-kegiatan diatas ada yang mendapat legitimasi hukum dalam bentuk ijin
prinsip dan pinjam pakai yang di dasari dengan terjemahan peraturan perundang- undangan dan adapula yang dilakukan secara illegal, oleh sebab itu perlu
diidentifikasi peraturan perundang-undangan sebagai dasar pengelolaan kawasan konservasi dan faktor pengambat dan pendorong yang dilakukan oleh para pihak
yang berkepentingan dengan CAPC, mengetahui potensi sumber air bersih dan nilai ekonominya bagi penduduk Jayapura, menganalisis alternatif yang optimal
untuk pengelolaan CAPC dan menyusun strategi pengembangan CAPC. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kerusakan, perlu dilakukan analisis terhadap
institusi yang menyangkut dengan peraturan perundang-undangan serta fungsi dan kewenangan dari lembagainstitusi yang berkaitan dalam pengelolaan CAPC.
Institusi merupakan suatu sisten kompleks, rumit, abstrak, yang mencakup idiologi, hukum, adat istiadat, aturan, kebiasaan yang tak terlepaskan dari
lingkungan. Pakpahan, 1990 dalam Kartodihardjo, 1998. Menurut North 1991 dalam Kartodihardjo 1998, institusi mengatur apa yang dilarang dikerjakan oleh
seseorang atau dalam kondisi bagaimana seseorang dapat mengerjakan sesuatu. Oleh karena itu intitusi adalah instrumen yang mengatur hubungan individu.
Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Tata Ruang, yang di break down dengan Perda Nomor 16 Tahun 1993 tentang RUTRW Kota
Jayapura Watori, 2003 dan RUTRW Kabupaten Jayapura Bappeda Kab.
Jayapura, 2001 telah diatur dengan baik ruang-ruang yang akan dilakukan kegiatan, sedangkan untuk daerah - daerah yang dilindungi seperti CAPC
diberikan ruang yang disebut buffer zone untuk kegiatan masyarakat setempat seperti perkebunan, pertambangan, dan pembangunan pemukiman serta berbagai
infrastuktur adat maupun pemerintah. Hal-hal diatas dengan jelas telah di Perdakan dan tersusun dalam Rencana Umum Tata Ruang Wilayah kedua pemerintah
daerah, namun dalam implemetasi terjadi inkonsisten terhadap RUTRW yang dikeluarkan oleh kedua pemerintah. Salah satu yang menjadi masalah urgen
adalah pengelolaan terhadap sumberdaya lahan yang berada pada kawasan konservasi CAPC. Sebagai indikator adalah ancaman terhadap biodiversity, hutan
9
dan air yang semakin hari berkurang. Berbagai gejala alam seperti longsor, erosi dan banjir terjadi di kedua wilayah administratif.
Keberadaan kawasan CAPC memberikan manfaat yang besar bagi penduduk yang berada disekitarnya dan Jayapura pada umumnya. Pada kawasan
ini telah berlangsung lama kearifan tradisional masyarakat adat untuk melakukan konservasi secara tradisional namun dengan kebijakan pemerintah dan tuntutan
ekonomi maka nilai-nilai adat lambat laun mulai terkikis. Hal ini dapat dilihat dengan jelas pada wilayah selatan CAPC, dimana masyarakat tidak lagi
mempertahankan cycloop sebagai ibu dalam apresiasi dan kepercayaan adat mereka, namun sebaliknya dibiarkan untuk dirusaki atau diperkosa demi mencapai
kenikmatan sesaat dengan berbagai kegiatan seperti: pertambangan golongan C, pemukiman, perladangan berpindah, pembangunan jalan, pariwisata, pelayanan
jasa dan penebangan hutan tanpa perencanaan illegal logging. Kebijakan pemerintah dan adat berupa pemberian izin kegiatan
pertambangan, pengambilan kayu, pemukiman, perladangan dan pertanian, pariwisata dan penebangan hutan pada kawasan ini telah memberikan implikasi
jelek terhadap kawasan yang dilindungi dan dibanggakan oleh penduduk Jayapura. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah berorientasi pada
pertumbuhan ekonomi, yang mengesampingkan fungsi dan manfaat ekologilingkungan dan sosial budaya yang mengakibatkan berbagai benturan
dalam pemahaman kebijakan pada level masyarakat. Berbagai fenomena sosial yang terjadi akibat kebijakan pemerintah membuat
gaya hidupbudaya setempat menjadi kendor dan mengikuti tren konsumtif yang ingin mengkonsumsi seluruh sumberdaya alam yang ada dalam kawasan ini, tanpa
memperhitungkan status kawasan, tetapi lebih banyak memperhitungkan status sosial yang berdampak pada pemenuhan ekonomi.
Berdasarkan fenomena diatas, maka penelitian ini akan mengkaji seberapa jauhkah faktor pendukung dan pendorong yang mempunyai pengaruh terhadap
kelestarian kawasan konservasi Cagar Alam Pegunungan Cycloop dan seberapa jauh pandangan atau persepsi mereka terhadap kawasan ini sehubungan dengan
penyelenggaraan Otonomi Khusus Provinsi Papua. secara lebih rinci dapat dilihat pada kerangka pemikiran pada Gambar 1.
10
1.4. Perumusan Masalah