Entomology, 7 1938-1939 Archbold expedition, Botanical Collection.8 1954 Forestry Departement van Royen, Botanical Collection.91961 Sleuner
Hoogland, Botanical Collection.10 1980 FAO, John Rattcliff, Tim Flannery, UNCEN, WWF dan 11 1999 CI Yemang Yongsu, Conservation International, 2003.
Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para peneliti tersebut memberikan indikasi bahwa potensi sumberdaya alam yang dimiliki oleh kawasan Cagar Alam
Pegunungan Cycloop sangat tinggi dan beragaram. Sejumlah penelitian yang dilakukan oleh WWF Region Sahul Papua dijumpai
278 jenis burung dan 112 sudah diketahui keberadaannya, mamalia sebanyak 86 jenis dan 40 jenis baru yang diketahui Petocz, de Fretes 1984, Ratcliffe, 1985.
Disamping itu, penelitian terbaru 1999 - 2001 yang juga dilakukan oleh Conservation International ditemukan beberapa spesies terbaru endemik wilayah
ini. Periode Tahun 1999 ditemukan 12 spesies reptil dan 5 spesies katak de Fretes, 1999 , sedangkan di Tahun 2000 ditemukan 26 spesies reptil, 8 spesies katak
antara lain jenis tumbuhan sebanyak 127 jenis, 90 jenis burung, 8 jenis mamalia termasuk dalam kelompok kelalawar 3 Jenis, Possum dan Tikus. Sedangkan
Herpetofauna sebanyak 26 jenis reptil kadal, ular,penyu dan 8 jenis kodok. Jenis ikan air tawar yang ditemukan diwilayah ini sebanyak 34 jenis ikan air tawar.
Serangga Kupu-kupu berhasil ditemukan sebanyak 66 jenis kupu-kupu siang.
4.1.7. Sistim Pemerintahan
Secara administrasi kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop berbatasan dengan sejumlah wilayah administratif kecamatan antara lain:
a. Jayapura Utara
Kecamatan Jayapura Utara memiliki tujuh kelurahan dan tiga diantaranya berbatasan langsung dengan Cagar Alam Pegunungan Cycloop CAPC masing-
masing antara lain: Kelurahan angkasapura, Kelurahan Bayangkara dan Kelurahan
Gurabesi.
b. Jayapura Selatan
Kecamatan Jayapura Selatan memiliki enam kelurahan dan dua desa yang tiga diantaranya berbatasan langsung dengan CAPC antara lain: Kelurahan
Ardipura, Kelurahan Vim dan Kelurahan Entrop
c. Abepura
Kecamatan Abepura memiliki enam kelurahan dimana salah satunya: berbatasan langsung dengan CAPC adalah Kelurahan Waena.
d. Sentani Timur
Kecamatan Sentani Timur memiliki enam desa yang salah satu diantaranya berbatasan dengan CAPC adalah Kelurahan Nolokla.
e. Sentani Kota
Kecamatan Sentani Kota memiliki sebelas kelurahan dimana tiga diantaranya
berbatasan dengan CAPC antara lain: Kelurahan Hinekombe, Kelurahan Ifar Besar
dan Desa Sereh Gunung.
f. Sentani Barat
Kecamatan Sentani Barat memiliki sepuluh kelurahan dimana lima diantaranya berbatasan langsung dengan CAPC adalah Kelurahan Doyo Lama, Desa Maribu,
Desa Waibron, Desa Dosai dan Desa Sabron.
g. Depapre
Kecamatan Depapre memiliki sebelas desa yang sepuluh diantaranya berbatasan dengan CAPC adalah Desa Waiya, Yewena, Yongsu Spari, Ormu Wari,
Kendate, Tablasupa, Yepase, Wambena, Yongsu Desoyo dan Nachatawa.
4.1.8. Penyebaran Penduduk
Kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop melintasi dua wilayah administrasi Kabupaten Jayapura dan Kotamadaya Jayapura. Dalam
Perkembangannya laju pertumbuhan penduduk pada dua wilayah Administrasi tersebut untuk periode 1971 sd 2000 menunjukan perubahan yang sangat
signifikan. Data pertumbuhan penduduk Kabupaten dan Kota Jayapura Periode 1971 sampai dengan 2000 antara lain: 1971 sebesar 100.753 jiwa , 1980 sebesar
151.308 jiwa, 1990 sebesar 103.523 jiwa dan 2000 sebesar 167.227 jiwa. Dari periode tahun 1971 sampai dengan tahun 2000 laju pertumbuhan penduduk di
Kabupaten dan Kota Jayapura mencapai 5,07 per tahun. Perkembangan kepadatan penduduk di tampilkan dalam Diagram 1.
Diagram 1. Data Penduduk KabupatenKota Periode 1971 – 2000.
Data Penduduk KabupatenKota Periode 1971-2000
1971 1980
1990 2000
Sumber: Papua dalam Angka, 2001
Dari perkembangan penduduk secara keseluruaan memberikan indikasi bahwa wilayah-wilayah yang menjadi tekanan dan distribusi penduduk terbesar dan
terbanyak untuk wilayah kotamdya Jayapura yang ditsajikan pada beberapa kelurahan yaitu: Kelurahan Entrop, Kelurahan Vim, Desa Tobati, Desa Kayu Pulo,
Kelurahan Numbay, Kelurahan Argapura, Kelurahan Hamadi dan Kelurahan Ardipura, disajikan pada Diagram 2.
Diagram 2. Data penduduk per kelDesa di Kecamatan Jayapura Selatan
5000 10000
15000 20000
Kpadatan
K.Entrop K.Pulo
K.Hamadi
Kelurahan
Data Penduduk per KelDesa di Kec.Jayapura Selatan
Series1 Series2
Sumber: Papua dalam angka, 2001
Sedangkan jumlah dan kepadatan penduduk untuk wilayah Kecamatan Abepura disajikan pada Diagram 3.
Diagram 3. Data Kepadatan Penduduk per KelurahanDesa di Kecamatan Abepura
5000 10000
15000 20000
25000
K.Hedam K.Waena
D.Enggros
Data Kepadatan Penduduk per KelDesa di Kec.Abepura
Data
Sumber: Papua Dalam Angka, 2001
Lebih lanjut perkembangan kepadatan penduduk untuk wilayah Kecamatan Jayapura Utara secara keseluruhan di sajikan pada Diagram 4.
Diagram 4. Data Kepadatan Penduduk per Kecamatan Jayapura Utara
Data Kepadatan Penduduk per Kel. di Kec. Jayapura Utara
K.Gurabesi K.Bayangkara
K.Mandala K.Angkasa
K.Trikora K.T.Ria
K.Imbi
Sumber: Papua dalam Angka, 2001
Sedangkan untuk Kabupaten Jayapura yang memilki Kecamatan Depapre, Sentani Barat, Sentani Kota dan Sentani Timur dengan perbandingan laju
pertumbuhan antara lain: Depapre sebanyak 4.714 jiwa, Sentani Barat sebanyak 7.003 jiwa, Sentani Kota sebesar 30.758 jiwa dan Sentani Timur sebanyak 5.908
jiwa. Lebih lanjut tampilan kepadatan penduduk Kabupaten Jayapura disajikan pada Diangram 5.
Diagram 5. Data Penduduk per Kecamatan di Kabupaten Jayapura
Data Penduduk per Kec. di Kabupaten Jayapura Tahun 2000
K.Depapre K.S.Barat
K.Sentani K.S.Timur
Sumber: BPS Kabupaten Jayapura, 2001.
4.1.9. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Cagar Alam Pegunungan Cycloop merupakan bagian dari dua wilayah administrasi, yaitu di bagian utara Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura. Sekitar
26 wilayah Cagar Alam Pegunungan Cycloop berada di Kota Jayapura, yaitu Kecamatan Distrik Jayapura Utara dan 74 di Kabupaten Jayapura, yaitu di
Kecamatan Depapre, Sentani dan Sentani Timur. Dalam konstelasi ruang yang lebih luas, dibagian selatan Cagar Alam
Pegunungan Cycloop berbatasan dengan kawasan yang relatif telah terbangun, kepadatan penduduk sangat tinggi dan aktivitas perkotaan yang intensif. Sedangkan
dibagian utara cenderung bercirikan kawasan pedesaan. Gambaran demografis yang mengindikasi intensitas kegiatan didaerah sekitar CAPC diwakili oleh
karakteristik demografis Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura disajikan pada Tabel 5 dan 6.
Tabel 5. Jumlah dan Kepadataan Penduduk Kota Jayapura Menurut KecamatanDistrik Tahun 2000
No KecamatanDistrik
Jumlah Jiwa
Luas Wilayah Km
2
Kepadatan JiwaKm
2
1 Abepura 59.284
201,3 295
2 Jayapura Selatan
82.731 61,0
1.356 3 Jayapura
Utara 85.170
51,0 1.670
4 Muara Tami
8.305 626,7
13 Jumlah Tahun 2000
235.490 940.0
251
Sumber: Kota Jayapura dalam Angka, Kantor BPS Kota Jayapura, 2001
Tabel 6. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Jayapura menurut KecamatanDistrik tahun 2001
No KecamatanDistrik Jumlah
Jiwa Luas Wilayah
Km
2
Kepadatan Jiwakm
2
1 2 3
4 5
1 Mamberamo hilir
1.653 2.910
0,57 2 Mambermo
Tengah 3.628
3748 0.97
3 Mamberamo Hulu
5.833 11.189
0,52 4 Pantai
Barat 4.266
2.955 1.44
5 Sarmi 7.597
1.494 5.09
6 Tor Atas
2.084 4,499
0,46 7 Pantai
Timur 6.512
7.195 0,91
8 Urum Ruay
1.703 4.259
0.40 9 Kaureh
13.209 10.712
1,23 10 Senggi
2.912 2.767
1,05 11 Web
3.454 1.579
2,19 12 Waris
2.159 817
2,64 13 Arso
20.589 1.879
10,96 14 Skamto
11.599 1.348
8,60 15 Kemtuk
Gresie 4.451
250 17,80
16 Kemtukgresi 3.082
233 13.23
17 Nimboran 7.027
739 9,51
18 Nimbokran 6.571
282 23,30
19 Bonggo 7.726
1.633 4,73
20 Demta 5.671
331 17,01
21 Depare 5.099
345 14,78
22 Sentani 34.859
133 262,10
23 Sentani Barat
7.640 155
49,96 24 Sentani
Timar 7.081
77 91,96
Jumlah 176.365
61.493 2.87
Sumber: Kabupaten Jayapura dalam Angka, 2001
Letak Kota Jayapura di bawah kaki gunung Cycloop. Jayapura merupakan salah satu kota utama yang memberikan pengaruh langsung terhadap tingkat
mobilitas penduduk yang sangat tinggi, baik melalui urbanisasi, migrasi maupun transmigrasi. Seiring dengan pertambahan penduduk dari waktu ke waktu, dengan
sendirinya membutuhkan lahan untuk keperluan hidup. Dengan keterbatasan lahan di Kota Jayapura, maka daerah perbukitan
disekitar CAPC akan menjadi sasaran pembangunan. Keadaan sosial ekonomi disekitar CAPC Waena - Doyo, dari data tahun 1997 menunjukan bahwa interaksi
masyarakat di sekitar Sentani, khususnya CAPC dimulai dari Doyo Lama sampai dengan Waena, semua itu untuk kegiatan perladangan, pengambilan kayu,
penggalian batuan, perburuan, pengambilan anggrek sampai pembangunan rumah dan jalan masyarakat dan pemerintah. Motivasi kegiatan pemanfaatan lahan
diperbukitan dan kaki Gunung Cycloop bervariasi tergantung aktifitas yang dilakukan. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain: kegiatan perambahan hutan untuk
perladangan dan pemanfaatan kayu untuk berbagai keperluan lainnya yang memberikan dampak langsung kepada kawasan CAPC.
4.2.
Identifikasi Peraturan Perundang-undangan dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi
Secara umum kebijakan dan hukum yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan merupakan bagian dari kebijakan pemerintah. Namun dalam
hal kebijakan diartikan dalam arti sempit, yaitu kebijakan yang masih dijabarkan terlebih dahulu dari berbagai peraturan perundang-undangan. Kebijakan yang
dimaksud seperti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keppres atau pernyataan pejabat negara.
Indentifikasi peraturan perundang-undangan dan Kewenangan pemerintah dan terkait dengan pengelolaan kawasan konservasi disajikan padaTabel 7.
Tabel 7 terlihat bahwa ada dualisme kebijakan pemerintah yang disatu sisi berupaya untuk melindungi kawasan-kawasan tertentu dan menetapkan sebagai
kawasan konservasi, namun disisi lain membuka peluang kawasan-kawasan tersebut dieksploitasi. Hal ini dapat ditemukan di dalam PP Nomor 28 Tahun 1985
tentang perlindungan Hutan, didalam Keppres 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dan di SKB Menteri Pertambangan dan Menteri Kehutanan
Nomor 969.K08MPE1989 dan Nomor 429Kpts-II1989 tentang Pedoman Pengaturan Pelaksanaan Usaha Pertambangan dan Energi dalam Kawasan Hutan,
yang sampai kini masih berlaku. SKB dua Menteri tersebut bukan menegaskan bahwa di Kawasan Cagar Alam dapat dilakukan kegiatan pertambangan, termasuk di
dalam kawasan yang akan ditetapkan sebagai Taman Nasional. Jika sebelumnya telah ada kegiatan tambang, maka kawasan tambang tersebut dikeluarkan dari
penetapan taman nasional. sedangkan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang KSDHE secara tegas menyebutkan bahwa di dalam Cagar Alam maupun Taman Nasional
tidak dibolehkan adanya kegiatan budidaya, yaitu kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap Cagar Alam maupun Taman Nasional.
Semestinya rujukan utama aturan mengenai kawasan konservasi adalah UU KSDHE, karena berdasarkan hierarki UU merupakan aturan yang paling tinggi.
Apabila terdapat peraturan yang saling bertentangan, maka yang dijadikan acuan dan berlaku adalah UU.
Adapun aturan mengenai desentralisasi pengurusan sumberdaya hutan baru dikeluarkan pada tahun 1998 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 62 tahun 1998
tentang penyerahan sebagian urusan pemerintah di bidang kehutanan kepada daerah. Namun tidak ada perubahan yang mendasar tentang pelimpahan urusan
pengelolaan hutan di dalam peraturan tersebut, jika dikaitkan dengan realokasi sumberdaya hutan kepada daerah. Sementara itu Undang-undang Nomor 5 tahun
1990, yang mengatur secara khusus tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya telah memberikan peluang desentralisasi. Terdapat 2 dua pasal
yang berkaitan dengan desentralisasi yaitu pertama, pasal 30 ayat 1, yang mengatakan dalam rangka pelaksanaan konservasi sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya, pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan dibidang tersebut kepada daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah. Kedua, sebagaimana yang terdapat dalam pasal 38 ayat 1, yang berbunyi pemerintah dapat menyerahkan
segala urusan di bidang tersebut kepada daerah. Undang-undang No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang pasal 28 ayat 1 menyebutkan bahwa daerah tingkat II
menyelenggarakan penataan batas ruang wilayah KabupatenKotamadya daerah tingkat II. Artinya secara implisit pemerintah daerah mempunyai kewenangan dalam
pengelolaan sumberdaya lahan. Ketidakjelasan kewenangan mengakibatkan berbagai kebijakan sering kali tumpang tindih kepentingan dan kewenangan antar
sektor pengelolaan kawasan konservasi CAPC dan pihak berkepentingan lainnya. Sehubungan dengan perbedaan kepentingan yang akan berdampak pada
ketidak percayaan masyarakat pada pemerintah dan mengakibatkan kawasan- kawasan konservasi tidak dilestarikan tetapi justru menjadi ajang konflik. malah
sebaliknya akan dirusakan, dan hal ini terjadi secara merata di Indonesia termasuk CAPC.
Perbedaan kepentingan akan berdampak pada minat masyarakat untuk melestarikan kawasan-kawasan konservasi, namun sebaliknya membiarkan
kerusakan berlangsung sampai pada tingkat mengkawatirkan. Dalam rangka menangani kesenjangan kepentingan dan kewenangan perlu dikoordinasikan
berbagai hal yang berhubungan dengan tugas dan fungsi sektor yang diserahi tanggung jawab.
Sehubungan dengan penyelengaraan Otonomi Khusus Provinsi Papua yang diatur dalam UU Nomor 21 tahun 2001, pasal 64 menyatakan:
Pemerintah Provinsi Papua berkewajiban melakukan pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu dengan memperhatikan penataan ruang, melindungi sumberdaya
alam hayati, sumberdaya alam non hayati, sumberdaya buatan, konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya, dan keanekaragaman
hayati serta perubahan iklim dengan memperhatikan hak-hak masyarakat adat untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan penduduk.
Jika memperhatikan perundang-undangan ini, maka sebenarnya pemerintah provinsi juga mempunyai tanggung jawab untuk pengelolaan sumberdaya alam yang
berada pada wilayahnya, namun sepanjang digulirkan UU Nomor 21 tahun 2001, menjadi sangat tidak jelas kewenangan Pemerintah Pusat, Provinsi, dan
KabupatenKota. Ketidak jelasan itu terlihat dari ketidak percayaan Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah Provinsi Papua dalam mengelola sumberdaya alam yang
terdapat di kawasan-kawasan yang diperbolehkan oleh UU Nomor 5 Tahun 1990. Sementara itu Keppres 32 tahun 1990 tentang Kawasan Lindung, juga
mengisyaratkan Pemerintah Daerah diberi kewenangan untuk menetapkan suatu kawasan sebagai kawasan lindung di dalam daerahnya masing-masing tetapi tidak
untuk pengelolaannya. Hal ini tidak logis, sebab kawasan-kawasan tersebut ada diwilayah daerah, oleh sebab itu porsi pengelolaanpun harus menjadi bagian integral
daerah juga. Namun sebaliknya jika tetap menjadi kewenangan pusat, maka pemerintah pusat sementara meletakan bom waktu yang sewaktu-waktu akan
meledak dan menimbulkan konflik pengelolaan sumberdaya alam antara pusat dan daerah.
47
Tabel 7. Peraturan Perundang-undangan dan Lembaga Berwenang yang terkait dengan Kawasan Konservasi
No Peraturan
Perundang-undangan Uraian
Lembaga yang berwenang
Fungsi Manajemen
1
2 3 4 5
1
UU No. 51990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Kehati dan
Ekosistemnnya • Pelaksanaan kegiatan konservasi
sumberdaya alam hayati • Pembinaan konservasi
• Pemerintah Pusat
• POLRI, Dephutbun
• Implementasi • Pengawasan
Pengendalian
2
UU No. 91990 tentang Kepariwisataan • Pemberian izin usaha pariwisata
• Pemerintah Pusat
c.q. Dep.
Parsenibud dan Pemerintahan Daerah
• Perizinan
3
UU No. 241992 tentang Penataan Ruang
• Pengelolaan kawasan tertentu • Perencanaan tata ruang darat, laut
dan udara • Perencanaa ruang
• wilayah kabupaten Pemberian izin pemanfaatan ruang
• Pemerintah Pusat
c.q. Depdagri
• Pemerintah Provinsi
• Pemerintah Kabupatenkota
• Perencanaan • Perencanaan
Perencanaan dan perizinan
4
UU No. 231997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
• Koordinasi perencanaan dan pengelolaan lingkungan
• Pemerintah Pusat
c.q. Menteri
Lingkungan Hidup dan Pemerintah Daerah c.q. Bappeda, Bapedalda
• Perencanaan dan
implementasi
5
UU No. 411999 tentang Kehutanan • Aturan pengelolaan hutan
• Pemerintah pusat
c.q. Dephutbun
• Implementasi
6
UU No. 51974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah
UU No. 221999 322004 tentang Pemerintahan Daerah
• Pengelolaan sumberdaya darat • Pengelolaan sumberdaya nasional
dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan
• Pemerintahan daerah
• Pemerintahan daerah
• Implementasi • Perencanaan,
implementasi, pengawasan, pengendalian
48
1
2 2 3 4
7
UU No. 251999 332004 tentang perimbangan keuangan pusat dan
daerah • Pendistribusian keuangan bagi
sumberdaya alam yang diambil • Pemerintah pusat dan daerah
• Implementasi dan
perencanaan
8
PP No. 241979 tentang penyerahan sebagaian Usaha Pemerintah dalam
Bidang Kepariwisataan Kepala Daerah TK I
• Pemberian izin untuk kegiatan usaha dibidang kepariwisata
• Pemerintah Daerah c.q. Dinas Pariwisata
• Perizinan
9
PP No. 241994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di zona pemanfaatan
Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam
• Pemberian izin pengusaha pariwisata
• Pemerintah Pusat
c.q. Dephutbun
• Perizinan
10
PP No. 252000 tentang Kewenangan pemerintah Pusat dan Kewenangan
Provinsi sebagai Daerah Otonom • Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Provinsi sebagai daerah otonom
• Pemerintah Pusat
• Pemerintah daerah
• Implementasi
11
PP No. 621998 tentang penyerahan sebagian urusan pemerintah di bidang
Kehutanan kepada daerah • Penyerahan sebagaian urusan
pemerintahan di bidang kehutanan kepada daerah
• Pemerintahan Pusat
c.q Dishutbun
• Implementasi
12
Kepres No. 321990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung
• Penetapan wilayah tertentu sebagai kawasan lindung
• Mengendalikan pemanfaatan ruang di kawasan lindung
• Pemerintah daerah
TK I
• Pemerintah TK I • Perencanaan
• Pengawasan dan
pengendalian
13
Kepres No. 77 1994 entang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
• Koordinasi dampak lingkungan • Pemerintah Pusat dan Daerah
• Pengawasan dan
pengendalian
14
Kepres No. 251994 tentang Koordinasi Penyelenggaraan transmigrasi dan
Pemukiman Perambahan Hutan • Koordinasi antar lembaga
• Pemerintah Pusat Cq. Dep. Transmigrasi dan Kependudukan
• Perencanaan dan
impelemtasi
Tabel 7. Lanjutan
49
4.3. Fungsi dan Kewenangan Kelembagaan