IDENTIFIKASI KUALITATIF SENYAWA FITOKIMIA

58 mengandung komponen volatil ataupun pada ekstrak etil asetat hanya mengandung komponen non-volatil. Menurut Houghton dan Raman 1998, etil asetat memiliki kepolaran sedang medium sehingga senyawa antimikroba yang terdapat dalam ekstrak etil asetat jintan hitam akan cenderung memiliki kepolaran sedang. Dengan demikian, senyawa antimikroba dalam jintan hitam yang bersifat non-volatil dan memiliki spektrum luas adalah senyawa yang bersifat semi polar. Berdasarkan efektivitas dalam menghambat bakteri uji dan kesederhanaan melakukan ekstraksi, ekstraksi tunggal menggunakan pelarut etanol dapat dianggap sebagai cara terbaik untuk mengekstrak komponen antimikroba dari biji jintan hitam. Namun, jika ingin dilihat dari segi ekonomis, distilasi uap yang dilanjutkan dengan ekstraksi bertingkat akan menjadi cara yang lebih menguntungkan. Distilasi uap akan menghasilkan minyak atsiri yang bernilai ekonomis tinggi dan ekstraksi bertingkat akan meningkatkan nilai ekonomis ampas penyulingan minyak atsiri tersebut. Ampas penyulingan minyak atsiri tersebut masih bisa dimanfaatkan lebih lanjut, yaitu dengan diekstrak komponen antimikrobanya.

E. IDENTIFIKASI KUALITATIF SENYAWA FITOKIMIA

Komponen fitokimia merupakan senyawa metabolit sekunder yang telah banyak diketahui memiliki aktivitas antimikroba. Proses ekstraksi menggunakan pelarut yang memiliki kepolaran yang berbeda akan mengekstrak senyawa yang berbeda juga. Kelarutan komponen aktif dalam bahansampel akan menentukan komposisi ekstrak yang diperoleh Thongson et. al. , 2004. Penggolongan senyawa kimia yang terekstrak pada beberapa pelarut dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Jenis senyawa fitokimia yang terekstrak pada berbagai pelarut Polaritas Pelarut Senyawa kimia yang terekstrak Rendah Heksan Lilin, lipid, minyak atsiri Kloroform Alkaloid, aglikon, minyak atsiri Sedangmedium Etil asetat Alkaloid, aglikon, glikosida Aseton Alkaloid, aglikon, glikosida 59 Etanol Glikosida Metanol Gula, asam amino, glikosida Tinggi Air Gula, asam amino, glikosida Cairan asam Gula, asam amino, glikosida basa Cairan basa Gula, asam amino, glikosida asam Sumber : Houghton dan Raman, 1998 Uji kualitatif komponen fitokimia hanya dilakukan terhadap ekstrak yang dianggap memiliki aktivitas antimikroba dengan spektrum luas dan nilai yang cukup besar. Ekstrak-ekstrak tersebut adalah ekstrak etanol, minyak atsiri, dan ekstrak etil asetat. Hasil uji kualitatif komponen fitokimia dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Hasil identifikasi kualitatif senyawa fitokimia Ekstrak Fenol Tanin Flavonoid Terpenoid Steroi d Saponin Alkaloid Ekstrak etanol + - - - + - - Minyak atsiri + - - + - - - Ekstrak etil asetat + - + TD TD TD TD Keterangan : TD artinya tidak diujikan karena keterbatasan jumlah sampel Uji kualitatif komponen fitokimia terhadap ekstrak etanol menunjukkan pada ekstrak etanol terdeteksi adanya komponen fenol dan steroid. Tanin dan flavonoid termasuk dalam golongan fenolik. Walaupun uji fitokimia menunjukkan adanya komponen fenolik dalam ekstrak etanol, uji fitokimia menunjukkan bahwa tanin dan flavonoid tidak terdeteksi dalam ekstrak etanol, padahal menurut Leelapornpisid et. al. 2006, tanin dan komponen fenol akan ditemukan pada ekstrak air dan ekstrak etanol. Hasil uji yang menunjukkan tidak terdeteksinya senyawa tanin dalam ekstrak etanol jintan hitam, bertentangan dengan hasil yang diperoleh Ahmad et. al. 2001, menggunakan metode Thin Layer Chromatography TLC. Ahmad et. al 2001, menyebutkan bahwa ekstrak etanol jintan hitam mengandung tanin. Hasil yang berbeda ini dapat disebabkan sampel yang diuji pada penelitian ini terlalu sedikit sehingga keberadaan tanin tidak terdeteksi. 60 Pada minyak atsiri terdeteksi adanya komponen fenol dan komponen terpenoid. Komponen fenol dan komponen terpenoid sudah diketahui memiliki aktivitas antimikroba. Beberapa senyawa terpenoid merupakan komponen fenol, seperti eugenol dan thymol, sehingga mekanisme aktivitas antimikroba senyawa terpenoid tersebut diduga mirip dengan mekanisme antimikroba senyawa fenol. Mekanisme senyawa fenolik sebagai antimikroba sebagian besar adalah dengan mempengaruhi membran sel Branen dan Davidson, 1993. Senyawa fenol tumbuhan dapat menimbulkan gangguan besar karena mampu membentuk kompleks dengan protein melalui ikatan hidrogen. Akibatnya kerja enzim dapat terganggu Harborne, 1996. Komponen fenolik dapat melignifikasi dinding sel bakteri sehingga keberadaan komponen fenolik dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Ekstrak etanol jintan hitam tidak menunjukkan adanya komponen flavonoid. Hasil ini didukung oleh hasil penelitian Ahmad et. al. 2001. Uji fitokimia menunjukkan bahwa flavonoid terdeteksi hanya pada ekstrak etil asetat. Menurut Houghton dan Raman 1998, etanol dan etil asetat sama-sama bersifat semi polar, tetapi etanol lebih polar dibandingkan etil asetat. Oleh karena itu, flavonoid yang terdapat dalam biji jintan hitam memiliki sifat kepolaran yang mirip dengan etil asetat sehingga tidak larut dalam etanol. Ekstrak etil asetat menunjukkan hasil positif pada uji fenol dan uji flavonoid. Biji jintan hitam mengandung alkaloid Al-Saleh, 2006. Menurut Hu, et. al. 2000 dan Faizi, et. al. 2003 dalam Al-hebshi 2005, senyawa alkaloid memiliki aktivitas antimikroba. Hasil uji fitokimia menunjukkan alkaloid tidak terdeteksi pada semua ekstrak yang diuji. Hal ini dapat disebabkan komponen alkaloid terdapat pada ekstrak lain yang tidak dianalisis komponen fitokimianya atau dapat juga disebabkan oleh jumlah sampel yang terlalu sedikit. Uji fitokimia ekstrak etanol jintan hitam menggunakan metode Thin Layer Chromatography TLC menunjukkan tidak adanya alkaloid Ahmad et. al. , 2001. F. MINIMUM INHIBITORY CONCENTRATION MIC 61 Minimum Inhibitory Concentration adalah konsentrasi terendah ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Pada penelitian ini, pemilihan ekstrak dan bakteri yang akan diuji dalam penentuan nilai MIC tidak hanya didasarkan pada ukuran diameter terbesar melainkan juga berdasarkan pertimbangan ukuran diameter, jumlah ekstrak dan variasi ekstrak yang akan diuji. Penentuan nilai MIC dilakukan dengan menggunakan metode difusi agar Bloomfield, 1991. Hasil penentuan nilai MIC beberapa ekstrak jintan hitam dapat dilihat pada Tabel 14 berikut ini. Tabel 14. Nilai MIC beberapa ekstrak jintan hitam Ekstrak Bakteri Nilai MIC ww Nilai MIC ppm Ekstrak etanol Salmonella Typhimurium 0.084 840 Minyak atsiri Bacillus cereus 1.72 1720 Ekstrak etil asetat Staphylococcus aureus 1.88 1880 Ekstrak metanol Pseudomonas aeruginosa 1.88 1880 Semakin kecil nilai MIC maka semakin baik ekstrak tersebut, terutama berkaitan dengan ambang batas jumlah komponen antimikroba yang diperbolehkan masuk ke dalam tubuh dan nilai ekonomisnya jika akan diaplikasikan dalam industri. Nilai MIC ekstrak etanol jintan hitam 0.084 ww terhadap Salmonella Typhimurium dalam penelitian ini lebih kecil daripada nilai MIC ekstrak teh 94,1 mgml terhadap Salmonella Typhimurium Tiwari et. al., 2005. Berdasarkan data tersebut, dapat diperkirakan secara kasar bahwa ekstrak etanol jintan hitam lebih baik daripada ekstrak teh dalam menghambat pertumbuhan Salmonella Typhimurium. Perbedaan jenis ekstrak serta jenis rempah akan memberikan nilai MIC yang berbeda. Nilai MIC ekstrak isopropanol Zingiber officinale Rose, 62 Boesenbergia pandurata Holtt, dan Curcuma longa Linn. terhadap Salmonella Typhimurium berturut-turut adalah 7-8vv, 4-5 vv, dan 5-6 vv Thongson, et. al., 2004. Nilai MIC ekstrak isopropanol-heksan Zingiber officinale Rose jahe, Boesenbergia pandurata Holtt fingerroot, dan Curcuma longa Linn. kunyit terhadap Salmonella Typhimurium berturut- turut adalah 8-9 vv, 8 vv, dan 5-8 vv Thongson, et. al., 2004. Selain dipengaruhi jenis ekstrak dan jenis rempah, nilai MIC dipengaruhi juga oleh jenis mikroba. Nilai MIC dari minyak atsiri tanaman Lavandin ‘Grosso’ terhadap Salmonella Typhimurium adalah 1 µlml sedangkan terhadap Staphylococcus aureus adalah 2 µlml Rota et. al., 2004. Nilai MIC minyak atsiri tanaman Rosmarinus officinalis terhadap Salmonella Typhimurium adalah 1.5 µlml sedangkan terhadap Staphylococcus aureus adalah 3-5 µlml Rota et. al., 2004. Namun, tetap tidak menutup kemungkinan bahwa ekstrak yang sama memiliki nilai MIC yang sama terhadap bakteri yang berbeda. Hal ini diperoleh Rota et. al. 2004 yang menunjukkan nilai MIC minyak atsiri tanaman Thymus vulgaris L terhadap Salmonella Typhimurium dan Staphylococcus aureus adalah 2 µlml. Nilai MIC ekstrak etanol jintan hitam 0.084 ww lebih kecil daripada nilai MIC minyak atsiri tanaman Lavandin ‘Grosso’ terhadap Salmonella Typhimurium 1 µlml Rota et. al., 2004. Nilai MIC terhadap Staphylococcus aureus dari ekstrak etil asetat jintan hitam 1.88 ww lebih kecil daripada nilai MIC ekstrak metanol kulit kayu Alstonia macrophylla 2000 µgml Chattopadhyay, et. al., 2001. Nilai MIC terhadap Pseudomonas aeruginosa dari ekstrak metanol jintan hitam 1.88 ww lebih kecil daripada nilai MIC minyak atsiri Oreganum scabrum 1.27 mgml Aligiannis, et. al., 2001. Nilai MIC ekstrak-ekstrak dari biji jintan hitam, tergolong lebih kecil jika dibandingkan dengan ekstrak rempah-rempah lainnya sehingga ekstrak jintan hitam memiliki peluang yang baik untuk diteliti lebih lanjut aktivitas antimikrobanya dan diaplikasikan dalam bahan pangan baik sebagai pengawet maupun sebagai pangan fungsional. 63

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN

Biji jintan hitam mengandung senyawa antimikroba yang bersifat volatil dan non-volatil dengan berbagai kepolaran. Senyawa antimikroba biji jintan hitam memiliki kelarutan tinggi pada pelarut semi polar, yaitu etanol dan etil asetat, sedikit larut dalam pelarut polar dan pelarut non-polar. Keefektifan masing-masing senyawa antimikroba tergantung pada jenis bakteri yang dihambat. Ekstrak biji jintan hitam menunjukkan aktivitas antimikroba dengan spektrum yang luas terutama pada ekstrak etanol, minyak atsiri dan ekstrak etil asetat karena dapat menghambat semua bakteri uji. Diameter penghambatan terbesar ekstrak etanol dan minyak adalah dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus, sedangkan diameter penghambatan terbesar ekstrak etil asetat adalah dalam menghambat pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa . Ekstrak air dan ekstrak heksan kurang efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji. Ekstrak air dan ekstrak heksan tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Salmonella Typhimurium. Ekstrak metanol tidak dapat menghambat pertumbuhan Escherichia coli. Nilai Minimum Inhibitory Concentration MIC ekstrak etanol terhadap Salmonella Typhimurium adalah 0.084 ww. Nilai Minimum Inhibitory Concentration MIC minyak atsiri terhadap Bacillus cereus adalah 1.72 ww. Nilai Minimum Inhibitory Concentration MIC ekstrak etil asetat terhadap Staphylococcus aureus adalah 1.88 ww. Nilai Minimum Inhibitory Concentration MIC ekstrak metanol terhadap Pseudomonas aeruginosa adalah 1.88 ww. Pada minyak atsiri terdeteksi adanya komponen fenol dan terpenoid. Uji fitokimia pada ekstrak etanol menunjukkan adanya komponen fenol dan steroid. Pada ekstrak etil asetat terdeteksi adanya fenol dan flavonoid.