30
2. Penelitian Lanjutan
Penelitian lanjutan dilakukan dengan mengekstraksi komponen antimikroba secara ekstraksi bertingkat. Ekstraksi bertingkat dengan pelarut
organik akan memisahkan komponen antimikroba dalam jintan hitam secara lebih spesifik dan komponen antimikroba akan lebih terkonsentrasi. Dengan
ekstraksi secara bertingkat, diharapkan diperoleh konsentrasi komponen antimikroba yang lebih tinggi lagi pada masing-masing ekstrak.
Proses ekstraksi bertingkat dilakukan terhadap biji jintan hitam yang telah dihilangkandiambil minyak atsirinya. Ampas hasil destilasi uap
minyak atsiri diekstrak bertingkat secara refluks menggunakan tiga pelarut yang kepolarannya berbeda yaitu heksan, etil asetat dan metanol secara
berurutan sehingga diperoleh ekstrak heksan, ekstrak heksan-etil asetat, dan ekstrak heksan-etil asetat-metanol. Selanjutnya, ekstrak heksan-etil asetat
akan disebut sebagai ekstrak etil asetat dan ekstrak heksan-etil asetat- metanol akan disebut ekstrak metanol.
Teknik refluks secara ekstraksi bertingkat pada dasarnya sama dengan teknik refluks yang dilakukan secara ekstraksi tunggal. Untuk setiap pelarut,
ekstraksi dilakukan dua kali. Ekstraksi pertama dilakukan selama 3 jam dan ekstraksi kedua dilakukan selama 2 jam. Bahan yang digunakan dalam
ekstraksi pertama dalam keadaan kering, sedangkan bahan yang digunakan pada ekstraksi kedua masih mengandung sebagian pelarut yang tersisa
setelah ekstraksi pertama. Ratio bahan dan pelarut pada ekstraksi pertama adalah 1:3. Jumlah pelarut yang ditambahkan pada ekstraksi kedua sama
dengan jumlah pelarut yang ditambahkan pada ekstraksi pertama sehingga ratio bahan dan pelarut pada ekstraksi kedua tidak tepat 1:3. Setelah proses
refluks selesai dilakukan dua kali, filtrat yang diperoleh di-rotavapor untuk
mengurangi jumlah pelarutnya. Setelah di-rotavapor, filtrat dihembus gas N
2
untuk menguapkan seluruh pelarut. Ekstrak disimpan pada suhu 4
o
C suhu refrigerator sampai proses analisis. Ekstrak siap diuji aktivitas
antimikrobanya secara difusi agar. Selain itu, beberapa ekstrak terpilih akan diuji nilai MIC dan diuji secara kualitatif komponen fitokimianya.
31
Ulangan 60 ºC, 2
jam
Perbedaan antara proses refluks secara tunggal dan proses refluks secara bertingkat terletak pada suhu yang digunakan saat refluks, suhu yang
digunakan saat rotavapor dan perlakuan terhadap bahan. Suhu yang digunakan saat refluks adalah 60
o
C dan suhu yang digunakan saat rotavapor
adalah 40
o
C. Perbedaan perlakuan pada ekstraksi bertingkat adalah ampas bahan setelah ekstraksi tidak dibuang melainkan digunakan
kembali untuk ekstraksi menggunakan pelarut yang lain. Setelah ekstraksi kedua, ampas dikering-anginkan minimal selama satu malam dan di-oven
vakum minimal selama 30 menit pada suhu 40
o
C sebelum diekstrak kembali menggunakan pelarut yang berbeda. Gambaran lebih sederhana
mengenai proses ekstraksi bertingkat dapat dilihat pada Gambar 10.
Ulangan
Direfluks dengan pelarut heksan 60
o
C, 3 jam
60 ºC, 2 jam
`
Ulangan
Direfluks dengan etil asetat 60
o
C, 3 jam Dipekatkan 40-45
o
C
60 ºC, 2 jam
Direfluks dengan metanol Dipekatkan 40-45
o
C Dihembus gas N
2
60
o
C, 3 jam
Dipekatkan Dihembus gas N
2
Dihembus gas N
2
Ampas Filtrat
Ekstrak heksan Ampas
Filtrat
Ampas Filtrat
Ekstrak etil asetat
Ekstrak metanol Ampas hasil destilasi uap
Ekstrak etil asetat pekat
Ekstrak heksan pekat
Ekstrak metanol pekat
Gambar 10.
Diagram proses ekstraksi bertingkat dengan metode refluks
32 Suhu yang digunakan pada saat refluks menggunakan heksan adalah
60
o
C dan suhu rotavapor yang digunakan untuk memekatkan ekstrak tersebut adalah 40
o
C. Ampas sisa ekstraksi menggunakan heksan tidak dibuang, melainkan dikering-anginkan minimal selama semalam dan di-
oven vakum minimal selama 30 menit pada suhu 40
o
C sebelum diekstrak kembali menggunakan pelarut etil asetat. Ampas dikering-anginkan untuk
menguapkan heksan dari ampas. Ampas di-oven vakum untuk benar-benar memastikan bahwa seluruh heksan sudah menguap dari ampas.
Suhu yang digunakan pada saat refluks menggunakan etil asetat adalah 60
o
C dan suhu rotavapor yang digunakan untuk memekatkan ekstrak tersebut adalah 40
o
C. Ampas sisa ekstraksi menggunakan heksan tidak dibuang, melainkan dikering-anginkan minimal selama semalam dan di-
oven vakum minimal selama 30 menit pada suhu 40
o
C sebelum diekstrak kembali menggunakan pelarut metanol. Tujuan ampas dikering-anginkan
dan dioven vakum adalah untuk menguapkan etil asetat dari ampas. Suhu yang digunakan pada saat refluks menggunakan metanol adalah 60
o
C dan suhu rotavapor yang digunakan untuk memekatkan ekstrak tersebut adalah
40
o
C. D.
METODE ANALISIS 1.
Analisis kadar air pada ekstrak air jintan hitam Metode distilasi azeotropik Apriantono
et. al., 1989
Analisis kadar air dilakukan dengan metode azeotropik karena sampel mengandung senyawa yang mudah menguap. Air akan dikeluarkan dari
sampel dengan cara distilasi azeotropik kontinyu menggunakan pelarut immicible. Air akan terkumpul dalam labu Bidwel-Sterling dan akan selalu
berada pada bagian bawah karena berat jenisnya lebih berat dari berat jenis pelarut.
Pemanas berjaket, tabung penerima “Bidwel Sterling”, kondensor tipe “cold finger” dirangkai. Setelah alat selesai dirangkai, sebanyak 2 gram
sampel dimasukkan ke dalam labu didih ataupun erlenmeyer yang sudah dikeringkan dalam oven pada suhu 105
o
C. Kemudian ditambahkan pelarut
33 toluena, silena ataupun pelarut lain. Labu didih ataupun erlenmeyer
dirangkaikan pada alat distilasi azeotropik. Campuran bahan dan pelarut tersebut dipanaskan dengan pemanas
listrik dan refluks perlahan-lahan dengan suhu rendah selama 45 menit. Setelah itu, dilanjutkan pada suhu yang lebih tinggi selama 1-1.5 jam.
Setelah waktu distilsi tercapai, baca volume air yang terdistilasi pada Labu Bidwel-Sterling. Kadar air adalah perbandingan volume air yang diperoleh
dengan jumlah sampel yang diambil, kemudian dikalikan 100.
2. Pengujian aktivitas antimikroba Garriga et. al., 1993 yang