Pengujian aktivitas antimikroba Garriga et. al., 1993 yang Penentuan nilai Minimum Inhibitory Concentration modifikasi metode

33 toluena, silena ataupun pelarut lain. Labu didih ataupun erlenmeyer dirangkaikan pada alat distilasi azeotropik. Campuran bahan dan pelarut tersebut dipanaskan dengan pemanas listrik dan refluks perlahan-lahan dengan suhu rendah selama 45 menit. Setelah itu, dilanjutkan pada suhu yang lebih tinggi selama 1-1.5 jam. Setelah waktu distilsi tercapai, baca volume air yang terdistilasi pada Labu Bidwel-Sterling. Kadar air adalah perbandingan volume air yang diperoleh dengan jumlah sampel yang diambil, kemudian dikalikan 100.

2. Pengujian aktivitas antimikroba Garriga et. al., 1993 yang

dimodifikasi Sebelum diuji aktivitas antimikrobanya, ekstrak pekat diencerkan terlebih dahulu menggunakan DMSO hingga konsentrasinya sebesar 28 ww. Kultur uji yang telah disiapkan, yaitu yang telah disegarkan dalam NB selama 24 jam, diinokulasikan sejumlah A sesuai hasil yang didapat pada persiapan kultur pada Lampiran 2 ke dalam media NA. Campuran antara media dan kultur tersebut kemudian dituang ke dalam cawan petri dan ditunggu hingga membeku. Setelah agar membeku, dibuat lubang-lubang sumur dengan diameter sekitar 6 mm. Setiap cawan petri dibuat 6 sumur, 2 sumur diisi kontrol negatif DMSO, 2 sumur diisi kontrol positif Amoxycillin 0.01 wv dan 2 sumur lagi diisi ekstrak rempah, masing- masing sebanyak 50 µl. Cawan kemudian dimasukkan ke dalam refrigerator selama kurang lebih satu jam untuk memberi kesempatan agar ekstrak meresap terlebih dahulu ke dalam agar. Setelah itu, diinkubasikan pada suhu 37 o C selama 24 jam. Pengukuran uji aktivitas antimikroba dilakukan sebanyak dua kali ulangan dan duplo. Dua kali ulangan dengan pengertian ekstrak yang sama diuji aktivitas antimikrobanya pada 2 cawan yang berbeda, sedangkan duplo dengan pengertian dalam 1 cawan terdapat 2 lubang yang berisi sampel yang sama. Setelah waktu inkubasi selesai, diamati dan diukur zonadiameter penghambatan berupa areal bening di sekeliling sumur. Diameter penghambatan adalah selisih antara lebar areal bening dengan diameter sumur. Untuk menghilangkan pengaruh DMSO terhadap mikroba uji, ada 34 satu lubang yang hanya berisi DMSO sebagai kontrol negatif. Tahapan difusi agar secara lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 3. Pada saat melakukan difusi agar, dilakukan juga penghitungan jumlah mikroba seperti pada persiapan kultur pada Lampiran 2 sebagai uji konfirmasi untuk mengetahui jumlah mikroba yang benar-benar dimasukkan ke dalam media agar.

3. Penentuan nilai Minimum Inhibitory Concentration modifikasi metode

Bloomfield, 1991 Penentuan nilai MIC dengan metode Bloomfield 1991 dilakukan seperti uji aktivitas antimikroba dengan metode difusi agar. Jumlah mikroba yang harus berada dalam agar, penghitungan zona beningzona penghambatan dan cara pengerjaannya sama dengan ketentuan pada metode difusi agar. Perbedaannya hanya terletak pada konsentrasi ekstrak yang dimasukkan ke dalam sumur. Jika hanya ingin mengetahui aktivitas antimikroba, ekstrak yang dimasukkan ke dalam sumur terdiri dari satu konsentrasi. Jika ingin mengetahui nilai MIC, ekstrak yang dimasukkan ke dalam sumur terdiri dari beberapa konsentrasi. Pada penelitian ini dibuat konsentrasi, yaitu 10 , 20 , 30 , 40 , dan 50 . Pengecualian untuk ekstrak metanol, hanya dibuat 3 konsentrasi yaitu 10 , 20 dan 28 . Kultur uji yang telah disiapkan, yaitu yang telah disegarkan dalam NB selama 24 jam, diinokulasikan sejumlah A sesuai hasil yang didapat pada persiapan kultur pada Lampiran 2 ke dalam media NA. Campuran antara media dan kultur tersebut kemudian dituang ke dalam cawan petri dan ditunggu hingga membeku. Setelah agar membeku, dibuat lubang-lubang sumur dengan diameter sekitar 6 mm. Setiap cawan petri dibuat 6 sumur, 2 sumur diisi kontrol negatif DMSO, 4 sumur diisi ekstrak, masing-masing sebanyak 50 µl. Keempat sumur yang diisi ekstrak, setiap dua sumur diisi dengan konsentrasi yang sama. Setelah semua sumur terisi, cawan dimasukkan ke dalam refrigerator selama kurang lebih satu jam untuk memberi kesempatan agar ekstrak meresap terlebih dahulu ke dalam agar. Setelah itu, diinkubasikan pada suhu 37 o C selama 24 jam. 35 Pengukuran uji aktivitas antimikroba dilakukan sebanyak dua kali ulangan dan duplo. Dua kali ulangan dengan pengertian ekstrak yang sama diuji aktivitas antimikrobanya pada 2 cawan yang berbeda, sedangkan duplo dengan pengertian dalam 1 cawan terdapat 2 lubang yang berisi sampel yang sama. Untuk menghilangkan pengaruh DMSO terhadap mikroba uji, ada sumur yang hanya berisi DMSO sebagai kontrol negatif. Pada saat penentuan nilai MIC, tetap dilakukan juga penghitungan jumlah mikroba seperti pada persiapan kultur pada Lampiran 2 sebagai uji konfirmasi untuk mengetahui jumlah mikroba yang benar-benar dimasukkan ke dalam media agar. Setelah waktu inkubasi selesai, diamati dan diukur zonadiameter penghambatan berupa areal bening di sekeliling sumur. Diameter penghambatan adalah selisih antara lebar areal bening dengan diameter sumur. Setelah diukur diameter penghambatannya, ditentukan nilai MIC-nya. Penentuan nilai MIC dilakukan secara regresi linier. Dihitung nilai Ln dari masing-masing konsentrasi yang digunakan. Nilai Ln dari masing- masing konsentrasi akan dianggap sebagai nilai pada sumbu X. Besar diameter penghambatan yang diperoleh, dikuadratkan dan akan dianggap sebagai nilai pada sumbu Y. Setelah nilai pada sumbu X dan nilai pada sumbu Y diketahui sumbu X dari Ln konsentrasi dan sumbu Y dari kuadrat besar diameter penghambatan, ditentukan persamaan regresinya. Setelah diketahui persamaan regresinya, dicari nilai X pada saat nilai Y=0. Setelah diketahui nilai X saat nilai Y=0, dilakukan ekponensial pada nilai X tersebut. Nilai X yang telah dieksponensialkan akan disebut sebagai nilai Mt. Nilai MIC adalah 0.25 x nilai Mt. Untuk lebih jelas, dapat dilihat contoh perhitungan pada Lampiran 7 hingga Lampiran 10.

4. Identifikasi komponen fitokimia secara kualitatif