35 Pengukuran uji aktivitas antimikroba dilakukan sebanyak dua kali
ulangan dan duplo. Dua kali ulangan dengan pengertian ekstrak yang sama diuji aktivitas antimikrobanya pada 2 cawan yang berbeda, sedangkan duplo
dengan pengertian dalam 1 cawan terdapat 2 lubang yang berisi sampel yang sama. Untuk menghilangkan pengaruh DMSO terhadap mikroba uji, ada
sumur yang hanya berisi DMSO sebagai kontrol negatif. Pada saat penentuan nilai MIC, tetap dilakukan juga penghitungan jumlah mikroba
seperti pada persiapan kultur pada Lampiran 2 sebagai uji konfirmasi untuk mengetahui jumlah mikroba yang benar-benar dimasukkan ke dalam
media agar. Setelah waktu inkubasi selesai, diamati dan diukur zonadiameter penghambatan berupa areal bening di sekeliling sumur.
Diameter penghambatan adalah selisih antara lebar areal bening dengan diameter sumur. Setelah diukur diameter penghambatannya, ditentukan nilai
MIC-nya. Penentuan nilai MIC dilakukan secara regresi linier. Dihitung nilai Ln
dari masing-masing konsentrasi yang digunakan. Nilai Ln dari masing- masing konsentrasi akan dianggap sebagai nilai pada sumbu X. Besar
diameter penghambatan yang diperoleh, dikuadratkan dan akan dianggap sebagai nilai pada sumbu Y. Setelah nilai pada sumbu X dan nilai pada
sumbu Y diketahui sumbu X dari Ln konsentrasi dan sumbu Y dari kuadrat besar diameter penghambatan, ditentukan persamaan regresinya. Setelah
diketahui persamaan regresinya, dicari nilai X pada saat nilai Y=0. Setelah diketahui nilai X saat nilai Y=0, dilakukan ekponensial pada nilai X
tersebut. Nilai X yang telah dieksponensialkan akan disebut sebagai nilai Mt. Nilai MIC adalah 0.25 x nilai Mt. Untuk lebih jelas, dapat dilihat contoh
perhitungan pada Lampiran 7 hingga Lampiran 10.
4. Identifikasi komponen fitokimia secara kualitatif
a. Uji golongan fenolik Houghton dan Raman, 1998
Sebanyak 1 ml ekstrak ditambahkan FeCl
3
1. Terbentuknya warna biru tua atau hitam kehijauan menunjukkan terdapatnya komponen fenol.
36
b. Uji golongan tanin Houghton dan Raman, 1998
Sebanyak 1 ml ekstrak ditambahkan gelatin 10. Jika ekstrak menggumpal, berarti ekstrak mengandung tanin.
c. Uji golongan flavonoid Harborne, 1996
Sebanyak 1 ml ekstrak ditetesi Pb-asetat. Hasil uji positif untuk flavon bila terbentuk warna jingga atau krem.
d. Uji golongan alkaloid Houghton and Raman yang dimodifikasi, 1998
Sebanyak 1 ml ekstrak ditambahkan 10 ml kloroform dan beberapa tetes amoniak, kemudian diasamkan dengan beberapa tetes asam sulfat 2
M. Akan terbentuk 2 fase, fase asam diambil dan dibagi ke dalam 3 buah tabung reaksi. Ke dalam tabung pertama ditambahkan 3 tetes pereaksi
Dragendorf, ke dalam tabung kedua ditambahkan 3 tetes pereaksi Mayer, dan ke dalam tabung ketiga ditambahkan 3 tetes pereaksi Wagner. Hasil
uji positif untuk uji dengan pereaksi Dragendorf jika terdapat endapan berwarna jingga. Hasil uji positif untuk uji dengan pereaksi Mayer jika
terdapat endapan berwarna putih. Hasil uji positif untuk uji dengan pereaksi Wagner jika terdapat endapan berwarna merah kecoklatan.
e. Uji golongan terpenoid dan steroid Uji Lie-Bermann-Burchard
Harborne, 1996
Sebanyak 1 ml ekstrak dilarutkan dalam 2 ml kloroform, kemudian ditambahkan 10 tetes asam asetat glasial dan 3 tetes asam sulfat pekat.
Larutan dikocok perlahan dan dibiarkan beberapa menit. Hasil uji positif untuk terpenoid bila terbentuk warna merah atau ungu. Hasil uji positif
untuk steroid bila terbentuk warna merah yang kemudian berubah menjadi biru atau hijau.
f. Uji golongan saponin Harborne, 1996
Sebanyak 1 ml ekstrak ditambahkan 10 ml air panas lalu didinginkan. Selanjutnya di-vorteks selama 10 detik. Bila ekstrak
mengandung senyawa saponin, akan terbentuk buih yang mantap selama sekitar 10 menit. Buih dikatakan mantap jika tingginya 1-10 cm dan tidak
hilang bila ditambah HCl 2 N.
37
E. RANCANGAN PERCOBAAN
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan percobaan faktorial dua faktor. Faktor yang digunakan adalah jenis
ekstrak dan jenis mikroba. Faktor ekstrak terdiri dari enam taraf, sedangkan faktor mikroba terdiri dari lima taraf. Dalam percobaan faktorial ini, perlakuan
yang ada merupakan komposisi dari semua kemungkinan kombinasi dari taraf. Dengan rancangan faktorial dapat diketahui respon dari taraf masing-masing
faktor pengaruh utama serta interaksi antar dua faktor pengaruh sederhana. Jika diplotkan pada diagram, dapat dilihat respon setiap faktor pada
berbagai kondisi faktor lain. Jika respon suatu faktor berubah pada berbagai kondisi tertentu ke kondisi yang lain, faktor tersebut dapat dikatakan
berinteraksi. Sedangkan jika tidak ada perubahan pola, dapat dikatakan tidak ada interaksi. Jika jenis ekstrak dianggap sebagai faktor A dan jenis bakteri
sebagai faktor B, model linier aditif dari rancangan ini secara umum adalah sebagai berikut.
Y
ijk
= µ + α
i
+
j
+ α
ij
+ ε
ijk
Y
ijk
adalah nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i faktor B taraf ke-j dan ulangan ke-k; µ,
α
i
,
j
merupakan komponen aditif dari rataan, pengaruh utama faktor A dan pengaruh utama faktor B;
α
ij
merupakan komponen interaksi dari faktor A dan faktor B;
ε
ijk
merupakan pengaruh acak yang menyebar normal 0,
σ
2
. Untuk mengetahui efektivitas setiap ekstrak dan juga untuk mengetahui
ketahanan setiap bakteri uji, dilakukan analisis statistik dengan analisis ragam ANOVA. Namun, karena ulangan yang digunakan pada setiap ekstrak tidak
sama maka digunakan menggunakan metode General Linear Model GLM pada taraf nyata 0.05. Metode GLM merupakan suatu prosedur SAS yang
didesain untuk keperluan yang lebih global. Metode GLM dapat digunakan untuk mengerjakan data yang tidak seimbang atau jumlah ulangan yang tidak
sama Mattjik dan Sumertajaya, 2000. Jika setelah diolah dengan metode GLM hasilnya berbeda nyata, dilakukan uji lanjut Duncan pada taraf
kepercayaan 0.05. Analisis statistik dilakukan menggunakan program SAS Statistical Analysis System.