UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA PENDAHULUAN A.

19 Antibiotik yang mengganggu sistem metabolik mikroorganisme dan tidak pada sel mamalia merupakan zat antiinfeksi yang paling berhasil, misalnya zat yang mengganggu sintesis dinding sel bakteri akan berpotensi tinggi untuk toksisitas selektif. Sifat sidal dan statik penting untuk pengobatan infeksi yang serius, terutama jika mekanisme pertahanan penderita menjadi berkurang atau meluap-luap oleh infeksi. Antibiotik beta-laktam merupakan antibiotik yang mengandung cincin beta-laktam dalam strukturnya. Antibiotik beta-laktam terbagi menjadi dua golongan yaitu penisilin dan sefalosforin. Antibiotik beta-laktam memiliki spektrum antimikroba yang luas, memiliki aksi sidal yang kuat dan cepat melawan bakteri dalam fase pertumbuhan serta sangat rendah kejadian toksik dan reaksi buruk lainnya pada inang. Mekanisme aksi letal zat ini adalah dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri. Hambatan terhadap biosintesis peptidoglikan, yang dibutuhkan untuk membuat dinding sel bakteri menjadi tegar, merupakan mekanisme dasar. Dengan tidak terbentuknya peptidoglikan, ketegaran dinding sel tidak terbentuk penuh dan terjadi lisis karena naiknya tekanan osmosis internal yang merupakan efek perkembangan sel bakteri.

E. UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA

Aktivitas antimikroba adalah kemampuan untuk menghambat pertumbuhan mikroba, termasuk bakteriostatik maupun fungistatik Hirasa et. al. , 1998. Metode untuk menganalisis aktivitas antimikroba dipengaruhi oleh media analisis, senyawa antimikroba, prosedur analisis. Komponen antimikroba dapat saja berhasil pada kondisi pengujian, tetapi tidak menunjukkan aktivitas yang cukup baik saat diaplikasikan pada produk pangan. Sel vegetatif yang sedang tumbuh lebih sensitif daripada spora terhadap tekanan lingkungan dari senyawa antimikroba. Metode untuk menganalisis aktivitas antimikroba dapat dibedakan menjadi dua, yaitu in vitro dan aplikasi pada produk pangan Branen dan Davidson, 1993. Metode in vitro tidak mengaplikasikan senyawa antimikroba pada produk pangan, hanya menunjukkan adanya potensi antimikroba pada 20 CH 3 CH 3 bahan. Metode in vitro dapat dibedakan lagi menjadi 3, yaitu metode pengenceran dilution methods, metode difusi agar, dan metode turbidimetri. Masing-masing metode tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan. Metode difusi agar memiliki kelebihan yaitu sederhana untuk dilakukan, kekurangannya adalah senyawa antimikroba yang akan diuji harus bersifat hidrofilik agar dapat berdifusi dengan baik ke dalam agar. Metode pengenceran memiliki keunggulan, yaitu dapat diketahui terjadinya kontaminasi, dan dapat dilakukan untuk bahan yang warnanya keruh Barry dalam Branen dan Davidson, 1993. Metode turbidimetri memiliki kelebihan, yaitu cepat, tidak destruktif dan tidak mahal, sedangkan kekurangannya, yaitu sensitivitasnya rendah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode in vitro, yaitu dengan difusi agar. Metode difusi agar dilakukan dengan memasukkan komponen antimikroba ke dalam agar baik dengan kertas saring ataupun dalam sumur. Komponen akan berdifusi ke dalam agar dan akan menghambat pertumbuhan mikroba yang terkandung dalam agar. Namun, untuk komponen antimikroba yang hidrofobik, akan sulit berdifusi ke dalam agar karena agar bersifat polar hidrofilik. Oleh karena itu digunakan DMSO yang bersifat seperti emulsifier, memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik agar senyawa yang bersifat hidrofobik dapat larut dalam agar. Sruktur DMSO dapat dilihat pada Gambar 6 berikut ini. Gambar 6. Struktur DMSO [CH 3 2 SO] Hasil analisis menggunakan metode difusi agar bersifat kualitatif. Menurut Branen dan Davidson 1993, jika diameter penghambatan lebih besar dari 30 mm, aktivitas antimikroba digolongkan besar. Jika diameter penghambatan antara 20 mm-30 mm, aktivitas antimikroba digolongkan sedang dan jika diameter penghambatan kurang dari 20 mm, aktivitas antimikrobanya digolongkan kecil. Namun, menurut Harris et. al. dan LewusMontville seperti dikutip oleh Branen dan Davidson 1993, uji 21 dengan difusi agar biasanya banyak memberikan kesalahan negatif. Selain untuk uji bersifat kualitatif, metode difusi agar dapat dilakukan untuk memperoleh data kuantitatif, misalnya untuk menentukan nilai konsentrasi minimum dari senyawa antimikroba.

F. SENYAWA FITOKIMIA