Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian analisis desentralisasi fiskal, kinerja keuangan dan kemiskinan Jawa Barat sebelum dan sesudah masa desentralisasi fiskal, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Kinerja Keuangan Daerah Ø Kinerja Keuangan dari Sisi Penerimaan Daerah Kontribusi DAU selama periode waktu analisis yaitu tahun 2001­2004 masih sangat tinggi. Secara umum kontribusi DAU sangat tinggi dengan menyumbang rata­rata 60­90 persen dari penerimaan daerah. Hasil analisis menunjukkan tingkat kemandirian daerah yang semakin rendah sesudah implementasi desentralisasi fiskal, terlihat dari kecenderungan pada umumnya menampakkan menurunnya rasio PAD terhadap penerimaan. Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis memiliki tingkat kemandirian yang rendah yaitu sedangkan Kota Bandung dan Kabupaten Bekasi tergolong mempunyai tingkat kemandirian yang tinggi. Meskipun demikian Kota Bandung mengalami penurunan tingkat PAD sebesar 13 persen. Wilayah yang paling signifikan PAD­nya meningkat setelah desentralisasi fiskal adalah Kabupaten Bekasi sebesar 62 persen. Tetapi bagaimanapun juga tingkat kemandirian di wilayah kabupaten­kota provinsi Jawa Barat masih tergolong rendah karena kontribusi dana transfer yang masih tinggi. Ø Kinerja Keuangan Daerah dari Sisi Pengeluaran Daerah Pengeluaran pemerintah daerah masih didominasi oleh pengeluaran rutin. Rata­rata pengeluaran rutin baik wilayah kabupaten maupun kota berkisar antara 60­90 persen. Sedangkan pengeluaran pembangunan hanya berkisar antara 10­40 persen. Sedangkan bila dilihat dari komposisi pengeluaran rutin sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal, sisi pengeluaran rutin meningkat 10­20 persen sesudah desentralisasi fiskal. Wilayah yang paling signifikan kenaikan anggaran rutinnnya adalah Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis. Wilayah tersebut menghabiskan 92 persen dari anggaran pendapatan dan biaya yang tersedia. Sedangkan Kota Bekasi dan Kota Depok dibandingkan daerah lain tergolong rendah, di mana pengeluaran rutinnya sebesar 60 dan 58 persen. 2. Laju dan profil kemiskinan di kabupatenkota Jawa Barat sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal menunjukkan kenaikan dan penurunan jumlah penduduk miskin. Di tahun awal implementasi desentralisasi fiskal, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Karawang, Kabupaten Sumedang dan Kota Bogor sempat mengalami penurunan tetapi jumlah penduduk miskinnya kembali meningkat di akhir tahun 2004. Sedangkan Kota Bekasi dan Kota Depok merupakan wilayah yang penurunan kemiskinannya paling tinggi, yaitu 72 persen dan 50 persen. 3. Peranan Variabel Penerimaan Terhadap Kemiskinan Kebijakan pemerintah pusat untuk melakukan desentralisasi fiskal merupakan langkah yang tepat. Selain meningkatkan penerimaan daerah, kebijakan desentralisasi fiskal juga menurunkan kemiskinan. Tetapi di sisi lain hal ini mengindikasikan ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat masih tinggi. Melalui hasil analisis, Pendapatan Asli Daerah yang diharapkan menjadi sumber penerimaan utama daerah untuk anggaran publik, pengaruhnya sangat kecil.

7.2. Saran