Tabel 6.11 Hasil Estimasi dengan Model Efek Tetap Fixed Effect

URSS = Unrestricted Residual Sum Square Merupakan Sum of Square Residual yang diperoleh dari estimasi data panel dengan metode fixed effect N= Jumlah data cross section T= Jumlah data time series K=Jumlah variabel penjelas Jika nilai CHOW Statistics F Stat hasil pengujian lebih besar dari F Tabel, maka cukup bukti bagi kita untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol. Hasil dari uji chow test menunjukkan nilai CHOW Statistics lebih besar dari F table. Sehingga model yang kita gunakan adalah model efek tetap fixed effect. Hasil estimasi dengan menggunakan model efek tetap fixed effect dijelaskan dalam Tabel

6.16 Tabel 6.11 Hasil Estimasi dengan Model Efek Tetap Fixed Effect

Variabel Koefisien Standar Error t­Statistik Probabilitas DAU ­0.001955 0.001366 ­1.431717 0.1557 PAD ­0.010213 0.005690 ­1.795044 0.0760 BHS 0.006700 0.002241 2.990053 0.0036 Dummy ­0.314793 0.029006 ­10.85262 0.0000 Weighted Statistics R­squared 0.998027 Mean dependent var 10.99827 Adjusted R­squared 0.997550 S.D. dependent var 7.567080 S.E. of regression 0.374515 Sum squared resid 12.76377 F­statistic 2092.749 Durbin­Watson stat 2.065548 ProbF­statistic 0.000000 Unweighted Statistics R­squared 0.868293 Mean dependent var 5.226940 Adjusted R­squared 0.836452 S.D. dependent var 0.960292 S.E. of regression 0.388352 Sum squared resid 13.72438 Durbin­Watson stat 2.242460 Keterangan: signifikan pada tingkat α 5 persen. Sumber : Lampiran 4

6.5.2.1 Evaluasi Model

Tabel tersebut menunjukkan koefisien variabel yang sama untuk setiap individu dan intersep yang berbeda untuk setiap individu. Nilai R Squared R 2 atau koefisien determinasi sebesar 0.998027 menunjukkan bahwa 99 persen variabel­ variabel Dana Alokasi Umum, PAD dan BHS mampu menjelaskan 99 persen variabel kemiskinan di kabupatenkota provinsi Jawa Barat. Hasil uji ini diperkuat dengan tingginya F statistik yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen dan tingkat α 5 persen yaitu sebesar 0.000000. Mendeteksi heteroskedastisitas karena menggunakan data cross section maka perlu dietsimasi dengan pendekatanmetode General Least Square Cross Section Weights maka dapat dilihat dengan membandingkan Sum Square Resid Weighted Statistics dengan Sum Square Resid Unweighted Statistics yaitu Sum Square Resid Weighted Statistics lebih kecil dibandingkan dengan Sum Square Resid Unweighted Statistics 12,7637713.72438. Untuk mendeteksi multikolinearitas, menunjukkan tidak terdapat masalah multikolinearitas dengan memperhatikan hasil probabilitas t statistik regresi. Dimana semua variabel kecuali PAD dan DAU memperlihatkan hasil yang signifikan pada taraf nyata 5 persen. 6.5.2.2 Interpretasi model Hasil analisis panel menunjukkan koefisien bagi hasil mempunyai koefisien yang positif dan signifikan, dimana setiap kenaikan satu persen bagi hasil akan menaikkkan penduduk miskin sebesar 0,006 persen. Kemudian variabel dummy juga signifikan, yang artinya apabila terjadi dummy desentralisasi fiskal diterapkan maka akan menurunkan penduduk miskin sebesar 0,31 persen. Hal ini menandakan bahwa kebijakan desentralisasi fiskal memang berpihak pada kemiskinan. Sesuai dengan analisis deskriptif dimana laju penurunan kemiskinan yang lebih baik pada masa desentralisasi fiskal.

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian analisis desentralisasi fiskal, kinerja keuangan dan kemiskinan Jawa Barat sebelum dan sesudah masa desentralisasi fiskal, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Kinerja Keuangan Daerah Ø Kinerja Keuangan dari Sisi Penerimaan Daerah Kontribusi DAU selama periode waktu analisis yaitu tahun 2001­2004 masih sangat tinggi. Secara umum kontribusi DAU sangat tinggi dengan menyumbang rata­rata 60­90 persen dari penerimaan daerah. Hasil analisis menunjukkan tingkat kemandirian daerah yang semakin rendah sesudah implementasi desentralisasi fiskal, terlihat dari kecenderungan pada umumnya menampakkan menurunnya rasio PAD terhadap penerimaan. Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis memiliki tingkat kemandirian yang rendah yaitu sedangkan Kota Bandung dan Kabupaten Bekasi tergolong mempunyai tingkat kemandirian yang tinggi. Meskipun demikian Kota Bandung mengalami penurunan tingkat PAD sebesar 13 persen. Wilayah yang paling signifikan PAD­nya meningkat setelah desentralisasi fiskal adalah Kabupaten Bekasi sebesar 62 persen. Tetapi bagaimanapun juga tingkat kemandirian di wilayah kabupaten­kota provinsi Jawa Barat masih tergolong rendah karena kontribusi dana transfer yang masih tinggi.